Rayna mau ngapain ya menyambangi rumah Ziyad?
Bab 64Perjalanan dari apartemen ke tempat tinggal Ziyad memakan waktu lebih dari satu jam. Selama itu juga tak ada percakapan sedikitpun antara Rayna, Adam dan Damian. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rayna menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel, sesekali membalas pesan dari Ravin. Segaris senyum terbit dari bibirnya saat membaca pesan lelaki itu. Ravin yang selalu mensupport apapun yang ia lakukan.Tak terasa mereka sudah sampai di kompleks perumahan, tempat Ziyad tinggal. Dadanya berdesir. Berbulan-bulan ia meninggalkan kawasan ini. Tak ada yang berubah.Tatkala mobilnya melewati rumah yang pernah ditinggali oleh Ravin, dadanya semakin berdegup. Semua kenangan di rumah itu bertebaran di benaknya. Dia pernah merasakan tinggal di rumah itu walaupun hanya beberapa hari.Tak pernah sedikitpun terbesit di benaknya bahwa ada seorang lelaki tampan dan gagah yang begitu gigih mengejar-ngejarnya dengan cara seperti ini. Seorang Arzan Ravindra Malik Narendra rela tinggal di
Bab 65 "Karena dia adalah istriku, Ma. Ada hati yang harus aku jaga. Meskipun terlambat aku menyadari, aku harus mengakui ternyata Rayna adalah istriku, istri yang terbaik untukku. Aku tidak menginginkan wanita lain. Aku mohon Mama mengerti!" Ziyad menangkupkan tangan di dadanya"Tetapi dia sudah menginginkan pisah darimu. Kenapa tidak kamu kabulkan saja? Mama pikir Rayna benar. Daripada diantara kalian saling menyakiti, lebih baik kalian berpisah." Kali ini Widya sengaja mengamini ucapan Rayna demi membujuk Ziyad agar segera memberikan berkas-berkas yang Rayna inginkan.Dengan memberikan berkas-berkas yang Rayna inginkan, tentu saja Ziyad tidak akan mengeluarkan uang sepesar pun untuk proses perceraian itu. Itulah yang ada dalam pikirannya.Wanita tua itu memang sangat perhitungan, terutama kepada Rayna, menantunya sendiri. Sejak awal dia selalu meminta pengabdian Ziyad dengan cara memberikan seluruh gaji kepadanya dan Selvi. Sedangkan penghasilan Rayna pun ia inginkan untuk mencuku
Bab 66"Aku akan bertanggung jawab terhadap anak itu seandainya nanti setelah dia lahir, tes DNA membuktikan kalau dia adalah anakku. Aku akan bertanggung jawab dan memberikan haknya sebagai seorang anak, tetapi bukan dengan jalan menikahi ibunya," tegas Ziyad tanpa ragu sedikitpun. "Pemikiran macam apa ini, Ziyad?" bentak ibunya. "Dan kamu membiarkan putra-putrimu menjadi anak ibunya, bernasab kepada ibunya, bukan kepadamu?" tegur Rayna. Bolehkah sekarang kalau dia benar-benar kesal dengan lelaki yang akan berubah status menjadi mantan suaminya ini? Rayna benar-benar tak habis pikir. Bisa-bisanya dulu dia mencintai lelaki ini dan begitu mudah terbuai dengan semua sikap manis yang Ziyad pertunjukkan di saat keduanya menjalin hubungan cinta. "Benar kata Rayna. Memangnya kamu tidak memikirkan hal itu?" Kali ini sikap Widya jauh lebih lunak. Dia kembali mengamini perkataan Rayna. "Tapi aku mencintaimu, Rayna? Kamu ngerti nggak sih?" Rayna yang merasa lelah dengan semua perdebatan ya
Bab 67"Maaf, Ma. Mungkin kehadiranku di dekat Rayna saat ini membuat Mama meraaa kurang nyaman." "Kamu dan Rayna itu sudah sama-sama dewasa, sudah tahu apa yang baik dan buruk. Selama kalian bisa jaga sikap, Mama tidak masalah." Nafisa berusaha menekan semua yang mengganjal di hatinya. Jujur, dia belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan bahwa Ravin lah yang sudah merenggut mahkota kewanitaan dan itu pula yang menjadi sumber masalah di dalam rumah tangga putrinya. "Mama harap kamu bisa menempatkan posisimu, Nak Ravin. Jangan sampai nanti ada kesan, kamu lah yang merebut Rayna dari Ziyad." "Iya, Ma. Aku mengerti," angguk Ravin. Lelaki itu berusaha berlapang dada. Dia tahu, di awal Nafisa sangat berharap kepada Ziyad. Namun tiba-tiba saja, kenyataan berbalik 180 derajat dan ia harus menerima rencana perceraian putrinya dengan suaminya. Ibu manapun pasti akan kepikiran. "Rayna, apakah kamu memang benar-benar serius untuk menggugat cerai suamimu?" Kali ini netra setajam elang itu bera
Bab 68Ziyad meraih benda itu sebentar, kemudian segera meletakkan kembali ke tempatnya, menutup laci dan menguncinya lantas menutup pintu lemari.Tiba-tiba ponselnya berdering. Ziyad bergegas melangkah menuju pembaringan."Ravin?" Matanya seketika memicing. Tanpa ragu Ziyad menyentuh icon telepon berwarna hijau."Ada apa, Vin?" tanya Ziyad dengan dada berdebar."Sebentar lagi Adam dan Damian akan ke rumahmu. Kamu bisa menyerahkan buku nikah kalian kepada mereka," ujar Ravin dengan nada santai."Tak akan!" teriak Ziyad spontan. Giginya gemeretak."Apa hakmu mencampuri urusanku? Sampai segitu ngebetnya kamu ingin menikahi Rayna sehingga memaksakan perceraian ini? Jangan pernah bermimpi kamu bisa menikahinya karena aku takkan pernah menceraikannya!" ejek Ziyad. Saking geramnya, dia tak sadar menghentakkan kakinya ke lantai."Dengar ya, Ziyad, aku tidak pernah memaksakan perceraian ini. Rayna sendiri yang bilang kepadaku kalau dia memang ingin bercerai. Dia yang memintaku untuk membantun
Bab 69Adam berusaha menjelaskan secara hati-hati. Dia menelan ludahnya sesaat sembari menatap wajah Ziyad dan Widya bergantian. Bibirnya tak lepas senyum saat melihat Widya yang takjub dengan tumpukan uang di dalam kotak itu."Apakah Tuan masih ingat dengan mahar yang Tuan bayarkan saat menikahi Nona Rayna? Uang di dalam kotak itu berjumlah 100 juta dan kami kira itu cukup sebagai pengganti apa yang telah Tuan keluarkan di saat Tuan menikahi Nona Rayna beberapa bulan yang lalu. Kami rasa itu semua impas, kan?""Benar sekali perkataan mereka, Ziyad. Kamu lepaskan saja wanita itu dan kamu mendapatkan uang ini. Uang ini bisa kamu gunakan untuk menikahi Ghina. Dengan begitu masalah akan selesai, bukan?" ujar Widya dengan mata berbinar."Benar sekali Bu Widya. Untuk apa juga Tuan mempertahankan pernikahan ini? Saya pikir tidak ada gunanya. Yang ada Tuan Ziyad dan Nona Rayna akan saling menyakiti," bujuk Damian."Betul sekali apa kata mereka, Ziyad." Widya menutup kembali kotak itu kemudi
Bab 70"Emang iya, tapi setidaknya aku sudah selangkah lebih maju," sahut Ravin memukul pelan lengan Bram. Sahabatnya yang satu itu selalu saja menggodanya.Ketiga lelaki itu tertawa bersamaan."Selamat ya, sudah bisa membuat wanita itu bercerai," ujar Bram lagi."Bukan aku yang membuat Rayna bercerai tetapi suaminya sendiri yang menjadi pemicunya. Kamu pikir aja deh, mana ada wanita yang sanggup mempertahankan rumah tangga bersama seorang suami yang tidak memberi nafkah, main tangan, bahkan selingkuh di depan matanya sendiri." Ravin merentangkan tangannya lebar-lebar. "Kalau aku berada di posisi Rayna sih, ogah banget!""Iya, aku mengerti." Bram menepuk pundak sahabatnya. "Sejauh kamu tidak melakukan hal-hal yang melebihi batas, is oke. Aku selalu mendukungmu.""Nah, gitu dong!" Bibir Ravin mengerucut.Jika sudah begini, tidak ada lagi formalitas di antara mereka. Bram, Adam dan Damian, sebenarnya mereka adalah sahabat Ravin yang sengaja bekerja untuk lelaki itu. Ravin beruntung, kar
Bab 71"Kamu jangan menyalahkan Ravin. Aku yang ingin bercerai dan ia sama sekali tidak pernah memaksaku. Dia hanya sekedar membantu dan tahu batasannya hanya itu." Rayna kembali angkat bicara. Lelaki itu tersenyum samar dengan kepolosan wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya ini. "Bagaimana mungkin seorang lelaki mau membantu seorang wanita sejauh ini? Terkecuali di hatinya memiliki rasa ingin memiliki wanita itu." "Sudahlah, Ziyad. Kita sudah sering membicarakan itu," sergah Rayna. "Ya, aku hanya ingin mengulanginya sekali lagi, karena aku tahu hari ini adalah penentuan. Hari ini hubungan kita berakhir. Namun sebelum semuanya berakhir, aku ingin minta maaf atas semua perlakuan buruk yang pernah kamu alami saat kita berumah tangga...." "Semua sudah berlalu dan aku sudah memaafkanmu," tandas Rayna. "Tidak, Rayna. Aku tahu semuanya masih terekam dalam ingatanmu. Aku hanya tidak ingin semua yang pernah kamu alami di saat bersamaku menjadi kenangan buruk seumur hidup
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de