Bab 38
Rayna menatap lelaki itu dalam-dalam. Ingin rasanya ia menelan lelaki itu bulat-bulat, tetapi saat ini ia harus bisa bersikap setenang mungkin demi menjatuhkan mental lelaki itu.
"Mungkin bagimu, iya. Pada kenyataannya bukan Ravin yang membuat rumah tangga kita hancur, tetapi justru kamu sendiri. Dari awal kamulah yang membuat masalah."
"Apa kamu masih belum juga mengerti?! Sejak awal, kamu lah yang membuat masalah. Seandainya kamu waktu itu masih tersegel, tidak akan pernah terjadi drama di dalam rumah kita. Kamu pikir menerima kondisi seorang istri yang sudah tidak perawan itu mudah?!" Suara Ziyad menggelegar
"Ziyad, keperawanan ataupun keperjakaan sebenarnya sama saja. Bukan cuma seorang wanita yang dituntut untuk menjaga kehormatan dirinya, tetapi juga laki-laki. Seseorang yang sudah pernah melakukan hubungan intim di luar nikah, jangan pernah berharap mendapatkan pasan
Bab 39"Aku minta maaf sudah membuatmu seperti ini," ujar Ziyad. Dia mencoba untuk mengalah. "Kamu boleh melakukan apapun dan tinggal di manapun yang membuatmu nyaman, asal jangan menjalin hubungan dengan lelaki lain." "Jangan lupakan dengan perselingkuhanmu," ujar Rayna mengingatkan. Dia benar-benar muak dengan larangan Ziyad yang satu itu. "Kamu pikir hati wanita itu terbuat dari batu? Bayangkan aja, aku melihat suamiku tengah bergumul dengan wanita lain, di depan mataku dan di ranjangku. Kamu pikir hatiku tidak hancur?" Perempuan itu memegang dadanya sembari bersandar di dinding. "Bagaimana kalau kita mulai semuanya dari awal lagi. Ya anggap aja sekarang kita sedang pacaran. Aku akan memutuskan Ghina...." "Lebih baik kamu teruskan hubunganmu dengan Ghina. Kulihat dia sangat mencintaimu, sampai rela melakukan segala cara untuk mendapatkanmu," tukas Rayna. Tubuhnya lantas merosot dan akhirnya terduduk di lantai. "Hubungan kami sifatnya hanya bersenang-senang, Rayna..." "Itu bag
Bab 40Saat ini keduanya telah berpakaian rapi dan duduk di pinggir ranjang. "Ada apa, Ziyad?" tanya Ghina. "Maaf, Ghin, kurasa hubungan kita cukup sampai disini. Aku tidak bisa meneruskan hubungan ini. Ini salah, Ghin...." "Hubungan kita sudah sejauh ini, baru kamu sadari kalau itu salah?" Sepasang mata indah itu langsung melotot. "Maaf." Ziyad menangkupkan tangan di dadanya. Wajahnya memerah. "Salahku apa, Ziyad? Kekuranganku apa? Aku sudah memberikan semuanya untukmu...." "Kamu tidak memiliki kekurangan apapun," sergah Ziyad buru-buru. "Aku hanya ingin memperbaiki rumah tangga serta hubunganku dengan Rayna. Semuanya kacau setelah aku kembali berhubungan sama kamu." "Tapi dia juga berhubungan dengan lelaki lain...." "Aku tahu. Justru karena itu aku ingin merengkuhnya kembali agar lelaki itu tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Rayna." Tiba-tiba perempuan itu berdiri. Dia berkacak pinggang dengan mata melotot menatap Ziyad dengan beringas. "Lagi-lagi Rayna. Kenapa
Bab 41Ziyad berdiri mematung di depan minimarket. Sebelumnya ia telah memasuki tempat itu dan bertanya kepada Tiara dan Soraya, tetapi keduanya menjawab tidak tahu. Hari ini Rayna tidak masuk kerja."Kamu kemana, Rayna?" Lelaki itu mengeluh. Berkali-kali ia berusaha menghubungi wanita itu lewat ponsel, tetapi nomor ponselnya selalu tidak aktif. lelaki itu meremas keras tangannya setelah menaruh ponsel di saku celananya. Dia benar-benar frustasi."Ravin...!" rasanya Ziyad ingin berteriak dan memaki-maki lelaki yang kini berhasil membawa Rayna itu. Namun ia malu dengan orang-orang yang lalu-lalang di jalanan serta para pengunjung minimarket yang datang dan pergi silih berganti untuk berbelanja."Harus kemana lagi aku mencarimu, Rayna?" Lelaki itu menatap dua bungkus bubur ayam yang masih tergantung di stang motornya. Kini dia sudah tidak memiliki selera un
Bab 42"Itu hanya pendapat pribadiku saja, Rayna. Kalau kamu punya pendapat lain, its oke. Aku tidak akan memaksakan pendapatku." Lelaki itu melirik arloji di pergelangan tangannya. "Maaf ya, sekarang aku berangkat dulu. Nanti malam kita ketemu lagi.""Kok malam?" protes Rayna. "Bukannya kamu sudah janji tidak akan menginap?""Tentu saja aku tidak akan menginap. Kurasa makan malam sembari ngobrol bisa menjadi momen yang menyenangkan."Perempuan itu kembali tersenyum manis. Sebenarnya ia hanya bermaksud menguji lelaki ini. "Baiklah, nanti aku akan masak untukmu. Kamu semangat ya, kerjanya.""Aku selalu bersemangat dengan support dari kamu." Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya. Mereka melangkah beriringan. Rayna mengantar Ravin sampai di depan pintu.Ravin melambaikan tangan sebelum langkah panjangnya menyusuri lorong apartemen ini dan nantinya akan berakhir saat ia memasuki lift.Rayna menutup pintu dan segera menguncinya. Dia kembali melangkah menuju dapur. Perempuan itu dengan ce
Bab 43Setelah selesai makan malam, keduanya berpindah tempat. Ravin dan Rayna duduk bersisian di balkon.Berdekatan dengan Rayna membuatnya merasa tenang. Rayna seperti mood booster buat Ravin, di tengah padatnya pekerjaan yang mesti ia tangani setiap hari.Dia tak tahu entah kapan bisa memiliki perempuan disisinya ini seutuhnya. Namun, buat Ravin tak ada istilah untuk pesimis. Apalagi sikap Rayna sudah mulai terbuka dan bisa menerima kehadirannya.Meskipun nyatanya masih jauh dari harapan, tetapi bisa menggenggam dan mengecup tangan perempuan disisinya ini tanpa penolakan merupakan sesuatu yang teramat wah buat Ravin. Sangat berbeda sensasinya di bandingkan dengan perempuan-perempuan agresif yang selama ini seakan berlomba mendekatinya."Aku mengenal Bella saat kami sama-sama kuliah di luar negeri." Ravin mengawali ceritanya. "Setelah aku selesai kuliah, kami pun menikah. Bella akhirnya merelakan kuliahnya demi menikah denganku dan tinggal di Indonesia, padahal waktu itu setahun lag
Bab 44Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, Ravin dan Rayna sampai di tempat tujuan.Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Ravin membuka kaca mobil dan menjulurkan kepalanya. Dia mengangguk ramah kepada dua orang penjaga yang tengah duduk di pos penjagaan. Salah satu diantaranya bangkit, berdiri dan melangkah membuka pintu gerbang. Ravin melambaikan tangan sembari membawa mobilnya meluncur masuk ke dalam.Di tengah temaram sinar lampu, Rayna bisa melihat bangunan yang tengah berada di depannya sungguh sangat besar. Ini bukan lagi sebuah rumah, tetapi mirip istana kecil. Seumur hidup Rayna, baru pertama kali mengunjungi tempat sebagus ini. Beberapa pohon tumbuh di halaman, membuat udara malam terasa kian sejuk."Ayo." Sebuah tepukan hangat mendarat di bahunya.Perempuan itu tersenyum manis, meskipun tak urung dadanya berdegup bertalu-talu. Rayna merasa begitu gugup. Dia merasa tak pantas berkunjung ke rumah ini. Namun, Ravin menggenggam erat tangannya."Tidak per
Bab 45"Namanya Rayna Anindya Edelweis, Mom," sela Ravin. "Nama yang indah," puji nyonya Amyta. "Senang bisa bertemu denganmu, Rayna.""Terima kasih, Mom," sahut Rayna malu-malu."Kalau boleh Mommy tahu, kalian pertama kali ketemu di mana?" telisik perempuan tua itu.Pertanyaan yang sulit untuk Rayna jawab. Dia menatap Ravin yang duduk di sisinya. Lelaki itu menepuk pundak Rayna dengan lembut."Rayna ini karyawan di salah satu gerai Al-Fatih Mart, Mom," jelas Ravin."Oh, ya? Berarti bagus dong!" Nyonya Amyta terlihat sangat antusias. "Pasti kalian bertemu pertama kali saat Ravin melakukan kunjungan ke beberapa gerai Al-Fatih Mart yang bermasalah itu, kan?"Ravin hanya mengiyakan. Toh, ia tidak sepenuhnya berbohong dan itu membuat Rayna menghela napas lega. Sementara di depan pintu utama, seorang laki-laki tua yang masih terlihat gagah tengah berdiri, menatap tiga orang yang tengah duduk di sofa ruang tamu."Daddy!" Ravin berteriak. Dia baru menyadari kehadiran sang daddy saat ia me
Bab 46 Ravin segera menepikan mobilnya ke tepi jalan, sebelum akhirnya meraih ponsel yang berada di saku bajunya. "Siapa, Vin?" tanya Rayna. Dia memiringkan tubuhnya mengintip layar ponsel yang dipegang oleh Ravin. "Siapa lagi kalau bukan Ziyad." Lelaki itu tersenyum tipis. "Ziyad?" pekik Rayna. Dia baru ingat kalau sudah memblokir semua akses komunikasi dengan lelaki itu. "Vin, maaf ya. Sebenarnya aku sudah memblokir semua akses komunikasi dengan Ziyad. Mungkin karena itu akhirnya dia menelpon kamu." Lelaki itu mengacungkan ponsel. "Teleponnya aku angkat ya. Tapi awas, kamu harus diam, jangan berbicara." Jarinya menggeser layar ponsel, lantas mengaktifkan loudspeaker. "Halo ... Ziyad. Ada perlu apa kamu menelponku?" "Di mana kamu menyembunyikan istriku, hah?" Suaranya bernada gusar. Mulut Rayna sudah terbuka, tapi Ravin memberi isyarat agar perempuan itu tetap diam. "Memangnya ada apa dengan Rayna?" tanya Ravin. Matanya melirik Rayna yang mendelik di sampingnya. "Dia perg
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de