#POV FIRDA
Kelopak mata ini serasa berat kubuka seakan ada beban yang menindih diatasnya. Lamat-lamat ada sinar putih yang masuk di netra mata ini.
Begitu mata terbuka seribu tanya dalam pikiran yang terus mengembara. Atap putih ini, jendela besar warna hijau toska yang beda dengan kamarku dirumah. Selang infus yang menggantung diatasku serta tangan yang begitu sulit kugerakkan.
"Dimanakah aku, disurgakah ini? Kenapa sepi sekali?"
"Kenapa badanku terasa sakit seperti ini, mengapa ada infus yang menggantung di atasku. Apa yang terjadi padaku ?"
Batinku terus bertanya.
"Kau sudah sadar Miana sayang ?"
Aku menoleh perlahan pada suara yang menanyaiku."Mas Bion?" pekikku kaget melihat lelaki berseragam dokter itu berdiri disamping ranjang.
"Ia aku, Sayang," ujar mas Bion sambil terus menatapku.
Aku merasa risih dipanggil sayang seperti itu seakan-akan aku masih pujaan hatinya saja. Aku khawatir kalau ada yang salah paham mengira aku ada hubungan dengan dokter Bion.
"Apa yang terjadi denganku Mas?" tanyaku padanya.
"Akulah yang mesti bertanya padamu Miana, aku menemukanmu terbaring diujung lorong di gotong beramai-ramai oleh security yang patroli. Beruntung ada perawat yang lewat memberitahuku. Awalnya aku pun tak tahu jika pasien itu dirimu ," papar mas Bion.
Aku terdiam sejenak mengembalikan alam pikirku yang belum sepenuhnya kembali pada kesadaranku.
"Mas, jangan kau panggil aku dengan Miana," protesku pada lelaki berseragam dokter itu.
Bion Adhitama Raharja hanya tersenyum menatap Firda Ayuni Miana. Dihatinya terus memuji kecantikan wanita yang pernah dia kecewakan karena harus berbakti kepada orang tua.
"Mas, tolong lepaskan infusku aku sudah sehat aku mau pulang, aku kangen sama anak-anakku. Aku khawatir mereka bingung mencariku," ujarku memelas.
"Kau masih sama seperti yang dulu Miana, saat menginginkan sesuatu begitu kekeh. Jangan pulang sekarang ini menjelang dinihari, lagian kau barusan sadar, kondisimu badanmu masih belum stabil," ucap dokter Bion.
"Sudah berapa jam aku disini Mas?" tanyaku pada Mas Bion.
Firda berusaha memiringkan tubuhnya menghadap dokter Bion lelaki yang pernah jadi sandaran hidupnya itu. Saat beringsut badannya agak kesulitan dengan sigap dokter Bion mengangkat tubuh Firda.
Tatapan mata mereka beradu, hembusan nafas dokter Bion menyalurkan kehangatan di wajah Firda Ayuni Miana. Semburat merah pipinya tak bisa ditutupi, urat-urat cinta itu sedikit tersambung.
"Mas, turunkan aku. Nanti ada yang salah paham dengan kita," tukasku
"Siapa, suamimu?" tanya dokter Bion.
"Bukan," jawabku singkat.
"Lalu siapa?" tanya mas Bion.
"Istrimu Mas, jangan sampai dia salah mengerti dengan keberadaanku. Wanita akan merasa sakit jika di duakan. Cintailah istrimu dengan benar, bertanggung jawablah hingga akhir. Dia adalah pilihan terbaikmu," ucapku panjang lebar padanya.
Dokter Bion menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan-lahan seakan ingin melepaskan beban di rongga dadanya.
"Miana, bolehkah Mas Bion bertanya?"
"Tanya apa Mas ?"
"Suamimukah yang membuatmu seperti ini? Bahagiakah hidupmu ?" tanya lelaki yang masih gagah didepanku.
Aku seperti tersedak daging berkilo-kilo mendengar pertanyaan yang tak ku duga itu. Aku harus bisa menutupi semua hal yang terjadi padaku. Aku sunggingkan senyum untuk menutupi semuanya.
"Nggak lah Mas, masa ada suami menghajar istrinya hingga terluka begini, aku sampai detik ini sangat bahagia dengan keluargaku," ujarku dengan seriang mungkin.
"Jika suamimu baik, jika keluargamu bahagia mestinya mereka berada disini menunggumu yang sedang sakit, hampir dua hari lho nggak ada yang mengabarkan kamu ke rumah sakit ini," ucapnya panjang lebar.
Aku terdiam pura-pura tidak mendengar perkataannya.
"Aku mengantuk Mas Dion, badanku lemas. Aku pingin tidur supaya besok pagi aku bisa pulang kekeluargaku," jawabku
Pura-pura kupejamkan mata ini di hadapannya, lalu kutarik selimut dengan tangan kiri keatas menutupi seluruh tubuhku. Aku berharap besok pagi kondisi tubuhku pulih dengan cepat dan segera bugar.
"Baiklah jika kau tak mau menjawab aku tak mau memaksamu, istirahatlah aku akan menjagamu malam ini," ujar dokter Bion sambil menarik sofa untuk di buat rebahan.
*
Di rumah bu Zahra.
"Kau harus bertanggung jawab menemukan menantu kesayanganku itu, kemana istrimu setelah kau perlakukan tidak manusiawi . Ini sudah hampir dua hari Firda tidak pulang," hardik bu Zahra pada anaknya dengan kesal.
Lelaki itu tidak menjawab hardikan ibunya, dia tertunduk lesu, sejuta sesal tergambar diraut wajahnya.
Gunarso Hadi Prayoga nampak kusut baru tiba dirumah ibunya langsung disemprot semburan panas oleh wanita yang melahirkannya itu. Hampir dua hari dia mencari istrinya kesemua tempat yang diperkirakan didatangi Firda tapi tidak ketemu.
"Ayah, kemana mama? Kok tidak pulang-pulang. Ayah jahatin ya kok sampai nenek marah sama Ayah," tanya Randi anak bungsunya yang masih TK A itu ceplas ceplos.Gunarso menatap anak bungsunya dengan penuh rasa bersalah akibat kesalahannya jadi semuanya berantakan. Lelaki kecil itu diangkatnya penuh kasih dan didukkan dalam pangkuannya, kemudian dia peluk dengan erat seakan ingi mengatakan maaf pada anaknya itu.
"Hari ini sama Ayah dulu ya di rumah nenek," ucap Gunarso pada anak bungsunya.
"Nggak mau, Ayah bau kecut. Ayah jorok," Randi mengendus bahu ayahnya yang hampir dua hari tak tersentuh air itu.
"Aku kangen sama mama Yah? Carikan mamaku Yah!" rengek Randi.
Sambil menggoyang-nggoyangkan tangan Gunarso, Randi terus merajuk.
"Ayo Randi sini, tidur lagi sama Nenek. Lihat tuh hari masih gelap. Supaya besok kalau ketemu Mama adik Randi tambah ganteng dan Mama tambah cinta," bujuk bu Zahra.
Wanita itu langsung mengangkat Randi dari pangkuan ayahnya dengan kasar kemudian membawanya ke kamar dan meninggalkan Gunarso yang masih terduduk di sofa sedang meratapi hidupnya.
Kepulan asap rokok tampak menggulung-nggulung di ruang tengah sesekali desahan nafas panjang mengiringinya. Pikiran Gunarso terus berkecamuk memikirkan dimana Firda. Ponsel Firda tak bisa di hubungi, kemana gerangan Firda. Lamat-lamat terdengar suara ibunya menyanyikan lagu nina bobo untuk Randi yang merindukan mamanya itu.
Lelaki yang dua hari lalu dengan gagah berlagak seperti suami idaman sekarang benar-benar tak bernyali.
Zana Karunia istri sirinya itu dia tinggalkan begitu saja dirumah sakit karena dapat telpon ibunya kalau Firda belum pulang hingga malam hari.
Aina anaknya masih dirumah sakit sementara Firda belum ditemukan. Dia benar-benar merasa lelah jiwanya hingga dia terkulai lemas diatas sofa terbang ke alam mimpi karena kelelahan.
*
POV AUTHOR
Suara adzan subuh bertalu-talu di setiap musholla dan masjid sekitar rumah Bu Zahra. Wanita itu bergegas mengambil air wudlu dan menunaikan sholat.
Hawa dingin yang menusuk tulang tak menyurutkan niatnya untuk berjamaah di Musholla dekat rumah. Dalam sujud khusuknya dia selipkan doa untuk menantu kesayangannya agar terjaga keselamatan serta dilindungi dari segala hal yang jahat dimanapun dia berada.
Bulir-bulir bening merembes ke sajadahnya itu memohon pertolongan agar rumah tangga anak semata wayangnya itu diselamatkan.
Setelah puas mengadu pada sang kholiq bu Zahra bergegas pulang kerumahnya langsung kedapur membuatkan sarapan untuk para cucunya itu.
"Gunarso Bangunlah ! Segera mandi sana kemudian sholat subuh, mintalah pertolongan pada Alloh," gugah bu Zahra pada Gunarso yang masih terlentang di sofa itu.
Gunarso langsung bangkit dan melenggang masuk kamar mandi tanpa membantah sepatah katapun ibunya itu karena dia tahu bahwa wanita yang bijak itu masih marah padanya.
Tetesan air yang membasahi tubuh dan kepala Gunarso seakan mengembalikan seluruh tenaganya yang hilang dua hari ini.
Dia pijat-pijat kaki yang terasa bengkak itu dibawah shower air hangat. Lelaki itu sedikit merasakan kenyamanan dan kesegaran. Tiba-tiba dia teringat kalau hari ini Aina harus pulang.
Dia bergegas berganti pakaian dalam kamarnya, kemudian mencari dompet coklat kesayangannya itu. Gunarso harus membayar kekurangan biaya rumah sakit senilai lima juta rupiah.
"Ting,"
Notifikasi uang masuk berbunyi di ponselnya. Gunarso bergegas mencari pesan masuk dalam ponselnya tersebut karena hari ini memang hari gajian di perusahaanya. Dia bersyukur pas butuh uang pas gajian datang pikirnya.
Gunarso bertekat,"Satu persatu masalah dalam hidupku akan kuselesaikan dengan bijak."
Saat membuka notifikasi tertangkap dalam netra matanya di layar ponsel membikin sesak dadanya yang tadi mulai longgar. Dia seakan tak percaya melihat nilai nominal dalam M-banking itu. Lelaki itu terduduk lemas di pinggiran ranjang dalam kamarnya itu. Belum hilang rasa kagetnya, notifikasi dalam layar ponsel muncul kembali.
"Ting!"
Sekilas Gunarso menangkap tulisan yang masih berjalan itu mengenai laporan kinerjanya.Bersambung
Gunarso Hadi bertekat,"Satu persatu masalah dalam hidupku akan kuselesaikan dengan bijak."Saat membuka notifikasi tertangkap dalam netra matanya di layar ponsel membikin sesak dadanya yang tadi mulai longgar. Dia seakan tak percaya melihat nilai nominal dalam M-banking itu. Lelaki itu terduduk lemas di pinggiran ranjang dalam kamarnya itu. Belum hilang rasa kagetnya, notifikasi dalam layar ponsel muncul kembali."Ting!"Sekilas Gunarso menangkap tulisan yang masih berjalan itu mengenai laporan kinerjanya.Dengan gemetar tangan Gunarso memegang benda pipih warna biru langit seperti tanpa tulang. Matanya membeliak lebar memastikan nilai nominal yang tertera dalam notifikasi transfer bank dari perusahaannya yang hanya tiga juta rupiah saja seakan tak percaya."Aku harus menelep
GUNARSO BINGUNG#POV GUNARSOGila bener siapa laki-laki itu, tiba-tiba sudah akrab sekali dengan Firda pakai acara gendong-gendongan lagi. Sebenarnya apa yang terjadi pada Firda hingga dia nggak pulang dua hari ini.Kenapa kau telepon disaat yang tidak tepat begini Zana? Jika tidak kuangkat khawatir ada apa-apa dengan Aina. Jika kuangkat aku tidak bisa merebut Firda dari gendongan lelaki itu. Harga diriku sebagai laki-laki akan tercoreng.Aku hanya terdiam memegang tubuh Firda yang masih lengket pada lelaki itu."Ayo angkat ponselmu, bidadarimu sedang menunggu Mas, aku kan hanya setan, abaikan saja aku. Dia lebih butuh kamu sepertinya. Aku sudah ditemani dengan dokter Bion," gertak Firda.
Di Lantai 2Dion Aditama raharja membawa Firda kekamarnya dengan hati berbunga- bunga merasa dimenangkan oleh Firda dari suaminya.Begitu sudah memasuki kamar , Firda melihat suaminya pergi dia langsung berusaha melompat dari gendongan lelaki itu.Dion masih memeluknya dengan erat seakan sayang mau menurunkan wanita yang selalu mengisi hatinya itu. Dia pandangi wanita cantik dengan sejuta cinta terpancar dari wajahnya yang selalu menyunggingkan senyuman.Firda salah tingkah mendapat tatapan mesra dari mantannya itu, dia berusaha melepas pelukan Dion dan memintanya untuk menurunkannya.“Hai, turunkan aku. Jangan cari kesempatan,” kata Firda ketus sambil menyembunyikan semburat merah dipipinya itu.
Bu Zahra terpana sambil menatap wanita yang memakai setelan gamis warna daun kering itu. Berulangkali dia resapi untaian kata wanita yang selisih umurnya nggak beda jauh dengan usianya itu.Wanitu itu terus berterima kasih pada Gunarso yang telah berjasa mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk perjalanan umrohnya dengan fasilitas VIP.Belum habis kekagetannya, justeru yang di panggil bu Tukha oleh Gunarso itu mengira dirinya sebagai baby sitter untuk cucunya.Rasa pening kepala bu Zahra menyerang perlahan menusuk-nusuk kepalanya seakan ada rangkaian jarum yang terus tak berhenti gerak menghujam.Hati yang selama ini penuh kasih pada anak kesayangan yang bernama Gunarso berangsur melemah tak berdaya berganti rasa kecewa yang mendalam . Tetes demi tetes air mata berebut keluar dari manik mata lembut bu Zahra.Gunarso terdiam tanpa ekspresi, dia tidak berani bersit
Gunarso bergegas ke depan, matanya menatap kaget melihat siapa yang datang. Ternyata pak Tristan yang datang sang CEO di perusahaannya.Gunarso masih terkaget dari mana pak Tristan tahu rumahnya di Puri Cempaka Putih ini."Hai apa kabar Gun, lama kita tidak ketemu,""Eh ... iya ...Pak," jawab Gunarso terbata-bata merasa tertangkap basah karena sering mangkir kerja."Kemana saja Kau, hingga seluruh anak buahmu kutanya tidak ada yang tahu keberadaanmu," tanya pak Tristan menyelidik."Anu pak ... Itu anakku baru pulang dari rumah sakit," jawab Gunarso berlibet karena tegang.Pak Tristan membiarkan saja melihat Gunarso yang kebingungan celingak-celinguk bahkan sampai tidak memasukkan dirinya kedalam rumah."Sejak kapan kau pindah kesini? rumahmu bagus, kau pandai sekali investasi barang," ujar pak Tristan santai sedikit menyindir."Hampir dua tahun Pak," jawabnya singkat
POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]
Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij
Gunarso berjalan dengan gontai sambil mengacak-acak rambutnya menuju ruang tamu. Dia kebingungan harus berbuat apalagi semua ATM nya sudah terkuras habis. Bahkan surat mobilnya pun sudah masuk rumah gadai untuk tambahan biaya rumah sakit Aina. Dia mengepalkan tangannya sangat geram melihat kelakuan Zana yang menghamburkan uang seenaknya, tapi lelaki ini tidak bisa berbuat apa-apa."Bagaimana Pak ?" tanya para developer itu dengan agak sinis."Beri aku waktu satu minggu untuk melunasi semua tunggakan yang kumiliki. Jika gagal tidak bisa melunasi maka aku akan pergi dari rumah ini." Gunarso menegosiasi para developer dengan perasaan tidak nyaman."Baiklah Pak saya tunggu hingga minggu depan. Kami mohon pamit ? Semoga Bapak bisa menepati janji serta dimudahkan rizkinya,”Tiga lelaki dari developer Cempaka Puri itu berlalu dari hadapannya, G
Dua buah koper warna abu-abu metallic serta kecoklatan sudah terjejer rapi diruang keluarga. Tatap mata sendu Gunarso pada ibu yang melahirkannya serta mantan istrinya begitu mengiris hati. Sementara dua wanita dihadapannya itu tetap tak bergeming sedikitpun untuk menahan kepergian Gunarso.Bu Zahra melangkah perlahan mendekati anaknya."Gunarso jadilah laki-laki sejati, bertanggung jawablah dengan setiap perbuatan yang kau lakukan. Semoga yang terjadi hari ini menjadi pelajaran berharga untukmu. Ibu ikhlas kamu pergi semoga kamu mendapat kebahagiaan dengan pilihanmu saat ini."Bu Zahra memeluk anak semata wayangnya itu, sambil menepuk-nepuk punggung Gunarso. Walau bagaimanapun dia harus mengeraskan hati agar Gunarso tahu segala kesalahannya. Rasa cintanya terhadap Gunarso hari ini telah berbeda baginya, selama ini dia terus melindungi dan memaafkannya justeru tidak membuat lelaki yang hampir empat puluh tahun itu tidak belajar dari kehidupannya.Lelaki y
Dengan langkah yang hampir limbung Gunarso bangkit dari duduknya kemudian menuju mobil avanza yang tak berbentuk rupa itu.Berkali-kali dia mencoba berpikir begitu banyak yang terjadi dalam hidupnya dalam tiga bulan terakhir ini. Rumahnya di Cempaka Puri akan disita, terkena PHK, Aina masuk rumah sakit serta hari ini kehilangan istri yang dicintainya itu.Sepanjang perjalanan tak henti air mata penyesalannya terus menetes, bahkan hari ini dia tidak tahu harus melakukan apa dan tinggal dimana. Pikirannya kalut terus tertuju pada Firda yang menceraikannya beberapa saat yang lalu. Ingin sekali membela diri tapi dia tak mampu mengingat begitu banyak salah yang dia lakukan pada Firda.“Aku harus melakukan apa Tuhan, agar Firda kembali padaku? Haruskah aku menceraikan Zana Karunia wanita yang baru kunikahi hampir satu tahun itu. Wanita yang hari ini telah jadi ibu dari anakku y
Setelah diberi segelas air putih warga untuk menetralisir ketegangan di hati yang berdegup kencang itu. Gunarso melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan mobil yang penyok bumper depan. Dia sudah tidak memperdulikan rasa nyeri ditubuhnya yang menatap stang setir mobil. Dia lajukan terus sekuat tenaga dengan kecepatan tinggi.Lima menit kemudian nampak di netra matanya gedung Pengadilan Negeri Agama berdiri kokoh didepannya. Mobil avanza putih itu dia belokkan ketempat parkir terdekat. Semua mata yang ada disitu menatapnya dengan keheranan melihat kondisi mobil Gunarso. Begitu sampai dia bergegas turun dari mobilnya dengan sedikit pincang. Lelaki ini menatap nyalang disemua tempat yang dia lalui mencari keberadaan Firda.Hari ini ada tiga persidangan di pengadilan Negeri ini, Gunarso segera bertanya kepada resepsionis yang mengenakan hijab warna khaky itu.“Maaf bu, persidang
Gunarso berjalan dengan gontai sambil mengacak-acak rambutnya menuju ruang tamu. Dia kebingungan harus berbuat apalagi semua ATM nya sudah terkuras habis. Bahkan surat mobilnya pun sudah masuk rumah gadai untuk tambahan biaya rumah sakit Aina. Dia mengepalkan tangannya sangat geram melihat kelakuan Zana yang menghamburkan uang seenaknya, tapi lelaki ini tidak bisa berbuat apa-apa."Bagaimana Pak ?" tanya para developer itu dengan agak sinis."Beri aku waktu satu minggu untuk melunasi semua tunggakan yang kumiliki. Jika gagal tidak bisa melunasi maka aku akan pergi dari rumah ini." Gunarso menegosiasi para developer dengan perasaan tidak nyaman."Baiklah Pak saya tunggu hingga minggu depan. Kami mohon pamit ? Semoga Bapak bisa menepati janji serta dimudahkan rizkinya,”Tiga lelaki dari developer Cempaka Puri itu berlalu dari hadapannya, G
Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij
POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]
Gunarso bergegas ke depan, matanya menatap kaget melihat siapa yang datang. Ternyata pak Tristan yang datang sang CEO di perusahaannya.Gunarso masih terkaget dari mana pak Tristan tahu rumahnya di Puri Cempaka Putih ini."Hai apa kabar Gun, lama kita tidak ketemu,""Eh ... iya ...Pak," jawab Gunarso terbata-bata merasa tertangkap basah karena sering mangkir kerja."Kemana saja Kau, hingga seluruh anak buahmu kutanya tidak ada yang tahu keberadaanmu," tanya pak Tristan menyelidik."Anu pak ... Itu anakku baru pulang dari rumah sakit," jawab Gunarso berlibet karena tegang.Pak Tristan membiarkan saja melihat Gunarso yang kebingungan celingak-celinguk bahkan sampai tidak memasukkan dirinya kedalam rumah."Sejak kapan kau pindah kesini? rumahmu bagus, kau pandai sekali investasi barang," ujar pak Tristan santai sedikit menyindir."Hampir dua tahun Pak," jawabnya singkat
Bu Zahra terpana sambil menatap wanita yang memakai setelan gamis warna daun kering itu. Berulangkali dia resapi untaian kata wanita yang selisih umurnya nggak beda jauh dengan usianya itu.Wanitu itu terus berterima kasih pada Gunarso yang telah berjasa mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk perjalanan umrohnya dengan fasilitas VIP.Belum habis kekagetannya, justeru yang di panggil bu Tukha oleh Gunarso itu mengira dirinya sebagai baby sitter untuk cucunya.Rasa pening kepala bu Zahra menyerang perlahan menusuk-nusuk kepalanya seakan ada rangkaian jarum yang terus tak berhenti gerak menghujam.Hati yang selama ini penuh kasih pada anak kesayangan yang bernama Gunarso berangsur melemah tak berdaya berganti rasa kecewa yang mendalam . Tetes demi tetes air mata berebut keluar dari manik mata lembut bu Zahra.Gunarso terdiam tanpa ekspresi, dia tidak berani bersit
Di Lantai 2Dion Aditama raharja membawa Firda kekamarnya dengan hati berbunga- bunga merasa dimenangkan oleh Firda dari suaminya.Begitu sudah memasuki kamar , Firda melihat suaminya pergi dia langsung berusaha melompat dari gendongan lelaki itu.Dion masih memeluknya dengan erat seakan sayang mau menurunkan wanita yang selalu mengisi hatinya itu. Dia pandangi wanita cantik dengan sejuta cinta terpancar dari wajahnya yang selalu menyunggingkan senyuman.Firda salah tingkah mendapat tatapan mesra dari mantannya itu, dia berusaha melepas pelukan Dion dan memintanya untuk menurunkannya.“Hai, turunkan aku. Jangan cari kesempatan,” kata Firda ketus sambil menyembunyikan semburat merah dipipinya itu.