Agatha menarik tangannya perlahan dari genggaman Rohander. Meskipun ada kesedihan yang samar di tatapan Rohander, dia tidak menghentikan Agatha. Dia tahu bahwa memberi Agatha sedikit ruang adalah langkah yang benar, meskipun perasaan posesifnya masih bergelora. Agatha berjalan ke arah pintu, tapi sebelum melangkah keluar, dia berhenti dan berbalik menatap Rohander. "Aku tahu kamu tidak suka melepaskan kendali, tapi jika kamu benar-benar percaya padaku, Rohander, kamu harus mencoba. Ini bukan hanya tentang aku, ini tentang kita." Rohander menatapnya dalam diam, matanya penuh dengan konflik. "Aku mencoba, Agatha. Tapi sulit." Agatha mengangguk, menghargai kejujuran itu. "Aku tahu. Dan itu cukup untukku saat ini." Mereka saling menatap beberapa detik lagi sebelum Agatha melangkah keluar ruangan, meninggalkan Rohander sendirian dengan pikirannya. Rohander menghela napas berat, matanya tertuju pada pintu yang baru saja ditutup oleh Agatha. Anak buah bayangannya kembali muncul dari bay
Agatha melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk mansion, merasa suasana malam yang sejuk mengisi kepalanya dengan rasa segar. Namun, di dalam pikirannya, ada bayangan Rohander yang terus membayang, memikirkan bagaimana dia bisa menyeimbangkan antara kebebasan dan hubungan yang rumit ini. Saat dia membuka pintu utama, dia melihat Rohander berdiri di ruang tamu, tampak sedang menunggu dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca. Seakan merasakan kedatangan Agatha, dia berbalik dan menatapnya. "Ke mana saja kamu?" tanya Rohander, suaranya terdengar datar namun dengan nada yang sulit untuk diabaikan. Agatha mendekat, berusaha menenangkan hatinya. "Aku hanya butuh waktu sejenak untuk diri sendiri. Berjalan di luar, menikmati udara segar." Rohander mengangguk, tetapi tidak menjawab. Dia berdiri tegak, matanya mengikuti setiap gerak Agatha. "Kau terlihat berbeda." Agatha tersenyum tipis. "Mungkin karena aku merasa lebih baik sekarang." Rohander mengerutkan kening. "Lebih baik? Dari apa?"
Agatha dan Rohander duduk di ruang tamu, suasana malam yang tenang mengisi ruangan dengan ketenangan. Rohander menyandarkan tubuhnya di sofa, sementara Agatha duduk di kursi dekat jendela, memandang keluar dengan penuh perhatian. Ada keheningan sejenak sebelum Rohander memecah suasana. "Jadi, apa rencanamu besok?" tanya Rohander sambil memandang Agatha dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. Agatha berpaling ke arahnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. "Rencana? Mungkin tidur sampai siang. Aku merasa seperti manusia zombie hari ini." Rohander tertawa lembut. "Jadi, kamu menganggap dirimu seorang zombie? Aku rasa itu alasan yang cukup baik untuk tidur lebih lama." Agatha membalas senyum Rohander dengan penuh canda. "Ya, dan aku juga mungkin akan menghabiskan waktu menonton film dan makan popcorn. Aku sangat bersemangat untuk beristirahat." Rohander berusaha menahan tawa. "Kedengarannya seperti rencana yang sangat menghibur. Aku harus mengingatnya, jika aku ingin menjadi seoran
Malam semakin larut saat Agatha dan Rohander melangkah menuju mobil mereka. Keberadaan bintang-bintang di langit malam membuat suasana terasa magis dan penuh janji. Rohander membuka pintu mobil untuk Agatha dengan sopan, lalu duduk di kursi pengemudi dan memutar kunci kontak. "Jadi, ke mana kita akan pergi untuk popcorn dan cola ini?" tanya Agatha dengan penuh antusiasme, melirik ke arah Rohander yang mulai mengemudikan mobil. Rohander tersenyum penuh kemenangan. "Aku sudah menyiapkan tempat favoritku. Tempat ini memiliki popcorn yang menurutku sulit ditandingi, dan cola yang sangat menyegarkan." "Bagus sekali!" Agatha berseru sambil mengedipkan mata. "Aku sudah siap untuk tantangan ini. Tapi ingat, aku akan mengawasi setiap gerakanmu." "Dan aku akan siap untuk setiap upaya untuk mencuri popcorn dari kamu," kata Rohander sambil memelintir stir mobil dengan percaya diri. "Kita akan lihat siapa yang bisa mengalahkan siapa." Sesampainya di tempat tujuan, Agatha melihat sebuah bioskop
Setelah keluar dari bioskop, suasana di antara Agatha dan Rohander mulai berubah, ketegangan samar terasa di udara. Saat mereka mendekati mobil, Rohander tiba-tiba menghentikan langkahnya, menatap langit malam yang berkilauan.“Ada yang salah?” tanya Agatha dengan nada khawatir.Rohander tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam. “Kadang, Agatha, aku merasa terlalu nyaman saat bersamamu. Seolah-olah... segalanya terlalu sempurna, dan itu membuatku takut.”Agatha berhenti, menatapnya dengan tatapan serius. "Apa yang kamu takutkan sebenarnya, Rohander?"Rohander akhirnya menatapnya, matanya gelap dan intens. "Aku takut kehilangan kendali. Setiap kali kamu ada, segalanya berubah. Aku, yang biasanya begitu tegas dan berkuasa... menjadi lemah."Agatha tertawa kecil, tetapi suaranya tegang. "Jadi, ini masalahmu? Kamu takut bahwa kamu manusia seperti orang lain?"Rohander merengut. “Kamu tak mengerti. Dunia yang aku tinggali bukan dunia biasa. Aku selalu di atas, selalu memiliki
Ketika malam mulai menjelang, suasana di apartemen Rohander mulai tenang. Agatha duduk di balkon, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di hatinya. Keamanan yang Rohander janjikan terasa nyata, namun begitu menyesakkan. Rohander, yang duduk di seberang Agatha, sesekali meliriknya. Ketenangan ini terasa sementara, seperti badai yang sedang menunggu untuk datang. Dan ternyata, perasaan itu benar.Suara interkom di pintu depan berbunyi. Rohander langsung berdiri, gerakannya tegas dan waspada. Dia berjalan cepat menuju pintu dengan langkah yang penuh intensitas, sementara Agatha menoleh, merasa ada sesuatu yang tidak beres."Siapa itu?" tanya Agatha dengan sedikit khawatir.Rohander tidak menjawab, hanya memberikan isyarat dengan tangannya agar Agatha tetap di tempat. Ada sesuatu dalam gerakannya yang membuat Agatha waspada, seperti seekor binatang buas yang mendeteksi ancaman.Ketika Rohander membuka pintu, seseorang berdiri di ambang pintu. S
Suasana malam di mansion Rohander terasa tegang. Setelah hari yang panjang, Agatha sedang duduk santai di ruang tengah, ditemani suasana yang sepi. Pelayan di rumah itu selalu tampak takut dan menjaga jarak dari Rohander—begitu pula dari Agatha. Namun, malam ini ada yang berbeda.Seorang pelayan datang menghampiri dengan langkah ragu-ragu, membawa sebuah kotak hitam kecil. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, seolah kotak itu membawa kabar buruk."Maaf, Nona Agatha," kata pelayan itu, suaranya bergetar. "Ada paket ini... baru saja tiba. Untuk Anda."Agatha menatap pelayan itu tanpa ekspresi, lalu menatap kotak hitam di tangannya. Ada sesuatu yang aneh dan mendebarkan dalam perasaannya, tetapi dia tetap tenang."Letakkan di sini," katanya pelan sambil menunjuk meja di depannya. Pelayan itu meletakkan kotak dengan hati-hati, seolah takut isinya bisa meledak kapan saja, lalu mundur dengan cepat.Agatha memandangi kotak itu selama beberapa detik, tidak terburu-buru. Rohander yang baru saja
Suaranya rendah dan penuh otoritas seperti biasanya. Di sela-sela obrolan, Agatha mencuri dengar potongan kata tentang "pembayaran," "pengkhianatan," dan "pergerakan baru." Meski terbiasa dengan dunia gelap di sekitar Rohander, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Sesuatu yang lebih mendesak.“Rohander, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?” tanya Agatha, suaranya lembut namun penuh ketegasan, saat Rohander selesai dengan teleponnya.Rohander menatapnya, matanya seolah mempertimbangkan sesuatu. “Ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu, Agatha,” jawabnya datar.Agatha berdiri, berjalan mendekat dan menghentikan langkah di depannya. “Kau tahu aku bukan orang yang akan diam saja. Kita melewati terlalu banyak hal bersama untuk menyembunyikan apapun.”Rohander menghela napas, menatap Agatha dalam. “Seseorang dari masa laluku kembali. Orang yang seharusnya sudah lama mati.”Tatapan Agatha mengeras. “Siapa?”"Lucas," ucap Rohander perlahan, seolah menyebut nama yang membawa