Ancaman neneknya ampuh juga membuat Isyana kembali ke depan rumah. Masih terlihat Asher yang entah sedang melakukan apa.“Ash. Diminta Nenek ikut sarapan,” ucap Isyana.Matanya juga celingukan mencari keberadaan Bagas yang entah sudah melesat ke mana.“Bagas sudah pergi ya Ash?” tanya Isyana heran.“Mengapa sampai tanya-tanya Bagas, Nona?” tanya Asher yang merasa heran dengan Isyana.“Ya tanya aja. Memangnya gak boleh apa?”Isyana memajukan bibirnya, cemberut. Dia merasa mulai diatur oleh Asher. Tapi setelah sekian lama tidak ada tanggapan dari si pemuda bule itu. Isyana berpikir ulang. Untuk apa juga cemberut dengan Asher.“Ah sudah deh. Dipanggil nenek untuk makan bersama. Cepetan ya.”Isyana memutuskan masuk lebih dulu. Tidak peduli dengan mulut Asher yang baru saja terbuka.“Nona.”Asher menggeleng kuat. Dia tidak mungkin sarapan lagi di rumah Nenek Asma. Terhitung sudah cukup sering dia mendapatkan makan gratis di sini. Tapi untuk masuk ke dalam dan menolak tuan rumah, dia rasa
Hari yang dimaksud Isyana datang juga. Dia hanya membawa pakaian ganti dan keperluan bekerja. Berbeda dengan Asher yang sudah disiapkan tas besar."Kau mau pindah, Ash?" tanya Isyana yang seperti mengejek."Bawa saja ya Nona. Ini Mommy yang siapkan. Tidak enak kalau menolak. Nanti beliau sakit hati."Isyana hanya bisa mengangguk. Toh itu juga keputusan Asher sendiri. Lagi pula, mereka memang menaiki mobil. Tidak ada salahnya juga membawa banyak barang."Kau mau berapa hari di Jakarta sih?"Nenek Asma yang aneh melihat barang bawaan Asher mendekat ke arah mereka. Seingatnya kemarin Isyana ijin pergi pulang. Ini malah Asher terlihat mau cari kos-kosan."Ya pulang pergi kok Nek. Berangkat malam ini, pagi-pagi sampai, lalu nanti pulang lagi sorenya."Nenek Asma mengangguk-angguk. Paham dengan apa yang dikatakan cucunya tersebut. Tapi jelas masih begitu heran dengan tingkah laku Asher."Lalu kau ngapain bawa barang sebanyak ini, Ash. Kau mau ninggalin Ranty?" ucap Nenek Asma yang geleng-ge
Perjalanan ke Jakarta terasa begitu canggung. Sejak Nenek Asma meminta Asher terus terang untuk menjadi suami Isyana. Mereka berdua tidak banyak berbicara.Terlebih rasa tidak enak menyusup ke dalam diri Isyana. Dia tahu itu hal yang sangat sensitif untuk dibicarakan.Perbuatan neneknya, benar-benar membuat hubungan mereka tidak nyaman.“Ash. Em ....”“Iya kenapa ya Nona?” tanya Asher menjawab gumaman Isyana.“Aku minta maaf sekali perihal Nenek. Sungguh dia hanya iseng saja.”Isyana benar-benar merasa tidak nyaman. Gadis itu hanya takut, Asher berpikir yang tidak-tidak padanya.“Nona tenang saja. Saya tidak ambil hati kok Nona. Justru malah tidak enak dengan Nona dan juga Nenek Asma.”“Tidak enak kenapa?” “Em ... ya tidak enak saja.”Isyana menggaruk tengkuknya. Tidak mengerti dengan ucapan yang Asher lontarkan. Tapi tidak berani juga untuk bertanya. Setelah kejadian ini, nyali berbicara dengan Asher juga sepertinya melemah. “Ya sudah kalau begitu lanjutkan menyetirnya,” ucap Isyan
“Nona. Em, maaf. Lebih baik saya keluar saja ya.”Menuruti keinginan Sukma. Asher dan Isyana tentu saja berada dalam satu kamar. Mereka tampak canggung terutama Asher.“Ash. Aku mau bicara deh,” ucap Isyana ragu-ragu. Tapi lama kelamaan, dia seperti tidak memiliki pilihan lain.“Bicara apa Nona?” tanya Asher yang bukannya mendapat jawaban atas ketidakenakan yang dia rasakan, tapi malah mendapat jawaban yang membuat penasaran.“Ini kan kita sebelumnya pernah pura-pura jadi kekasih. Bisa kan kalau dilanjutkan sekarang juga. Ibuku sudah keburu heboh di luar sana. Aku beri tambahan uang deh, gimana?”Asher terpaku mendengar permintaan Isyana. Tentu saja hal ini sangat sulit dia lakukan. Bagaimana bisa, Isyana bisa berkata hal itu dengan mudah. “Tidak bisa Nona. Saya tidak bisa berbohong lama. Apa lagi ini dengan ibu anda sendiri. Kita akan melukai perasaan lembut beliau.”Asher harus tegas dalam hal ini. Dia sangat takut untuk berbohong kembali. Lebih baik jujur saja sejak awal. Ini akan
Menjelang siang, rumah Isyana seperti sedang ada pesta. Makanan prasmanan saling berjejer begitu banyak. Belum lagi aneka macam minuman yang dituang ke gelas-gelas bening. Terlihat menggoda.“Ayo Ash. Masuk saja. Mereka pasti sudah datang,” ucap Isyana yang sangat santai. Dia tidak lupa menggandeng lengan Asher yang begitu pas di tangannya.Setelah menghadiri rapat di kantor tadi. Isyana sengaja meminta Asher turun di butik langganannya. Dia meminta Asher memakai setelan jas yang cukup pantas untuk digunakan di acara keluarga. Biar bagaimanapun, saat ini Asher menjelma menjadi kekasihnya.“Nona, saya tanya sekali lagi, apa Nona yakin menjadikan saya kekasih?” tanya Asher yang dengan perlahan mencekal pergelangan tangan Isyana. “Yakin. Aku tidak akan salah pilih kok. Ayo masuk deh, kelamaan kalau terus bicara di sini,” ucap Isyana.Asher menurut saja. Lagi pula, apa yang dia lakukan memang sesuai dengan kesepakatan bersama. Asher hanya mencoba membantu. Sisanya, semoga saja tidak ada
Beberapa lama, Isyana hanya mampu diam. Tidak secerewet seperti biasa. Meski pun banyak sepupu dari pihak ayahnya yang sudah datang.Sejak kalimat Asher tadi, mampu membungkam bibirnya. Tidak ada lagi Isyana yang begitu banyak berkata.Hal ini diketahui Sukma. Ibu satu anak itu diam-diam memperhatikan Isyana. Karena tidak tahan dengan perubahan suasana hati sang anak, Sukma lebih mendekat.“Heh, Isyana. Kau dari tadi hanya diam saja. Lagi sariawan?” selidik Sukma yang sudah memperhatikan wajah Isyana tanpa terkecuali.Tidak menemukan jawaban, Sukma menoleh ke arah Asher.Pria bule itu juga hanya diam dengan gelas kopinya.“Oh, lu tengsin ya dilihat Asher,” sahut Sukma yang sengaja menggoda.“Apa sih Ma.”Isyana melambaikan tangan di depan wajah. Malas sekali jika harus meladeni godaan semu dari Sukma.“Halah. Maklumin aja kenapa Isyana. Asher kalau mau masuk ke keluarga ini ya harus tahu borok kita. Ya seperti ini adanya.”Sukma mengatakan hal tersebut dengan bibir yang lebar tertawa.
“Nona baik-baik saja?”Asher tahu pertanyaannya hanya basa-basi. Mana ada orang yang akan baik-baik saja jika keluar dari rumahnya sendiri dalam keadaan menangis. Uluran tisu yang dilakukan Asher juga tidak disambut segera. Dengan ringan, Asher memilih untuk mengayunkan ke pipi Isyana. Menghapus air mata yang begitu meleleh. Menghancurkan riasan Isyana. Untungnya Isyana termasuk yang tidak acuh terkait hal ini.“Ash.”“Ya Nona.”“Lu punya dendam apa ama gue?”Asher yang ditanya seperti itu langsung menoleh. Terasa aneh untuk Isyana sampai bertanya seperti tadi.“Maksudnya bagaimana Nona? Saya tidak ada dendam apa pun. Mengapa anda bertanya seperti tadi?”“Ya terus kalau lo gak dendam sama gue, kenapa lo usap-usap pipi gue kasar amat. Bisa-bisa ngelupas kulit gue ini!”Asher langsung menarik tangannya. Dia tidak sadar sampai melukai Isyana. Meski pun dia yakin benar sudah selembut mungkin.“Maaf Nona, sungguh saya tidak sengaja.”Asher salah tingkah sendiri. Dia begitu merasa bersala
“Mau pesan apa, Mister?”Asher tidak fokus dengan pertanyaan kasir. Masih saja matanya memandang Isyana yang sudah memilih tempat duduk.“Halo Mas Bule?”Kasir yang ada di depan Asher senang saja memandang wajah pria bule di depannya. Begitu tampan dan menyenangkan. Hanya saja antrian di belakang sana, juga harus diperhatikan. “Mister?”“Pesan paha dan dada dua yang original. Sama minumannya sekalian. Semuanya berapa?”Asher teringat masih berada di kasir. Tentu saja dia tidak ingin merepotkan antrian di belakang.“Baik, ada lagi?”“Tidak.”Asher menyerahkan kartu debit. Dengan tangan sedikit gemetar, kasir tadi menerima dan menggesek di mesin EDC.“Silakan PINnya.”Asher tanpa melihat ke arah perempuan yang sejak tadi tetap tersenyum. Pandangan tetap fokus pada Isyana. Takut kalau gadis itu dihampiri pemuda tidak jelas.“Terima kasih. Mohon ditunggu.”Asher segera bergeser. Memberikan ruang untuk antrian di belakang. Dengan tetap mengawasi Isyana. “Duh sudah seperti bodyguard saja.