Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.
Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”
“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.
“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.
“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.
“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.
“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.
Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.
Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.
Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.
Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.
“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” Seru wanita itu.
“Sadar? Kamu yang sadar. Dasar manusia tidak memiliki akal.”
Gisel membalasnya dengan semakin menarik rambut musuhnya.
“Kamu yang tidak masuk akal, semua keluargamu bahkan suamimu tidak masuk akal.”
Wanda malah cemas menyaksikan adu tari menarik rambut di depannya, karena dia mendengar wanita itu menghina Bara. Jika sampai Bara marah besar maka pasti ada pembunuhan.
“Hentikan omong kosongmu.”
“Kenapa? Kamu takut?” tantang wanita itu.
“Aku tidak pernah takut bocah.”
“Kamu pasti takut pengecut?”
“Untuk apa aku takut?”
“Karena suamimu sangat tidak berguna.”
Bara yang mendengarnya langsung maju dan melerai pertengkaran mereka.
Gisel memandang Bara dengan tatapan memuja.
“Hentikan!” seru Bara.
Wanda langsung berdiri di depan wanita itu “Nona sepertinya anda salah paham, adik anda yang tidak sengaja menjatuhkan ice krim ke baju suami saya.”
“Suami,” kagetnya.
Wanita itu memandang ke tiganya, melihat Gisel yang menatapnya tajam, Bara yang hanya diam, dan Wanda yang sangat terlihat tenang.
“Pria jahat ini adalah suamimu,” tanya wanita itu.
Wanda mengangguk.
Menunjuk ke arah Bara. “Kenapa kalian mau di poligami oleh pria seperti itu,”
“Anda sangat tidak sopan Nona,” seru Bara menyeka tangan wanita itu yang menunjukkannya.
Wanita itu cemberut. Merasakan sakunya bergetar wanita itu langsung melihat ponselnya di sana, seusai membaca pesanya wajahnya pucat.
Wanita itu langsung membawa adiknya dan pergi dengan tergesa-gesa.
“Hei, kamu mau pergi ke mana?” Gisel berteriak.
Bara menahan tangan Gisel yang hampir mengejar wanita itu.
Buk…
Bara memandang sepatu yang sudah memukulnya.
Wanda langsung tertawa begitu keras, selama menilah dengan Bara dia tidak pernah membuat ekspresi selucu itu apa lagi setelah sepatu kaca itu mengenai kepalanya.
“Ini tidak lucu Wanda,” serunya.
Wanda memalingkan mukanya menahan tawanya karena dia tau jika Bara sudah memanggil namanya itu artinya dia pasti marah. Bara langsung melihat wanita sang sudah melemparinya dengan sepatu.
“Suami apa kamu baik-baik saja.” Bara menyeka tangan Gisel yang hampir menyentuhnya.
Berlutut dan mengambil sepatunya.
Pengawal datang. “Kenapa kalian lama sekali?” Bara marah karena pengawalnya datang terlambat.
“Maaf tuan tadi di jalan macet.”
Bara langsung berjalan keluar dari lobi.
“Suami kamu mau ke mana?” tanya Gisel.
“Katakan pada Nyonya pertama aku tidak jadi mengunjunginya.”
Gisel langsung memegang tangan Wanda. “Bagaimana ini Wanda aku takut pada nyonya pertama?”
“Tenang biar aku saja yang menjelaskannya.” Gisel mengangguk. Wanda melirik ke arah Bara yang sudah pergi di ikuti pelayan, bahkan Jav pelayan yang di tugaskan untuk menjaganya malah melalaikan tugas.
Mereka langsung menuju ke tempat nyonya pertama berada, tanpa memedulikan kerumunan tadi yang menonton.
“Astaga ini sangat tidak seru jika Tuan Bara tidak marah.” ucap seorang Pria yang melihat dari kejauhan.
Pintu ruangan terbuka menampakkan wanita dengan gaya China klasik duduk menikmati teh. Ruangan yang di dekorasi dengan plum merah dengan lukisan ikan koi yang besar.
Wanita itu menggunakan sebuah baju cheongsam kuning yang di bordir oleh benang emas dengan sanggul rambut yang harganya tidak ternilai karena berasal dari kerajaan kuno.
“Selamat siang Nyonya pertama,” ucap keduanya.
“Masuklah.” Mereka duduk berhadapan dengan nyonya pertama.
Nama asli dari nyonya pertama adalah Jiang Lee dia berasal dari China tapi setelah menikah dengan Bara namanya dia ubah menjadi Jihan dan pindah mengikuti Bara.
“Di mana suamiku?” ucapnya.
Jihan menuangkan teh pada Wanda dan Gisel.
Saling berpandangan lalu Wanda batuk. “Tuan sedang ada urusan mendadak.”
Jihan berhenti menuangkan teh lalu menuangkan teh kembali, seorang pelayan langsung datang membisikan sesuatu pada Jihan.
Pyar…
Wanda terbatuk saat merasakan tehnya sangat panas. Sedangkan Gisel tidak sengaja terkena percikan teh yang panas karena kaget saat Jihan membanting teko tehnya.
Wanda merinding saat melihat Jihan tersenyum lebar. Dia mengingat berita nyonya ke dua dulu yang di kabarkan meninggal karena di bunuh oleh Jihan sebelum Bara menikah lagi dengan Gisel dan Wanda.
“Aku bertanya, di mana suamiku?”
Wanda menarik nafas. “Aku rasa tanpa aku beritahu nyonya pertama sudah tau kejadiannya.”
“Lancang sekali kamu.” Gisel hanya berpura pura minum meski tehnya sangat panas tidak mau terlihat pertengkaran antara Wanda dan Jihan.
“Aku hanya berkata benar nyonya pertama,” ucap Wanda.
Brak…
Jihan memukul meja dengan keras menyebabkan perabotan yang ada di sana bergoyang sebentar.
“Pengawal!” serunya.
Melihat banyaknya pengawal yang masuk Wanda diam-diam mengirim pesan yang berisi kata SOS pada Jav.
“Kurung dia di ruang bawah tanah.”
Pengawal itu langsung memegang kedua tangan Wanda di sisi kiri dan kananya.
“Nyonya tolong maafkan perilaku tidak sopan nyonya ke tiga.” Gisel memegang lengan Jihan.
“Tuan akan sangat marah jika ada pertengkaran di antara kita, apa lagi mengenai berita tentang Tuan sedang mencari istri baru.” Gisel masih mencoba membantunya.
“Jihan berpikir merasa apa yang di sampaikan Gisel ada benarnya. “Baikalah,” ucapnya membuat Gisel tenang.
“Tapi ciumlah kakiku.” Mendengar ucapan dari Jihan membuat marah Wanda.
“Tapi Nyonya pertama,” ujar Gisel.
“Aku tidak akan tunduk pada siapapun Nyonya.”
Jihan marah dia mengambil gelas dan menyiramkan airnya ke kepala Wanda, wajahnya memerah saat terkena teh, untung saja teh itu hangat bukannya panas seperti yang dia tadi minum.
Wajah Wanda memerah karena sangat marah, Gisel yang melihat kejadian itu menutup mulutnya kaget.
“Ini hanya peringatan istri ke tiga, jika kamu masih melawanku akan aku pastikan kamu akan menderita lebih dari ini.”
Mencengkeram rahang Wanda dan melemparkannya ke samping. Jihan langsung duduk sambil menyilangkan kakinya.
“Pengawal usir dia,” ucapnya.
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.“Nyonya,” panggil Kinan.Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”Mengambil ponsel dan membaca pesan.“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sanga
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan
Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.Tok…Tok…Tok…“Masuk,” ucapnya.Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.“Ada masalah apa Nyonya?”“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.“Siapa namamu, Nyonya?”“Wanda.”Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.“Nama anak-anak, Nyonya?”“Shen dan Shina.”“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”“…”Pak kepala sekolah menutup telepon.“Nyonya Wanda, saya sangat jarang
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Jam setengah satu mereka sampai di sekolah tepat di mana pelajaran hampir selesai. Jav membukakan pintu agar Wanda bisa keluar dan membantu Shina untuk turun dari mobil, Shen sendiri bisa keluar tanpa harus di bantu siapa pun. Di belakang mereka beberapa pengawal berbadan kekar dengan wajah menyeramkan terlihat sangat aneh karena membawa dua koper besar berwarna merah dan pink berbentuk bunga-bunga. Kinan datang dan memayungi Wanda, Shen dan Shina yang melihatnya merasa ibunya sangat-sangat berlebihan. “Sekarang ayo kita ke kamar Shina lebih dulu,” ucap Wanda. Shina mengganggu dan berjalan paling depan. Bu Oliy yang baru selesai mengajar melihat Wanda yang berada tidak jauh darinya, dia menatap Wanda dengan agak kaget, apalagi saat Wanda berjalan dengan seseorang yang memayunginya agar tidak terkena panas dan beberapa pengawal yang mengikutinya dari belakang. Sampainya di asrama milik Shina, anak-anak kecil yang melihat pengawal yang berbadan kekar langsung bersembunyi di balik p
Sampai di rumah sepuluh pelayan menyambut Wanda dan Shen yang baru saja turun dari mobil.“Selamat datang Nyonya, Tuan muda.”Shen agak canggung dengan situasi yang dia alami, dia tidak suka menjadi pusat perhatian dari orang-orang.Kinan datang dan berjalan menuju Wanda. “Nyonya, Tuan Bara mengirim pesan untuk besok makan malam bersama di kediaman utama.”“Katakan aku akan datang.”“Baik Nyonya, semua berkas yang kamu inginkan sudah aku letakan di meja kerja.”“Aku akan melihatnya nanti, suruh pelayan untuk menyiapkan makanan dan ajak Shen untuk membersihkan badanya.”“Baik Nyonya.” Kinan mendekati Shen.“Tuan muda tolong ikuti aku.”Tanpa mengatakan apa pun Shen mengikuti Kinan sekilas dia melihat Wanda yang berjalan menaiki lift.Wanda masuk ke dalam ruang kerja melihat tumbukan berkas. Wanda duduk dan membaca isi berkas yang berisi identitas pengawal barunya.Semua terlihat biasa-biasa saja dan tidak ada yang memenuhi kriterianya, Wanda langsung membuang semua berkas-berkasnya ke
Kinan mengambil ponselnya yang terasa bergetar, melihat sebuah notifikasi dari nomor yang tidak di kenal. Ternyata pesan itu dari sekolah, Kinan langsung memberikannya kepada Wanda sedang makan roti bakar dan susu coklat.“Nyonya,” panggil Kinan.Wanda melirik Kinan. “Ada apa?”Mengambil ponsel dan membaca pesan.“Siapkan mobil untuk ke sekolah sekarang.” Mengambil serbet untuk mengelap mulut.“Baik, Nyonya.” Kinan langsung mengetik sesuatu pada ponselnya dan berjalan pergi.Wanda langsung bergegas menuju sekolah, jarak sekolah dan rumahnya hanya membutuhkan waktu dua puluh menit.Ruangan guru hening tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan, Shen yang duduk tepat di depan Guru BK hanya diam sambil memeluk erat buku-bukunya.Suara langkah kaki memecahkan keheningan, Wanda datang dengan pakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Bu Cika yang melihatnya hanya menahan rasa irinya melihat semua barang yang di gunakan Wanda adalah barang branded yang sanga
Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.Tapi sebuah lengan memegangnya.“Aku bukan setan,” ucapnya.Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.Bara langsung menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemaua
Wanda di usir dari ruangan, merasa situasinya yang canggung Gisel ingin segera pergi.“Saya undur diri dulu nyonya pertama,” sahut GiselWanda yang di bawa pengawal hanya pasrah, tatapannya sangat tajam menatap sosok Jihan yang sedang bersantai di kursi.Bahkan di kehidupan keduanya dia masih harus tunduk kepada Jihan orang yang berperan besar dalam penangkapannya, karena Jihan Bara tahu akan perselingkuhannya.“Aku akan membalasmu Jihan, bahkan aku akan membuat Bara menceraikanmu.” Batin Wanda marah.Pengawal melepaskan Wanda saat di luar.“Astaga Wanda apa kamu baik-baik saja?” tanya Gisel.Wanda menahan amarahnya, dia berbalik dengan mengepalkan tangan.Gisel menyentuh Wanda dengan ujung jarinya. “Wanda?”Wanda tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih pada Gisel.Gisel yang melihatnya merasa wanda sudah gila. “Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit.”“Ah, tidak usah.”Gisel yang melihat Wanda tersenyum membuatnya takut.“Apa yang sedang kamu rencanakan?”Wanda ter
Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” S
Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.” “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”“Aku tau.”Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepa
Sampai di gerbang sekolah, Wanda turun dari mobil dan membuka kacamatanya. Dia melihat bangunan luas yang dominan warna putih.Dengan seorang satpam yang mengantarkan Wanda ke ruangan Kepala Sekolah.Tok…Tok…Tok…“Masuk,” ucapnya.Satpam membuka sebuah pintu, Wanda langsung masuk dan duduk di depan kepala sekolah. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu besar tapi terlihat rapi dan agak suram karena bergaya pedesaan.Kepala sekolah masih terlihat sehat dengan semua rambut yang memutih dan wajah yang memiliki kerutan.“Ada masalah apa Nyonya?”“Saya ingin bertemu dengan kedua anak saya.”Pak kepala sekolah melirik Wanda yang terlihat masih muda dengan pakaian merah gelap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.“Siapa namamu, Nyonya?”“Wanda.”Pak kepala sekolah mengambil semua telepon.“Nama anak-anak, Nyonya?”“Shen dan Shina.”“Tolong panggilkan siswa yang bernama Shen dan Shina, wali mereka ingin bertemu.”“…”Pak kepala sekolah menutup telepon.“Nyonya Wanda, saya sangat jarang
Wanda berjalan ke pembatas gedung, meliat ke bawah memandang banyak kendaraan yang berlalu lalang. Angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan memperlihatkan wajahnya yang hancur berderai air mata.Hidupnya hancur, cinta yang selalu menjadi alasannya untuk hidup hanyalah kebohongan, bahkan mimpinya yang indah tidak akan pernah menjadi nyata.Wanda langsung menaiki pembatas gedung. Pintu terbuka memperlihatkan seorang tampan dengan balutan jaz hitam yang berjalan dengan santai.“Matilah!” serunya.Wanda berbalik dia melihat suaminya, Bara.“Penghianat sepertimu tidak pantas hidup,” ejeknya.Wanda menangis, berbalik melihat bulan yang berada di depannya di antara bangunan tinggi. Dia menyesal karena begitu bodoh dengan menghianati Bara hanya demi seorang pengawal.Bara adalah suami yang kejam dan acuh dia tidak akan memedulikan istrinya jika tidak ada nilai di matanya. Itu membuatnya harus bersaing dengan ke dua istrinya agar menjadi kesayangan Bara.Tapi lama kelamaan