Share

5

Penulis: dimmoischata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Crystal melangkahkan kakinya dengan anggun menuju ruangan Jeffin yang sudah biasa ia datangi. Bisa di bilang dulu ia sering datang sebelum Jeffin memperkenalkan seorang gadis sebagai kekasihnya kepada orang tuanya. Lalu ia juga merasakan bahwa Jeffin menghindarinya beberapa saat lalu bahkan sebelum ia membawa Abiyya ke rumah. Entah apa yang membuat Jeffin menghindarinya seperti itu membuat Crystal bertanya-tanya tetapi ketika menanyakan hal itu pada Jeffin, Crystal sama sekali tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

“Kak Jeffin ada?” tanyanya pada Ajen yang sudah ia kenal bahkan sebelum cowok itu bekerja di kantor ini.

“Eh, ada si cantik Crystal.” Alih-alih menjawab, Ajen malah menggoda Crystal. Sudah lama juga Ajen tidak bertemu dengan gadis cantik yang selalu mengikuti kemanapun Jeffin pergi. Dan yang Ajen tahu gadis ini juga menyukai sahabat mereka, yaitu Freja. Karena sejauh ini, Crystal kerap kali meminta Jeffin untuk mendekatkannya dengan Freja.

“Kak Jeffin ada apa enggak?” ulang Crystal dengan matanya yang tajam menatap Ajen.

“Lagi nggak bisa di ganggu,” jawab Ajen singkat lalu memilih untuk fokus pada pekerjaannya.

Tanpa menghiraukan jawaban Ajen, Crystal langsung berjalan memasuki ruangan Jeffin. Jeffin yang sedang memeriksa berbagai laporan, langsung mengalihkan matanya menuju sumber suara. “Maaf Pak, tadi saya sudah memberi tahu, bahwa Anda sedang tidak bisa diganggu,” ucap Ajen yang sekarang sudah berdiri di ambang pintu. Lalu Jeffin mengisyaratkan agar Ajen meninggalkan mereka berdua.

“Ada apa?” Crystal mendudukkan tubuhnya di sofa kemudian Jeffin berdiri menghampirinya.

“Kak Jeffin, boleh nggak sih kalau aku kangen sama kakak?” Jeffin mengernyitkan dahinya, ada apa dengan Crystal.

Meskipun sekarang Jeffin bersikap tidak selembut dulu pada Crystal, Crystal tetaplah adik yang tumbuh bersamanya sejak dulu. Sejak kecil Crystal selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Crystal kecil pasti akan menangis ketika Jeffin pergi tanpa membawanya. Sehingga Jeffin sangat menyayanginya.

“Kalau nggak ada yang penting, silahkan bisa pergi,” usir Jeffin tanpa menjawab pertanyaan Crystal.

“Kak Jeffin udah nggak sayang sama Crystal,” ucap Crystal pelan namun masih bisa terdengar di telinga Jeffin. “Kak Jeffin berubah.”

“Pergi. Masih banyak kerjaan yang harus ku kerjakan.” Jeffin berdiri untuk kembali ke kursi kerjanya. Setelah itu terdengar suara pintu yang ditutup dengan keras. Ya, itu ulah Crystal setelah di usir oleh pemilik ruangan. Kemudian Jeffin mengirim pesan pada Ajen untuk mengantar Crystal.

“Kalau lo disuruh Kak Jeffin buat antar gue, mending nggak usah,” ucap Crystal yang mengetahui Ajen mengejarnya. Kini air matanya sudah tidak bisa ditahan dan keluar begitu saja. Ajen yang melihatnya hendak menenangkan tetapi mendapatkan penolakan dari gadis ini.

“Oke, lo tunggu di sini dan jangan kemana-mana. Gue panggil Freja buat nyamperin lo,” balas Ajen. Kemudian menghubungi Freja agar segera datang karena yang Ajen tahu selain Jeffin, Freja juga mampu menenangkan Crystal.

Tak berapa lama, muncullah Freja dengan pakaian kerjanya menghampiri mereka. Secara singkat Ajen menjelaskan apa yang terjadi pada Crystal saat bertemu dengan Jeffin. Setelah itu, Ajen pamit untuk kembali bekerja.

Freja menghampiri Crystal yang tengah duduk sambil menatap kosong ke arah depannya. Mengacak pelan puncak rambut gadis itu lalu ikut duduk di sampingnya. Bisa dibilang Freja sangat mengenal Crystal. Karena sejak ia bersahabat dengan Jeffin, Crystal selalu mengikuti mereka kemanapun mereka pergi. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, ternyata Crystal sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik.

“Udahan nangisnya?” tanya Freja setelah beberapa saat hanya diam saja menemani Crystal. Anggukan pelan dari Crystal sudah cukup untuk menjawab pertanyaan dari Freja.

🌾🌾🌾

Jeffin menatap kosong langit-langit ruangannya setelah kepergian Crystal. Sebenarnya ia tidak memiliki maksud untuk berbuat kasar pada adiknya itu. Tetapi harus ia lakukan agar semua tidak semakin berlanjut ke hal-hal yang tidak pernah Jeffin bayangkan sebelum-sebelumnya akan terjadi pada kehidupan mereka berdua.

“Permisi.” Suara perempuan yang sedang ditunggunya membuat Jeffin tersadar dari lamunannya. Kemudian Jeffin menyuruhnya untuk langsung masuk saja.

“Bisa temani saya di sini?” Abiyya menaikkan sebelah alisnya, lalu mengangguk pelan. “Kamu udah makan?” lagi-lagi Abiyya mengangguk.

“Kalau kamu?” gelengan kepala dari Jeffin membuat Abiyya berdecak pelan. “Mau makan apa? Biar aku beliin di kantin.”

“Nggak usah, cukup kamu di sini saja udah lebih dari cukup.”

“Oke deh,” balas Abiyya yang tidak ingin memaksa.

“Abiyya?”

“Ya?”

“Boleh saya peluk kamu sebentar?”

“Hah?”

“Nggak. Nggak jadi.”

“Lagi ada masalah ya?”

“Hmm.”

“Emang nggak papa, kalau peluk di sini? Eh maksudnya nanti kalau ada yang lihat gimana?” Jeffin tersenyum kecil mendengar perkataan Abiyya barusan.

“Boleh?” Abiyya mengangguk pelan meskipun bisa Jeffin lihat bahwa gadis yang ada di depannya kini sedang menggigit kecil bibirnya merasa ragu-ragu.

“Jangan di gigit,” ucap Jeffin ketika sudah berhadapan dengan Abiyya. Lalu tangannya merengkuh bahu Abiyya, membawanya ke dalam pelukannya. Jeffin menyandarkan kepalanya di bahu Abiyya.

Abiyya bisa merasakan ada sebuah beban dalam diri Jeffin. Hembusan napas Jeffin yang dapat Abiyya rasakan membuat jantung Abiyya berdegup dengan kencang. Tangannya perlahan naik dengan ragu, membalas pelukan Jeffin. Lalu mengusap pelan punggung Jeffin. Seolah menyalurkan sebuah kekuatan yang mungkin saja bisa menenangkan Jeffin sebentar.

“Terima kasih.” Jeffin melepaskan pelukannya pada Abiyya. Jeffin juga merasa lebih baik dari sebelumnya.

“Eh, sorry, gue nggak tahu kalau lo lagi sama Abiyya,” ucap Ajen ketika masuk dengan sebuah dokumen yang ada di tangannya. Kemudian menutup kembali pintu ruangan Jeffin yang jelas tidak ingin mengganggu kegiatan dua orang tersebut.

“Kalau gitu, aku balik kerja lagi,” pamit Abiyya.

“Abiyya, sekali lagi terima kasih.”

“Jeffin, kalau capek istirahat dulu. Nggak ada salahnya buat berhenti sejenak dari rutinitas yang bisa bikin tubuh lelah.” Setelah mengatakan itu, Abiyya langsung beranjak meninggalkan Jeffin sendiri di ruangannya.

🌾🌾🌾

Abiyya menghembuskan napas lega ketika keluar dari ruangan Jeffin. Abiyya berusaha mengatur jantungnya yang berdetak kencang tidak seperti biasanya. Apalagi tadi pada saat berada di pelukan Jeffin, Abiyya bisa mendengarkan detak jantungnya sendiri. Semoga saja Jeffin tidak mendengarnya. Abiyya akan merasa sangat malu jika Jeffin bisa mendengarnya.

“Kenapa lo?” tanya Shida ketika Abiyya mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Abiyya menggelengkan kepalanya sambil memegangi dadanya. “Lo yakin, beneran nggak apa-apa?”

“Iya beneran, nggak apa-apa kok.”

“Lo jadi aneh sumpah. Habis ngapain sama Pak Jeffin?”

“Habis ngapain apa? Nggak ngapa-ngapain kok.”

Shida menyipitkan matanya. “Kok lo kayak takut gitu, habis ngapain lo sama Pak Jeffin tadi hah?”

“Apaan sih, kan udah aku bilang tadi, Shida.”

“Hih, nggak yakin gue nggak ada apa-apa tapi lo jadi aneh gini.”

“Udah ah, jangan bahas aku mulu. Mending lanjut kerja aja ayo.”

“Hmm, semakin membuat gue curiga, tahu nggak, Abiyya.” Abiyya mengangkat bahunya lalu kembali mengerjakan pekerjaannya.

“Abiyya, bisa minta tolong kasih ini ke Pak Jeffin, bilang saja dari saya dan maaf baru bisa dikasih sekarang,” ucap Mbak Nami yang membuat Abiyya ingin menolak tetapi juga tidak mungkin. Dengan terpaksa Abiyya mengambil dokumen di tangan Mbak Nami.

“Terima kasih ya, Abiyya.”

“Sama-sama, Mbak.” Setelah kepergian Mbak Nami, Abiyya menatap Shida yang juga sedang menatapnya.

“Apa?”

“Galak banget kamu. Boleh minta tolong nggak?”

“Nggak!”

“Ish, kan aku belum bilang, Shida.”

“Gue tahu lo mau minta tolong buat anterin ke Pak Jeffin kan? Dih yang di suruh lo, kenapa jadi nyuruh gue lagi. Kecuali kalau tadi benar, lo udah ngelakuin sesuatu sama Pak Jeffin. Ngaku aja deh lo.”

“Apaan sih, orang nggak ada apa-apa kok, kan tadi udah aku jelasin.”

“Ya kalau nggak ada apa-apa, kenapa lo nggak mau ketemu Pak Jeffin lagi, lo kan tunangannya.”

“Udah ah, mau antar ini dulu.”

Abiyya tidak melihat keberadaan Ajen. Apa mungkin Jeffin juga tidak ada di ruangannya. Perlahan Abiyya mendekati pintu ruangan Jeffin. Membukanya pelan dan ternyata Jeffin masih ada di ruangannya. Abiyya mengetuk pelan pintu di depannya lalu mendorongnya perlahan.

Perhatian Jeffin teralihkan ketika perempuan yang tadi sempat meminjamkan bahunya kini kembali berada di sini. Membawa sebuah dokumen yang sepertinya sempat ia minta pada Nami. Abiyya berjalan mendekati meja Jeffin, kemudian meletakkan dokumen itu di sana.

“Dari Mbak Nami, katanya maaf baru bisa dikasih sekarang.” Jeffin tak menjawab perkataan Abiyya, tetapi malah menatap Abiyya yang tentu saja membuat gadis itu sedikit salah tingkah.

“Abiyya.”

“Ya?” balas Abiyya ketika sudah sampai di ambang pintu.

“Nanti pulang bareng sama saya mau?”

“Kalau enggak mau ya nggak apa-apa,” ucap Jeffin.

“Emang nggak apa-apa, kalau kita pulang bareng?” balas Abiyya malah bertanya balik.

“Ya enggak apa-apa, emang ada apa kalau kita pulang bareng?”

“Takut ada yang nggak suka.”

“Siapa?”

“Ya siapa aja yang nggak suka.”

“Nggak usah dipedulikan. Jadi nanti pulang bareng saya ya.”

“Iya, kalau gitu permisi dulu.”

🌾🌾🌾

Setelah memutuskan untuk pulang bersama, Abiyya tetap memilih untuk menunggu di depan halte yang juga kerap kali menjadi tempat dimana ia dengan Jeffin janjian seperti sebelum-sebelumnya. Hal itu sudah pasti karena Abiyya tidak ingin menjadi pusat perhatian. Meskipun beberapa saat lalu ia menjadi perhatian orang-orang di kantor akibat Aera yang memberitahukan bahwa ia tunangan orang berpengaruh di perusahaan.

Abiyya segera masuk ketika mobil Jeffin sudah berada di hadapannya. Setelah memastikan Abiyya sudah memakai sabuk pengaman, Jeffin melajukan mobilnya perlahan. Ini kali pertama mereka pulang bersama langsung pulang ke apartemen.

“Mau makan malam dimana?” tanya Jeffin yang tetap fokus pada jalanan.

“Di rumah aja, tapi mampir dulu ke supermarket boleh?”

“Ada yang mau dibeli?”

“Iya.” Jeffin mengangguk mengerti, kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah supermarket yang dekat dengan tempat tinggal mereka.

“Tunggu disini, biar aku sendirian aja.”

Meskipun Abiyya sudah berkata seperti itu terlebih dahulu, Jeffin tetap turun dan mengikuti Abiyya yang tadi sempat protes. Jas yang dipakainya juga sudah dilepas. Menyisakan kemeja hitam yang tentu saja lengannya sudah digulung sebatas siku. Kehadiran Jeffin seolah menarik perhatian para pengunjung khususnya perempuan.

Abiyya menyusuri tempat dimana sayur-sayuran berada. Abiyya ingin membeli beberapa sayuran yang ingin ia buat. Ketika sudah merasa cukup, Abiyya berjalan ke arah kasir sebelum suara Jeffin menginterupsi.

“Cuma segitu saja? Nggak ada yang mau dibeli lagi?”

“Yah, ternyata itu pacarnya.”

“Udah punya pacar ternyata.”

“Ganteng banget lagi pacar orang.”

“Kapan gue punya pacar cakep kayak dia.”

“Beruntung banget mbaknya punya pacar modelan begitu.”

“Cocok sih, sama-sama ganteng dan cantik.”

Begitulah kata orang-orang yang berada disana ketika Jeffin mengeluarkan suaranya berbicara pada Abiyya. “Sudah cukup kok,” jawab Abiyya atas pertanyaan Jeffin yang tentu saja ingin cepat-cepat pergi dari sana.

“Nggak mau beli makanan ringan yang kamu pengen gitu?”

“Nggak, ini sudah cukup.”

Keduanya berjalan ke arah kasir. Abiyya yang sebenarnya berniat untuk membayar, tetapi malah sudah keduluan Jeffin. Abiyya ingin protes, namun Jeffin menyuruhnya untuk diam saja.

Sesampainya di apartemen, Jeffin menyuruh Abiyya untuk langsung mandi saja. Membiarkan dirinya untuk membereskan barang-barang belanjaan tadi. Sebelumnya Abiyya juga sempat menolak tetapi Jeffin tetap memaksanya. Abiyya keluar dari kamar sembari mengikat rambutnya. Jeffin yang tidak terlihat berarti sudah berada di kamarnya.

Abiyya mengambil beberapa bahan yang akan ia gunakan untuk masak. Hanya masakan sederhana saja yang akan ia buat untuk malam ini, yaitu tumis kangkung, sayur sop, dan ayam goreng. Sengaja Abiyya tidak memasak banyak hanya karena memang yang makan hanya mereka berdua saja.

Belum selesai memasak tetapi Jeffin sudah keluar dari kamarnya. Rambutnya yang masih sedikit basah membuat Abiyya menyuruhnya untuk mengeringkannya terlebih dahulu. Toh masakannya juga belum semuanya selesai.

Sembari menunggu Abiyya memasak, Jeffin membuka Ipad-nya. Memeriksa pekerjaan yang bisa ia lihat lewat benda tersebut. Jeffin mengernyitkan dahinya ketika merasa ada sesuatu yang tidak sesuai saat membacanya. Jeffin mengalihkan pandangannya ketika Abiyya menyuruhnya untuk segera datang ke meja makan.

Masakan sederhana Abiyya membuat Jeffin menjadi merasa lapar. Padahal sebelumnya tidak terlalu begitu. Abiyya mengambilkannya nasi untuk Jeffin. Lalu menanyakan Jeffin ingin memakan apa. Setelah itu keduanya menikmati makan malam pertama bagi mereka. Karena sebelum-sebelumnya biasanya Abiyya hanya makan sendirian dengan alasan Jeffin sudah makan di luar.

“Gimana? Enak nggak?”

“Hmm, lumayan.”

“Oh, jadi cuma lumayan ya?”

“Enak, Abiyya.”

“Tadi katanya cuma lumayan.”

“Udah, lanjut makannya. Nanti biar saya saja yang bereskan piring kotornya.”

“Mana bisa gitu, biar aku aja.”

“Nggak apa-apa, lagian kamu udah masak. Jadi biar saya aja yang cuci piringnya.”

“Aku aja ya, kan kamu sibuk.”

“Saya nggak sibuk, Abiyya.”

“Daripada kita rebutan siapa yang mau beresin ini semua, mending kita sama-sama aja beresinnya, biar cepat selesai juga.”

“Ah, saya tahu kamu pasti pengen berduaan sama saya ya?”

“Hah? Ngaco.”

“Jujur saja nggak apa-apa kok Abiyya.”

“Kamu kali yang pengen berduaan sama aku.” Jeffin hanya tertawa kecil mendengar perkataan Abiyya.

“Kalau iya kenapa?”

Abiyya yang hendak mengarahkan sendok ke arah mulutnya jadi terhenti. Meletakkan sendoknya lalu kedua tangannya dilipat di atas meja. Menghembuskan napas pelan lalu menatap tepat pada mata lelaki itu. “Jeffin, jangan seperti itu. Kalau aku baper sama kamu gimana?”

“Hah?”

“Lupain, mending lanjut makan aja,” jawab Abiyya dengan memakan makanan yang sudah di sendoknya tadi. Abiyya merutuk dalam hati, bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Bagaimana kalau Jeffin menganggapnya aneh atau hal yang lainnya, yang tidak bisa Abiyya bayangkan.

Sesuai dengan pembicaraan sebelumnya, kini keduanya sedang membersihkan peralatan makan mereka. Jeffin memutuskan untuk mencuci piring, sedangkan Abiyya yang membersihkan meja makannya. Sempat terjadi perdebatan tentang siapa-siapanya yang melakukan kedua pekerjaan tersebut. Namun, lagi-lagi Abiyya dibuat kalah oleh Jeffin yang mengotot untuk mencuci piring.

“Abiyya, kalau udah selesai jangan dulu ke kamar ya. Ada yang mau saya bicarakan sama kamu. Tunggu aja di ruang tamu.”

“Tentang apa?”

“Nanti saja setelah saya selesai akan saya kasih tahu kamu.”

“Oke.” Abiyya menunggu Jeffin sembari menonton sebuah acara di televisi yang sebenarnya tidak menarik sama sekali.

“Sebentar, Abiyya, saya mau mengambil sesuatu dulu.” Abiyya menganggukkan kepalanya mengerti.

“Mau bicara soal apa?” tanya Abiyya langsung membuka pembicaraan ketika Jeffin sudah kembali dari kamarnya.

“Soal pertanyaan mama saya beberapa waktu lalu.”

“Ah, soal itu.”

“Nggak apa-apa saya mau membicarakan soal itu. Kalau kamu nggak nyaman, saya tidak akan melanjutkan pembicaraan ini.”

“Lanjut aja nggak apa-apa.”

“Oke. Pertama, saya mau minta maaf kalau sudah menyeret kamu ke dalam masalah saya. Apalagi setelah saya membawa kamu menemui orang tua saya, semua semakin rumit.”

“Terserah kamu mau bilang kalau saya cuma memanfaatkan kamu demi kepentingan saya sendiri, karena nyatanya memang seperti itu. Setelah sejauh ini, saya mau mengajak kamu untuk menikah.”

Abiyya tidak tahu harus merespon apa ketika kata menikah keluar dari mulut Jeffin. Tidak pernah Abiyya mengira akan ada kejadian seperti ini. Menikah? Yang benar saja. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan menikah.

Namun, ketika menikah dengan orang yang belum terlalu lama dikenal. Menikah hanya karena sebuah kepentingan seseorang. Mengetahui menikah dengan orang yang secara terang-terangan mengaku tidak mencintainya. Dan tentunya menikah tanpa adanya cinta.

Berbagai pertanyaan langsung muncul di kepala Abiyya. Bagaimana nanti kehidupan mereka setelah menikah tanpa cinta di dalamnya. Kehidupan rumah tangga seperti apa yang bisa diharapkan dari pernikahan semacam itu. Akankah jika Abiyya melakukan itu, pernikahannya bisa bertahan atau justru sebaliknya.

“Saya hanya butuh jawaban iya atau tidak dari kamu. Jika kamu menolak, maka saya akan melepas kamu dan akan memberitahukan kepada mama saya bahwa kita berdua selesai. Jika kamu bersedia, maka kamu tahu bahwa saya akan segera melaksanakan pernikahan. Kamu bisa memberitahu jawabannya pada saya jika kamu sudah memutuskan.” Jeffin berhenti sejenak. Lalu mengambil tangan kanan Abiyya, meletakkan sebuah kotak tersebut di tangan Abiyya. “Jika kamu bersedia tolong kamu pakai apa yang ada di dalam kotak ini.”

“Sampai kapan, aku harus memikirkannya?”

“Terserah kamu, saya akan menunggu sampai kamu sudah memutuskannya dengan matang. Jangan berpikir terlalu keras. Sampai kamu siap memberikan jawaban, saya pasti akan menunggu.”

Setelah itu Jeffin menyuruh Abiyya untuk masuk ke dalam kamarnya agar segera beristirahat. Mungkin pembicaraan kali ini terasa sangat membebani Abiyya. Jeffin juga sudah mempertimbangkan kenapa ia memberikan waktu yang tidak terbatas buat Abiyya agar bisa memikirkan ajakannya itu dengan baik.

Bab terkait

  • Not A Dream Wedding   6

    Malam ini Jeffin mengiyakan ajakan Freja untuk berkumpul di tempat yang sudah biasa mereka kunjungi. Kalau diingat-ingat sudah lama juga Jeffin tidak bertemu dengan Freja. Berbeda dengan Ajen yang memang bekerja dengannya, setiap saat pasti bertemu sampai rasanya enggan bertemu ketika diluar kantor.Selalu Ajen yang meramaikan suasana di antara mereka. Seperti sekarang ini, Ajen sedang menceritakan segala hal tentang pekerjaan sampai hal yang sama sekali tidak penting bagi Jeffin dan Freja. Meskipun begitu keduanya tetap betah untuk bersahabat dengan Ajen bahkan sampai saat ini. Terkadang pikiran Ajen yang tidak terduga bisa membuat Jeffin ataupun Freja berpikir keras untuk bisa menanggapinya.“Jef.” Suara Freja yang memanggilnya membuat Jeffin menatap pria di depannya itu. Kini hanya ada mereka berdua, sementara Ajen sedang pergi sebentar entah kemana. “Lo masih jauhin Crystal?”“Bukan jauhin, gue cuma mundur secara perlahan.” Jawaban Jeffin membuat Freja mengernyitkan dahinya, tidak

  • Not A Dream Wedding   7

    Menikah? Dengan tanpa adanya cinta? Dua orang yang hanya saling memanfaatkan satu sama lain segera terikat dalam sebuah pernikahan. Hubungan yang seharusnya menjadi sesuatu yang sakral bagi dua orang yang terlibat di dalamnya. Namun, tidak dengan apa yang terjadi pada Abiyya dan Jeffin. Keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius karena keadaan dari keduanya yang saling membutuhkan.Abiyya yang membutuhkan Jeffin agar tidak berhubungan lagi dengan kakaknya. Lalu Jeffin yang membutuhkan Abiyya untuk menghindari perjodohan yang biasanya dilakukan oleh ibunya. Tuntutan dari ibunya juga yang menyuruhnya untuk segera menikah membuat Jeffin memanfaatkan Abiyya yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kehidupannya. Kemudian ada alasan lain juga kenapa ia berani melakukan hal seperti ini untuk hidupnya.Baik Abiyya maupun Jeffin sudah sepakat untuk menjalin hubungan seperti ini. Hubungan yang tidak pernah diinginkan oleh keduanya. Tetapi seolah takdir membuat mereka harus memutusk

  • Not A Dream Wedding   8

    Aera melihat Crystal sedang duduk di ruang keluarga dengan santai. Tidak biasanya ia melihat anak gadisnya seperti ini. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat Crystal tengah santai di rumah dan berada di ruangan ini. Karena biasanya Crystal lebih memilih untuk bersantai di kamarnya. Seolah menyadari kedatangan Aera, Crystal pun menyapanya. “Habis darimana, Ma?” “Habis urusin buat pernikahan kakak kamu,” jawab Aera lalu duduk di samping Crystal. “Tumben kamu santai di sini, biasanya juga lebih pilih di kamar.” “Kangen sama mama, lama ya kita nggak ngobrol berdua gini?” Dapat Crystal rasakan tangan Aera yang mengelus lembut kepalanya, menyalurkan rasa sayang yang Crystal terima dari Aera. “Iya ya, udah lama. Kamu udah besar ya sekarang, udah jadi perempuan cantik, padahal dulu kamu masih kecil,” kata Aera menatap lekat Crystal, tak percaya gadis kecilnya kini sudah berubah menjadi perempuan dewasa. “Kan aku tumbuh, masa kecil terus sih.” Perkataan Crystal membuat Aera tertawa ke

  • Not A Dream Wedding   9

    Abiyya berjalan menuruni anak tangga. Pagi ini merupakan hari kembalinya Abiyya untuk bekerja setelah mengambil hari libur beberapa hari setelah menikah. Berbeda dengan Jeffin yang keesokan harinya sudah bekerja kembali karena katanya ada masalah yang sedang diurus.Kesibukan Abiyya untuk menghabiskan hari-harinya kemarin hanya tidur, makan, berjalan mengitari rumah, menyiram bunga-bunga di taman, juga membereskan barang-barang yang perlu di tata. Meskipun bosan, Abiyya tetap menikmatinya. Apalagi Jeffin yang selalu pulang larut setelah dirinya tidur.Kemarin, Jeffin mengajaknya untuk berangkat bersama dan tidak menerima penolakan. Sekarang Abiyya sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Jeffin sekalian. Meskipun mereka hanya menikah karena sebuah kesepakatan, tetapi Abiyya akan berusaha untuk menjadi istri yang baik.“Mau bikin kopi nggak?” tanya Abiyya ketika Jeffin mendudukkan dirinya di kursi meja makan.“Nggak perlu,” jawabnya sambil mulai menyendokkan nasi go

  • Not A Dream Wedding   10

    Abiyya merenung. Memikirkan apa yang akan dilakukannya di sini selama satu minggu. Apakah hanya akan ada di dalam kamar? Entahlah Abiyya tidak mau terlalu pusing memikirkan itu. Abiyya akan menikmati apa saja yang akan terjadi. Bolehkah Abiyya berharap jika Jeffin akan mengajaknya jalan-jalan?Plak. Abiyya menepuk pipinya. Kemudian membatin, memikirkan apa kamu Abiyya? Mana mungkin coba. Tapi mungkin aja kan.“Kenapa kamu?”“Hah? Nggak. Nggak apa-apa.”“Aneh.”Abiyya tidak membalas perkataan Jeffin. Abiyya memilih bermain dengan ponselnya. Terkadang Abiyya lupa kalau sekarang dia memiliki ponsel yang mempunyai banyak kegunaan.Seperti sebelumnya, Abiyya memilih untuk menonton konten-konten dari grup yang ia cari tahu beberapa waktu lalu. Banyak sekali konten yang ternyata mengundang tawa. Tanpa sadar Abiyya tersenyum sendiri saat menontonnya bahkan sesekali tertawa kecil. Hal itu menarik perhatian Jeffin yang kini mengalihkan pandangannya menatap Abiyya.“Abiyya?”“Ya?” jawab Abiyya s

  • Not A Dream Wedding   11

    Setelah makan malam, Abiyya dan Jeffin duduk bersama di atas tempat tidur. Abiyya memperhatikan Jeffin yang kembali sibuk dengan pekerjaannya. Entah apa yang sedang diperiksanya yang pasti semua berkaitan dengan perusahaan. Jeffin yang menyadari Abiyya tengah memperhatikannya, menoleh. Membuat Abiyya langsung memalingkan wajahnya gugup karena ketahuan sedang memperhatikan Jeffin. Jeffin yang melihatnya hanya tertawa kecil. Wajah Abiyya terlihat lucu. “Kakinya masih sakit?” tanya Jeffin seraya menatap Abiyya lembut. “Hmm, baik kok,” jawab Abiyya. “Lain kali nggak usah dipaksain kayak tadi.” “Ih, orang dianya nyebelin gitu. Mana kayak suka sama kamu lagi, padahal kan udah punya suami,” balas Abiyya kesal. “Cemburu?” “Hah? Enggak, siapa coba yang cemburu, maksudnya dia udah suami kok bisa gitu sih,” jawab Abiyya cepat. “Yakin nih nggak cemburu?” goda Jeffin. “Enggak kok,” balas Abiyya sambil memandangi langit-langit kamar karena Jeffin yang sekarang tengah memperhatikannya. “Oke

  • Not A Dream Wedding   12

    Seorang pria dengan kaos oblong dan celana jeans belel berjalan tidak tentu arah. Wajahnya terlihat sangat kusut. Matanya berkeliaran mencari seseorang yang seharusnya bisa membantunya untuk membayar hutang-hutangnya. Perempuan yang di angkat oleh orang tuanya dan menjadi adiknya itu sekarang entah berada di mana. Sudah lama ia mencari tetapi belum membuahkan hasil.Yasa, nama pria itu. Merutuki dirinya karena sampai dua kali kecolongan saat gadis itu kabur darinya. Saat pertama kabur, gadis itu kembali dengan sendirinya. Tetapi untuk kedua kalinya, Yasa tidak bisa menemukan keberadaannya sampai sekarang.“Arghh!” Yasa mengacak rambutnya kasar. Menyesal karena niatnya buruknya tidak bisa tercapai.Kini Yasa hanya bisa luntang-lantung di jalanan. Sebab rumah peninggalan orang tuanya sudah di ambil oleh orang-orang yang memberinya pinjaman. Sampai waktu yang di tentukan, Yasa tidak bisa mengembalikan uang yang dipinjamnya sehingga seperti inilah hidupnya sekarang. Saat ini Yasa hanya in

  • Not A Dream Wedding   13

    “Gimana, Jen?” Jeffin membuka pembicaraan dengan Ajen setelah menyelesaikan pekerjaannya. Kali ini bukan masalah pekerjaan yang membuat Jeffin duduk berhadapan dengan Ajen.Setelah mendengar cerita dari Abiyya, Jeffin langsung menyuruh Ajen untuk menyelediki apakah yang dikatakan oleh Abiyya itu benar atau hanya perasaan dari gadis itu saja. Tanpa pengetahuan Abiyya, Jeffin melakukan itu. Kata Jeffin hanya untuk berjaga-jaga saja ketika Ajen bertanya perihal itu.“Seperti yang lo bilang dari cerita Abiyya, emang ada yang ngikutin dia.”“Lo tahu orangnya?”“Bentar, gue belum selesai kasih laporannya, dengerin dulu,” jawab Ajen ketika Jeffin secara cepat langsung tanya begitu saja. “Cowok, gue nggak tahu itu siapa, atau mungkin dia ada hubungan keluarga sama Abiyya, Jeff. Gue cuma cari tahu seperti apa yang lo perintahkan.”“Oke, sekarang gue minta lo cari tahu orang itu, Jen.”“Oke, siap.”“Lo boleh pulang.”“Duluan, Jeff,” pamit Ajen.Jeffin menatap kepergian Ajen sampai tak terlihat

Bab terbaru

  • Not A Dream Wedding   33

    Jeffin menatap wajah Abiyya yang masih terlelap dengan lengannya yang menjadi bantalan. Meski terasa kebas, namun tak masalah bagi Jeffin. Jeffin yang melihat ada pergerakan dari Abiyya, berpura-pura dengan memejamkan matanya kembali.Jeffin merasakan tangan Abiyya yang perlahan mengusap bagian wajahnya. Dapat Jeffin dengar bahwa Abiyya mengucapkan kata-kata yang membuatnya juga merasakan hal yang sama. Betapa bersyukurnya dan bahagianya mereka sekarang bisa saling mengenal juga memiliki.“Eh.” Abiyya langsung menarik tangan dari wajah Jeffin ketika matanya terbuka.“Mau kemana?” tanya Jeffin saat Abiyya sudah akan siap beranjak meninggalkan tempat tidur. Namun, dengan sigap Jeffin langsung menarik tangan Abiyya hingga Abiyya jatuh menimpa tubuhnya.“Jeffin!”“Hmm.”“Ngeselin, malu tahu,” lirih Abiyya yang masih bisa didengar oleh Jeffin.Lelaki itu tertawa pelan dengan mata yang kembali terpejam dan juga tangannya yang memeluk tubuh Abiyya. “Jangan kemana-mana dulu, sebentar aja kayak

  • Not A Dream Wedding   32

    Memulai sesuatu yang baru dalam hidup bukanlah suatu hal yang mudah. Semua yang terjadi membutuhkan waktu untuk menyesuaikan segalanya. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Abiyya dan Jeffin. Setelah banyak hal yang terjadi, mereka berdua memutuskan untuk memulai kembali melanjutkan kehidupan pernikahan mereka. Awalnya memang terasa canggung ketika keduanya melakukan hal seperti selayaknya suami istri pada umumnya yang saling membutuhkan satu sama lain. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menikmati kebiasan itu. Seoerti yang dilakukan oleh Jeffin pagi ini, saat Abiyya ingin beranjak dari tempat tidur, tetapi Jeffin menahannya dengan memeluk tubuh Abiyya. Meski Abiyya berusaha untuk melepaskan diri yang pada akhirnya dirinya tetap berada di tempat tidur. “Bisa lepas dulu nggak?” gumam Abiyya pelan sembari pelan-pelan memindahkan tangan Jeffin yang berada di pinggangnya. “Jeffin,” panggil Abiyya yang hanya dibalas dengan gumaman pelan. “Aku hitung sampai tiga, kalau n

  • Not A Dream Wedding   31

    Tidak ada seorang pun yang menyukai kehilangan sesuatu. Hanya bisa menerima dan mencoba merelakan adalah cara terbaik yang bisa dilakukan. Tidak dengan melupakan atau membenci keadaan karena kehilangan. Sama seperti yang Abiyya lakukan saat ini. Menata kembali hidupnya bersama Jeffin yang mau berada di sampingnya saja sudah lebih dari cukup.Abiyya merasa sikap Jeffin terasa jauh lebih hangat mampu membuat Abiyya merasakan perasaan yang tidak seperti biasanya. Segala perhatian yang Jeffin berikan mampu membuat hatinya berbunga-bunga. Abiyya menatap tangannya yang berada dalam genggaman erat tangan Jeffin membuat Abiyya terus menahan senyumnya agar tidak terlihat aneh ketika ada yang menatapnya.Seperti yang sudah dijanjikan oleh Jeffin bahwa mereka akan menjenguk Ajen, kini Abiyya bersama Jeffin sudah berada di depan kamar rawat Ajen. Abiyya dengan sekeranjang buah-buahan yang berada di tangannya, mengikuti langkah Jeffin yang langsung masuk begitu saja tanpa permisi dahulu. Abiyya te

  • Not A Dream Wedding   30

    “Abiyya, maafin semua perbuatan Crystal selama ini ke kamu ya.” Aera menggenggam tangan Abiyya setelah Freja keluar untuk mengejar Crystal. “Mama ngga tahu kalau selama ini Crystal memperlakukan kamu dengan tidak baik.”Abiyya tersenyum seraya membalas genggaman tangan Aera. “Abiyya udah maafin semua perlakuan Crystal sama Abiyya, Mama nggak perlu minta maaf. Ini semua bukan salah Crystal, ini salah Abiyya karena tiba-tiba masuk ke kehidupan keluarga kalian. Maaf karena Abiyya semuanya malah jadi kayak gini.”Aera menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak, kamu sama sekali nggak salah, Abiyya. Mama sama Papa malah berterima kasih sama kamu karena udah jadi bagian dari keluarga ini. Walaupun ada beberapa alasan yang membuat kamu harus menjadi bagian dari kita.”“Maafin Abiyya sama Jeffin kalau semua ini berawal dari kebohongan yang kita ciptakan. Makasih juga karena udah terima Abiyya menjadi bagian dari kalian, meski sebenarnya Abiyya sendiri bukan dari keluarga yang jelas asal-usulnya.”

  • Not A Dream Wedding   29

    Keesokan paginya, setelah sarapan selesai, Reksa memanggil Crystal untuk menemuinya di ruang kerjanya. Apapun kesalahan yang sudah diperbuat Crystal, Crystal tetaplah putrinya yang sudah ia dan Aera rawat sejak kecil. Tidak ada perlakuan berbeda untuk memenuhi segala kebutuhan Crystal. Baik Reksa ada Aera selalu memperlakukan gadis kecil yang dulu mereka ambil dari sebuah panti sama seperti mereka memperlakukan Jeffin.Sampai tidak terasa, ternyata gadis kecil itu sudah beranjak dewasa. Namun, semua perlakuan yang Reksa dan Aera berikan, serta semua didikannya tidak membuat gadis itu menjadi anak yang selalu baik. Nyatanya ada kala dimana ternyata Crystal berbuat sesuatu yang tidak pernah mereka duga.Lantunan musik klasik yang sengaja Reksa setel untuk menemaninya menunggu kedatangan Crystal terdengar menenangkan. Matanya terpejam sembari mengingat kembali masa-masa dimana Crystal yang masih menjadi gadis kecil lucu yang selalu mengikuti kemana saja Jeffin pergi. Bagaimana suara lemb

  • Not A Dream Wedding   28

    Tidak semua hal yang ada di dunia bisa kita ketahui. Akan ada banyak hal yang terkadang datang dalam kehidupan tanpa terduga. Seperti akan jadi apa kita setelah dilahirkan ke dunia, dengan siapa kita hidup berdampingan, dan banyak hal lainnya yang sudah di atur oleh Tuhan bahkan tentang kehilangan. Kita hanya bisa berusaha menjalani hidup dengan baik dan bisa bertahan hidup bagaimanapun kondisinya.“Gimana, Ma?” tanya Jeffin.Aera menggeleng pelan. “Masih belum mau makan,” jawab Aera sembari melirik makanan yang ada di nakas samping brankar. Matanya terus tertuju pada Abiyya yang tengah berbaring dengan mata terpejam. Saat Aera meminta Abiyya untuk makan, Abiyya hanya menjawabnya belum merasa lapar dan ingin beristirahat.“Ya udah, mending sekarang Mama pulang dulu aja, ini udah malam. Biar nanti Jeffin yang bujuk Abiyya buat makan.”“Mama di sini aja nemenin Abiyya.”“Ma, besok aja datang lagi ke sini, biar Mama istirahat juga.” Aera mengangguk dan mengiyakan permintaan Jeffin.“Mama

  • Not A Dream Wedding   27

    Bi Er yang baru saja tiba di depan rumah merasa heran kenapa pintu depan terbuka namun tidak ada orang di sekitar halaman rumah. Dengan cepat wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya untuk masuk. Seketika barang-barang belanjaan yang ada di tangannya terlepas begitu saja saat melihat Abiyya yang terkapar di lantai dengan tangan yang memegang perutnya. Yang membuat Bi Er semakin khawatir karena Abiyya yang sepertinya sudah kehilangan kesadaran.“Astaga Mbak Abiyya,” panggil Bi Er sembari mengguncang pelan tubuh Abiyya. Tak mendapatkan respon dari Abiyya, mata Bi Er beralih pada ponsel yang ada di dekat Abiyya. Dengan cepat Bi Er membuka ponsel tersebut dan mencari panggilan terakhir yang ada di sana.“Tunggu sebentar lagi saya sampai,” ucap dari orang yang mengangkat panggilan yang dihubungi oleh Bi Er.Benar saja, tidak lama kemudian seorang laki-laki dengan setelan kerjanya datang dengan berlari masuk ke dalam rumah. “Kenapa bisa sampai kayak gini?” tanyanya pada Bi Er apalagi sete

  • Not A Dream Wedding   26

    Abiyya bersama Jeffin saat ini sedang berada di kediaman orang tua Jeffin. Sudah satu minggu baik orang-orang Jeffin, Reksa, dan Freja belum menunjukkan hasil dimana keberadaan Crystal. Hal itu membuat Aera jatuh sakit. Beberapa hari yang lalu juga Saga sudah di jemput oleh Nandi yang katanya keadaan suaminya sudah berangsur membaik.“Crystal,” gumam Aera saat duduk di sofa yang yang ada di kamar Jeffin dulu. Jeffin membawa Abiyya ke kamarnya setelah tadi sempat menemui Aera yang terbaring di atas ranjang.“Jeff, ini belum ada kabar tentang Crystal?” tanya Abiyya yang saat ini hanya berdua bersama Jeffin. “Sama sekali nggak ada?”“Nggak usah dipikirin, nanti pasti bisa ketemu,” jawab Jeffin seperti biasa dengan pembawaannya yang tenang.“Jeff, aku mau jujur boleh?”“Apa?”“Ada kaitannya sama Crystal.” Jeffin mengernyitkan dahinya yang kemudian mendekat ke arah Abiyya dan duduk di sampingnya.“Crystal kenapa?”“Waktu itu, pas malam kamu dapat kabar dari mama, sebelum jam makan siang Cr

  • Not A Dream Wedding   25

    Crystal membanting pintu mobilnya dengan kasar. Langkahnya dengan cepat mencari keberadaan Aera. Beberapa kali Crystal berteriak memanggil-manggil Aera, namun tidak ada sahutan sama sekali.“Mama mana?” tanya Crystal pada salah satu pekerja yang kebetulan berpapasan dengannya.“Nyonya ada di belakang, Non,” jawabnya. Tanpa menanggapi lagi Crystal langsung berjalan menuju dimana Aera berada. Dan benar saja Crystal melihat Aera yang tengah bersantai dengan memandang layar ponselnya.“Ma, ada yang mau Crystal bicarakan,” ucap Crystal sembari duduk di kursi sebelah Aera tanpa basa-basi terlebih dahulu.“Kenapa, Crys? Tadi Mama juga dengar kamu teriak-teriak panggil Mama.”“Ma, Crystal mau kasih tahu kalau sebenarnya Kak Jeffin dan Abiyya cuma menikah pura-pura.” Melihat ekspresi biasa saja dari Aera tentu membuat Crystal semakin kesal. “Ma, mereka udah bohongin Mama sama Papa!” seru Crystal yang membuat Aera menatap putrinya.“Mama udah tahu,” balas Aera santai.“Apa? Mama tahu darimana?”

DMCA.com Protection Status