Beranda / Fantasi / O, Yang Mulia! / Chapter 40: Lich vs. Wraith

Share

Chapter 40: Lich vs. Wraith

Penulis: Soma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
O lagi-lagi lengah. Pertarungan belum dimulai, tetapi ia sudah dirantai seperti seorang tawanan. Musuhnya kali inipun bukan monster tanpa akal, tetapi seorang Wraith, terlebih seorang anggota Ordo Pelahap Malam. Membiarkan dirinya lengah di tempat ini sama saja bunuh diri. O mematri hal itu dalam kepalanya mulai sekarang.

Rantai-rantai yang membelenggunya sekarang sama persis dengan rantai yang membelenggu monster singa di katakomba. O segera mengetahui siapa lawan yang dihadapinya sekarang: Livor sang Wraith. Ada kemungkinan kemampuan pasif: Pertahnan Mental miliknya tidak cukup kuat untuk melawan invasi mental dari Livor. Oleh karena itu, sebelum sosok Livor memunculkan dirinya, O harus segera bertindak. O mulai merapal beberapa mantra dalam pikirannya.

Benar saja. Tak lama, sosok Livor menembus dari langit-langit ruangan berbentuk kubah itu. Beruntung, sosok itu tidak langsung menyerang O, tapi mengoceh terlebih dahulu. Ya, lawannya kali ini memang bukan makhluk tak berakal, tapi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • O, Yang Mulia!   Chapter 41: Menyerahkan Diri

    Imajninasi adalah kekuatan. Dengan daya imajinasinya yang kuat, O dapat membayangkan 101 cara untuk menggunakan sihirnya. Glacies, Perisa Es. Sihir ini menciptakan dinding es setebal kurang lebih 1 meter dengan panjang dan lebar kira-kira 10 meter. O yakin, jika level sihirnya semakin tinggi, maka ukuran dan ketebalannya juga akan semakin besar. Tidak butuh waktu lama untuk mengaktifkan sihir ini. Bahkan, bisa dibilang sihir ini tidak butuh waktu untuk diaktifkan. Secepat mantranya disebutkan, secepat itu pula sihir ini aktif.O menggunakan karkateristik sihir Persai Es untuk mengunci lawannya. Beberapa detik yang lalu, setelah ia meluncur ke dalam air yang mengalir deras ke luar terowongan, O tidak mengikuti aliran itu. Alih-alih berenang ke luar, ia menjangkarkan dirinya ke puing-puing terbesar menggunakan sabitnya, lalu melucuti jubahnya dan berenang ke arah yang berlawanan dengan arus. Ia menggunakan Aqua, Sihir Cambuk Air untuk bergerak dari satu puing ke pui

  • O, Yang Mulia!   Chapter 42: Livor (1)

    ""Peringatan bahaya! Invasi mental yang dilakukan oleh seorang Wraith jauh lebih berbahaya!"""Aku tahu," jawab O dalam hati. "Percayalah padaku."O sudah memikirkan matang-matang keputusannya untuk membiarkan Livor merasuki tubuhnya. Pertama, ia yakin akan kemampuannya untuk bertahan dari invasi mental dan bahkan melawan balik. Sejauh ini ia sudah berhasil menang melawan invasi Phantom Ronald dan Kreator. Jika ia boleh sombong, dua invasi mental itu sama sekali tidak menantang. Bahkan, ia mempermainkan Kreator a.k.a Victor dengan ingatan akan masa lalunya sendiri.Berikutnya, O juga mempertimbangkan dampak dari terbunuhnya Livor. Wraith itu mengatakan sendiri bahwa Malus bisa langsung mengetahui kematian Kreator. Kenyataan bahwa Livor datang langsung ke sini, dan bahkan menyergap dirinya, memperkuat bahwa jaringan informasi Ordo Pelahap Malam ini memang sangat baik. Artinya, jika O menghabisi Livor, bukan tidak mungkin Malus akan mengirimkan bawahan lain

  • O, Yang Mulia!   Chapter 43: Livor (2)

    Kerasukan, atau istilah kerennya, invasi mental, dilakukan dengan cara mengaburkan ingatan pemilik tubuh asli. Mereka, para Phantom, melakukan itu dengan cara melebur kesadaran dan ingatan mereka dengan kesadaran target mereka. Oleh karena itu, pada kasus Phantom Ronald dan Kreator a.k.a Victor, O terlebih dahulu mengalami ulasan ingatan sebagai Ronald dan Kreator. Kemudian, ketika ia bisa mendapatkan dan menguasai kesadarannya kembali, ia bisa balik menyerang phantom yang merasukinya. Misalnya dalam kasus Kreator, O semula merasakan dirinya sebagai Victor. Lalu, ketika ia bisa memisahkan identitas dirinya dan Victor, O menjadikan dirinya sebagai mayat korban, dan kemudian menjadi entitas yang sama sekali baru, yang tidak pernah ada dalam ingatan Victor. Saat itulah keadaan berubah 180 derajat. Phantom yang menginvasi kini balik diinvasi oleh kesadaran yang berusaha dienyahkannya.Namun, dalam kasus Livor kali ini berbeda. Tak hanya tidak tersadar sebagai Livor, O juga semp

  • O, Yang Mulia!   Chapter 44: Dunia Mental

    Buku yang ditemukan di atas meja altar berisi banyak hal. Ia tidak tahu apa saja isi buku itu karena yang ia butuhkan hanya formula sihir dan rapalan mantranya. Ia beruntung karena hanya dalam waktu 5 detik, ia menemukan sebuah sihir yang familiar: Sihir Lubang Hitam. O tidak tahu apakah sihir dasar berelemen kegelapan ini cukup untuk melawan Livor yang bisa jadi memiliki akses terhadap semua sihirnya. Akan tetapi, pilihan apa lagi yang dia punya?Dan begitulah pertempuran mereka berlanjut. O yang hanya bisa menggunakan satu sihir segera dikalahkan oleh Livor yang dengan lihai mengombinasikan sihirnya. Saat tembok es yang menjulang itu rubuh di atasnya, O tahu nasihmya sudah di ujung tanduk.BUMM!Tembok es setebal 1 meter menimpa O dengan segenap bobotnya. Akan tetapi, pertarungan belum selesai. Tembok itu perlahan terangkat kembali sebelum akhirnya pecah menjadi bongkahan es yang lebih kecil dan meruap seperti udara.Sosok O muncul dari balik pu

  • O, Yang Mulia!   Chapter 45: Wawancara Ekslusif (1)

    Livor dan O duduk bersebrangan, berhadap-hadapan. Suasana terasa ganjil. Dua orang yang saling melempar serangan beberapa waktu yang lalu, kini duduk semeja. Setidaknya, begitu bagi Livor. Sementara O...O sibuk memilih minuman yang dari daftar menu diciptakannya. Begitu santai dan kasual, seperti tidak pernah ada huru hara apapun di antara mereka berdua."Kau ingin pesan apa, Livor?" tanya O. Wujudnya sekarang adalah seorang laki-laki berambut ikal. Itu wujudnya saat masih hidup sebagai Langit."Aku tidak bisa merasakan apapun," balas Livor. Wujudnya masih berupa Wraith. Wujud itu tidak punya organ pengecap, meskipun secara penampakan sangat mirip dengan manusia biasa. Ia mengira O sengaja mempermainkannya."Ah, ya. Maaf. Aku ingin mengubah wujudmu, tapi aku tidak bisa," kata O lagi. Ia kemudian menciptakan segelas jus melon dingin dari udara kosong.Livor tidak menanggapi kata-kata O lagi."Ah, aku baru tahu kita bisa melakukan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 46: Wawancara Eksklusif (2)

    "Kristal intimu bahkan hanya sebesar ibu jari, tapi tubuhmu sempurna. Kau seorang penyihir, tapi gerakanmu tidak kalah lincah dengan Ksatria," ujar Livor, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. "Kau ini sebenarnya apa?""Uh, aku sudah menjawabnya, Livor. Aku manusia biasa yang terlahir kembali secara acak dalam tubuh yang karakteristiknya paling cocok dengan tubuhku saat hidup," jawab O panjang lebar, "Yang aku tahu, kristal inti ini terbentuk saat jiwaku menyatu dengan mayat entah siapa di katakomba itu.""Ugh! Baiklah, kalau kau bersikeras menjeawab seperti itu."O menghela napas panjang. "Mari kita lanjutkan wawancaranya.""Hah, baiklah..."Wawancara berlanjut....O = OL = LivorO :"Kembali soal monster-monster tadi, Livor. Ke mana monster singa itu?"L :"Hmm? Kupikir kau membunuhnya."O :"Tentu saja tidak. Kenapa aku membunuhnya setelah menyelamatkannya?"L :"Yah, kau membunuh Cockatrice itu. Kenapa tidak?"O :"Hmm. Masuk akal."L :"Baguslah kalau kau belum membunuhnya. Itu monster

  • O, Yang Mulia!   Chapter 47: Kawan Baru

    Raungan Jiwa. Sebuah kutukan yang pasti akan dialami oleh seorang Lich. Jiwa-jiwa korban yang terus hidup dalam kristal inti seorang Lich tidak akan membiarkan Lich itu tenang. Mereka akan menciptakan halusinasi, mimpi buruk, raungan, apapun itu yang mengganggu indera dari Lich tersebut. Pertanyaannya, bagaimana dengan O?Berdasarkan penjelasan Narator, kristal inti di dadanya terbentuk dari jiwanya sendiri. Lalu, bagaimana dengan Narator sendiri? Deskripsi yang diberikan oleh Livor tentang Raungan Jiwa begitu mirip dengan pengalamannya dengan Narator. Bagaimana jika Narator ternyata adalah jiwa yang berada dalam kristal intinya? Livor tidak menyanggah pernyataan O tentang Raungan Jiwa yang tidak mengganggu. Artinya, mungkin saja Narator benar-benar sebuah(?) jiwa yang terkurung dalam kristal intinya."Hei, kenapa kau bengong?" tanya Livor, menyadarkan O dari lamunan. "Kau masih punya pertanyaan untukku?""Ah, iya. Beberapa pertanyaan lagi," balas O. Ia memutuskan untuk menyisihkan per

  • O, Yang Mulia!   Chapter 48: Selamat Tinggal

    Bintang es berbentuk ikosahedron meledak di kepala Livor. Tidak ada yang tersisa dari rahang bawah ke atas. Meski begitu, Livor masih bisa berdiri tegak."Livor!" O berteriak. Ia mencari sosok penyerang, tapi tak bisa menemukan apapun setelah menyebarkan pandangannya ke seluruh penjuru."Enam puluh detik, Livor. Enam puluh detik." Kata-kata itu terdengar dari mulut Livor, tetapi suaranya bukan suara Livor. "Kau tidak menjawab panggilanku selama tiga puli detik, lalu kau tidak menghubungiki setelah tiga puluh detik."Ada sebuah simbol yang berpendar di lidah Livor. O dapar melihatnya lewat kristal es yang kelam tapi sedikit transparan. Dari simbol itu suuara seorang perempuan mengalun, terdengar serak tetapi anehnya begitu renyah di telinganya. Seperti sebuaj musik yang indah dan memanjakan telinga. Jika saja O tidak melihat keadaan Livor yang menyedihkan, barangkali ia akan terpesona dengan suara itu. Namun, ia tahu, siapapun yang berada di balik simbol itu adalah orang yang meledakkan

Bab terbaru

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

  • O, Yang Mulia!   Chapter 81: Azia

    O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli

  • O, Yang Mulia!   Chapter 80: Atur Ulang Strategi

    O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 79: Terjun

    Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda

  • O, Yang Mulia!   Chapter 78: Terbang

    "Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t

  • O, Yang Mulia!   Chapter 77: Serangan Udara

    Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting

  • O, Yang Mulia!   Chapter 76: Kabur

    Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir

  • O, Yang Mulia!   Chapter 75: Halo, Manusia

    "Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!

  • O, Yang Mulia!   Chapter 74: Sihir Medan

    O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn

DMCA.com Protection Status