“Benar sekali. Hal itu kadang-kadang terjadi dengan seorang ibu yang baru melahirkan juga, tapi orang-orang lebih menahan diri untuk mengakuinya. Padahal itu adalah hal yang bisa membuat hidup terasa sangat bahagia. Mereka berhati-hati agar rasa gengsinya tidak terpancar dan tertebak oleh manusia lain di sekelilingnya.”“Kau benar. Sangat tepat.”“Tapi, dengan hewan, orang-orang sulit untuk menciptakan hubungan sejenis itu. Mereka lebih memilih berada dalam kesombongan yang besar.”“Dan apa artinya itu menurutmu, Tania?”“Itu hanyalah sebatas kesombongan, tidak lebih dan tidak kurang. Dalam aturan permainan kehidupan, hal itu mengena dalam pikiran hewan-hewan sehingg bukan saja karma yang berlaku, tapi juga rasa sakit yang benar-benar pahit. Timbul suara-suara dari dalam diri sendiri. Perasaan bersalah yang mungkin jadi pemicu siksaan batin. Aku suka membunuh orang-orang seperti itu.”“Lalu apa keinginan terakhirmu pada kami?”“Aku hanya ingin didoakan saja. Aku meminta ditaburkan bun
“Siapa yang benar-benar tahu tentang perpisahan, Nona? Sepertinya memang waktu yang semakin mepet untuk kita berbicara dan menikmati detik ini.”“Apa kau menangis, Tania?”“Aku rasa tidak terlalu penting jika aku menangis atau tidak, kan? Aku tetap harus menebus kesalahanku.”“Di antara sekian banyak pertanyaan, mungkin pertanyaan dari Tuan Hakim sebelumnya yang paling mengesankanmu, Tania. Benar, kan?”“Hum, aku pikir kematian adalah sebuah gerbang terbaik dari perpisahan. Aku sungguh meyakini itu. Mungkin, dan gerbang itu masih tertutup untukku. Meski aku sudah lama menginginkan kematian.”“Kita tidak pernah benar-benar yakin apa yang akan dihadirkan masa depan, Tania.”“Ya, tapi sepertinya gerbang kematian itu terbuka sangat lebar untuk aku saat ini.”“Apa maksudmu, Tania? Mengapa kau bicara begitu? Apa kau kembali lagi menjadi Tania yang sejak pertama masuk ke ruangan ini?”“Tentu saja tidak. Mengapa Anda begitu khawatir? Apa aku terlihat seperti manusia yang gampang berubah dan s
Tania terbangun untuk kedua kalinya. Kali ini ia benar-benar terbangun di dunianya. Bukan lagi mimpi. Ia tidak berada di penjara. Kertas-kertas kuis harian kuliah dan sisa lembar kerja tugasnya masih berserakan di mana-mana. Ia akan segera dimarahi oleh ibunya jika tidak segera membereskannya.Apa kau baik-baik saja, sayang?" ucap Mrs. Key masuk kamar, membawakan segelas susu hangat. "Kau baru bangun tidur tapi kenapa langsung berkeringat begitu?""Berkeringat?" Tania mengusap pelipisnya. Batinnya mengerang tak menentu melihat pemandangan sosok yang berbicara padanya. "Ibu, kau ibuku, kan?""Kenapa pertanyaan kau aneh begitu, Tania? Kau sedang bermimpi berat ya, sebelumnya?"Spontan, Tania memeluk ibunya. Menangis cukup lama. Mrs. Key mengusap pundaknya dengan gerakan lambat. Gerakan tangan yang mahir dan sudah terlatih menenangkan anaknya. Seorang ibu yang berpengalaman."Aku minta maaf, Bu," tangis Tania. "Maaf sudah membunuh semuanya. Maaf aku bukan putri yang baik.""Membunuh siap
Hingga suatu hari pada sebuah kisah nyata yang sering terdengar, ibunya memahami itu. Mahluk lembut seribu tahun itu, mengerti anak gadisnya tanpa perlu laporan apapun. Alam yang memberitahu. Aroma alami sosoknya yang melekat pada si anak gadisnya, bisa ia cium sedang tidak baik-baik saja. Orangtua seperti sosok ibu yang merasa tak nyaman, memilih menengok putrinya.Di sekolah, pertanyaan-pertanyaan terkumpul. Tanpa harus ada bukti dan masalah yang terlihat di balik layar, sosok ibu selalu mengerti cara memulai pertanyaannya. Kita sering kali melihat, anak-anak kita tak menjawab pertanyaan psikologis itu dengan benar. Mereka masih belum bisa membedakan ketakutan alami dan ketakutan buatan. Kita perlu sadar, sebagai orang tua, kita perlu tindakan superhero. Tindakan tersebut bernama ketulusan.Beberapa pilihan muncul. Kita memindahkan anak ke sekolah lain, mencari si pembuli dengan cara menanyakan guru atau teman-temannya, atau bahkan melaporkan ketidakadilan psikologis yang diterima
CERITA SEBENARNYA DI DUNIA FAKTACerita ini belum selesai. Aku sebenarnya khawatir umur kalian pendek kalau baca cerita ini. Yah, maaf ya bikin kalian pusing sama jalan pikiran Detektif Bee dan Opposite Briella. Mereka berdua adalah karakter novel yang aku ciptakan dan diambil dari karakter dunia nyata, yaitu sahabat penaku yang panggilannya juga “Bee”.Bee itu dibaca “Bi”, kalian selama dari bab satu sampe akhirnya Tania yang benar-benar adalah psikopat imut, cantik, dan memiliki kejahatan sikap yang ia sendiri anggap kebaikan.Jadi sebenarnya, aku punya misi untuk mencari Bee, Bee di dunia nyata dalam hidupku, bukan dalam novel. Ini juga akan aku ceritakan pada kalian, teman-teman. Soalnya mungkin banyak hal yang bisa bikin jantung ngelitikin pembuluh darah. Anggap saja begitu. Sudahlah, kalian percaya saja.Nah, aku mau ceritain pembunuhan otak yang dilakukan seorang bernama Natalie, yaitu AKU. Pembunuhan ini bertujuan untuk menekan hormon stres pada pikiran aku sendiri. Terkesan s
14 April 2021Warda dan WijaSebulan setelah aku ngerasa harus mencari kebebasan, aku akhirnya diizinkan Nyokap untuk punya cita-cita. Bukan punya mimpi besar layaknya para admiral pertahanan negara. Ini lebih kepada menebarkan benih-benih kemauan aku yang besar untuk melihat DUNIA BARU. Aku berasa jadi Hitami kalau terus-menerus bahagia sendiri. Aku butuh sahabat nyata, bukan sekedar banyak tapi virtual semua.Bukannya aku gak bersyukur punya banyak pengikut selama aku menyelami dunia live streaming ataiupun konten kreator. Hanya saja, aku perlu berbagi kebahagiaan sekaligus kegilaan untuk orang lain. Dan orang-orang itu akhirnya kutemukan di padang pasir nan tandus, tak berbulu, tak bercahaya, tapi berbeda karena bentuknya seperti salju abadi. Sebut saja padang pasir itu adalah khayalan tingkat tinggi aku semua tentang kehidupan persahabatan kami nantinya.Dan mereka punya nama kembar. Anggap aja kembar identik. Nama awalnya sama yaitu Veny. Yang satu namanya Veny Wardani mahluk bet
Selama mengenal Warda dan Wija, gue hampir gak mau balik rumah lagi. Gue nelpon Bokap dan memberitahu kalau gue punya misi hidup. Misi hidup itu bernama ‘PT Kucing Jalanan’. Tapi kalian jangan resah, gue gak berniat mengumpulkan kucing-kucing gak terurus dan mengunci mereka di ruangan gas beracun.‘Udah kayak pemikiran dalam novel ‘The Gas Room’ karya Stephen Spagnesti’,’ kata Wija.‘Eh lo baca novel penulis luar juga, Ja?”‘Iya, cuman dialognya banyak banget novel itu,’ jawabnya menyudahi. Karena mungkin kalian memiliki jantung yang lemah untuk dirangsang dengan sengatan metafora gue, jadi gak gue bahas lagi. Gue merasa sekarang jadi orang setengah gila, sebab dari kemarin, Wirda nelepon gue, katanya ‘Ada ide buat bisnis manusia nih, Nat!’. Dan gue mulai curiga kalau sebenarnya gue dan sahabat-sahabat gue memiliki bakat menjadi orang stres. Cuman gue bingung, maksudnya Wirda apa? Waktu itu gue lagi berdua sama Wija. Kami lagi nonton horor. Judulnya ‘Beranak Dalam Sangkar Walet’. Rup
Di tengah rencana dan tujuan aneh untuk menyatukan teman-teman, sering secara spontan kerinduan akan sosok Hitami menggerayangi hati aku. Mungkin ini karena selama 2 bulan terakhir aku merasakan hal yang ingin dirasakan Hitami sendiri, “kebebasan”. Hitami sudah seperti renkarnasi aku kalau terlahir sebagai hewan. Sebut saja “binatang”. Nah, maka dari itu aku ingin mengumpulkan semua teman-teman aku di belantara-belantara nun jauh di tempat mereka masing-masing, untuk bisa aku berikan sebuah hasil akhir. Hasil akhir dari tujuan hidup aku yang baru berdasarkan pemikiran Hitami.Aku menganggap Hitami sudah memberikan pemikiran hewaninya terhadap aku meski gak pakai bahasa manusia. Aku bisa mendengar suara pikirannya layaknya aku mendengar separuh diri aku sendiri. Dan menurut aku, Bokap adalah manusia paling berdosa terhadap hidup Hitami. Terlebih, Hitami harus mendengar suara gas beracun Bokap kalau lagi pemanasan paru-paru tiap shubuh.Mungkin hampir tiap pagi Hitami menjerit. “Ya Tu