Beranda / Fantasi / O, Yang Mulia! / Chapter 32: Harga untuk Menjadi seorang Lich

Share

Chapter 32: Harga untuk Menjadi seorang Lich

Penulis: Soma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Invasi yang dilakukan Kreator sebenarnya hanya berlangsung beberapa menit. Akan tetapi, dampak yang dirasakan O terasa begitu dalam, dan ia merasa bahwa dampak itu akan melebar serta membekas dalam kurun waktu yang lama. Ingatan-ingatan Kreator yang ia saksikan menjadi mimpi buruk yang terus terbayang meskipun O tidak pernah tidur. O tidak bisa mengingat semuanya, akan tetapi ada bagian-bagian yang sangat melekat dalam benaknya, tak peduli sekuat apapun dia berusaha melupakan itu. Adegan yang paling membuatnya terganggu dan merasa muak adalah kenyataan bahwa ritual untuk menjadi Lich mengorbankan nyawa tak berdosa.

Ritual Lich. Seperti namanya, adalah sebuah ritual yang mengubah seorang manusia biasa menjadi seorang Lich. Istilah 'Lich' sudah sering O temui dalam berbagai budaya pop di dunia asalnya. Ia juga tahu bahwa Lich selalu identik dengan ritual-ritual gelap. Akan tetapi, begitu ia merasakannya sendiri, ia tidak bisa tidak merasa muak. Ia merasa muak, marah, kecewa, dan bersa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • O, Yang Mulia!   Chapter 33: Sihir Defensif

    Peta yang berada di tangan O menunjukkan denah sistem kanal dengan sangat detail. Seperti dugaannya, kanal bawah tanah ini sangat luas, seperti sebuah labirin raksasa. Padahal, ini baru kanal bagian selatan, entah bagiamana jika ia mengikutsertakan bagian yang lain."Waw! Aku tak bisa membayangkan, sebesar apa Kota Magna keseluruhan jika saluran bawah tanahnya saja sudah sebesar ini?" komentar O. Ia membayangkan apakah sihir Peta dan Navigasi mampu memetakan keseluruhan kota nantinya."Eh, tunggu. Kenapa aku harus memetakan seluruh kota?" O mengoreksi pikirannya sendiri. Benar, ia tak perlu melakukannya. "Kenapa aku harus memetakan seluruh kota kalau aku bisa keluar dari kota ini?"""Kota Magna adalah sumber energi terbaik bagi makhluk kegelapan untuk mencapai puncak evolusi mereka.""Ah, benar. Meskipun ia berhasil keluar dari kota terkutuk ini, cepat atau lambat ia pasti akan kembali ke sini, pikir O. Hanya saja, ini tidak semudah kata-kata. Ada Ordo Pelahap Malam yang ia yakin memi

  • O, Yang Mulia!   Chapter 34: Sebuah Terowongan

    Apa yang mencuat dari badan air saat O melompati kanal untuk kedua kalinya adalah seekor buaya besar. Lebih tepatnya, itu mayat hidup seekor buaya. Tentu saja gelembung udara yang dihasilkan oleh mayat hidup buaya itu sebelumnya bukan dihasilkan dari aktivitas bernapas, tetapi karena tubuhnya yang rusak dan penuh lubang memerangkap udara di dalamnya.Dengan Sihir Perisai Angin, Flatus, O merasa tubuhnya menjadi seringan udara. Bahkan saat monster buas dari kedalam air menyergapnya dengan kecepatan tinggi, O masih lebih cepat. Saat melompat itu, ia berputar di udara sambil mengayunkan sabit besarnya, menjadi mesin pemotong yang akan mencabik-cabik lawannya.Sayangnya, O belum terbiasa dengan kecepatan barunya sehingga bidikannya sedeikit meleset. Ayunan sabitnya yang seharusnya membelah buaya tersebut menjadi dua hanya memotong rahang atasnya saja."Hup!" O mendarat di seberang kanal. Ia ingin mengagumi pose pendekar yang ditirunya barusan, tetapi musuhnya belum tamat. Ia menunjuk ke a

  • O, Yang Mulia!   Chapter 35: Cockatrice

    "Glacies!" Sebuah tembok es tebal muncul seketika di antara O dan awan kelabu. Awan kelabu itu tertahan, dan bahkan berbalik arah. Keputusan ini tepat karena serangan lawannya tidak memiliki bentuk yang pasti. Sebelumnya, O sudah mencoba untuk menghindari awan kelabu itu, tetapi ternyata tidak semudah itu. Bahkan sedikit saja debu dari semburan awan kelabu itu menyentuh tubuhnya, maka bagian tubuh yang terkena akan mengeras menjadi batu. Namun O harus segera mengambil langkah berikutnya. Sebab tembok es ini hanya bertahan selama beberapa detik saja. "Arx!" Sebuah rahang batu raksasa mencuat dari permukaan tanah dan menutup seluruh terowongan. Terowongan itu tersegel kembali. "Fyuuh!" O menghela napas lega. Jika tumpukan mayat yang dibuat Kreator bisa menyegel makhluk itu, tentu saja batu raksasa ini lebih dari cukup. "Ah, kakiku kok rasanya semakin berat!" Area yang membatu di kaki O semakin melebar. Jika dibiarkan, lama kelamaan dirinya bisa menjadi patung kerangka. ""Anda d

  • O, Yang Mulia!   Chapter 36: Mematung

    Cockatrice. Untuk otak yang hanya sebesar bola matanya, monster hibrida ayam-ular itu bisa meniru taktik O, bahkan dengan improvisasi. Pertama, Cockatrice itu menghilang dari pandangan O dengan merayap ke langit-langit dan memanfaatkan kolong-kolong yang ada di sana untuk bergerak. Berikutnya, Cockatrice itu memasang perangkap mematikan di persimpangan. Seandainya O gagal menghindari perangkap, Cockatrice itu sudah mempersiapkan rencana berikutnya, yaitu menyeruduknya dengan bobot badannya yang masif. Hal ini menunjukkan bahwa Cockatrice itu memiliki tingkat intelejensi yang tinggi yang setidaknya setinggi Baro Bundon. Masih menjadi sebuah misteri bagaimana Kreator bisa mengurung monster ini dalam terowongan itu, mengingat bahwa Eldritch Lich itu juga tidak punya akal yang cemerlang.Ya. O dijebak dengan taktiknya sendiri. Saat melihat Cockatrice itu meluncur seperti roket dari langit-langit yang tinggi, O berguling ke samping. Cockatrice itu menghantam lantai dengan kecepatan tinggi

  • O, Yang Mulia!   Chapter 37: Sanctus

    Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya seluruh indra kalian mati, tetapi kalian masih punya kesadaran? Kalian tidak bisa menggerakkan satupun otot kalian, meskipun hanya kedipan mata. Tidak bisa menghidu, melihat, merasa, dan mendengar. Namun, pikiran kalian masih terus bekerja, bahkan lebih aktif dan tajam karena kini energi untuk mengaktifkan indra kalian sudah teralihkan untuk itu.Kira-kira, begitulah yang sedang dirasakan O yang saat ini berubah menjadi sebuah patung. Sejak menjadi Lich, indra O yang berfungsi hanya penglihatan dan pendengaran. Sekarang, dua indra yang tersisa itupun hilang darinya. Dunia begitu gelap dan bisu. O tidak bisa melihat maupun mendengar apapun. ""Tuan! Tuan O!""[Memeriksa keadaan. Apakah Anda baik-baik saja?]Ehem. Ralat. O sebenarnya bisa melihat dan mendengar sesuatu, yaitu pesan dan teriakan Narator di dalam kepalanya. Pesan itu datang terus menerus tanpa henti sejak dirinya menjadi patung batu sampai detik ini."Argh! Kepalaku pusing!

  • O, Yang Mulia!   Chapter 38: Misi Baru

    “”Selamat datang kembali, Tuan O!””Seluruh lapisan batu yang mengurung O luruh seketika saat sepasang sayap putih mengembang dari punggungnya. Cukup satu kepakapan, tubuh O terangkat ke udara. Tubuhnya melayang naik-turun sesuai dengan ritme kepakan sayapnya. Bulu-bulu putih terus rontok dari sepasang sayap itu seperti tidak pernah habis. Semua kutukan yang tersentuh bulu-bulu itu sirna, termasuk residu dari kutukan batu yang menimpa O beberapa waktu yang lalu. Seandainya wujud O sekarang bukanlah seorang kerangka, maka penampakannya saat itu pasti seperti seorang malaikat cantik yang turun dari langit ke tujuh. Oh, tidak, O memang terlihat seperti malaikat. Malaikat maut.“Ohohoho!” O mengawali kebebasannya dengan tawa yang pongah. “Ini tidak buruk sama sekali. Ah, ini justru hebat sekali!”“”Hati-hati, tubuh Anda mulai mengalami kerusakan,”” peringatan Narator membawa O kembali ke kenyataan.“Ah...” O menyadari bahwa tubuhnya mulai mengepulkan asap dan segera membatalkan sihirnya.

  • O, Yang Mulia!   Chapter 39: di Ujung Terowongan

    Pertarungannya dengan Cockatrice membawa O jauh dari titik semula. Butuh waktu yang tidak sebentar agar ia bisa menemukan jalan kembali, meskipun dengan bantuan peta. Selain itu, perjalanannya juga tidak mulus karena harus menghadapi beberapa monster. Sayangnya, selain cairan hitam yang sedikit jumlahnya, tidak ada lagi yang bisa didapatkan O dari monster-monster itu. Ia ingin mengabaikan monster-monster itu, tetapi mereka mengejarnya seperti anjing kelaparan memburu mangsa. Terutama monster-monster kadal yang entah kenapa jadi sering muncul."Exploro!" O menggunakan Sihir Pemindai untuk ke sekian kalinya. Meskipun ia memiliki peta dari kanal bawah tanah itu, O tidak bisa mengandalkannya. Kepalanya tidak begitu mampu mengkorelasikan gambar di peta dan jalan yang dilaluinya. Selain itu, memaksimalkan level dari Sihir Peta & Navigasi adalah bagian dari misinya. ""Selamat! Level Sihir Peta & Navigasi naik menjadi level 2!"""Ah, akhirnya!" O merasa sihir yang satu ini lebih sulit naik

  • O, Yang Mulia!   Chapter 40: Lich vs. Wraith

    O lagi-lagi lengah. Pertarungan belum dimulai, tetapi ia sudah dirantai seperti seorang tawanan. Musuhnya kali inipun bukan monster tanpa akal, tetapi seorang Wraith, terlebih seorang anggota Ordo Pelahap Malam. Membiarkan dirinya lengah di tempat ini sama saja bunuh diri. O mematri hal itu dalam kepalanya mulai sekarang. Rantai-rantai yang membelenggunya sekarang sama persis dengan rantai yang membelenggu monster singa di katakomba. O segera mengetahui siapa lawan yang dihadapinya sekarang: Livor sang Wraith. Ada kemungkinan kemampuan pasif: Pertahnan Mental miliknya tidak cukup kuat untuk melawan invasi mental dari Livor. Oleh karena itu, sebelum sosok Livor memunculkan dirinya, O harus segera bertindak. O mulai merapal beberapa mantra dalam pikirannya. Benar saja. Tak lama, sosok Livor menembus dari langit-langit ruangan berbentuk kubah itu. Beruntung, sosok itu tidak langsung menyerang O, tapi mengoceh terlebih dahulu. Ya, lawannya kali ini memang bukan makhluk tak berakal, tapi

Bab terbaru

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

  • O, Yang Mulia!   Chapter 81: Azia

    O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli

  • O, Yang Mulia!   Chapter 80: Atur Ulang Strategi

    O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 79: Terjun

    Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda

  • O, Yang Mulia!   Chapter 78: Terbang

    "Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t

  • O, Yang Mulia!   Chapter 77: Serangan Udara

    Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting

  • O, Yang Mulia!   Chapter 76: Kabur

    Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir

  • O, Yang Mulia!   Chapter 75: Halo, Manusia

    "Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!

  • O, Yang Mulia!   Chapter 74: Sihir Medan

    O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn

DMCA.com Protection Status