Bab 66"Aku akan bertanggung jawab terhadap anak itu seandainya nanti setelah dia lahir, tes DNA membuktikan kalau dia adalah anakku. Aku akan bertanggung jawab dan memberikan haknya sebagai seorang anak, tetapi bukan dengan jalan menikahi ibunya," tegas Ziyad tanpa ragu sedikitpun. "Pemikiran macam apa ini, Ziyad?" bentak ibunya. "Dan kamu membiarkan putra-putrimu menjadi anak ibunya, bernasab kepada ibunya, bukan kepadamu?" tegur Rayna. Bolehkah sekarang kalau dia benar-benar kesal dengan lelaki yang akan berubah status menjadi mantan suaminya ini? Rayna benar-benar tak habis pikir. Bisa-bisanya dulu dia mencintai lelaki ini dan begitu mudah terbuai dengan semua sikap manis yang Ziyad pertunjukkan di saat keduanya menjalin hubungan cinta. "Benar kata Rayna. Memangnya kamu tidak memikirkan hal itu?" Kali ini sikap Widya jauh lebih lunak. Dia kembali mengamini perkataan Rayna. "Tapi aku mencintaimu, Rayna? Kamu ngerti nggak sih?" Rayna yang merasa lelah dengan semua perdebatan ya
Bab 67"Maaf, Ma. Mungkin kehadiranku di dekat Rayna saat ini membuat Mama meraaa kurang nyaman." "Kamu dan Rayna itu sudah sama-sama dewasa, sudah tahu apa yang baik dan buruk. Selama kalian bisa jaga sikap, Mama tidak masalah." Nafisa berusaha menekan semua yang mengganjal di hatinya. Jujur, dia belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan bahwa Ravin lah yang sudah merenggut mahkota kewanitaan dan itu pula yang menjadi sumber masalah di dalam rumah tangga putrinya. "Mama harap kamu bisa menempatkan posisimu, Nak Ravin. Jangan sampai nanti ada kesan, kamu lah yang merebut Rayna dari Ziyad." "Iya, Ma. Aku mengerti," angguk Ravin. Lelaki itu berusaha berlapang dada. Dia tahu, di awal Nafisa sangat berharap kepada Ziyad. Namun tiba-tiba saja, kenyataan berbalik 180 derajat dan ia harus menerima rencana perceraian putrinya dengan suaminya. Ibu manapun pasti akan kepikiran. "Rayna, apakah kamu memang benar-benar serius untuk menggugat cerai suamimu?" Kali ini netra setajam elang itu bera
Bab 68Ziyad meraih benda itu sebentar, kemudian segera meletakkan kembali ke tempatnya, menutup laci dan menguncinya lantas menutup pintu lemari.Tiba-tiba ponselnya berdering. Ziyad bergegas melangkah menuju pembaringan."Ravin?" Matanya seketika memicing. Tanpa ragu Ziyad menyentuh icon telepon berwarna hijau."Ada apa, Vin?" tanya Ziyad dengan dada berdebar."Sebentar lagi Adam dan Damian akan ke rumahmu. Kamu bisa menyerahkan buku nikah kalian kepada mereka," ujar Ravin dengan nada santai."Tak akan!" teriak Ziyad spontan. Giginya gemeretak."Apa hakmu mencampuri urusanku? Sampai segitu ngebetnya kamu ingin menikahi Rayna sehingga memaksakan perceraian ini? Jangan pernah bermimpi kamu bisa menikahinya karena aku takkan pernah menceraikannya!" ejek Ziyad. Saking geramnya, dia tak sadar menghentakkan kakinya ke lantai."Dengar ya, Ziyad, aku tidak pernah memaksakan perceraian ini. Rayna sendiri yang bilang kepadaku kalau dia memang ingin bercerai. Dia yang memintaku untuk membantun
Bab 69Adam berusaha menjelaskan secara hati-hati. Dia menelan ludahnya sesaat sembari menatap wajah Ziyad dan Widya bergantian. Bibirnya tak lepas senyum saat melihat Widya yang takjub dengan tumpukan uang di dalam kotak itu."Apakah Tuan masih ingat dengan mahar yang Tuan bayarkan saat menikahi Nona Rayna? Uang di dalam kotak itu berjumlah 100 juta dan kami kira itu cukup sebagai pengganti apa yang telah Tuan keluarkan di saat Tuan menikahi Nona Rayna beberapa bulan yang lalu. Kami rasa itu semua impas, kan?""Benar sekali perkataan mereka, Ziyad. Kamu lepaskan saja wanita itu dan kamu mendapatkan uang ini. Uang ini bisa kamu gunakan untuk menikahi Ghina. Dengan begitu masalah akan selesai, bukan?" ujar Widya dengan mata berbinar."Benar sekali Bu Widya. Untuk apa juga Tuan mempertahankan pernikahan ini? Saya pikir tidak ada gunanya. Yang ada Tuan Ziyad dan Nona Rayna akan saling menyakiti," bujuk Damian."Betul sekali apa kata mereka, Ziyad." Widya menutup kembali kotak itu kemudi
Bab 70"Emang iya, tapi setidaknya aku sudah selangkah lebih maju," sahut Ravin memukul pelan lengan Bram. Sahabatnya yang satu itu selalu saja menggodanya.Ketiga lelaki itu tertawa bersamaan."Selamat ya, sudah bisa membuat wanita itu bercerai," ujar Bram lagi."Bukan aku yang membuat Rayna bercerai tetapi suaminya sendiri yang menjadi pemicunya. Kamu pikir aja deh, mana ada wanita yang sanggup mempertahankan rumah tangga bersama seorang suami yang tidak memberi nafkah, main tangan, bahkan selingkuh di depan matanya sendiri." Ravin merentangkan tangannya lebar-lebar. "Kalau aku berada di posisi Rayna sih, ogah banget!""Iya, aku mengerti." Bram menepuk pundak sahabatnya. "Sejauh kamu tidak melakukan hal-hal yang melebihi batas, is oke. Aku selalu mendukungmu.""Nah, gitu dong!" Bibir Ravin mengerucut.Jika sudah begini, tidak ada lagi formalitas di antara mereka. Bram, Adam dan Damian, sebenarnya mereka adalah sahabat Ravin yang sengaja bekerja untuk lelaki itu. Ravin beruntung, kar
Bab 71"Kamu jangan menyalahkan Ravin. Aku yang ingin bercerai dan ia sama sekali tidak pernah memaksaku. Dia hanya sekedar membantu dan tahu batasannya hanya itu." Rayna kembali angkat bicara. Lelaki itu tersenyum samar dengan kepolosan wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya ini. "Bagaimana mungkin seorang lelaki mau membantu seorang wanita sejauh ini? Terkecuali di hatinya memiliki rasa ingin memiliki wanita itu." "Sudahlah, Ziyad. Kita sudah sering membicarakan itu," sergah Rayna. "Ya, aku hanya ingin mengulanginya sekali lagi, karena aku tahu hari ini adalah penentuan. Hari ini hubungan kita berakhir. Namun sebelum semuanya berakhir, aku ingin minta maaf atas semua perlakuan buruk yang pernah kamu alami saat kita berumah tangga...." "Semua sudah berlalu dan aku sudah memaafkanmu," tandas Rayna. "Tidak, Rayna. Aku tahu semuanya masih terekam dalam ingatanmu. Aku hanya tidak ingin semua yang pernah kamu alami di saat bersamaku menjadi kenangan buruk seumur hidup
Bab 72"Kamu serius?" Rayna menatap manik-manik legam milik lelaki berumur 38 tahun ini. "Ini baru ketok palu, Ravin."Rayna mendesah. Sebulan setelah hakim pengadilan agama resmi ketok palu, Ravin kembali mengajaknya bertandang ke rumah utama."Aku serius. Aku ingin membawamu kepada mommy dan daddy. Kebetulan malam ini ada Vania di rumah. Tempo hari kamu belum ketemu sama dia, kan?""Apa tidak terlalu dini, Nak? Apa kata orang-orang nanti. Baru sebulan Rayna bercerai, tapi kamu sudah berani membawanya ke hadapan orang tuamu." Nafisa mengingatkan. Dia sungguh khawatir akan tanggapan orangtua Ravin terhadap putrinya. Maklum, mereka adalah keluarga kaya raya."Ini hanya sekedar kunjungan biasa, Ma. Mommy yang mengundang Rayna untuk datang dan makan malam bersama. Dulu pada saat Rayna pertama kali datang berkunjung, adikku Vania tidak ada di rumah. Padahal aku juga menceritakan tentang Rayna kepada Vania dan ia sangat penasaran dengan Rayna," ralat Ravin."Benarkah?" telisik perempuan t
Bab 73"Kamu Kak Amy?" Nafisa tak kalah terkejut. Dia menatap sosok wanita setengah baya di hadapannya. Penampilan nyonya Amyta terlihat sangat elegan meskipun model pakaian yang dikenakannya cukup sederhana. "Iya, aku Amy." Nyonya Amyta tak kuasa menahan rasa haru. Kedua wanita setengah baya itu berpelukan, menyisakan pertanyaan di benak Vania, Ravin dan Rayna. "Ma," tegur Rayna saat pelukan itu terurai. "Jadi ini Mama kamu, Rayna?" tanya nyonya Amyta. "Benar, Mom. Beliau ini adalah Mama Rayna. Apakah Mommy mengenalnya?" angguk perempuan muda itu. Nyonya Amyta tidak menjawab. Dia menarik tangan Nafisa menuju meja makan. Sementara itu tuan Elvan mengiringi dari belakang. Dia pun sangat terkejut dengan kehadiran seseorang yang pernah sangat mereka kenal di masa lalu. "Dik Aida ini adalah sahabat Mommy dan Daddy sewaktu kami masih tinggal di kampung. Saat itu kami baru saja menikah. Ravin belum lahir, apalagi Rayna. Dik Aida sendiri pun belum menikah," jelas tuan Elvan. "Aida?" su