Bab 2
Ziyad mendaratkan tubuhnya di sofa. Melihat itu, Rayna pun mendekat, lantas berlutut di depan laki-laki itu.
"Maafkan aku, Ziyad. Seharusnya aku bercerita kepadamu lebih dulu, kalau aku memang sudah tidak suci lagi," lirihnya penuh penyesalan.
Lelaki itu melengos. "Kamu takut untuk bercerita, kan? Kamu takut aku membatalkan pernikahan kita kalau aku tahu kamu sudah tidak suci lagi?!"
Ziyad memandang wajah wanita yang sebenarnya sangat dia cintai itu sekilas, lantas mengalihkan pandangannya ke salah satu sudut dinding yang memajang foto prewedding mereka.
"Tidak seharusnya kamu menipuku, Rayna. Kalau sudah begini, lantas siapa yang akan disalahkan? Aku atau kamu? Jikalau kamu jujur, mana mungkin aku mau menikahimu. Bagiku, seorang gadis tanpa kesucian itu sangat menjijikkan. Lain cerita kalau aku menikahi seorang janda. Dasar wanita murahan!" maki Ziyad. Lelaki menyilangkan kaki, seolah tak peduli dengan Rayna yang terus berlutut di hadapannya.
"Tidak seperti itu ceritanya, Ziyad. Dengar dulu penjelasanku!" sergah Rayna.
"Penjelasan yang mana?!" Sekarang laki-laki itu berkacak pinggang. Dia berdiri dari tempat duduknya. "Penjelasan kalau kamu memang pernah tidur bersama laki-laki lain, setelah itu kamu bertobat, kemudian kamu menikah denganku secara baik-baik. Begitu?"
"Aku sudah tak percaya lagi padamu, Rayna. Kamu wanita pembohong!" imbuhnya.
"Tidak seperti itu ceritanya, Ziyad." Rayna menggelengkan kepala. Lidahnya terasa kelu. Rayna tahu, bagaimanapun ia menjelaskan, tetap saja ia salah dalam hal ini. Ziyad akan tetap menganggap ia lalai menjaga dirinya sehingga tak bisa mempersembahkan mahkota yang sangat diinginkan oleh laki-laki manapun di kala malam pertama.
"Kalau memang kamu tidak mau mendengar penjelasanku, ya sudah. Sekarang, apa mau kamu?" tantang Rayna sembari mengangkat wajahnya.
"Aku akan meneruskan pernikahan ini, tetapi aku pastikan kamu tidak akan pernah berbahagia!"
"Apa maksudmu?" tanya Rayna.
"Aku akan membuatmu tidak bahagia dengan perkawinan kita. Itu balasan yang lebih tepat untuk wanita murahan sepertimu. Kalau aku menceraikanmu sekarang, itu terlalu gampang. Lagipula, aku tidak ingin keluarga kita menanggung malu!" Bola mata itu membesar, menatap tajam wanita yang masih berlutut di hadapannya. "Meskipun hatiku sakit, tapi pikiranku masih waras, Rayna!"
"Ziyad, kalau kamu memang tidak bisa menerimaku dengan kondisi yang seperti ini, kamu bisa menceraikanku. Kamu tidak perlu susah-susah menyiksaku. Kita bisa berpisah secara baik-baik. Soal biaya pernikahan yang sudah kamu keluarkan, aku akan mengembalikannya kepadamu secara mencicil," bujuk Rayna.
Dia memang sakit hati dengan sikap Ziyad yang berlebihan sebagai reaksi ketidaksuciannya di malam pertama, tetapi Rayna harus tetap tegar. Dia tidak mau terlihat lemah dimata Ziyad.
Semua ini memang salahnya. Dia yang tak jujur kepada Ziyad. Rayna pikir dengan cinta Ziyad yang terlihat tulus kepadanya, lelaki itu akan menerima apa adanya. Ah, ternyata lelaki itu sama saja. Mereka tetap menginginkan keperawanan sang istri, walaupun kenyataannya kebanyakan dari mereka juga tak lagi perjaka di malam pertama. Mereka tidak peduli apa dan bagaimana, lalu kenapa keperawanan seorang wanita bisa hilang. Namun, yang jelas wanita tanpa mahkota tetap dianggap sebagai wanita murahan!
Rayna mendesah. "Aku hanya tidak ingin di antara kita saling menyakiti. Kalau memang kamu tidak ingin menceraikanku, biarkan aku pulang ke rumah mama."
Ziyad tertawa keras mendengar ucapan Rayna yang ingin pulang ke rumah ibunya.
"Pulang? Begitu mudah kamu bilang ingin pulang ke rumah mama? Sementara kamu membiarkan aku menelan kekecewaan seperti?" ujar Ziyad berapi-api. Dia mengepalkan tangannya.
"Terus, apa maumu?" Rayna lantas berdiri. Dia rasa, tak ada gunanya dia berlutut untuk memohon belas kasihan laki-laki itu.
"Besok kita akan pulang ke rumahku. Kamu harus tinggal bersamaku, karena kamu istriku, walaupun hanya di atas kertas. Aku tidak akan pernah menceraikanmu. Jangan pernah mimpi hal itu akan terjadi, Rayna. Kamu harus menanggung kekecewaan karena tidak mendapatkan kebahagiaan yang kamu inginkan, seperti halnya yang kurasakan saat ini karena aku tidak bisa mendapatkan mahkotamu. Kita impas, kan?" Senyumnya begitu sinis.
"Kamu kejam, Ziyad!" teriak Rayna spontan.
"Aku kejam?!" balas Ziyad. Suara tawanya menggema diseluruh ruangan. "Salahmu sendiri yang tidak bisa menjaga diri dan membiarkan laki-laki lain menyentuhmu sebelum suamimu. Inilah akibat yang harus kamu tanggung, Wanita Murahan!" tunjuk Ziyad. Dia mendorong bahu Rayna, kemudian bergegas melangkah menuju ranjang.
"Sekarang aku mau tidur. Dan kamu...." Lelaki itu menunjuk sekali lagi. "Tidurlah di sofa atau di lantai. Aku tidak sudi tidur seranjang denganmu. Kamu menjijikkan!"
Rayna terdiam. Dia mengusap air matanya yang tiba-tiba saja berhamburan keluar dari sudut matanya.
Oh ... sesakit inikah menjadi wanita yang melewati malam pertama tanpa bisa mempersembahkan sebuah mahkota kepada pria yang sudah menikahinya? Namun, apalah dayanya. Waktu tak bisa diulang. Seandainya boleh memilih, dia juga tidak mau dia mengalami hal tersebut. Semua ini diluar kehendaknya.
Tidak berapa lama, dia mendengar dengkuran halus dari lelaki yang tengah berbaring di ranjang dan bergelung dengan selimut itu. Rayna melangkah dengan hati-hati mendekati ranjang.
Sesaat dipandanginya wajah suaminya. Wajah tampan yang dulu pernah memujanya begitu rupa. Namun, kini Ziyad justru berbalik membencinya mati-matian.
Rayna mengambil bantal dan selimut. Dia tidak mungkin tidur di sofa. Akhirnya dia memilih tidur di bawah, lantai yang berlapis karpet. Rayna merebahkan tubuhnya yang lelah, menghampar selimut diatas tubuhnya, berusaha memejamkan mata.
*****
Sebenarnya Ziyad tidak benar-benar tertidur. Dia hanya pura-pura mendengkur agar mereka bisa segera terbebas dari situasi yang tidak mengenakkan itu. Lelaki itu membuka matanya perlahan. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang wanita yang tengah tertidur di lantai hanya beralaskan karpet.
Jauh di lubuk hatinya ia merasa iba. Namun, rasa itu segera ditepisnya jauh-jauh. Perasaan sakit hati, benci dan merasa ditipu oleh sikap polos perempuan yang ia sebut sebagai istri itu. Dia mengenal Rayna sebagai wanita baik-baik. Gadis cantik berumur dua puluh tujuh tahun yang bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket. Perempuan sederhana dan memiliki perangai yang menarik. Dia sungguh tak menyangka jika Rayna tak lagi memiliki mahkota.
Ah, perempuan di mana-mana sama saja. Mereka tak lagi menghargai dirinya sendiri. Mereka terlalu mudah tergoda oleh rayuan laki-laki dan hanyut dalam buaian cinta semu. Berbagai pikiran buruk menyesaki isi kepalanya. Ziyad memijat kepalanya.
Dia sudah tak ingin mendengar penjelasan apapun dari Rayna. Baginya semua sudah jelas. Pintu surga di tubuh perempuan itu sudah terbuka dan dia bukanlah orang yang pertama. Itu sudah lebih dari cukup buatnya untuk mengambil kesimpulan.
Tak sanggup memandang wajah cantik itu lama-lama, lelaki muda itu bangkit dari tempat tidur, melangkah dengan hati-hati keluar dari kamar. Angin malam yang dingin membius tubuhnya saat ia berada di balkon hotel. Hotel berlantai sepuluh yang berada di pusat kota membuat ia begitu mudah melihat pemandangan malam kota metropolitan. Lampu-lampu yang berkelap-kelip di bawah sana seperti bintang yang berkendaraan di permukaan bumi.
Bab 3Ziyad membiarkan tubuhnya dibelai oleh angin malam. Terasa dingin di persendian. Namun, lelaki itu tak perduli. Bermenit-menit waktu berlalu dan dia masih menatap ke bawah. Pemandangan kota dengan segala dinamikanya.Andaikan tidak ada insiden malam ini, tentu ia menjadi orang yang paling berbahagia, karena tengah mencecap madu cinta. Ah, sudahlah. Ziyad menghembuskan nafas. Tangannya merogoh saku celana, mencari rokok dan korek api.Dia mulai menyulut sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam lalu membuang asap nikotin itu melalui hidung dan mulutnya lantas lenyap tersapu angin malam.*****Rumah ini sebenarnya tidak terlalu besar, apalagi mewah. Namun, bagi Rayna yang terbiasa tinggal di rumah yang sangat sederhana, rumah ini seperti istana untuknya.Rumah bergaya minimalis dengan ukuran halaman yang tidak terlalu l
Bab 4Bukan cuma memenuhi seisi dapur, ternyata bau masakan Rayna sampai ke ruang tamu, menyadarkan Ziyad yang tengah melamun di sofa. Lelaki itu bangkit dari tempat duduk saat dia merasakan perutnya keroncongan. Terakhir dia hanya sarapan di hotel dan itupun tak membuat perut kenyang. Maklum, porsi sarapan di hotel tidak sama dengan porsi sarapan orang kebanyakan, seperti mereka yang terbiasa sarapan dengan nasi komplit.Ziyad terus membawa kakinya menuju dapur. Dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh Rayna.Pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah sesosok perempuan yang tengah mengaduk masakan di panci. Penampilan Rayna sama seperti sebelumnya, saat mereka bertengkar di kamar barusan. Rupanya gadis itu belum berganti pakaian. Rambut sepundaknya diikat dengan karet gelang, memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus.Ziyad meneguk salivanya saat melihat keindahan itu,
Bab 5"Wah ternyata masakan kak Rayna enak ya, Ma." Suara Selvi terdengar riang. Dia bahkan mengambil salah satu bantal untuk menumpu kepalanya.Rayna yang akan keluar kamar seketika menghentikan langkah saat mendengar percakapan ibu dan anak itu, ibu mertua dan adik iparnya. Keduanya tengah asyik berbincang di ruang tengah sambil rebahan menonton televisi."Iya, memang enak, Selvi. Pantas saja kakakmu memilih perempuan itu. Ada untungnya juga sih, karena dengan begitu Mama tidak perlu masak lagi. Cukup Rayna saja yang masak di rumah ini," ujar ibunya. "Sekali-sekali lah Mama santai nggak usah kerja di dapur.""Iya, bener juga sih, Ma. Selvi juga tak perlu bantu beres-beres rumah. Sepertinya kak Rayna itu kampungan ya, Ma? Terlihat dari penampilannya yang udik begitu. Dia pasti tidak akan keberatan kalau harus
Bab 6Menjelang sore adalah saat pergantian shift. Setelah memastikan penggantinya sudah bisa melakukan tugasnya dengan baik, Rayna segera keluar dari gedung Al-Fatih Mart.Hari yang melelahkan. Dia tak menyangka harus terjadi drama konyol yang membuatnya malu sendiri. Membiarkan bahu dan pundaknya di elus-elus lelaki lain, walaupun lelaki itu melakukannya demi menenangkannya.Ah, kenapa gangguan kecemasan itu tak juga hilang dari dirinya? Semenjak peristiwa itu, ya sejak ia menemukan dirinya di sebuah kamar hotel bersama seorang laki-laki.Rayna terus melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Motor itu sudah butut dan sebenarnya sudah layak pensiun. Namun, Rayna sangat memerlukannya. Dia tidak mungkin terus-menerus menggunakan jasa ojek online yang akan berdampak pada semakin besarnya pengeluaran. Rayna harus berhemat karena ia harus mengirim uang untuk ibunya di kampung.
Bab 7"Malam itu dia begitu manis, meskipun dalam keadaan tak sadar. Aku pun juga begitu. Semua berjalan begitu saja. Aku juga tidak tahu kenapa aku sampai salah masuk kamar. Apa karena waktu itu aku sedang mabuk ya?" Ravin menghela nafas. Matanya menerawang, menatap langit-langit ruangan.Lima tahun sudah berlalu, tetapi peristiwa malam itu terpatri begitu kuat di benaknya. Masih terasa geliat tubuh indah yang berada di bawah kungkungannya, desahan dan erangan gadis itu, lalu pekikan tertahan saat lelaki itu berhasil merobek selaput daranya.Tak ada identitas apapun mengenai gadis yang pernah berbagi kehangatan semalam dengannya. Ravin tidak tahu siapa dia. Gadis itu keburu pergi sebelum ia bangun dari tidurnya, sebelum ia sempat mengenali lebih jauh. Wajahnya saja ia tidak terlalu kenal, karena malam itu kamar hotel dalam keadaan gelap. Percintaan panas itu hanya menuruti
Bab 8Rayna melongo saat membuka kulkas. Isi kulkas masih sama seperti tadi pagi ia tinggalkan pergi bekerja."Bukannya Ziyad telah memberikan sejumlah uang untuk Mama agar berbelanja bahan makanan? Apakah beliau tidak belanja hari ini?" Rayna bertanya-tanya dalam hati."Mama," panggil Rayna saat perempuan tua itu melintas di dapur. "Maaf, Ma. Aku lihat isi kulkas masih sama seperti tadi pagi aku tinggalkan. Apakah Mama tidak berbelanja tadi siang?""Lah, bukannya yang seharusnya belanja itu kamu? Kamu kan istrinya Ziyad? Kenapa Mama yang harus belanja?" sengit perempuan itu. Dia ikut-ikutan memeriksa isi kulkas yang memang tampak mulai kosong."Tapi Ziyad bilang, dia sudah memberikan sejumlah uang kepada Mama untuk belanja bahan makanan," sanggah Rayna. "Makanya aku tidak tahu apa-apa lagi dan pagi tadi langsung berangkat kerja tanp
Bab 9"Ya nggak seperti itu juga kali, Ma. Beberapa bulan terakhir ini kebutuhanku banyak. Aku juga harus lebih banyak menabung. Apalagi pesta pernikahanku dengan Rayna juga memakan biaya yang tidak sedikit." Lelaki itu tersenyum kecut mengingat pengorbanan yang menurutnya sia-sia karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya dari Rayna."Aku ini ibumu, Ziyad. Aku yang sudah melahirkanmu, susah payah membesarkanmu, apalagi setelah ayahmu meninggal. Memangnya kamu tidak mau menghargai sedikit saja pengorbanan Mama di masa lalu?" Widya menjeda suapannya sebentar."Aku sangat menghargai semua pengorbanan Mama, tetapi terus terang aku lagi banyak kebutuhan dan itu bukan karena Rayna. Sama sekali tidak! Aku harus banyak menabung. Rumah tangga itu bukan cuma untuk sehari dua hari, Ma. Masa depan itu jauh lebih penting.""Lantas kamu pikir Mama kamu ini bukan mas
Bab 10Pagi-pagi sekali Ravin bangun tidur. Lelaki itu segera mengenakan celana training dan baju kaos. Dia bermaksud untuk jalan-jalan di sekitar rumahnya. Beberapa hari mengamati Rayna melalui orang-orangnya membuat Ravin tahu kebiasaan wanita itu. Rayna akan menyapu halaman dan teras rumahnya di pagi buta.Ravin berjalan santai sembari menghirup udara yang masih segar. Beberapa pepohonan yang tumbuh di sekitar lingkungan perumahan itu membuat lelaki itu merasa semakin nyaman. Bibirnya tak henti mengembang senyum melihat sosok yang dicarinya tengah asyik menyapu halaman."Hei...!" serunya.Rayna menegakkan tubuh. Darahnya tersirap saat melihat sosok lelaki di hadapannya."Pak Ravin," lirih Rayna. Perempuan itu refleks membungkuk hormat."Iya, kamu masih ingat aku?""