Bab 62Perempuan itu buru-buru memasukkan tespek ke dalam laci, kemudian mengusap wajahnya. Dia tersenyum tipis melihat sosok Ziyad yang tengah melangkah mendekat. "Ziyad," panggilnya. Ziyad mendaratkan tubuhnya di kursi, berseberangan dengan Ghina. "Iya, ada apa?" Menyadari siapa yang datang membuat Ghina akhirnya kembali menarik laci, mengambil benda itu, lalu menyerahkannya kepada Ziyad. "Garis dua, Ziyad. Aku hamil." "Apa?" teriak lelaki itu. Dia bahkan langsung berdiri. Tangannya tanpa sadar menggebrak meja hingga membuat bergetar benda-benda yang ada di atas meja. "Kamu hamil? Kok bisa?" Ghina hanya menunduk sembari mengiyakan dengan suara lirih. Muka Ziyad merah padam. Perasaannya bergejolak, antara rasa marah dan tak terima dengan kenyataan ini. "Kenapa kamu sampai hamil, hah? Memangnya kamu tidak menggunakan kontrasepsi atau jangan-jangan kamu sengaja mengikatku dengan kehamilan ini?" Matanya nyalang menatap perempuan di hadapannya. "Tidak, Ziyad. Hanya saja tidak ada
Bab 63Suara pintu yang ditutup dengan keras membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ghina kembali duduk di sofa tak jauh dari meja kerjanya. Satu kotak berisi nasi campur terletak begitu saja di atas meja depan sofa. Ghina sedang tidak selera makan. Dia hanya memilih meminum air putih demi menetralkan debaran jantungnya. Usai meletakkan gelas di atas meja, Ghina kembali bersandar. Kedua kakinya diangkat ke atas dengan posisi berselonjor, berusaha membuat tubuhnya rileks. Untuk beberapa saat ia memejamkan mata. Tanpa sadar perempuan itu mengelus perutnya yang masih rata. Memang tak ada gerakan apapun, tetapi beberapa bulan kemudian ia pasti akan merasakannya. Perutnya yang kian membesar tak akan bisa di tutupi lagi. Semua orang akan tahu kalau ia sedang mengandung. Sebelum semua itu terjadi, ia harus segera menikah dengan Ziyad, bagaimanapun caranya. Dia tidak mau meluncur ke jurang kehancuran. Ini Indonesia, bukan luar negeri. Seorang wanita yang hamil tanpa nikah, kemudian menja
Bab 64Perjalanan dari apartemen ke tempat tinggal Ziyad memakan waktu lebih dari satu jam. Selama itu juga tak ada percakapan sedikitpun antara Rayna, Adam dan Damian. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rayna menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel, sesekali membalas pesan dari Ravin. Segaris senyum terbit dari bibirnya saat membaca pesan lelaki itu. Ravin yang selalu mensupport apapun yang ia lakukan.Tak terasa mereka sudah sampai di kompleks perumahan, tempat Ziyad tinggal. Dadanya berdesir. Berbulan-bulan ia meninggalkan kawasan ini. Tak ada yang berubah.Tatkala mobilnya melewati rumah yang pernah ditinggali oleh Ravin, dadanya semakin berdegup. Semua kenangan di rumah itu bertebaran di benaknya. Dia pernah merasakan tinggal di rumah itu walaupun hanya beberapa hari.Tak pernah sedikitpun terbesit di benaknya bahwa ada seorang lelaki tampan dan gagah yang begitu gigih mengejar-ngejarnya dengan cara seperti ini. Seorang Arzan Ravindra Malik Narendra rela tinggal di
Bab 65 "Karena dia adalah istriku, Ma. Ada hati yang harus aku jaga. Meskipun terlambat aku menyadari, aku harus mengakui ternyata Rayna adalah istriku, istri yang terbaik untukku. Aku tidak menginginkan wanita lain. Aku mohon Mama mengerti!" Ziyad menangkupkan tangan di dadanya"Tetapi dia sudah menginginkan pisah darimu. Kenapa tidak kamu kabulkan saja? Mama pikir Rayna benar. Daripada diantara kalian saling menyakiti, lebih baik kalian berpisah." Kali ini Widya sengaja mengamini ucapan Rayna demi membujuk Ziyad agar segera memberikan berkas-berkas yang Rayna inginkan.Dengan memberikan berkas-berkas yang Rayna inginkan, tentu saja Ziyad tidak akan mengeluarkan uang sepesar pun untuk proses perceraian itu. Itulah yang ada dalam pikirannya.Wanita tua itu memang sangat perhitungan, terutama kepada Rayna, menantunya sendiri. Sejak awal dia selalu meminta pengabdian Ziyad dengan cara memberikan seluruh gaji kepadanya dan Selvi. Sedangkan penghasilan Rayna pun ia inginkan untuk mencuku
Bab 66"Aku akan bertanggung jawab terhadap anak itu seandainya nanti setelah dia lahir, tes DNA membuktikan kalau dia adalah anakku. Aku akan bertanggung jawab dan memberikan haknya sebagai seorang anak, tetapi bukan dengan jalan menikahi ibunya," tegas Ziyad tanpa ragu sedikitpun. "Pemikiran macam apa ini, Ziyad?" bentak ibunya. "Dan kamu membiarkan putra-putrimu menjadi anak ibunya, bernasab kepada ibunya, bukan kepadamu?" tegur Rayna. Bolehkah sekarang kalau dia benar-benar kesal dengan lelaki yang akan berubah status menjadi mantan suaminya ini? Rayna benar-benar tak habis pikir. Bisa-bisanya dulu dia mencintai lelaki ini dan begitu mudah terbuai dengan semua sikap manis yang Ziyad pertunjukkan di saat keduanya menjalin hubungan cinta. "Benar kata Rayna. Memangnya kamu tidak memikirkan hal itu?" Kali ini sikap Widya jauh lebih lunak. Dia kembali mengamini perkataan Rayna. "Tapi aku mencintaimu, Rayna? Kamu ngerti nggak sih?" Rayna yang merasa lelah dengan semua perdebatan ya
Bab 67"Maaf, Ma. Mungkin kehadiranku di dekat Rayna saat ini membuat Mama meraaa kurang nyaman." "Kamu dan Rayna itu sudah sama-sama dewasa, sudah tahu apa yang baik dan buruk. Selama kalian bisa jaga sikap, Mama tidak masalah." Nafisa berusaha menekan semua yang mengganjal di hatinya. Jujur, dia belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan bahwa Ravin lah yang sudah merenggut mahkota kewanitaan dan itu pula yang menjadi sumber masalah di dalam rumah tangga putrinya. "Mama harap kamu bisa menempatkan posisimu, Nak Ravin. Jangan sampai nanti ada kesan, kamu lah yang merebut Rayna dari Ziyad." "Iya, Ma. Aku mengerti," angguk Ravin. Lelaki itu berusaha berlapang dada. Dia tahu, di awal Nafisa sangat berharap kepada Ziyad. Namun tiba-tiba saja, kenyataan berbalik 180 derajat dan ia harus menerima rencana perceraian putrinya dengan suaminya. Ibu manapun pasti akan kepikiran. "Rayna, apakah kamu memang benar-benar serius untuk menggugat cerai suamimu?" Kali ini netra setajam elang itu bera
Bab 68Ziyad meraih benda itu sebentar, kemudian segera meletakkan kembali ke tempatnya, menutup laci dan menguncinya lantas menutup pintu lemari.Tiba-tiba ponselnya berdering. Ziyad bergegas melangkah menuju pembaringan."Ravin?" Matanya seketika memicing. Tanpa ragu Ziyad menyentuh icon telepon berwarna hijau."Ada apa, Vin?" tanya Ziyad dengan dada berdebar."Sebentar lagi Adam dan Damian akan ke rumahmu. Kamu bisa menyerahkan buku nikah kalian kepada mereka," ujar Ravin dengan nada santai."Tak akan!" teriak Ziyad spontan. Giginya gemeretak."Apa hakmu mencampuri urusanku? Sampai segitu ngebetnya kamu ingin menikahi Rayna sehingga memaksakan perceraian ini? Jangan pernah bermimpi kamu bisa menikahinya karena aku takkan pernah menceraikannya!" ejek Ziyad. Saking geramnya, dia tak sadar menghentakkan kakinya ke lantai."Dengar ya, Ziyad, aku tidak pernah memaksakan perceraian ini. Rayna sendiri yang bilang kepadaku kalau dia memang ingin bercerai. Dia yang memintaku untuk membantun
Bab 69Adam berusaha menjelaskan secara hati-hati. Dia menelan ludahnya sesaat sembari menatap wajah Ziyad dan Widya bergantian. Bibirnya tak lepas senyum saat melihat Widya yang takjub dengan tumpukan uang di dalam kotak itu."Apakah Tuan masih ingat dengan mahar yang Tuan bayarkan saat menikahi Nona Rayna? Uang di dalam kotak itu berjumlah 100 juta dan kami kira itu cukup sebagai pengganti apa yang telah Tuan keluarkan di saat Tuan menikahi Nona Rayna beberapa bulan yang lalu. Kami rasa itu semua impas, kan?""Benar sekali perkataan mereka, Ziyad. Kamu lepaskan saja wanita itu dan kamu mendapatkan uang ini. Uang ini bisa kamu gunakan untuk menikahi Ghina. Dengan begitu masalah akan selesai, bukan?" ujar Widya dengan mata berbinar."Benar sekali Bu Widya. Untuk apa juga Tuan mempertahankan pernikahan ini? Saya pikir tidak ada gunanya. Yang ada Tuan Ziyad dan Nona Rayna akan saling menyakiti," bujuk Damian."Betul sekali apa kata mereka, Ziyad." Widya menutup kembali kotak itu kemudi