Malam ini Jeffin mengiyakan ajakan Freja untuk berkumpul di tempat yang sudah biasa mereka kunjungi. Kalau diingat-ingat sudah lama juga Jeffin tidak bertemu dengan Freja. Berbeda dengan Ajen yang memang bekerja dengannya, setiap saat pasti bertemu sampai rasanya enggan bertemu ketika diluar kantor.
Selalu Ajen yang meramaikan suasana di antara mereka. Seperti sekarang ini, Ajen sedang menceritakan segala hal tentang pekerjaan sampai hal yang sama sekali tidak penting bagi Jeffin dan Freja. Meskipun begitu keduanya tetap betah untuk bersahabat dengan Ajen bahkan sampai saat ini. Terkadang pikiran Ajen yang tidak terduga bisa membuat Jeffin ataupun Freja berpikir keras untuk bisa menanggapinya.
“Jef.” Suara Freja yang memanggilnya membuat Jeffin menatap pria di depannya itu. Kini hanya ada mereka berdua, sementara Ajen sedang pergi sebentar entah kemana. “Lo masih jauhin Crystal?”
“Bukan jauhin, gue cuma mundur secara perlahan.” Jawaban Jeffin membuat Freja mengernyitkan dahinya, tidak mengerti sama sekali dengan apa yang diucapkan sahabatnya itu.
“Maksud lo?”
“Belum bisa gue ceritain, Ja.” Jeffin menghembuskan napasnya pelan.
“Oke. Tapi seenggaknya jangan terlalu jelas lo jauhin Crystal, Jef.”
“Pusing banget gue,” ucap Jeffin sambil memejamkan matanya.
“Ada masalah?” tanya Freja yang coba memancing Jeffin untuk bercerita.
“Hmm.”
“Cerita kalau lo udah mau cerita. Sampai kapanpun gue akan ada kalau lo lagi butuh.”
Jeffin membuka matanya dan menatap Freja lekat. “Lo juga, Ja. Kalau lagi ada masalah cerita sama gue atau Ajen, jangan lo pendam sendiri. Gue tahu lo gimana, nggak usah ngerasa nggak enak sama gue atau Ajen.”
“Hahaha, kenapa jadi mellow gini ya.”
Jeffin pun tertawa. “Jadi geli ya, Ja.”
“Apanih ketawa-ketawa. Lagi ngomongin gue ya lo pada?” kata Ajen yang baru saja kembali.
“Habis darimana lo?” tanya Freja tak mengindahkan perkataan Ajen sebelumnya.
“Nyari cewek, eh malah ketemu mantan, kan anjing banget.”
“Abel?” tanya Jeffin.
“Ya iyalah, Jef. Siapa lagi emang mantan dia selain Abel. Lagian lo berdua tuh aneh, masih saling suka kenapa nggak balikan aja sih.”
“Loh, lo masih sayang sama Abel, Jen. Astaga gue kira lo udah move on, taunya malah belum haha.”
Secara bergantian Jeffin maupun Freja meledek tentang kisah cinta Ajen. Baik Ajen ataupun Abel, Jeffin rasa keduanya masih mementingkan ego masing-masing. Tak ada yang mau mengalah ketika ada masalah.
“Jef, gimana lo sama cewek lo? Setelah kemarin-kemarin nyokap sempat kasih pengumuman kalau lo udah punya tunangan?” tanya Ajen yang sontak saja membuat Freja sangat terkejut. Sudah sejauh itukah hubungan Jeffin yang tidak dirinya ketahui.
“Serius, Jen?”
“Heem, Tante Aera sendiri yang bilang pas datang ke kantor.”
“Lo tahu ceweknya? Gimana? Cantik nggak?”
“Ya ya ya!”
“Kasih tahu gue, Jen.”
“Heh orang yang kalian omongin tuh masih di sini ya.”
“Bro, gue tahu kalau lo belum mau cerita ke gue, tapi kalau Ajen yang cerita, it’s okay lah ya.” Jeffin melempar sebuah sendok yang memang ada di meja ke arah Freja.
“Lo aja deh yang cerita, Jen,” kata Jeffin yang akhirnya pasrah saja.
Membiarkan Ajen yang menceritakan apa yang terjadi di kantor beberapa waktu yang lalu. Sontak saja, apa yang Freja dengar dari cerita Ajen membuatnya terkejut. Ternyata Tante Aera memang benar-benar sudah ingin Jeffin menikah. Freja dengan wajah mengenalkannya bertepuk tangan pelan. Seolah mengejek Jeffin yang ternyata akan menikah sebentar lagi.
“Eh, tapi awal lo kenal sama siapa tadi namanya, Abiyya, gimana sih. Kok bisa?” tanya Freja yang mendapat anggukan antusias Ajen. Ajen juga sebenarnya penasaran, cuma belum sempat menanyakan hal itu pada Jeffin. “Lo nggak pernah cerita lagi dekat sama cewek setelah udahan sama Vania.”
“Jangan sebut nama dia lagi anjing, panjang ceritanya,” gumam Jeffin pelan.
“Nah, iya mumpung lagi bahas Abiyya. Lo tinggal bareng sama dia kan?” tanya Ajen yang membuat Freja yang tengah minum tersedak.
“Wah, kalau gini sih, udah benar kata Tante Aera buat nikah aja lo,” sahut Freja.
“Nggak semudah itu.”
“Ya dibikin mudah aja kenapa si, Jef,” kata Ajen. “Lagian salah lo juga sih, kenapa coba tuh si Abiyya tinggal bareng sama lo.”
“Oke, gue bakal cerita semuanya sekarang. Tapi lo berdua jangan kaget setelah dengar cerita gue.”
Anggukan dari keduanya membuat Jeffin mulai mengatur napas untuk menceritakan semuanya. Bagaimana ia bertemu dengan Abiyya. Lalu Aera yang datang secara tiba-tiba ke apartemennya membuat Aera melihat keberadaan Abiyya. Kemudian Aera yang mengira bahwa Abiyya adalah kekasihnya, lalu kesialan Abiyya yang membuat Jeffin kembali membantu gadis itu dengan imbalan Abiyya juga harus membantunya. Dan jadilah seperti saat ini keadaanya.
Baik Freja maupun Ajen hanya mampu terdiam setelah mendengar penjelasan dari Jeffin. Sangat tidak menyangka sekali dengan awal pertemuan keduanya yang seperti ada di drama-drama. Dan yang paling anehnya adalah Jeffin yang mau membantu orang yang bahkan belum dikenalnya.
Freja dan Ajen tidak tahu harus bereaksi apa. Setelahnya Jeffin sudah tidak mau lagi membicarakan tentang dirinya dengan Abiyya. Hal itu membuat kedua sahabatnya merasa kecewa karena ceritanya tidak dilanjutkan. Jeffin juga belum menceritakan tentang ajakannya pada Abiyya tentang pernikahan. Karena sampai saat ini Jeffin belum juga mendapatkan jawabannya dan Jeffin juga tidak memaksa Abiyya untuk memberinya jawaban secepatnya.
Jeffin melihat keadaan apartemennya yang seperti hari-hari sebelumnya. Abiyya yang sudah berada di kamarnya ketika ia pulang. Padahal sebelum adanya pembicaraan tentang ajakannya, biasanya ada gadis itu yang entah sedang melakukan apa lalu menyapanya. Lalu ketika pagi hari, maka Abiyya sudah menghilang terlebih dahulu.
🌾🌾🌾
Jeffin menyadari bahwa Abiyya sedang menghindarinya. Tidak hanya di apartemen, ketika berada di kantor pun saat akan berpapasan dengannya, meskipun jaraknya masih jauh, dengan cepat Abiyya akan menghindar. Mencari jalan lain agar tidak bertemu dengannya. Seperti sekarang ini, meski dari jauh Jeffin bisa melihat Abiyya yang langsung hilang ketika melihatnya. Jeffin hanya membiarkan saja, karena saat ini ia akan pergi rapat di luar.
Sementara Abiyya kini sedang berusaha mengatur napas ketika sudah berhasil menghindar dari Jeffin. Sejak malam itu, Abiyya memang memilih untuk menghindar meskipun itu tidak dapat menyelesaikan apa-apa. Bukan tidak mau bertemu, hanya saja Abiyya belum siap ketika berhadapan kembali dengan Jeffin. Abiyya juga bersyukur karena Jeffin membebaskan dirinya untuk berpikir akan ajakan darinya tanpa batas waktu tertentu.
Setiap malam Abiyya selalu memikirkan perkataan Jeffin saat itu. Memang dirinya juga memanfaatkan kebaikan Jeffin untuk menghindari Yasa yang mungkin sampai sekarang masih mencarinya. Entah apa yang terjadi padanya ketika Jeffin tidak menolongnya pada saat itu.
“Abiyya, tolong pergi ke bank ya, kayak biasa.”
Seperti apa yang di perintahkan oleh Nami, kini Abiyya tengah berada di bank. Sempat beberapa kali Abiyya menemani Shida untuk pergi ke bank, hari ini Abiyya ditugaskan sendiri. Semoga tidak ada apa-apa. Pasalnya perasaannya mendadak tidak enak setelah keluar dari kantor. Sebisa mungkin Abiyya melakukan tugasnya secepat mungkin agar bisa cepat kembali ke kantor.
Benar saja, ketika baru saja keluar dari bank Abiyya sempat melihat seseorang yang tampak seperti Yasa. Dengan cepat Abiyya berusaha agar tidak terlihat oleh orang yang sekarang bisa Abiyya yakini bahwa orang itu benarlah Yasa. Abiyya merasa sangat bersyukur karena Yasa tidak melihatnya.
“Lo kenapa?” tanya Shida ketika melihat Abiyya kembali dengan raut wajah seperti ketakutan. Hanya gelengan kepala saja yang bisa Abiyya lakukan. “Yakin? Mending lo istirahat aja dulu aja deh, daripada nanti kenapa-kenapa.” Abiyya mendengarkan saran dari Shida, lebih baik menenangkan dirinya terlebih dahulu daripada melanjutkan pekerjaan tetapi dirinya sedikit kehilangan fokus.
Abiyya meletakkan kepalanya di atas meja dengan satu tangan sebagai bantalan. Hanya melihat Yasa sekejap saja mampu membuatnya seperti ini. Tidak tahu jika Abiyya berhadapan kembali dengan Yasa tadi. Tanpa sadar matanya mulai memberat dan Abiyya pun tertidur.
Shida yang melihat ada rasa takut di wajah Abiyya tadi dan sekarang tertidur dengan gelisah sedikit membuatnya khawatir. Shida menyentuh kening Abiyya pelan. Shida sedikit terkejut ketika punggung tangannya merasakan panas. “Astaga, Abiyya,” gumam Shida pelan. Tangannya bergerak mencari ponsel, berniat untuk menghubungi Jeffin, tetapi lelaki tersebut kini sedang berjalan ke meja kerja rekannya.
“Kenapa?”
“Maaf, Pak Jeffin, tadi setelah tugas Abiyya mendadak seperti ketakutan gitu. Jadi, saya suruh istirahat dulu, tetapi pas saya cek ternyata Abiyya demam.”
“Terima kasih Shida.” Jeffin kemudian mengangkat pelan kepala Abiyya, lalu tangannya yang satu lagi meraih belakang lutut Abiyya dan menggendong Abiyya untuk membawanya pulang. Shida menutup mulutnya, merasa terkejut dengan apa yang Jeffin lakukan barusan. Tidak hanya Shida, karyawan yang lain pun bereaksi sama seperti Shida.
Sisi lain Jeffin yang tidak pernah mereka lihat selama ini, dapat mereka lihat sekarang. Di tambah dengan gadis yang kini berada di gendongannya tentu saja menarik perhatian semua orang. Orang-orang yang sedang berlalu lalang pun sempat berhenti untuk menyaksikan orang nomor satu di perusahaan sedang membawa seorang gadis. Apalagi dengan ekspresi wajah yang sedikit terlihat cemas.
“Jeffin,” panggil Abiyya pelan ketika matanya terbuka dan kini sedang berada di gendongan Jeffin.
“Ssssttt, kita pulang, kamu istirahat saja, oke.” Abiyya yang merasa lelah dan matanya memberat hanya mengangguk pelan lalu semakin merapatkan wajahnya pada dada Jeffin.
Sesampainya di apartemen, Jeffin langsung membawa Abiyya ke kamarnya. Menarik selimut sampai sebatas dada Abiyya. Setelah melepaskan jasnya, Jeffin mengambil kotak pertolongan pertama guna mencari obat demam. Selain itu Jeffin juga menyiapkan kompres terlebih dahulu dan menaruh handuk kecil di dahi Abiyya. Kemudian Jeffin pergi ke dapur, membuat bubur untuk Abiyya sebelum meminum obat.
“Kenapa bisa sampai demam?” tanya Jeffin ketika Abiyya sudah selesai memakan bubur dan meminum obatnya.
“Nggak tahu. Tapi tadi aku... sempat ngelihat kakakku,” ucap Abiyya, napasnya sedikit tercekat ketika mengingat tentang siang tadi.
“Dia lihat kamu?” Jeffin menatap Abiyya lekat.
Abiyya menggelengkan kepalanya. “Beruntungnya enggak.”
“Ya sudah kamu istirahat aja sekarang, nggak usah dipikirin lagi apa yang kamu lihat tadi. Ngerti?” Abiyya mengangguk paham.
“Jeffin,” panggil Abiyya membuat Jeffin menghentikan langkahnya ketika Jeffin hendak keluar dari kamarnya.
“Kenapa?” tanya Jeffin saat Abiyya hanya diam saja. “Kalau ada yang mau dibutuhin, bilang aja.”
“Boleh? Apa saja yang aku butuhin?”
“Untuk saat ini, iya, Abiyya.”
“Eee... boleh nggak aku minta tolong, temani aku di sini sampai tidur,” ucap Abiyya pelan. “Tapi kalau nggak mau ya nggak apa-apa,” lanjutnya berusaha menjelaskan.
Jeffin kembali berjalan ke arahnya. Duduk di sampingnya lalu membenarkan letak selimut yang membungkus tubuh Abiyya. Abiyya memejamkan matanya karena rasa mengantuk menghampirinya.
Jeffin memperhatikan Abiyya yang sedang tertidur. Ketika akan pergi mengganti pakaiannya, Jeffin melihat Abiyya gelisah dalam tidurnya. Entah apa yang sedang di alaminya dalam tidurnya. Kemudian tangannya mengusap pelan dahi Abiyya sehingga secara perlahan tidur Abiyya kembali tenang.
Keesokan harinya, Abiyya merasa tubuhnya sudah lebih baik. Beranjak ke dapur dan menemukan sebuah notes di atas meja makan beserta beberapa makanan yang sudah tersedia di sana. Di dalam notes tersebut, Jeffin menyuruhnya untuk tidak bekerja dan istirahat dulu. Lalu Abiyya juga disuruh untuk makanan yang sudah lelaki itu buatkan.
Memilih untuk menonton televisi agar rasa bosannya hilang. Mencari berbagai acara yang menurutnya menarik. Sebelumnya, Abiyya mengambil ponselnya yang sejak kemarin sama sekali tidak ia sentuh. Ada pesan dari Shida yang mengirimkan bahwa semua temannya di kantor menitip salam agar dirinya segera sembuh.
Setelah mengirimkan balasan untuk Shida, Abiyya mengabaikan televisi di depannya dan beralih fokus pada ponsel. Membuka aplikasi YouTube guna mencari tontonan lain yang tidak membosankan. Abiyya melihat ada sesuatu yang menarik ketika membaca judul konten bahwa ada boygrup Korea yang sedang belajar Bahasa Indonesia. Abiyya tersenyum ketika mendengar cara berbicara mereka yang menurutnya lucu. Apalagi ada salah satu cowok dari cara bicaranya yang lebih lancar dari teman-temannya yang lain dan pembawaannya yang terlihat selalu ceria menarik perhatian Abiyya.
Meskipun hanya sekedar konten belaka, tetapi Abiyya merasa tertarik ketika ada orang luar yang mau belajar tentang Indonesia. Entah kenapa Abiyya merasa bangga bisa lahir dan besar di negara yang punya banyak sekali kebudayaan. Setelah itu Abiyya mencari tahu tentang boygrup tersebut.
Ternyata banyak sekali video-video yang di unggah oleh akun boygrup itu. Setelah mencari tahu sedikit lebih banyak, ternyata boygrup tersebut memiliki beberapa unit yang membernya berbeda. Ekspresi Abiyya saat ini terlihat sangat bingung ketika melihat foto semua member yang wajahnya terlihat mirip semua. Abiyya rasa sekarang ia akan berusaha untuk menghafal nama-nama member tersebut.
Abiyya yang terlalu asyik menonton sampai membuatnya ketiduran di sofa. Menikmati hari liburnya dengan baik. Sampai hari sudah sore pun abiyya masih betah dalam tidurnya.
Jeffin yang melihat hal tersebut ketika baru sampai hanya menggelengkan kepalanya sambil berdecak pelan. Tidak menyangka Abiyya tertidur pulas di sofa dengan ponsel yang berada di atas perutnya dan masih menyala. Jeffin kemudian mengambil ponsel tersebut, mematikannya dan menaruhnya di atas meja. Lalu tak lupa juga Jeffin mematikan televisi.
Abiyya menggeliat ketika merasa ada yang menyentuh keningnya. Membuka matanya perlahan dan melihat ada Jeffin yang masih menggunakan pakaian kerjanya berada di hadapannya. Abiyya langsung mencoba untuk duduk.
“Sudah sembuh?”
Abiyya mengangguk. “Cuma demam doang kan,” katanya lalu mempersilahkan Jeffin untuk duduk. Padahal tanpa disuruh pun kalau Jeffin ingin duduk pasti akan duduk.
“Cuma kalau dibiarin juga bakal tambah parah, jangan sakit lagi.”
“Eh?”
“Biar nggak ngerepotin.”
“Ah, oh kalau gitu makasih udah ngerawat aku semalam.”
“Hmm.”
“Makasih juga buat semuanya, makasih udah ngebantu aku, kasih aku pekerjaan, kasih tempat tinggal, pokoknya makasih buat semua yang udah kamu bantu buat aku.” Abiyya kemudian berdiri, menatap Jeffin yang membalas menatapnya juga. “Besok aku kasih jawaban tentang apa yang kamu tanyakan beberapa waktu lalu masalah ajakan kamu itu.” Tanpa menunggu balasan dari Jeffin, Abiyya langsung mengambil ponsel yang tergeletak di meja lalu pergi ke kamarnya. Keputusannya untuk memberikan jawaban pada Jeffin besok sudah ia pikirkan sebelumnya.
Jeffin menatap kepergian Abiyya, lalu menghembuskan napasnya. Entah apa yang ia dapat dari jawaban gadis itu besok. Kemudian Jeffin juga masuk ke dalam kamarnya. Mencoba menghilangkan rasa lelahnya dengan merokok. Biasanya setelah habis beberapa batang maka rasanya akan menjadi lebih baik.
Di dalam kamar, Abiyya mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Meski tahu tadi dia sudah tertidur lama yang tidak mungkin bisa membuat matanya terpejam. Memilih hal itu karena Abiyya merasa bisa sedikit lebih tenang. Nyatanya untuk saat ini sama sekali tidak membuatnya tenang sedikitpun. Abiyya harus mempersiapkan dirinya untuk esok hari.
Baik Abiyya maupun Jeffin, keduanya merasa sangat gugup. Meskipun Jeffin berusaha untuk terlihat tenang, namun nyatanya hatinya merasa gelisah. Otaknya berusaha menenangkan hatinya.
Masih belum ada yang mau membuka pembicaraan. Keduanya hanya duduk berhadapan sambil menatap satu sama lain. Sampai akhirnya Jeffin memberanikan diri untuk membuka suara.
“Jadi gimana, Abiyya? Tentang ajakan saya waktu itu?”
“Sebelumnya aku mau tanya boleh?”
“Silahkan.”
“Tentang semua itu, apa bakal ada kontrak di dalamnya? Lalu ketika saya bertemu atau bahkan terlibat kembali dengan kakak saya, kamu mau membantu saya?” tanya Abiyya yang juga mengganti cara berbicaranya.
“Tentu saja, saya dan kamu bisa menentukan beberapa kontrak dalam pernikahan kita. Dan masalah kamu dengan kakak kamu, pasti saya akan membantu, karena setelah kamu menikah dengan saya, kamu adalah tanggung jawab saya.”
“Oke, saya terima ajakan kamu, saya percaya sama kamu, Jeffin,” kata Abiyya pelan namun jelas terdengar jelas di telinga Jeffin.
Jeffin yang mendengarnya langsung tersenyum. Kemudian mengatakan bahwa untuk masalah kontrak akan di bahas nanti. Meminta Abiyya untuk mempersiapkan apa yang akan dia tulis dalam kontrak nanti. Kemudian Jeffin juga meminta izin untuk memberitahukan hal ini kepada Aera. Setelah itu mereka berdua berangkat bekerja seperti biasanya berangkat dengan sendiri-sendiri.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, Abiyya mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusannya sudah benar. Selain dirinya membantu Jeffin, dia juga memiliki tempat untuk berlindung ketika suatu saat bertemu dengan Yasa. Ketika mengingat perbuatan Yasa waktu itu, rasanya Abiyya tidak bisa memaafkan kakak angkatnya itu. Jika saat itu Abiyya tidak bertemu dengan orang yang pertama kali menyelamatkannya dan Jeffin, maka tidak tahu seperti apa kehidupan Abiyya saat ini.
Menikah? Dengan tanpa adanya cinta? Dua orang yang hanya saling memanfaatkan satu sama lain segera terikat dalam sebuah pernikahan. Hubungan yang seharusnya menjadi sesuatu yang sakral bagi dua orang yang terlibat di dalamnya. Namun, tidak dengan apa yang terjadi pada Abiyya dan Jeffin. Keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius karena keadaan dari keduanya yang saling membutuhkan.Abiyya yang membutuhkan Jeffin agar tidak berhubungan lagi dengan kakaknya. Lalu Jeffin yang membutuhkan Abiyya untuk menghindari perjodohan yang biasanya dilakukan oleh ibunya. Tuntutan dari ibunya juga yang menyuruhnya untuk segera menikah membuat Jeffin memanfaatkan Abiyya yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kehidupannya. Kemudian ada alasan lain juga kenapa ia berani melakukan hal seperti ini untuk hidupnya.Baik Abiyya maupun Jeffin sudah sepakat untuk menjalin hubungan seperti ini. Hubungan yang tidak pernah diinginkan oleh keduanya. Tetapi seolah takdir membuat mereka harus memutusk
Aera melihat Crystal sedang duduk di ruang keluarga dengan santai. Tidak biasanya ia melihat anak gadisnya seperti ini. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat Crystal tengah santai di rumah dan berada di ruangan ini. Karena biasanya Crystal lebih memilih untuk bersantai di kamarnya. Seolah menyadari kedatangan Aera, Crystal pun menyapanya. “Habis darimana, Ma?” “Habis urusin buat pernikahan kakak kamu,” jawab Aera lalu duduk di samping Crystal. “Tumben kamu santai di sini, biasanya juga lebih pilih di kamar.” “Kangen sama mama, lama ya kita nggak ngobrol berdua gini?” Dapat Crystal rasakan tangan Aera yang mengelus lembut kepalanya, menyalurkan rasa sayang yang Crystal terima dari Aera. “Iya ya, udah lama. Kamu udah besar ya sekarang, udah jadi perempuan cantik, padahal dulu kamu masih kecil,” kata Aera menatap lekat Crystal, tak percaya gadis kecilnya kini sudah berubah menjadi perempuan dewasa. “Kan aku tumbuh, masa kecil terus sih.” Perkataan Crystal membuat Aera tertawa ke
Abiyya berjalan menuruni anak tangga. Pagi ini merupakan hari kembalinya Abiyya untuk bekerja setelah mengambil hari libur beberapa hari setelah menikah. Berbeda dengan Jeffin yang keesokan harinya sudah bekerja kembali karena katanya ada masalah yang sedang diurus.Kesibukan Abiyya untuk menghabiskan hari-harinya kemarin hanya tidur, makan, berjalan mengitari rumah, menyiram bunga-bunga di taman, juga membereskan barang-barang yang perlu di tata. Meskipun bosan, Abiyya tetap menikmatinya. Apalagi Jeffin yang selalu pulang larut setelah dirinya tidur.Kemarin, Jeffin mengajaknya untuk berangkat bersama dan tidak menerima penolakan. Sekarang Abiyya sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Jeffin sekalian. Meskipun mereka hanya menikah karena sebuah kesepakatan, tetapi Abiyya akan berusaha untuk menjadi istri yang baik.“Mau bikin kopi nggak?” tanya Abiyya ketika Jeffin mendudukkan dirinya di kursi meja makan.“Nggak perlu,” jawabnya sambil mulai menyendokkan nasi go
Abiyya merenung. Memikirkan apa yang akan dilakukannya di sini selama satu minggu. Apakah hanya akan ada di dalam kamar? Entahlah Abiyya tidak mau terlalu pusing memikirkan itu. Abiyya akan menikmati apa saja yang akan terjadi. Bolehkah Abiyya berharap jika Jeffin akan mengajaknya jalan-jalan?Plak. Abiyya menepuk pipinya. Kemudian membatin, memikirkan apa kamu Abiyya? Mana mungkin coba. Tapi mungkin aja kan.“Kenapa kamu?”“Hah? Nggak. Nggak apa-apa.”“Aneh.”Abiyya tidak membalas perkataan Jeffin. Abiyya memilih bermain dengan ponselnya. Terkadang Abiyya lupa kalau sekarang dia memiliki ponsel yang mempunyai banyak kegunaan.Seperti sebelumnya, Abiyya memilih untuk menonton konten-konten dari grup yang ia cari tahu beberapa waktu lalu. Banyak sekali konten yang ternyata mengundang tawa. Tanpa sadar Abiyya tersenyum sendiri saat menontonnya bahkan sesekali tertawa kecil. Hal itu menarik perhatian Jeffin yang kini mengalihkan pandangannya menatap Abiyya.“Abiyya?”“Ya?” jawab Abiyya s
Setelah makan malam, Abiyya dan Jeffin duduk bersama di atas tempat tidur. Abiyya memperhatikan Jeffin yang kembali sibuk dengan pekerjaannya. Entah apa yang sedang diperiksanya yang pasti semua berkaitan dengan perusahaan. Jeffin yang menyadari Abiyya tengah memperhatikannya, menoleh. Membuat Abiyya langsung memalingkan wajahnya gugup karena ketahuan sedang memperhatikan Jeffin. Jeffin yang melihatnya hanya tertawa kecil. Wajah Abiyya terlihat lucu. “Kakinya masih sakit?” tanya Jeffin seraya menatap Abiyya lembut. “Hmm, baik kok,” jawab Abiyya. “Lain kali nggak usah dipaksain kayak tadi.” “Ih, orang dianya nyebelin gitu. Mana kayak suka sama kamu lagi, padahal kan udah punya suami,” balas Abiyya kesal. “Cemburu?” “Hah? Enggak, siapa coba yang cemburu, maksudnya dia udah suami kok bisa gitu sih,” jawab Abiyya cepat. “Yakin nih nggak cemburu?” goda Jeffin. “Enggak kok,” balas Abiyya sambil memandangi langit-langit kamar karena Jeffin yang sekarang tengah memperhatikannya. “Oke
Seorang pria dengan kaos oblong dan celana jeans belel berjalan tidak tentu arah. Wajahnya terlihat sangat kusut. Matanya berkeliaran mencari seseorang yang seharusnya bisa membantunya untuk membayar hutang-hutangnya. Perempuan yang di angkat oleh orang tuanya dan menjadi adiknya itu sekarang entah berada di mana. Sudah lama ia mencari tetapi belum membuahkan hasil.Yasa, nama pria itu. Merutuki dirinya karena sampai dua kali kecolongan saat gadis itu kabur darinya. Saat pertama kabur, gadis itu kembali dengan sendirinya. Tetapi untuk kedua kalinya, Yasa tidak bisa menemukan keberadaannya sampai sekarang.“Arghh!” Yasa mengacak rambutnya kasar. Menyesal karena niatnya buruknya tidak bisa tercapai.Kini Yasa hanya bisa luntang-lantung di jalanan. Sebab rumah peninggalan orang tuanya sudah di ambil oleh orang-orang yang memberinya pinjaman. Sampai waktu yang di tentukan, Yasa tidak bisa mengembalikan uang yang dipinjamnya sehingga seperti inilah hidupnya sekarang. Saat ini Yasa hanya in
“Gimana, Jen?” Jeffin membuka pembicaraan dengan Ajen setelah menyelesaikan pekerjaannya. Kali ini bukan masalah pekerjaan yang membuat Jeffin duduk berhadapan dengan Ajen.Setelah mendengar cerita dari Abiyya, Jeffin langsung menyuruh Ajen untuk menyelediki apakah yang dikatakan oleh Abiyya itu benar atau hanya perasaan dari gadis itu saja. Tanpa pengetahuan Abiyya, Jeffin melakukan itu. Kata Jeffin hanya untuk berjaga-jaga saja ketika Ajen bertanya perihal itu.“Seperti yang lo bilang dari cerita Abiyya, emang ada yang ngikutin dia.”“Lo tahu orangnya?”“Bentar, gue belum selesai kasih laporannya, dengerin dulu,” jawab Ajen ketika Jeffin secara cepat langsung tanya begitu saja. “Cowok, gue nggak tahu itu siapa, atau mungkin dia ada hubungan keluarga sama Abiyya, Jeff. Gue cuma cari tahu seperti apa yang lo perintahkan.”“Oke, sekarang gue minta lo cari tahu orang itu, Jen.”“Oke, siap.”“Lo boleh pulang.”“Duluan, Jeff,” pamit Ajen.Jeffin menatap kepergian Ajen sampai tak terlihat
Hari libur seperti ini, membuat Jeffin setidaknya menyempatkan waktu untuk berolahraga dan kali ini Jeffin mengajak Abiyya. Meski mereka bersama-sama, namun tidak ada yang berbicara. Terlebih Jeffin, pembicaraan bersama Abiyya beberapa hari lalu sedikit membuat pikirannya terganggu. Bahkan sampai saat ini, Ajen belum ada kabar mengenai keberadaan Yasa.Jeffin mengajak Abiyya untuk lari pagi di taman dekat perumahan mereka. Ternyata banyak juga orang-orang yang sedang berolahraga. Bahkan ada ibu-ibu yang lari pagi bersama anak mereka. Dengan earphone di telinganya, Jeffin menikmati angin pagi yang terasa menyegarkan. Menghirup udara pagi membuatnya tenang.“Capek,” keluh Abiyya sambil meletakkan kedua tangannya pada lutut. Napasnya bergerak tidak beraturan.Jeffin yang melihat itu hanya terkekeh geli. “Ketahuan jarang olahraga kan,” ledek Jeffin yang membuat Abiyya menegakkan tubuhnya menatap Jeffin lalu berkacak pinggang.“Enak aja bilang nggak pernah olahraga. Orang capek emang mau g
Jeffin menatap wajah Abiyya yang masih terlelap dengan lengannya yang menjadi bantalan. Meski terasa kebas, namun tak masalah bagi Jeffin. Jeffin yang melihat ada pergerakan dari Abiyya, berpura-pura dengan memejamkan matanya kembali.Jeffin merasakan tangan Abiyya yang perlahan mengusap bagian wajahnya. Dapat Jeffin dengar bahwa Abiyya mengucapkan kata-kata yang membuatnya juga merasakan hal yang sama. Betapa bersyukurnya dan bahagianya mereka sekarang bisa saling mengenal juga memiliki.“Eh.” Abiyya langsung menarik tangan dari wajah Jeffin ketika matanya terbuka.“Mau kemana?” tanya Jeffin saat Abiyya sudah akan siap beranjak meninggalkan tempat tidur. Namun, dengan sigap Jeffin langsung menarik tangan Abiyya hingga Abiyya jatuh menimpa tubuhnya.“Jeffin!”“Hmm.”“Ngeselin, malu tahu,” lirih Abiyya yang masih bisa didengar oleh Jeffin.Lelaki itu tertawa pelan dengan mata yang kembali terpejam dan juga tangannya yang memeluk tubuh Abiyya. “Jangan kemana-mana dulu, sebentar aja kayak
Memulai sesuatu yang baru dalam hidup bukanlah suatu hal yang mudah. Semua yang terjadi membutuhkan waktu untuk menyesuaikan segalanya. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Abiyya dan Jeffin. Setelah banyak hal yang terjadi, mereka berdua memutuskan untuk memulai kembali melanjutkan kehidupan pernikahan mereka. Awalnya memang terasa canggung ketika keduanya melakukan hal seperti selayaknya suami istri pada umumnya yang saling membutuhkan satu sama lain. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menikmati kebiasan itu. Seoerti yang dilakukan oleh Jeffin pagi ini, saat Abiyya ingin beranjak dari tempat tidur, tetapi Jeffin menahannya dengan memeluk tubuh Abiyya. Meski Abiyya berusaha untuk melepaskan diri yang pada akhirnya dirinya tetap berada di tempat tidur. “Bisa lepas dulu nggak?” gumam Abiyya pelan sembari pelan-pelan memindahkan tangan Jeffin yang berada di pinggangnya. “Jeffin,” panggil Abiyya yang hanya dibalas dengan gumaman pelan. “Aku hitung sampai tiga, kalau n
Tidak ada seorang pun yang menyukai kehilangan sesuatu. Hanya bisa menerima dan mencoba merelakan adalah cara terbaik yang bisa dilakukan. Tidak dengan melupakan atau membenci keadaan karena kehilangan. Sama seperti yang Abiyya lakukan saat ini. Menata kembali hidupnya bersama Jeffin yang mau berada di sampingnya saja sudah lebih dari cukup.Abiyya merasa sikap Jeffin terasa jauh lebih hangat mampu membuat Abiyya merasakan perasaan yang tidak seperti biasanya. Segala perhatian yang Jeffin berikan mampu membuat hatinya berbunga-bunga. Abiyya menatap tangannya yang berada dalam genggaman erat tangan Jeffin membuat Abiyya terus menahan senyumnya agar tidak terlihat aneh ketika ada yang menatapnya.Seperti yang sudah dijanjikan oleh Jeffin bahwa mereka akan menjenguk Ajen, kini Abiyya bersama Jeffin sudah berada di depan kamar rawat Ajen. Abiyya dengan sekeranjang buah-buahan yang berada di tangannya, mengikuti langkah Jeffin yang langsung masuk begitu saja tanpa permisi dahulu. Abiyya te
“Abiyya, maafin semua perbuatan Crystal selama ini ke kamu ya.” Aera menggenggam tangan Abiyya setelah Freja keluar untuk mengejar Crystal. “Mama ngga tahu kalau selama ini Crystal memperlakukan kamu dengan tidak baik.”Abiyya tersenyum seraya membalas genggaman tangan Aera. “Abiyya udah maafin semua perlakuan Crystal sama Abiyya, Mama nggak perlu minta maaf. Ini semua bukan salah Crystal, ini salah Abiyya karena tiba-tiba masuk ke kehidupan keluarga kalian. Maaf karena Abiyya semuanya malah jadi kayak gini.”Aera menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak, kamu sama sekali nggak salah, Abiyya. Mama sama Papa malah berterima kasih sama kamu karena udah jadi bagian dari keluarga ini. Walaupun ada beberapa alasan yang membuat kamu harus menjadi bagian dari kita.”“Maafin Abiyya sama Jeffin kalau semua ini berawal dari kebohongan yang kita ciptakan. Makasih juga karena udah terima Abiyya menjadi bagian dari kalian, meski sebenarnya Abiyya sendiri bukan dari keluarga yang jelas asal-usulnya.”
Keesokan paginya, setelah sarapan selesai, Reksa memanggil Crystal untuk menemuinya di ruang kerjanya. Apapun kesalahan yang sudah diperbuat Crystal, Crystal tetaplah putrinya yang sudah ia dan Aera rawat sejak kecil. Tidak ada perlakuan berbeda untuk memenuhi segala kebutuhan Crystal. Baik Reksa ada Aera selalu memperlakukan gadis kecil yang dulu mereka ambil dari sebuah panti sama seperti mereka memperlakukan Jeffin.Sampai tidak terasa, ternyata gadis kecil itu sudah beranjak dewasa. Namun, semua perlakuan yang Reksa dan Aera berikan, serta semua didikannya tidak membuat gadis itu menjadi anak yang selalu baik. Nyatanya ada kala dimana ternyata Crystal berbuat sesuatu yang tidak pernah mereka duga.Lantunan musik klasik yang sengaja Reksa setel untuk menemaninya menunggu kedatangan Crystal terdengar menenangkan. Matanya terpejam sembari mengingat kembali masa-masa dimana Crystal yang masih menjadi gadis kecil lucu yang selalu mengikuti kemana saja Jeffin pergi. Bagaimana suara lemb
Tidak semua hal yang ada di dunia bisa kita ketahui. Akan ada banyak hal yang terkadang datang dalam kehidupan tanpa terduga. Seperti akan jadi apa kita setelah dilahirkan ke dunia, dengan siapa kita hidup berdampingan, dan banyak hal lainnya yang sudah di atur oleh Tuhan bahkan tentang kehilangan. Kita hanya bisa berusaha menjalani hidup dengan baik dan bisa bertahan hidup bagaimanapun kondisinya.“Gimana, Ma?” tanya Jeffin.Aera menggeleng pelan. “Masih belum mau makan,” jawab Aera sembari melirik makanan yang ada di nakas samping brankar. Matanya terus tertuju pada Abiyya yang tengah berbaring dengan mata terpejam. Saat Aera meminta Abiyya untuk makan, Abiyya hanya menjawabnya belum merasa lapar dan ingin beristirahat.“Ya udah, mending sekarang Mama pulang dulu aja, ini udah malam. Biar nanti Jeffin yang bujuk Abiyya buat makan.”“Mama di sini aja nemenin Abiyya.”“Ma, besok aja datang lagi ke sini, biar Mama istirahat juga.” Aera mengangguk dan mengiyakan permintaan Jeffin.“Mama
Bi Er yang baru saja tiba di depan rumah merasa heran kenapa pintu depan terbuka namun tidak ada orang di sekitar halaman rumah. Dengan cepat wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya untuk masuk. Seketika barang-barang belanjaan yang ada di tangannya terlepas begitu saja saat melihat Abiyya yang terkapar di lantai dengan tangan yang memegang perutnya. Yang membuat Bi Er semakin khawatir karena Abiyya yang sepertinya sudah kehilangan kesadaran.“Astaga Mbak Abiyya,” panggil Bi Er sembari mengguncang pelan tubuh Abiyya. Tak mendapatkan respon dari Abiyya, mata Bi Er beralih pada ponsel yang ada di dekat Abiyya. Dengan cepat Bi Er membuka ponsel tersebut dan mencari panggilan terakhir yang ada di sana.“Tunggu sebentar lagi saya sampai,” ucap dari orang yang mengangkat panggilan yang dihubungi oleh Bi Er.Benar saja, tidak lama kemudian seorang laki-laki dengan setelan kerjanya datang dengan berlari masuk ke dalam rumah. “Kenapa bisa sampai kayak gini?” tanyanya pada Bi Er apalagi sete
Abiyya bersama Jeffin saat ini sedang berada di kediaman orang tua Jeffin. Sudah satu minggu baik orang-orang Jeffin, Reksa, dan Freja belum menunjukkan hasil dimana keberadaan Crystal. Hal itu membuat Aera jatuh sakit. Beberapa hari yang lalu juga Saga sudah di jemput oleh Nandi yang katanya keadaan suaminya sudah berangsur membaik.“Crystal,” gumam Aera saat duduk di sofa yang yang ada di kamar Jeffin dulu. Jeffin membawa Abiyya ke kamarnya setelah tadi sempat menemui Aera yang terbaring di atas ranjang.“Jeff, ini belum ada kabar tentang Crystal?” tanya Abiyya yang saat ini hanya berdua bersama Jeffin. “Sama sekali nggak ada?”“Nggak usah dipikirin, nanti pasti bisa ketemu,” jawab Jeffin seperti biasa dengan pembawaannya yang tenang.“Jeff, aku mau jujur boleh?”“Apa?”“Ada kaitannya sama Crystal.” Jeffin mengernyitkan dahinya yang kemudian mendekat ke arah Abiyya dan duduk di sampingnya.“Crystal kenapa?”“Waktu itu, pas malam kamu dapat kabar dari mama, sebelum jam makan siang Cr
Crystal membanting pintu mobilnya dengan kasar. Langkahnya dengan cepat mencari keberadaan Aera. Beberapa kali Crystal berteriak memanggil-manggil Aera, namun tidak ada sahutan sama sekali.“Mama mana?” tanya Crystal pada salah satu pekerja yang kebetulan berpapasan dengannya.“Nyonya ada di belakang, Non,” jawabnya. Tanpa menanggapi lagi Crystal langsung berjalan menuju dimana Aera berada. Dan benar saja Crystal melihat Aera yang tengah bersantai dengan memandang layar ponselnya.“Ma, ada yang mau Crystal bicarakan,” ucap Crystal sembari duduk di kursi sebelah Aera tanpa basa-basi terlebih dahulu.“Kenapa, Crys? Tadi Mama juga dengar kamu teriak-teriak panggil Mama.”“Ma, Crystal mau kasih tahu kalau sebenarnya Kak Jeffin dan Abiyya cuma menikah pura-pura.” Melihat ekspresi biasa saja dari Aera tentu membuat Crystal semakin kesal. “Ma, mereka udah bohongin Mama sama Papa!” seru Crystal yang membuat Aera menatap putrinya.“Mama udah tahu,” balas Aera santai.“Apa? Mama tahu darimana?”