Beranda / Romansa / Noda Merah Malam Pertama / Mahar yang kau berikan

Share

Mahar yang kau berikan

Bab 3

Ziyad membiarkan tubuhnya dibelai oleh angin malam. Terasa dingin di persendian. Namun, lelaki itu tak perduli. Bermenit-menit waktu berlalu dan dia masih menatap ke bawah. Pemandangan kota dengan segala dinamikanya.

Andaikan tidak ada insiden malam ini, tentu ia menjadi orang yang paling berbahagia, karena tengah mencecap madu cinta. Ah, sudahlah. Ziyad menghembuskan nafas. Tangannya merogoh saku celana, mencari rokok dan korek api.

Dia mulai menyulut sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam lalu membuang asap nikotin itu melalui hidung dan mulutnya lantas lenyap tersapu angin malam.

*****

Rumah ini sebenarnya tidak terlalu besar, apalagi mewah. Namun, bagi Rayna yang terbiasa tinggal di rumah yang sangat sederhana, rumah ini seperti istana untuknya.

Rumah bergaya minimalis dengan ukuran halaman yang tidak terlalu luas. Di samping teras, masih ada sedikit lahan tempat menaruh berbagai jenis tanaman hias.

"Rayna, besok mama dan Selvi akan ke sini. Sekarang kita masuk. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, mampung mama dan Selvi belum sampai ke sini." Laki-laki itu mulai membuka pintu.

Rayna mengekor langkah Ziyad masuk ke dalam kamar.

"Tugasmu di rumah ini adalah mengurus rumah, masak, mencuci, melayani segala keperluan mama, Selvi dan juga diriku," ujar Ziyad.

"Aku mengerti. Tetapi apakah aku masih boleh bekerja di minimarket?" tawar Rayna.

"Tentu saja. Kamu memang harus bekerja di minimarket kalau tidak mau kelaparan, karena aku tidak akan memberikan sepeserpun uang kepadamu!" Lelaki itu tersenyum menyeringai.

"Oh, ya?" Rayna mengangkat wajahnya. "Baiklah, tidak apa-apa. Aku juga tidak berharap nafkah darimu. Aku tidak sudi menerima uang pemberian yang terpaksa."

Rayna berusaha untuk tetap tenang menghadapi Ziyad. Setelah berjam-jam memikirkan semuanya tadi malam, dia sudah mengambil kesimpulan. Dia tidak perlu mengemis apapun kepada Ziyad. Nafkah, perhatian, kasih sayang, apa pun itu. Dia hanya berpikir untuk menjalani kehidupannya dengan benar. Lagipula, dengan Ziyad tidak menceraikannya, tak perlu ada yang tahu bahwa sebenarnya dia sudah tak perawan saat menikah. Aibnya tertutupi. Baginya itu sudah impas.

"Sombong! Tapi baguslah kalau kamu mengerti posisimu sekarang. Jadi untuk ke depannya, jangan pernah kamu menuntut diperlakukan sebagai seorang istri. Di mataku, kamu hanya pembantu di sini. Pembantu gratisan! Sebenarnya bukan gratis sih, karena aku sudah membayar mahal maharmu!" sentak Ziyad.

Ziyad duduk di pinggir ranjang, sementara Rayna duduk di lantai usai menaruh tasnya di pojok ruangan.

"Aku sudah menawarkan kepadamu untuk mengembalikan mahar yang sudah kau berikan, walaupun sebenarnya itu sudah habis di gunakan untuk acara resepsi pernikahan kita," sahut Rayna. Dia menatap lekat wajah sang suami.

"Itu urusanmu, Rayna. Mau kau apakan mahar itu, aku tidak peduli. Dulu aku mengira kamu seorang wanita baik-baik, masih perawan. Tapi ternyata tidak!" sarkas Ziyad.

"Memang kesalahanku karena tidak jujur. Namun, pernahkah kamu berpikir sedikit saja, bagaimana seandainya posisi kita terbalik?" ujar Rayna.

"Dan pernahkah kamu juga berpikir sedikit saja, bagaimana seandainya posisi kita tertukar? Kamu sebagai seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita, lantas dia tidak mendapatkan sesuatu yang pertama?!"

"Tapi itu bukan kemauanku, Ziyad. Kamu tidak pernah mau mendengar penjelasanku!" pekik Rayna.

"Stop!" Ziyad menghentakkan kakinya ke lantai. "Tak ada yang perlu dijelaskan, Rayna. Jalanilah peranmu sekarang menjadi pembantu di rumah ini, sebagai pengganti dari harga dirimu yang telah kubayar tunai kemarin!"

"Kamu...." Rayna melotot. Sepasang mata itu memancarkan kilat kebencian. Belum pernah ia dihinakan seperti ini. "Jadi kamu menganggap mahar yang kau berikan itu sebagai bayaran atas diriku seperti kamu membeli seorang budak wanita?"

"Kalau iya, kenapa?" tantangnya. "Kamu mau protes? Atau, mungkin kamu ingin di viralkan di medsos sebagai seorang wanita yang tidak bisa mempersembahkan mahkotanya di malam pertama?" ancam laki-laki itu.

"Bukan begitu, Ziyad," ralatnya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Baiklah, kita akan segera memulai hubungan kita yang penuh sandiwara ini. Aku akan mengabdi padamu dan keluargamu. Aku akan menganggap mahar yang sudah kau berikan itu adalah hutang yang harus kubayar dengan tenagaku!"

Suara Rayna nyaris tanpa emosi. Dia mengucapkan kata-kata itu dengan jelas, tanpa ada keraguan sedikitpun. Baru sehari laki-laki ini menikahinya dan rupanya inilah sifatnya yang sebenarnya.

"Kamu masih ingat, kan, berapa maharku? Dan kamu bisa menghitung, kan, berapa gaji pembantu selama sebulan? jikalau waktu yang kuberikan untuk mengabdi kepadamu sudah sesuai dengan jumlah mahar yang sudah kamu berikan, berarti aku sudah bebas!"

Plak!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus wanita itu, membuat tubuhnya terhuyung beberapa detik.

"Kamu menamparku?" Iirih Rayna.

"Berani kamu ngomong begitu di hadapanku, hah?! Aku ini suamimu!" teriak Ziyad.

"Kamu bukan suamiku, tapi majikanku. Bukankah kamu sendiri yang tidak mengakuiku sebagai istri, tetapi hanya sebagai pembantu?!" Rayna balas berteriak. Mukanya merah padam.

*****

Rayna meringkuk di sudut ruangan.    Pertengkaran mereka sudah selesai beberapa saat yang lalu menyisakan gurat merah di pipi Rayna. Gadis itu mengusap pipinya berulang-ulang.

Matanya nanar menatap daun pintu yang dibanting oleh suaminya barusan. Rayna menghirup udara di sekelilingnya, berusaha membuat seluas-luasnya ruang di dalam hati agar dia selalu merasa lapang menghadapi semua ini.

Semua tak mudah untuk ia jalani. Dia sadar, tapi tak punya pilihan. Logikanya menyuruh berlepas dari laki-laki sebangsa Ziyad, tapi Ziyad tak mau melepaskannya. Apa mau di kata, nasi sudah menjadi bubur. Dia terlanjur terjebak dalam belenggu pernikahan ini.

Perempuan itu mulai membuka tasnya. Netranya langsung tertuju pada gaun pengantin yang menyembul dari dalam tas. Rayna tersenyum miris.

"Setidaknya aku pernah memakai gaun pengantin," ucapnya menghibur diri. Dia menarik gaun itu sepenuhnya, menciumnya dengan hati pedih.

"Aku harus menghadapi semuanya. Dia tidak ingin menceraikanku karena ingin membuatku tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi tak apa, Ziyad."

"Bahagia itu ada di hati dan aku harus bahagia dengan caraku sendiri," Rayna mengusap airmatanya, kemudian mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam tas, lalu memindahkannya ke dalam sebuah lemari kosong yang terletak di sudut ruangan.

Setelah selesai, ia bergegas keluar dari kamar. Di lihatnya sosok Ziyad yang tengah duduk di sofa. Rayna tak perduli. Dia terus melangkah ke dalam, mencari di mana letak ruang dapur.

Secara keseluruhan rumah ini sudah bersih dan terlihat terawat. Semua perabotan tertata rapi di tempatnya. Sepertinya Ziyad memang sudah menyiapkan semua ini. Sayang, Rayna tak bisa memenuhi ekspektasi sang suami yang berharap menikahi seorang gadis perawan. Sikap manisnya langsung berubah total sejak peristiwa malam pertama.

Rayna berusaha membuang segala pikiran negatif di otaknya. Kini dia sudah berada di dapur. Dia mulai membuka pintu kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan masakan, telor, tahu, tempe dan beberapa bumbu masakan.

Entah sudah berapa puluh menit waktu berlalu. Rayna masih asyik dengan kegiatannya. Bau harum masakan mulai memenuhi seisi dapur, menerbitkan selera makan.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
rustan talib
jgn sakit hati..masih banyak laki-laki didunia ini..dunia gak selebar daun kelor..suatu saat allah akan dipertemukan jodoh nya...kita dilahirkan didunia ini saling berpasang-pasangan selagi kita bersabar..
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Baca judul ch2 selanjutnya ada rayna selingkuh seneng bgt akhirnya ada jg ce tersiksa yg berselingkuh
goodnovel comment avatar
Ana Johana
Sakit hati betul .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status