Bab 69Adam berusaha menjelaskan secara hati-hati. Dia menelan ludahnya sesaat sembari menatap wajah Ziyad dan Widya bergantian. Bibirnya tak lepas senyum saat melihat Widya yang takjub dengan tumpukan uang di dalam kotak itu."Apakah Tuan masih ingat dengan mahar yang Tuan bayarkan saat menikahi Nona Rayna? Uang di dalam kotak itu berjumlah 100 juta dan kami kira itu cukup sebagai pengganti apa yang telah Tuan keluarkan di saat Tuan menikahi Nona Rayna beberapa bulan yang lalu. Kami rasa itu semua impas, kan?""Benar sekali perkataan mereka, Ziyad. Kamu lepaskan saja wanita itu dan kamu mendapatkan uang ini. Uang ini bisa kamu gunakan untuk menikahi Ghina. Dengan begitu masalah akan selesai, bukan?" ujar Widya dengan mata berbinar."Benar sekali Bu Widya. Untuk apa juga Tuan mempertahankan pernikahan ini? Saya pikir tidak ada gunanya. Yang ada Tuan Ziyad dan Nona Rayna akan saling menyakiti," bujuk Damian."Betul sekali apa kata mereka, Ziyad." Widya menutup kembali kotak itu kemudi
Bab 70"Emang iya, tapi setidaknya aku sudah selangkah lebih maju," sahut Ravin memukul pelan lengan Bram. Sahabatnya yang satu itu selalu saja menggodanya.Ketiga lelaki itu tertawa bersamaan."Selamat ya, sudah bisa membuat wanita itu bercerai," ujar Bram lagi."Bukan aku yang membuat Rayna bercerai tetapi suaminya sendiri yang menjadi pemicunya. Kamu pikir aja deh, mana ada wanita yang sanggup mempertahankan rumah tangga bersama seorang suami yang tidak memberi nafkah, main tangan, bahkan selingkuh di depan matanya sendiri." Ravin merentangkan tangannya lebar-lebar. "Kalau aku berada di posisi Rayna sih, ogah banget!""Iya, aku mengerti." Bram menepuk pundak sahabatnya. "Sejauh kamu tidak melakukan hal-hal yang melebihi batas, is oke. Aku selalu mendukungmu.""Nah, gitu dong!" Bibir Ravin mengerucut.Jika sudah begini, tidak ada lagi formalitas di antara mereka. Bram, Adam dan Damian, sebenarnya mereka adalah sahabat Ravin yang sengaja bekerja untuk lelaki itu. Ravin beruntung, kar
Bab 71"Kamu jangan menyalahkan Ravin. Aku yang ingin bercerai dan ia sama sekali tidak pernah memaksaku. Dia hanya sekedar membantu dan tahu batasannya hanya itu." Rayna kembali angkat bicara. Lelaki itu tersenyum samar dengan kepolosan wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya ini. "Bagaimana mungkin seorang lelaki mau membantu seorang wanita sejauh ini? Terkecuali di hatinya memiliki rasa ingin memiliki wanita itu." "Sudahlah, Ziyad. Kita sudah sering membicarakan itu," sergah Rayna. "Ya, aku hanya ingin mengulanginya sekali lagi, karena aku tahu hari ini adalah penentuan. Hari ini hubungan kita berakhir. Namun sebelum semuanya berakhir, aku ingin minta maaf atas semua perlakuan buruk yang pernah kamu alami saat kita berumah tangga...." "Semua sudah berlalu dan aku sudah memaafkanmu," tandas Rayna. "Tidak, Rayna. Aku tahu semuanya masih terekam dalam ingatanmu. Aku hanya tidak ingin semua yang pernah kamu alami di saat bersamaku menjadi kenangan buruk seumur hidup
Bab 72"Kamu serius?" Rayna menatap manik-manik legam milik lelaki berumur 38 tahun ini. "Ini baru ketok palu, Ravin."Rayna mendesah. Sebulan setelah hakim pengadilan agama resmi ketok palu, Ravin kembali mengajaknya bertandang ke rumah utama."Aku serius. Aku ingin membawamu kepada mommy dan daddy. Kebetulan malam ini ada Vania di rumah. Tempo hari kamu belum ketemu sama dia, kan?""Apa tidak terlalu dini, Nak? Apa kata orang-orang nanti. Baru sebulan Rayna bercerai, tapi kamu sudah berani membawanya ke hadapan orang tuamu." Nafisa mengingatkan. Dia sungguh khawatir akan tanggapan orangtua Ravin terhadap putrinya. Maklum, mereka adalah keluarga kaya raya."Ini hanya sekedar kunjungan biasa, Ma. Mommy yang mengundang Rayna untuk datang dan makan malam bersama. Dulu pada saat Rayna pertama kali datang berkunjung, adikku Vania tidak ada di rumah. Padahal aku juga menceritakan tentang Rayna kepada Vania dan ia sangat penasaran dengan Rayna," ralat Ravin."Benarkah?" telisik perempuan t
Bab 73"Kamu Kak Amy?" Nafisa tak kalah terkejut. Dia menatap sosok wanita setengah baya di hadapannya. Penampilan nyonya Amyta terlihat sangat elegan meskipun model pakaian yang dikenakannya cukup sederhana. "Iya, aku Amy." Nyonya Amyta tak kuasa menahan rasa haru. Kedua wanita setengah baya itu berpelukan, menyisakan pertanyaan di benak Vania, Ravin dan Rayna. "Ma," tegur Rayna saat pelukan itu terurai. "Jadi ini Mama kamu, Rayna?" tanya nyonya Amyta. "Benar, Mom. Beliau ini adalah Mama Rayna. Apakah Mommy mengenalnya?" angguk perempuan muda itu. Nyonya Amyta tidak menjawab. Dia menarik tangan Nafisa menuju meja makan. Sementara itu tuan Elvan mengiringi dari belakang. Dia pun sangat terkejut dengan kehadiran seseorang yang pernah sangat mereka kenal di masa lalu. "Dik Aida ini adalah sahabat Mommy dan Daddy sewaktu kami masih tinggal di kampung. Saat itu kami baru saja menikah. Ravin belum lahir, apalagi Rayna. Dik Aida sendiri pun belum menikah," jelas tuan Elvan. "Aida?" su
Bab 74"Bagaimana, Ravin?" tegur tuan Elvan saat melihat kedua sejoli itu terdiam. Semua mata tertuju kepada Ravin dan Rayna yang terlihat salah tingkah. Rayna bahkan tak memiliki keberanian untuk sekedar berkata iya. "Kami saling menyukai, Mommy." Pernyataan itu akhirnya meluncur dari mulut Ravin. "Nah, kalau begitu, tunggu apa lagi? Segera saja kita resmikan," ucap tuan Elvan antusias. Nada suaranya menggebu-gebu. "Lagi pula tidak ada alasan buat kami untuk menunda-nunda. Ravin ini duda dan sudah seharusnya dia kembali memiliki seorang pendamping. Bukankah begitu, Dik Aida?" Nafisa mengangguk ragu. Ekor matanya melirik Rayna yang terlihat pucat pasi. "Kamu kenapa, Sayang? Kok seperti tidak semangat? Apakah kamu sedang tidak enak badan?" Mata Nyonya Amyta yang jeli menangkap perubahan kentara di wajah perempuan muda itu. "Tidak, Mom. Rayna baik-baik saja." Perempuan itu menjawab gugup sembari mencengkeram ujung jilbabnya. Hatinya sangat gelisah. "Terus kenapa?" Lagi-lagi nyony
Bab 75"Ziyad tidak bisa menerima kekurangan Rayna, karena Rayna tidak bisa mempersembahkan mahkotanya di saat malam pertama." Suara Ravin terbata-bata penuh penyesalan. "Apa?!" teriak nyonya Amyta. Wajahnya seketika merah padam dan itu terlihat menyeramkan di mata Rayna. "Apa yang sudah kamu lakukan, Rayna? Kamu...." Perempuan itu memegang dadanya. "Mommy mengenalmu sebagai wanita baik-baik. Tolong jelaskan semuanya kepada Mommy!" Pandangan nyonya Amyta seketika menghujam ulu hati Rayna. Terasa sangat sakit dan nyeri. Ekspresi dan kata-kata nyonya Amyta mengingatkannya pada reaksi Ziyad saat malam pertama mereka dulu. Tubuhnya serasa lemas seketika. "Jelaskan kepada Mommy, Rayna. Kenapa kamu sampai kehilangan semua itu sebelum waktunya? Mommy mengenalmu sebagai wanita baik-baik." Setitik air bening meluncur dari sudut mata perempuan itu. Lidahnya mendadak kelu. Nafisa hanya bisa memeluk putrinya, menepuk pundak perempuan itu. Sementara Nyonya Amyta masih saja memandang Rayna deng
Bab 76Saking asyiknya bermain ponsel, Rayna tak menyadari jikalau mobil sudah berhenti di depan gedung apartemen tempat tinggalnya. Sang sopir membukakan pintu mobil. Rayna dan Nafisa keluar dari mobil dan berjalan kaki menuju lift."Ma, tadi Ziyad mengirim pesan untukku. Dia ingin aku hadir di acara pernikahannya dengan Ghina. Apakah aku harus hadir ya?"Saat ini mereka tengah berada di dalam lift. Rayna menatap ibunya yang terlihat santai dengan pertanyaan putrinya."Kamu sudah tidak memiliki ikatan apapun dengan lelaki itu. Terserah kamu mau hadir atau tidak....""Tetapi bagaimana tanggapan Mama Widya, jikalau nanti Rayna hadir?""Jangan pernah berprasangka buruk kepada orang lain, karena prasangka bisa menjadi doa, Nak." Nafisa mengingatkan."Aku hanya sekedar menebak-nebak, Ma.""Iya." Tangan Nafisa terulur merangkul tubuh putrinya. Mereka berbarengan keluar dari lift menuju unit tempat tinggal mereka selama ini."Memangnya hari apa akad nikahnya?" tanya Nafisa penasaran."Hari