Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.
Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.
Tok…
Tok…
Tok…
“Masuk,” ucapnya.
Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.
Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.
“Ada masalah apa Nyonya?”
“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”
Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.
“Siapa namamu, Nyonya?”
“Wanda.”
Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.
“Nama anak-anak, Nyonya?”
“Shen dan Shina.”
“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”
“…”
Pak kepala sekolah menutup telepon.
“Nyonya Wanda, saya sangat jarang melihat anda datang terlebih lagi untung berkunjung.”
Pak kepala sekolah sangat perhatian dengan siswanya, dan tentunya dia sangat tahu bagaimana dengan keadaan mental anak-anak dari keluarga konglomerat, apa lagi dalam kasus Wanda yang sangat jarang memperhatikan anak-anaknya.
Wanda hanya tersenyum mendengar ucapan Pak kepala Sekolah.
“Saya agak sibuk, karena itu saya ingin kedua anak saya tidak lagi tinggal di asrama.”
“Saya paham Nyonya wanda, tapi… bukanya lebih baik membiarkan anak-anak yang memutuskan?”
“Apa—”
Seorang guru membuka pintu di belakangnya ada satu anak perempuan yang terlihat pendiam dan anak laki-laki yang memiliki wajah marah.
Wanda langsung berdiri.
Ke dua anak itu menatap wanda seperti orang asing tanpa ada kerinduan sedikit pun.
Pak kepala sekolah hanya menghela nafas tenang.
Shina menarik baju ibu guru. “Dia siapa?”
Ibu guru menatap ke bawah. “Di itu ibumu.”
Anak itu menatap Wanda. “Jadi ibu masih hidup?”
Wanda terdiam, selama ini dia tidak pernah menjenguk anak-anaknya.
Ibu guru menatap Shina. “Shina tidak boleh begitu kepada orang tua.”
Shina cemberut. “Maaf.”
Ibu guru tersenyum dan menatap Wanda.
Wanda melihat bahwa dia tidak di terima di hati anak-anaknya, ya… ini memang salahnya.
“Sudah waktunya saya pergi,” ucap Wanda.
“Kenapa sangat cepat?” Guru itu memandang Wanda.
“Saya harus menghadiri acara pelelangan amal hari ini.”
Wanda mengeluarkan sebuah kartu dari tas.
“Ini dia kartu nama saya, tolong hubungi saja jika ada masalah.”
Guru itu mengambil kartu nama Wanda.
“Pak kepala sekolah, mohon bantuannya.” Wanda memberikan kartu Namanya ke kepala sekolah.
“Tentu Nyonya.”
Dari awal sampai akhir Shen tidak mau memandang Wanda bahkan Shina juga tidak mau berinisiatif mendekatinya.
Wanda pamit dan langsung pergi, sampainya di depan mobil Jav langsung membuka pintu mobil.
“Langsung ke tempat pelelangan.”
“Tentu, Nyonya.”
Seorang pelayan membawa sebuah troli besar yang berisi sebuah kotak yang terbuat dari jeruji besi yang di tutupi sebuah kain merah, membuat orang yang di sana tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya.
“Kali ini kita kedatangan hewan yang sangat langka, di kabarkan hanya tersisa 9% yang masih ada di dunia. Sambutlah…,panthera uncia syn.”
Semua orang menyaksikan dengan serius pelayan melepas kain itu. Di dalamnya ada sebuah hewan yang sangat mirip dengan macan tapi sayangnya memiliki bulu putih yang berkilauan di bawah lampu, dengan mata biru sejernih lautan.
Hewan itu meringkuk ketakutan di sudut jeruji besi. Pelayan membawa sebuah cambuk dan memukul jerusi besi. Sontak saja hewan itu mengejam marah meski masih berada di tempatnya.
“Hewan langka satu ini bisa menjadi milik kalian, dimulai dari 300 juta.”
Seorang mengangkat papanya. “Iya, Nyonya yang memakai baju merah 350 juta.”
Terdengar bisik-bisik dari wanita yang melihatnya.
“Iya, 360 juta, 370juta, 371 juta, ada yang mau menawar lebih tinggi lagi,” ucap MC.
Wanda memandang hewan besar itu yang ketakutan lalu mengangkat papan.
“Iya, Nyonya berbaju hitam 450 juta. Ada yang mau menawar lebih tinggi lagi.”
“Siapa wanita itu”
“Apa kamu tidak tau, dia adalah nyonya Wanda istri ke 3 dari tuan Bara”
“Tuan Bara yang tampan itu?”
“Tentu saja kamu pikir siapa lagi.”
“Bukankah dari gosipnya nyonya Wanda tidak di sukai oleh tuan Bara?.
“Mana aku tau itu hanya gosip”
Hanum yang mendengarkannya semakin kesal dia langsung mengangkat papannya.
“500 juta, wah… harga yang luar biasa siapa lagi yang berani menawar lebih tinggi lagi.”
Wanda mengangkat papannya. “1M…, siapa lagi yang mau menawarnya.”
Hanum mencengkeram papannya dengan erat dia memandang Wanda dengan marah.
“Siapa lagi yang mau menawar lebih tinggi,” seru MC.
“Baiklah, karena tidak ada maka hewan langka ini jatuh menjadi milik Nyonya Wanda.”
MC tepuk tangan di ikuti dengan penonton di depannya.
Wanda langsung tersenyum meremehkan kekalahan Hanum.
Acara berlanjut ke pelelangan, berlian, guci, lukisan, bunga, dan batu permata. Berkali-kali bersaing dengan Hanum tapi pada akhirnya Wanda yang menjadi pemenangnya.
Mereka memandang Wanda yang sudah membeli setengah barang di pelelangan, jika ini terus terjadi semua barang akan di beli oleh Wanda.
Pintu perlahan terbuka membuat bisikan mengenai nyonya Wanda berhenti. Pria itu berjalan menuju ke arah Wanda dan mengulurkan tangannya. “Cepatlah.”
Wanda membalas uluran tangannya lalu pergi di ikuti dua pengawal di belakangnya.
“Kenapa Tuan berada di sini?,” tanya Wanda.
Mereka berjalan bersama dengan Wanda yang memeluk lengan suaminya, Bara.
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” S
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.“Nyonya,” panggil Kinan.Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”Mengambil ponsel dan membaca pesan.“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sanga
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.“Nyonya,” panggil Kinan.Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”Mengambil ponsel dan membaca pesan.“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sanga
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” S
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.Tok…Tok…Tok…“Masuk,” ucapnya.Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.“Ada masalah apa Nyonya?”“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.“Siapa namamu, Nyonya?”“Wanda.”Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.“Nama anak-anak, Nyonya?”“Shen dan Shina.”“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”“…”Pak kepala sekolah menutup telepon.“Nyonya Wanda, saya sangat jarang
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan