Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.
“Nyonya,” panggil Kinan.
Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”
Mengambil ponsel dan membaca pesan.
“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.
“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.
Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.
Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.
Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sangat mahal, apa lagi tas berwarna merah keluaran terbaru dari louis.
“Selamat siang,” ucap Wanda.
Pak Herna menatap Wanda dengan kaget saat melihat pakaiannya tapi semua tertutupi oleh raut wajahnya yang tenang.
Wanda meremas erat tasnya ketika melihat anaknya yang terlihat menyedihkan dengan menundukkan kepalanya sambil memegang buku. Guru-guru yang berada di sana diam-diam melirik Wanda dengan kagum akan kecantikannya.
Pak Herna berdiri. “Selamat siang juga.”
Bu Oliy yang melihat perilaku Pak Herna hanya mencibir pelan.
“Silakan duduk Nyonya.” Pak Herna mempersilahkan Wanda duduk.
“Katakan apa masalahnya Pak.”
“Alasan saya memanggil Nyonya karena perilaku Shen yang tidak patuh pada Guru, dia bahkan juga sering membolos saat kelas ataupun tidak mengerjakan tugas.”
Wanda memaksakan untuk tersenyum. “Astaga… maafkan anakku Pak…”
Shen yang mendengar Ibunya yang meminta maaf, semakin mencengkeram bukunya dengan erat.
“Panggil saja Pak Herna,” sahut Pak Herna.
“Baik Pak Herna.”
“Dengan berat hati jika Shen masih mengulangi prilakunya dia terpaksa kami keluarkan dari sekolah ini.” Wanda memasang ekspresi seolah-olah ketakutan.
“Tolong jangan katakana itu Pak Herna,” ucap Wanda.
“Tidak bisa Nyonya kami harus melakukan sesuai dengan prosedur sekolah.”
Bu Oliy yang berada di samping meja Pak Herna diam-diam menguping pembicaraan mereka, meski dia terlihat sibuk dengan pekerjanya untuk mengecek tugas siswa.
“Saya mengerti Pak Herna, tapi bisakah saya mengajukan perpindahan asrama untuk anak saya.”
Shen yang mendengar perpindahan asrama langsung menatap Wanda dengan serius.
“Apa maksudnya Nyonya?”
Wanda tersenyum. “Maksudnya saya sangat merindukan anak saya sehingga saya ingin melihat anak saya setiap hari, itu artinya saya ingin dia tidak tinggal di asrama tapi tinggal di rumah.”
“Saya mengerti.”
“Syukurlah,” ucap Wanda.
“Tapi… tentunya bukan hanya Shen saja tapi Shina juga.” Pak Herna tidak menyaka bahwa Wanda akan memindahkan mereka agar tidak berada di asrama.
“Saya paham.”
“Terima kasih Pak, jadi… bisakah saya sekarang membawa anak saya pulang.”
Pak Herna tercengang. “Tidak semudah itu Nyonya.”
Wanda membuka tasnya. “Saya sangat menyesal Pak Herna, tapi tidak ada prosedur yang menentang perpindahan siswa.”
“Apa maksudnya Nyonya?”
“Maksud saya adalah siswa bisa bebas mau memutuskan untuk tetap tinggal di asrama atau tidak.”
“Tidak ada hukum seperti itu di sekolah kami Nyonya,” ucap Pak Herna.
Wanda mengeluarkan beberapa uang cas dan meletakannya di meja membuat ruangan itu hening seketika. Pak Herna menahan rasa marah saat melihat Wanda menyuapnya secara terang-terangan.
Bu Oliy yang merasa ruangan menjadi hening langsung melirik ke meja Pak Herna, dia sangat terkejut hingga tidak sengaja menjatuhkan penanya.
Mendengar suara pena jatuh mereka melirik Bu Oliy membuat Bu Oliy hanya tersenyum canggung dan mengambil pena di bawah meja. Bu cika masih tidak menyaka melihat tumpukan uang berwarna merah yang di keluarkan Wanda.
Pak Herna menjadi semakin marah. “Perilaku Nyonya sangat tidak sopan.”
Wanda tersenyum malu dan menutup mulutnya, dia sama sekali tidak takut melihat kemarahan pak Herna.
“Maafkan saya, saya sangat tidak sopan.” Mendengar ucapan Wanda amarah Pak Herna mulai mereda.
“Apa uangnya masih kurang?”
Duk…
Kepala Bu Oliy terbentur meja saat mendengar perkataan Wanda.
“Kamu—” ucapan Pak Herna terpotong.
“Aku?” Wanda langsung mengeluarkan cek dan meletakannya ke meja.
“Pak Herna bisa tulis angka berapa saja yang Pak Herna inginkan.”
Brak…
Pak Herna memukul meja karena sangat marah, diam-diam Bu Cika menjauh kan diri darinya karena takut terkena amukan Pak Herna.
“Anda sangat tidak masuk akal Nyonya.”
Wanda tidak menanggapinya, dia langsung berdiri menghampiri anaknya yang menatapnya dengan tatapan kagum.
“Ikuti aku.”
Shen ragu-ragu untuk mengikuti Wanda yang sudah pergi.
“Jangan pergi, dasar tidak tau sopan santun!” Bu oliy hanya menahan tawanya.
Pak Herna sangat marah. “Apa yang kamu lihat?”
“Tidak ada, saya pamit dulu pak Herna.”
Bu Cika langsung pergi agar tidak terkena amukan pak Herna.
Setelah mengajar selama dua puluh tahun tidak ada orang yang memperlakukannya seperti ini, Pak Herna sangat marah dia pasti akan membuat Shen dan wanda menyesal dengan apa yang telah dia lakukan.
Melihat Bu Oliy yang masih berada di bawah meja membuat Pak Herna semakin marah.
“Bu Oli apa yang kamu lakukan?”
Bu Oliy perlahan keluar dari meja dan menunjukkan sebuah pena.
“Saya hanya mengambil pena saya yang jatuh.”
Siswa yang berada di dekat jendela melihat Shen yang pergi bersama dengan Wanda menjadi penasaran.
“Woy… Shen pergi sama wanita cantik,” seru seorang siswa laki-laki.
Semua siswa penasaran dan melihat dari jendela bahkan guru yang sedang mengajar juga ikut melihat karena penasaran.
“Wah… ternyata wanita itu sangat kaya.”
“Bahkan semua barang-barang yang di gunakan branded.”
“Kabarnya wanita itu simpanan pria tua tau.”
“Ih… menjijikkan sekali.”
Seorang pengawal tampan membukakan pintu, Wanda dan Shen langsung masuk.
“Wah… mobilnya adalah keluaran terbaru.”
“Bagaimana rasanya saat sainganmu adalah anak orang kaya Agam?” tanya Vania
Semua tertawa mengejek.
Agam menatap mereka tajam membuat mereka menghentikan tawanya, melihat ke arah pojok kelas dia melihat seorang wanita cantik, Agam langsung merobek bukunya ketika wanita itu masih Shen dari balik jendela dengan tatapan sayu.
“Diamlah sialan, pecundang tetaplah pecundang.”
“Jangan mengumpat di kelasku tuan Agam!” Agam hanya menatap Guru dengan marah dia mengepalkan tangannya di bawah meja dan menghina Shen dalam hatinya.
“Sekarang bubarlah, kita lanjutkan pelajaran hari ini.” Guru kembali menerangkan di depan kelas.
Semua siswa kembali ke tempatnya masing-masing dan mendengarkan penjelasan Guru tapi ada beberapa siswa yang terjebak pada pikirannya sendiri.
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan
Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.Tok…Tok…Tok…“Masuk,” ucapnya.Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.“Ada masalah apa Nyonya?”“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.“Siapa namamu, Nyonya?”“Wanda.”Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.“Nama anak-anak, Nyonya?”“Shen dan Shina.”“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”“…”Pak kepala sekolah menutup telepon.“Nyonya Wanda, saya sangat jarang
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” S
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.“Nyonya,” panggil Kinan.Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”Mengambil ponsel dan membaca pesan.“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sanga
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” S
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.Tok…Tok…Tok…“Masuk,” ucapnya.Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.“Ada masalah apa Nyonya?”“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.“Siapa namamu, Nyonya?”“Wanda.”Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.“Nama anak-anak, Nyonya?”“Shen dan Shina.”“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”“…”Pak kepala sekolah menutup telepon.“Nyonya Wanda, saya sangat jarang
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan