#Kuhantam Pelan-PelanSubhanalloh, aku sungguh malu mendengar penuturan pak Soleh, sungguh nggak pantes melihat perejengannya yang seperti juragan tapi bergaya hidup pelit seperti itu. Aku pamit pak Sholeh sambil membawa nasi goreng dalam kresek.Aku berjalan sambil menenteng satu bungkus nasi goreng lawar kearah mobil suamiku yang berjarak dua puluh meter dari warungnya pak Soleh."Ayo Mas, kita pulang," kataku singkat sambil menutup pintu mobil dengan keras.Sepanjang jalan aku diam, dan tak berusaha mencari perhatian lagi dari mas Gunarso. Dia melirik, aku pura-pura tidur sambil bersandar di kursi mobil.Sesampai dirumah, mas Gunarso memarkirkan mobil dan aku langsung lari kedapur mengambil satu piring untuk meletakkan nasi goreng. Kugeletakkan begitu saja diatas meja makan tanpa ku buka, disam
BAB 6GUNARSO SALAH KAPRAHTiba-tiba bola mata ini melihat kertas kuitansi terselip diantara tumpukan buku dekat meja riasku yang menggantung seperti mau jatuh.Mata ini serasa tak percaya melihat isi kuitansi ini tertanggal bulan lalu, pengeluaran sejumlah seratus lima puluh juta untuk keperluan umroh dua orang atas nama Zana Karunia dan Maftukha dibawah tanda tangan penyetornya atas nama Gunarso Hadi Prayoga .Dalam hatiku penuh tanya siapa gerangan mereka berdua ini. Harus kuselidiki mereka hari ini mumpung hari minggu.Secepatnya aku bersolek didepan cermin dan berganti pakaian olahraga yang nyaman untuk jogging pagi ini. Pintu kamar ku buka, mas Gunarso kuperhatikan masih tertidur pulas diatas sofa berselimut kain tebal milik Randi.“Mau kemana Ma ?”Tiba-tiba suamiku terbangun mungkin karena terdengar handel pintu yang kubuka tadi.“Mau jalan-jalan Pa, mumpung ha
Dia buka ponselnya di aplikasi hijau itu, rentetan pesan masuk sangat banyak. Laporan panggilan tak terjawab bertubi-tubi. Satu persatu pesan Gunarso jawab hingga berhenti di pesan dari kontak nama Bidadari,[Mas Hadi, cepat datang kerumah kita , Aina Mas … Aina]Gunarso lingak-linguk melihat istrinya yang masih di kamar sibuk membersihkan kamar. Dengan cepat dia keluar rumah dan menelpon Zana Kirania, gadis penjual rokok yang dinikahi secara siri oleh Gunarso tujuh bulan lalu.["Ada apa Yang dengan Aina?"] dengan mesra memanggil istri sirinya.[Aina badannya panas Mas Hadi, terus ada ruam-ruam merah hampir diseluruh tubuhnya] dengan nada penuh kecemasan.[Bawa dulu kerumah sakit sayang, nanti Mas Hadi langsung kesana sehabis kerja][Apa nggak bisa ijin nggak masuk Mas?][Jatah cutiku sudah habis, Sayang dan aku sudah sering nggak masuk karena mendampingimu.][Nggak mau, pokoknya Mas Hadi harus dampingi aku unt
#Karangan Bunga Untuk Si CandikAku tertegun, bagaimana uang tidak habis dalam sekejap jika gaya hidupnya seperti ini. Kuingat tujuh bulan terakhir ini mas Gun mengurangi anggaran uang belanjaku sangat banyak. Ternyata di buat untuk si ganjen itu.drttAlunan suara panggilan ponselku mengalun merdu, terbaca dilayar ponsel nama Tristan.[Bos sedang di mana, laporan yang kau minta sudah kukirim via email][Dirumah sakit, lagi jadi detektif conan][Lagakmu Bos seperti lagi menggarap mission impossible saja, emang lagi buntuti siapa Mrs Bean]Tristan tertawa ngakak sedikit mengejek ke Firda teman kuliahnya dulu itu.[Anak candiknya mas Gun sakit] seloroh firda pelan[Hah, sebaik itu kah dirimu hingga harus mengurus anak tirimu]kata Tristan dengan nada tinggi.[Aku ingin menangkap basah mereka, tapi kalau terlalu cepat kok enak betul, aku ingin mas Gun merasakan puting beliung dalam hidu
#Pergulatan AmarahBu Zahra tiba-tiba melepas pegangan tangan Firda. Dia melangkahkan kakinya kearah anak lelakinya itu dengan gontai, air mata yang meleleh dia sapu dengan tangannya. Gejolak bathinnya bergemuruh meluap-luap didada mertua Firda ituFirda hanya memandangi mertuanya yang telah pergi dari sampingnya itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan mertuanya itu."Plak!"Tamparan keras dilayangkan bu Zahra di pipi Gunarso hingga empat kali. Laki-laki itu sangat kaget karena tiba-tiba ibu yang melahirkan ada didepannya. Dia tidak menyadari jika ibunya mengawasi sejak tadi . Gunarso pasrah tak berkutik dihadapan ibunya."Lho siapa kamu kok tiba-tiba menampar suamiku, dasar wanita tua nggak tahu adat," teriak Zana melihat suaminya ditampar tanpa melawan."Apa katamu, coba ulangi!"Bu Zahra menatap tajam penuh dengan emosi yang menguasai hatinya, mencoba mengenali perempuan yang memakai rok seksi pendek
#POV FIRDAKelopak mata ini serasa berat kubuka seakan ada beban yang menindih diatasnya. Lamat-lamat ada sinar putih yang masuk di netra mata ini.Begitu mata terbuka seribu tanya dalam pikiran yang terus mengembara. Atap putih ini, jendela besar warna hijau toska yang beda dengan kamarku dirumah. Selang infus yang menggantung diatasku serta tangan yang begitu sulit kugerakkan."Dimanakah aku, disurgakah ini? Kenapa sepi sekali?""Kenapa badanku terasa sakit seperti ini, mengapa ada infus yang menggantung di atasku. Apa yang terjadi padaku ?"Batinku terus bertanya."Kau sudah sadar Miana sayang ?"Aku menoleh perlahan pada suara yang menanyaiku."Mas Bion?" pekikku kaget melihat lelaki berseragam dokter itu berdiri disamping ranjang."Ia aku, Sayang," ujar mas Bion sambil terus menatapku.Aku merasa risih dipanggil sayang seperti itu seakan-akan aku masih pujaan hatinya sa
Gunarso Hadi bertekat,"Satu persatu masalah dalam hidupku akan kuselesaikan dengan bijak."Saat membuka notifikasi tertangkap dalam netra matanya di layar ponsel membikin sesak dadanya yang tadi mulai longgar. Dia seakan tak percaya melihat nilai nominal dalam M-banking itu. Lelaki itu terduduk lemas di pinggiran ranjang dalam kamarnya itu. Belum hilang rasa kagetnya, notifikasi dalam layar ponsel muncul kembali."Ting!"Sekilas Gunarso menangkap tulisan yang masih berjalan itu mengenai laporan kinerjanya.Dengan gemetar tangan Gunarso memegang benda pipih warna biru langit seperti tanpa tulang. Matanya membeliak lebar memastikan nilai nominal yang tertera dalam notifikasi transfer bank dari perusahaannya yang hanya tiga juta rupiah saja seakan tak percaya."Aku harus menelep
GUNARSO BINGUNG#POV GUNARSOGila bener siapa laki-laki itu, tiba-tiba sudah akrab sekali dengan Firda pakai acara gendong-gendongan lagi. Sebenarnya apa yang terjadi pada Firda hingga dia nggak pulang dua hari ini.Kenapa kau telepon disaat yang tidak tepat begini Zana? Jika tidak kuangkat khawatir ada apa-apa dengan Aina. Jika kuangkat aku tidak bisa merebut Firda dari gendongan lelaki itu. Harga diriku sebagai laki-laki akan tercoreng.Aku hanya terdiam memegang tubuh Firda yang masih lengket pada lelaki itu."Ayo angkat ponselmu, bidadarimu sedang menunggu Mas, aku kan hanya setan, abaikan saja aku. Dia lebih butuh kamu sepertinya. Aku sudah ditemani dengan dokter Bion," gertak Firda.
Dua buah koper warna abu-abu metallic serta kecoklatan sudah terjejer rapi diruang keluarga. Tatap mata sendu Gunarso pada ibu yang melahirkannya serta mantan istrinya begitu mengiris hati. Sementara dua wanita dihadapannya itu tetap tak bergeming sedikitpun untuk menahan kepergian Gunarso.Bu Zahra melangkah perlahan mendekati anaknya."Gunarso jadilah laki-laki sejati, bertanggung jawablah dengan setiap perbuatan yang kau lakukan. Semoga yang terjadi hari ini menjadi pelajaran berharga untukmu. Ibu ikhlas kamu pergi semoga kamu mendapat kebahagiaan dengan pilihanmu saat ini."Bu Zahra memeluk anak semata wayangnya itu, sambil menepuk-nepuk punggung Gunarso. Walau bagaimanapun dia harus mengeraskan hati agar Gunarso tahu segala kesalahannya. Rasa cintanya terhadap Gunarso hari ini telah berbeda baginya, selama ini dia terus melindungi dan memaafkannya justeru tidak membuat lelaki yang hampir empat puluh tahun itu tidak belajar dari kehidupannya.Lelaki y
Dengan langkah yang hampir limbung Gunarso bangkit dari duduknya kemudian menuju mobil avanza yang tak berbentuk rupa itu.Berkali-kali dia mencoba berpikir begitu banyak yang terjadi dalam hidupnya dalam tiga bulan terakhir ini. Rumahnya di Cempaka Puri akan disita, terkena PHK, Aina masuk rumah sakit serta hari ini kehilangan istri yang dicintainya itu.Sepanjang perjalanan tak henti air mata penyesalannya terus menetes, bahkan hari ini dia tidak tahu harus melakukan apa dan tinggal dimana. Pikirannya kalut terus tertuju pada Firda yang menceraikannya beberapa saat yang lalu. Ingin sekali membela diri tapi dia tak mampu mengingat begitu banyak salah yang dia lakukan pada Firda.“Aku harus melakukan apa Tuhan, agar Firda kembali padaku? Haruskah aku menceraikan Zana Karunia wanita yang baru kunikahi hampir satu tahun itu. Wanita yang hari ini telah jadi ibu dari anakku y
Setelah diberi segelas air putih warga untuk menetralisir ketegangan di hati yang berdegup kencang itu. Gunarso melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan mobil yang penyok bumper depan. Dia sudah tidak memperdulikan rasa nyeri ditubuhnya yang menatap stang setir mobil. Dia lajukan terus sekuat tenaga dengan kecepatan tinggi.Lima menit kemudian nampak di netra matanya gedung Pengadilan Negeri Agama berdiri kokoh didepannya. Mobil avanza putih itu dia belokkan ketempat parkir terdekat. Semua mata yang ada disitu menatapnya dengan keheranan melihat kondisi mobil Gunarso. Begitu sampai dia bergegas turun dari mobilnya dengan sedikit pincang. Lelaki ini menatap nyalang disemua tempat yang dia lalui mencari keberadaan Firda.Hari ini ada tiga persidangan di pengadilan Negeri ini, Gunarso segera bertanya kepada resepsionis yang mengenakan hijab warna khaky itu.“Maaf bu, persidang
Gunarso berjalan dengan gontai sambil mengacak-acak rambutnya menuju ruang tamu. Dia kebingungan harus berbuat apalagi semua ATM nya sudah terkuras habis. Bahkan surat mobilnya pun sudah masuk rumah gadai untuk tambahan biaya rumah sakit Aina. Dia mengepalkan tangannya sangat geram melihat kelakuan Zana yang menghamburkan uang seenaknya, tapi lelaki ini tidak bisa berbuat apa-apa."Bagaimana Pak ?" tanya para developer itu dengan agak sinis."Beri aku waktu satu minggu untuk melunasi semua tunggakan yang kumiliki. Jika gagal tidak bisa melunasi maka aku akan pergi dari rumah ini." Gunarso menegosiasi para developer dengan perasaan tidak nyaman."Baiklah Pak saya tunggu hingga minggu depan. Kami mohon pamit ? Semoga Bapak bisa menepati janji serta dimudahkan rizkinya,”Tiga lelaki dari developer Cempaka Puri itu berlalu dari hadapannya, G
Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij
POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]
Gunarso bergegas ke depan, matanya menatap kaget melihat siapa yang datang. Ternyata pak Tristan yang datang sang CEO di perusahaannya.Gunarso masih terkaget dari mana pak Tristan tahu rumahnya di Puri Cempaka Putih ini."Hai apa kabar Gun, lama kita tidak ketemu,""Eh ... iya ...Pak," jawab Gunarso terbata-bata merasa tertangkap basah karena sering mangkir kerja."Kemana saja Kau, hingga seluruh anak buahmu kutanya tidak ada yang tahu keberadaanmu," tanya pak Tristan menyelidik."Anu pak ... Itu anakku baru pulang dari rumah sakit," jawab Gunarso berlibet karena tegang.Pak Tristan membiarkan saja melihat Gunarso yang kebingungan celingak-celinguk bahkan sampai tidak memasukkan dirinya kedalam rumah."Sejak kapan kau pindah kesini? rumahmu bagus, kau pandai sekali investasi barang," ujar pak Tristan santai sedikit menyindir."Hampir dua tahun Pak," jawabnya singkat
Bu Zahra terpana sambil menatap wanita yang memakai setelan gamis warna daun kering itu. Berulangkali dia resapi untaian kata wanita yang selisih umurnya nggak beda jauh dengan usianya itu.Wanitu itu terus berterima kasih pada Gunarso yang telah berjasa mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk perjalanan umrohnya dengan fasilitas VIP.Belum habis kekagetannya, justeru yang di panggil bu Tukha oleh Gunarso itu mengira dirinya sebagai baby sitter untuk cucunya.Rasa pening kepala bu Zahra menyerang perlahan menusuk-nusuk kepalanya seakan ada rangkaian jarum yang terus tak berhenti gerak menghujam.Hati yang selama ini penuh kasih pada anak kesayangan yang bernama Gunarso berangsur melemah tak berdaya berganti rasa kecewa yang mendalam . Tetes demi tetes air mata berebut keluar dari manik mata lembut bu Zahra.Gunarso terdiam tanpa ekspresi, dia tidak berani bersit
Di Lantai 2Dion Aditama raharja membawa Firda kekamarnya dengan hati berbunga- bunga merasa dimenangkan oleh Firda dari suaminya.Begitu sudah memasuki kamar , Firda melihat suaminya pergi dia langsung berusaha melompat dari gendongan lelaki itu.Dion masih memeluknya dengan erat seakan sayang mau menurunkan wanita yang selalu mengisi hatinya itu. Dia pandangi wanita cantik dengan sejuta cinta terpancar dari wajahnya yang selalu menyunggingkan senyuman.Firda salah tingkah mendapat tatapan mesra dari mantannya itu, dia berusaha melepas pelukan Dion dan memintanya untuk menurunkannya.“Hai, turunkan aku. Jangan cari kesempatan,” kata Firda ketus sambil menyembunyikan semburat merah dipipinya itu.