14 April 2021Warda dan WijaSebulan setelah aku ngerasa harus mencari kebebasan, aku akhirnya diizinkan Nyokap untuk punya cita-cita. Bukan punya mimpi besar layaknya para admiral pertahanan negara. Ini lebih kepada menebarkan benih-benih kemauan aku yang besar untuk melihat DUNIA BARU. Aku berasa jadi Hitami kalau terus-menerus bahagia sendiri. Aku butuh sahabat nyata, bukan sekedar banyak tapi virtual semua.Bukannya aku gak bersyukur punya banyak pengikut selama aku menyelami dunia live streaming ataiupun konten kreator. Hanya saja, aku perlu berbagi kebahagiaan sekaligus kegilaan untuk orang lain. Dan orang-orang itu akhirnya kutemukan di padang pasir nan tandus, tak berbulu, tak bercahaya, tapi berbeda karena bentuknya seperti salju abadi. Sebut saja padang pasir itu adalah khayalan tingkat tinggi aku semua tentang kehidupan persahabatan kami nantinya.Dan mereka punya nama kembar. Anggap aja kembar identik. Nama awalnya sama yaitu Veny. Yang satu namanya Veny Wardani mahluk bet
Selama mengenal Warda dan Wija, gue hampir gak mau balik rumah lagi. Gue nelpon Bokap dan memberitahu kalau gue punya misi hidup. Misi hidup itu bernama ‘PT Kucing Jalanan’. Tapi kalian jangan resah, gue gak berniat mengumpulkan kucing-kucing gak terurus dan mengunci mereka di ruangan gas beracun.‘Udah kayak pemikiran dalam novel ‘The Gas Room’ karya Stephen Spagnesti’,’ kata Wija.‘Eh lo baca novel penulis luar juga, Ja?”‘Iya, cuman dialognya banyak banget novel itu,’ jawabnya menyudahi. Karena mungkin kalian memiliki jantung yang lemah untuk dirangsang dengan sengatan metafora gue, jadi gak gue bahas lagi. Gue merasa sekarang jadi orang setengah gila, sebab dari kemarin, Wirda nelepon gue, katanya ‘Ada ide buat bisnis manusia nih, Nat!’. Dan gue mulai curiga kalau sebenarnya gue dan sahabat-sahabat gue memiliki bakat menjadi orang stres. Cuman gue bingung, maksudnya Wirda apa? Waktu itu gue lagi berdua sama Wija. Kami lagi nonton horor. Judulnya ‘Beranak Dalam Sangkar Walet’. Rup
Di tengah rencana dan tujuan aneh untuk menyatukan teman-teman, sering secara spontan kerinduan akan sosok Hitami menggerayangi hati aku. Mungkin ini karena selama 2 bulan terakhir aku merasakan hal yang ingin dirasakan Hitami sendiri, “kebebasan”. Hitami sudah seperti renkarnasi aku kalau terlahir sebagai hewan. Sebut saja “binatang”. Nah, maka dari itu aku ingin mengumpulkan semua teman-teman aku di belantara-belantara nun jauh di tempat mereka masing-masing, untuk bisa aku berikan sebuah hasil akhir. Hasil akhir dari tujuan hidup aku yang baru berdasarkan pemikiran Hitami.Aku menganggap Hitami sudah memberikan pemikiran hewaninya terhadap aku meski gak pakai bahasa manusia. Aku bisa mendengar suara pikirannya layaknya aku mendengar separuh diri aku sendiri. Dan menurut aku, Bokap adalah manusia paling berdosa terhadap hidup Hitami. Terlebih, Hitami harus mendengar suara gas beracun Bokap kalau lagi pemanasan paru-paru tiap shubuh.Mungkin hampir tiap pagi Hitami menjerit. “Ya Tu
Wija mengangguk.Aku berasa ingin mati. Sementara Cunnul tetap polos dan memilih mengikuti tanpa perlu ada pertanyaan bertubi-tubi. Di ujung pantai aku mencoba meluruskan pembicaraan, “Nul, lo mau gak kalau misalkan ajakin aku ke Bandung?”“Kenapa tiba-tiba lo mau ikut?”“Ya, jadi...”“Lo gak lagi ada nyembunyiin sesuatu, kan?”“Hah?”“Ya lo bersikap seolah-olah lo senang banget berpetualang ke sana kemari. Lo bukannya lebih suka di rumah aja, main mobile legend habis live streaming, ngemutin pisang goreng, main-main sama burung Bokap lo yang namanya Hitami itu?”“Haha,” aku ketawa ngakak sambil berlutut karena pikiran polos Cunnul yang aku kenal ternyata bisa mendadak liar seperti itu.“Eh-eh Nat, sadar Nat, sadar. KONtrol-KonTROL.”Selepas berhasil mengontrol tawa, aku akhirnya bertanya hal yang seharusnya aku tanya sejak tadi, “Mungkin gak kalau kita semua berkumpul, Nul?”“Kita?”tanya Cunnul balik.“Ya, maksud aku...”“Kita siapa yang lo maksud?”Aku mendadak berpikir cepat untuk m
“Soal pengkhiantan,” lanjut Cunnul. “Aku rasa bulu babi definisi dari rasa syukur yang harus dipelajari manusia-manusia kayak kita.”Aku belum ingin merespon dan membiarkan pertukaran pikiran filsuf mereka mengalir mulus.“Iya, Nul. Hidup di lautan bebas tapi mereka malah dicari-cari sama manusia yang lebih sempurna hidupnya seperti kita. Mereka gak pernah nyari-nyari manusia, padahal hidup mereka gitu-gitu aja. Entah kenapa kita yang membutuhkan mereka, entah sekedar dimainin, dimakan, atau cuman jadi hiburan. Dan kita rela mengasingkan diri dari keramaian hidup di sana demi mencari mereka,” kata Wija dengan bernada puitis.“Terus letak pengkhianatannya di mana?” timpalku.“Lo belum ngerti juga, Nat?” Cunnul balik menimpal.Aku ngerasa kalau aku memang harus diam dulu.“Di daratan terlalu banyak pengkhianatan, perceraian, pertengkaran, bahkan perang dingin antar saudara sendiri,” lanjut Cunnul. “Sementara bulu babi, hewan-hewan laut, serta ikan-ikan di lautan, mereka bisa jadi sepert
Malam Rabu pukul 20.40, Detektif Bee melewati jalan yang ramai bersama rekannya Briella, yang adalah seorang hacker. Mereka berdua membeli dasi kupu-kupu yang dipesan khusus sebagai alat penyadap suara. Yah, mereka berdua adalah detektif terkenal di Moskow, Polandia. Kasus-kasus pembunuhan yang sering dimintai bantuan Inspektur Renji untuk ditangani, selalu berhasil dipecahkan oleh kolaborasi pikiran mereka berdua. Kita lihat saja, kali ini apakah mereka berdua akan berhasil lagi memecahkan salah satu kasus rumit, yang menjadi inti dari cerita ini. Nanti, kalian nilailah sendiri.“Berpikir adalah kuncinya. Modal terbesar yang sudah ditabung rapi di dalam saham logika mereka yang bernama otak. Bukan begitu, Detektif Bee?” suara Inspektur Renji dari kejauhan. “Otak dengan tampungan genius, yang dimana polisi tak mampu berada dalam sudut pandang pelaku.”“Ya, penilaian yang baik, Inspektur, aku harap kita tidak akan terlibat kasus yang sulit dan manipulatif, benar, kan, Briel?” Detektif
Detektif Bee menoleh sedikit ke arah jendela yang pecah. Ada perasaan membaur yang mungkin jadi pencetus gerak hatinya. Ia mendekati area serpihan kaca. Mendongak keluar, matanya, melototi tanah luar rumah, dan menganggukkan kepala pelan seperti telah mengerti satu hal kecil. Satu hal mendasar yang hanya bisa keluar dari cahaya analisisnya.“Sebelumnya, kami memanggi Mrs. Key dari luar namun tak ada jawaban. Sinar alarm infraretnya pun masih bagus, tak ada kesalahan,” terang si petugas. “Kami bahkan sampai berteriak dan memberitahu Mrs. Key, kami akan membuka pintunya.“Lalu?” tanya Inspektur Renji.“Saat akan membuka pintu, Mrs. Key mendadak muncul dan berkata dia dari ruangannya. Bibi Keri saat itu pulang dan bertanya apa yang terjadi. Hal yang membuat kami kaget.”“Kehadiranku?” tanya Bibi Keri tak percaya. “Kalian terkejut dengan kehadiranku?”“Apa kau lupa Bibi? Mrs. Key saat itu sedang memakai masker dan kita sama-sama terkejut di depan pintu luar. Kebiasaan yang jarang terjadi
Detik berikutnya, udara berbeda dan lebih segar. Inspektur Renji meninggalkan Briella dan Bee yang pulas dan sejenak tak henti-hentinya berpikir semalaman. Bee sebelumnya meminta semuanya tidur saja.Bee mencari posisi Briella, ada hal yang ingin disampaikan. Cerita yang semestinya. Alasan yang harus dikaitkan. Semalaman memandangi jenazah Mrs. Key, Bee merasa ada yang janggal dengan wajah Mrs. Key. Penuh kerutan.“Seperti diracun,” gumam Briella.“Tidak, kemungkinan dari cara itu kecil,” Bee menyimpulkan singakt. “Jika hanya tetap terjaga dan tidak tidur, apakah kita bisa memikirkan cara agar pelaku terlihat unsur-unsur kecilnya? Briella tersenyum, memandangi punggung Bee yang tengah menatap ke luar jendela yang pecah. “Ada yang aneh bukan... dengan cara pecahnya kaca jendela itu? Itu hal yang jadi alasan kau berulang kali memandanginya saat semua orang masih berkumpul di sini."Ada apa? Apa ada hal yang perlu kau curigai dari pikiranku kali ini, Brilel?" Bee bertanya tiba-tiba, meny