Aiza
ShanumKeshwariLebih suka senja atau pelangi?
Aku bertanya bukan untuk membandingkan, karena pernah aku bilang semua terlihat indah di mata yang tepat, aku hanya ingin tau alasannya.
Kalau aku lebih suka dengan senja. Alasannya simpel aja, mungkin sudah banyak yang bilang seperti ini. Senja itu walaupun hanya punya satu atau dua warna yang cenderung gelap tapi senja itu setia, walaupun hanya datang sebentar tapi senja selalu menepati janji untuk datang lagi di esok hari.
Sedangkan pelangi, dia memang indah punya banyak warna tapi kesetiaannya masih di bawah senja, dia hanya datang setelah hujan badai, itupun tidak pasti.
"Sampai kapan sih mau main kucing-kucingan?" pertanyaan Mas Haris mengusik lamunanku.
"Siapa yang main kucing-kucingan, Mas?" elakku.
Mas Haris menghela nafasnya, dia melirik arloji dan tanpa persetujuanku dia membelokkan mobil ke sebuah restoran kesukaan abah.
"Mampir sebentar, abah pesan sate kambing tadi!" ujarnya.
Aku membiarkan dia turun sendiri karena aku pikir dia hanya ingin membelikan sate untuk abah tapi ternyata dia menggedor pintu dan memintaku turun menemaninya.
Dan lagi-lagi tanpa meminta persetujuanku dia memesan dua porsi sate dan satu porsi tongseng lengkap dengan minumannya.
"Makan dulu, buat tambah darah! Biar nggak pucet tuh muka!" ujarnya lagi setelah 15 menit kemudian pesanan kami datang.
"Udah sih, Za! Ngaku aja ke Rey-Rey itu kalau aku bukan suami kamu!"
Aku tidak memperdulikan ocehannya, tetap fokus makan.
Oh iya Za itu penggalan dari Aiza bagian dari namaku. Mas Haris lebih suka memanggilku seperti itu.
Jadi, Mas Haris ini memang bukan suamiku seperti yang Mas Rey tau selama ini. Haris adalah kembaranku, kata almarhumah umi dulu pas hamil kita memang ada dua kantong janin, jadinya kita ini kembar tapi tidak identik. Secara kasat mata memang tidak begitu terlihat kemiripannya.
Mas Haris lahir 7 menit lebih dulu daripada aku, tapi itu cukup banget buat dia sombong dan mengharuskan aku untuk memanggilnya Mas. Tapi memang dari kecil umi dan abah juga membiasakan aku untuk memanggilnya mas. Selain Haris ini, aku juga punya satu abang lagi yang sekarang berusia 30 tahun, namanya Mas Nadim.
Kita semua tinggal di rumah abah karena permintaan abah sendiri. Abah tidak mau ditinggal jauh oleh anak-anaknya. Alhasil Mas Nadim beserta anak istrinya juga tinggal di rumah, untuk saja istrinya penurut banget.
Begitu juga dengan saudara kembarku ini, dia menikah beberapa bulan yang lalu dan juga masih tetap tinggal di rumah.
Rumah abah itu satu halaman dengan pesantren, sisa tanahnya juga masih agak luas jadi untuk melegakan hati abah Mas Nadim mulai membangun rumah di belakang rumah utama. Kalau Mas Haris ini nggak taulah gimana rencananya.
"Aku ngeri lihat tatapannya Rey, takutnya tiba-tiba aku di hajar sama dia! Kemarin aja pas aku kepergok makan sama Fadila aja dia udah pasang kuda-kuda. Tegang banget wajahnya." ocehnya lagi, beneran nggak ada bosannya ini orang.
Tapi aku jadi tertarik dengan kalimat yang terakhirnya. Dia bilang kepergok makan bareng istrinya? Waktu itu Mas Rey juga bilang sama aku kalau dia habis ketemu sama Mas Haris, jadi dia lihat Mas Haris sama Fadila?
"Pasti kamu ngomong aneh-aneh kan, Mas? Nggak mungkin banget kalau dia sampai pasang kuda-kuda kalau enggak kamu kerjain!"
Mas Haris malah tertawa sambil berulang kali menyendok nasi dari piringku, dipindahkan ke piringnya. "Cuma bilang kalau lelaki boleh punya istri sampai empat, soalnya pas dia lihat aku lagi disuapin sama Fadila." jelasnya lalu tertawa lagi.
Pantas saja!
"Gini deh Za! Nggak semua kasus ghosting
itu karena lelakinya nggak bener! Aku emang belum kenal banget sama Rey, tapi kelihatannya dia tidak seperti yang kamu kira selama ini. Apalagi om kaslan juga bilang dia baik dan berasal dari keluarga yang baik juga." Selesai makan dia langsung memulai sesi ceramah, selalu saja seperti ini. Aku makannya pelan, dan dia cepat banget.Tapi aku sayang banget sama Mas Haris, bersyukur banget Allah kirimkan dia dalam hidupku, dia itu jagain aku banget meskipun kadang caranya ngeselin.
"Jangan mudah percaya tampilan luarnya, gudang garam aja isinya tembakau kok bukan garam!" jawabku.
"Dari mana kamu tau kalau isinya tembakau? Karena udah pernah lihat isinya kan? Kalau belum pernah gimana bisa kamu tau kalau isinya nggak sesuai luarnya?"
Masyaallah.. Ada aja jawabannya.
"Ya masa aku harus buka dalamnya dia sih?" maksud hati cuma bercanda tapi responnya beneran, dia melempar aku dengan tisu bekas lap mulutnya.
"Nggak gitu ilmunya, Za! Kelamaan di hutan sih kamu jadi nggak paham analogi!" protesnya.
Mas Haris meminum es jeruknya sampai habis lalu sempat-sempatnya mengambil satu tusuk sate ku sebelum melanjutkan ceramahnya.
"Ada tiga alasan kenapa lelaki tiba-tiba ngilang tanpa penjelasan gitu. Pertama karena memang hanya coba-coba ingin tau si wanita tertarik nggak sama dia, kedua karena wanitanya tidak sesuai dengan tipenya maka dia pergi mencari yang lebih sesuai tipenya, kemudian yang ketiga karena terpaksa dan bukan maunya sendiri," Mas Haris menjeda ceramahnya lalu kembali mengambil sateku.
Astaghfirullah..
Sate cuma enam tusuk yang dua diambil.. Sabar.. Sabar..
"terpaksa itu bisa karena ada masalah, karena dijodohkan, karena tidak direstui atau yang lainnya yang jelas bukan maunya dia sendiri tapi keadaan yang memaksa. Kamu cari tau pasti apa yang membuat dia menghilang tanpa kabar, jangan hanya berasumsi, apalagi menghakimi dia karena itu nggak akan menyelesaikan masalah. Bukannya aku membenarkan perilaku ghosting
ya, cuma aku gak setuju sama sikap kamu yang berasumsi sendiri, kalau kamu bisa cuek dan nerima ya nggak masalah, tapi nyatanya kamu itu tersiksa sendiri." lanjutnya yang kini sudah semakin menggebu-nggebu."Yang perlu kamu lakuin adalah pastiin alasannya apa karena itu untuk pelajaran kamu selanjutnya. Tapi setelah tau apa alasannya, jangan sampai kamu menjatuhkan diri sendiri, jangan sampai kamu merasa rendah diri dan insecure, kamu sholehah, kamu baik dan cantik. Tetap jalani hidup kamu dengan bahagia. Kalau pun dia ninggalin kamu karena memang hanya ingin main-main, berarti dia yang rugi, bukan kamu." Mas Haris kembali memberi nasehat dan kali ini sambil memegang tanganku.
Aku masih tetap diam, karena sebenarnya yang dikatakan Mas Haris sudah terjadi. Aku insecure.
Dengan statusku yang janda aku memang sudah pesimis duluan dengan pernikahan, ditambah lagi Mas Rey yang tiba-tiba menghilang tanpa alasan setelah berencana melamarku, semakin membuatku insecure
lagi.Bukannya aku tidak percaya kasih sayang Allah, aku hanya berusaha memperketat benteng hatiku, aku tidak mau hidupku dipermainkan lagi oleh lelaki.
"Ini aku sama Mas Nadim masih diem lho, nggak ngadu ke abah kalau kamu bikin konspirasi dosa, pakai ngajak Om Kaslan dan Pakde Bas untuk bohong lagi! Awas tuh dosa kamu yang nanggung! Kalau abah sampai tau, langsung dinikahkan juga kamu sama Rey!" ancamannya lumayan menakutkan, takut abah tau dan kepikiran.
"Nggak semudah itu kali abah nerima orang buat aku!" sanggahku.
"jangan salah! Kalau Mas Nadim udah maju, bisa apa kamu? Tau sendiri kan gimana percayanya abah sama Mas nadim? Apalagi tambah Om Kaslan maju, wah nikah malam ini juga kamu!"
Yang dia bilang memang benar, Mas Nadim adalah anak abah yang tawadhuknya luar biasa, dia kalem dan penurut banget sama abah makanya abah paling percaya sama masukan dari Mas Nadim, kalau kita berdua ya jangan ditanya lagi! Kita ini melengkapi warna dunia, kalau Mas Nadim tipe anak yang kalem dan santun, kita sebaliknya.
"Aku itu ngomong gini karena lihat kamu yang kayak nahan beban banget, luarnya aja yang dibikin seneng dan ceria tapi dalamnya hati kamu, aku bisa tebak dan pasti bener!"
Idih..
"Kamu jangan siksa diri, sudah cukup setahun yang waktu itu kamu tersiksa dan terpuruk! Nggak semua lelaki akan bersikap sama dengan Rangga. Kalau memang kamu ada harapan sama Rey, jangan bohongi diri sendiri terus!"
Kini aku terharu dengan ucannya, saudara kembarku ini memang paling jago mainin emosiku dalam satu waktu.
.
.
.
.
Hari ini adalah jadwalku mengajar di sekolah, walaupun hanya seminggu tiga kali pertemuan tapi aku sangat menikmatinya. Aku yakin sesuatu yang dilakukan dengan sepenuh hati pasti akan kembali ke kita juga kebaikannya.
Di madrasah ibtidaiyah ini aku menjadi guru bantu di kelas dua karena guru mereka sedang tugas belajar jadinya tidak bisa full mengajar dalam satu minggu.
Aku bisa masuk kesini karena bantuan Mas Haris, kebetulan dia punya kenalan guru di sini dan akhirnya aku bisa masuk.
Setiap hari mengajar itu aku menghabiskan waktu sampai jam 12 setelah itu pulang ke panti baru sorenya dijemput Mas Haris, sepulang dia kerja.
Lama-lama kasihan juga kalau dia harus antar jemput tapi ya salah sendiri, siapa yang melarang aku bawa kendaraan sendiri. Mobil abah masih ada, aku juga punya motor, tapi entahlah apa alasan kembaranku itu nggak membiarkan aku bawa kendaraan sendiri selama dia masih bisa antar jemput.
Walaupun seneng diperhatikan tapi kadang repot juga, seperti siang ini aku harus berlama-lama menunggu ojek online untuk pergi ke panti.
"Bu Shanum belum jadi pulang?" tanya seorang guru olahraga yang bernama Arga.
"Masih nunggu ojek, Pak!"
Dia tersenyum dan mendekat ke tempat aku duduk. "Mau bareng saya? Rumah saya searah kok sama panti Al Ikhlas." tawarnya dengan sopan.
Aku membalas senyumannya dan mengucapkan terima kasih sekaligus maaf karena harus menolak tawaran baiknya.
"Ya sudah saya temani Bu Shanum sampai ojeknya datang." ujarnya lagi lalu hendak turun dari motornya tapi buru-buru aku mencegahnya.
"Nggak usah Pak, terimakasih banyak, nanti merepotkan. Pak Arga pulang duluan nggak apa-apa."
Arga tersenyum pasrah dan akhirnya pulang lebih dulu. Bukannya kepedean tapi radar kepekaanku ini menangkap sinyal pendekatan darinya. Dia orangnya baik, aku hanya tidak ingin terlihat memberi harapan karena memang aku tak punya harapan apa-apa tentang percintaan. Atau lebih tepatnya menolak berharap.
Akhirnya ojek yang aku tunggu datang juga, segera saja aku berangkat.
Ketika aku sampai di panti, terlihat ada anak bernama Fajar menangis. Aku langsung mendekat dan menanyakan alasannya.
"Di tusuk pakai bolpen sama Eca, Bunda." jawabnya sambil terbata-bata.
"Nggak ditusuk kok, kan cuma di suntik dikit aja!" sahut Eca mencoba membela diri.
"Bohong! Eca nyuntiknya sakit, Bunda!" sahut Fajar lagi membuat Eca melotot dan hendak berteriak ke Fajar.
"Eca!" tegurku dengan nada sedikit keras dan membuat Eca menunduk.
Kemudian anak-anak yang lain menyoraki Eca alhasil Eca langsung beringsut mundur dan menangis.
Hatiku tertohok begitu saja melihat Eca menangis, mendadak rasa bersalah menyelimuti hatiku karena tadi sempat menegur Eca.
Aku menenangkan Fajar terlebih dahulu lalu mencari Eca. Kebiasaan anak itu kalau sedang nangis pasti sembunyi. Katanya nggak mau terlihat jelek. Tapi aku sudah hafal di mana dia sembunyi.
Eca biasanya akan menangis sambil main air di kamar mandi belakang, katanya biar tersamarkan air matanya dengan air bak. Kamar mandinya bukan shower bukan juga ember, tapi bak besar dan lebar yang terbuat dari semen.
Tapi aku berubah khawatir ketika tidak mendapati Eca di kamar mandi belakang. Langsung saja aku mencari di kamarnya, tidak juga menemukan. Aku kembali memutari seluruh panti tapi tidak ada Eca.
"Mbak, lihat Eca?" tanyaku pada Mbak Rina yang baru masuk.
"Lha ini, Mbak baru habis antar dia ke klinik depan. Katanya pengin ketemu Om dokter." jawabnya.
Tanpa pikir panjang aku langsung menyusul Eca ke klinik. Aku sangat menyesal kenapa tadi spontan menegur Eca tanpa mau mendengarkan penjelasannya.
Ketika aku sampai, Eca sudah bermain dengan perawat jaga karena sepertinya Mas Rey sedang ada pasien.
Eca hanya melirikku dan kembali berdialog dengan perawat itu. Hatiku rasanya benar-benar menyesal, aku selalu ingat pesan abah agar sabar menghadapi apapun kenakalan anak-anak panti, karena hanya panti keluarga mereka. Hanya panti juga yang mereka harapkan mendapat perlindungan.
Lama aku berdiri menunggu tapi Eca tetap mengabaikan aku. Hingga datang mas Rey dan langsung mendekati Eca dan mengajaknya masuk.
Dia mengisyaratkan padaku untuk menunggu sebentar, mungkin dia ingin membantu membujuk Eca.
Beberapa menit aku menunggu Eca di luar dengan perasaan gelisah. Menyesal sekali membuat Eca menangis. Aku tadi merasa lelah dan kepanasan baru dari perjalanan, jadinya nggak terkontrol.
Ampuni hamba, Ya Allah.
Kemudian terdengar suara tawa Eca, aku sedikit lega mendengarnya. Walaupun belum berhasil minta maaf.
Lalu aku merasakan hp yang ada dikantongku bergetar.
0823365104xx
[Masuklah, Eca sudah jinak]Nomer nya Mas Rey? Kok dia bisa punya nomor buruku?
Ah nggak penting itu sekarang.
Aku mengabaikan pernomoran hp itu, langsung saja aku masuk ke ruang kerja Mas Rey. Terlihat Eca sedang menggunakan stetoskop dan pura-pura memeriksa manekin.
"Kenapa tadi? Eca nggak mau cerita alasannya, dia cuma bilang kamu marah sama dia." ujar Mas Rey
Aku menunduk sedih, Eca pasti sedih banget karena mengira aku marah. Dan dengan suara pelan aku menjelaskan kejadian tadi pada Mas Rey.
"Kalau lagi capek biasanya emang emosi nggak terkontrol, tapi itu nggak berarti bisa dijadikan alasan juga. Aku tau kamu nggak sengaja, dan Eca nggak beneran marah, dia hanya kecewa." jelasnya dan aku membenarkan itu.
"Semakin besar rasa kecewa berarti semakin besar rasa sayangnya. Jangan khawatir!" imbuhnya sembari tersenyum lalu pamit keluar, meninggalkan aku dan Eca.
Semakin besar rasa kecewa berarti semakin besar rasa sayangnya.
Kalimat itu malah selalu terngiang di telinga, kok aku berasa tersindir ya?
Aku mendekati Eca yang masih asyik memeriksa manekin di depannya. Aku mengajaknya bicara tapi Eca tidak menjawab, dia tetap main.
"Bunda minta maaf ya, Bunda nggak marah kok sama Eca. Tadi kenapa kok Fajar nangis?"
Aku tidak menyerah, setidaknya sampai Eca mau bicara lagi padaku.
"lagi main dokter-dokteran, Bunda. Tadi pas giliran Fajar jadi dokternya, dia juga nyuntik tangan Eca pakai bolpen, Eca nggak nangis. Tapi pas giliran Eca yang nyuntik dia nangis." jelasnya dengan wajah memerah ingin menangis lagi.
Aku langsung memeluknya dan minta maaf lagi, aku sekarang tau kenapa Eca nangis sampai lari kesini, dia bukan kecewa karena aku tegur tapi dia kecewa karena aku tidak mau mendengarkan penjelasannya dulu.
"Bunda minta maaf, Bunda salah sama Eca!"
Eca masih terdiam di pelukanku, membuat aku semakin cemas.
"Kata Bunda, kalau mau dimaafkan boleh kasih syarat kan?" tanyanya tanpa melepas pelukan.
"Iya. Eca kasih syarat apa biar Bunda bisa dapat maaf dari Eca?"
Eca melepas pelukannya dan mengacungkan kelingkingnya. "Bunda janji?" tanyanya.
Aku langsung mengaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya yang mungil. "Insyaallah, selama Bunda bisa, pasti Bunda lakukan." jawabku dengan mantap.
"Besok minggu Om dokter ngajak Eca dan teman-teman ke kebun binatang, Bunda harus ikut."
Ya Salaaam..
Syarat macam apa itu?
"Gimana Bunda, mau nggak? Keputusan ditangan Bunda!" ujarnya lagi tapi kini wajahnya sudah tidak sedih lagi, sudah kembali menjadi Eca yang biasanya.
Alhamdulillah lega, tapi kok ada semacam kejanggalan di sini..
Aku menoleh dan mendapati Mas Rey sudah tersenyum lebar di ambang pintu.
Aku mencium bau konspirasi..
"Mau nggak, Bunda?" tanya Eca sekali lagi.
Oke, kali ini bidadari mengalah. Awas saja, lain kali aku balas Si Master.
"Ya sudah, demi dimaafkan sama Eca Bunda mau!"
Eca langsung berteriak dan dan mencium pipiku. "Eca maafin Bunda!" ujarnya dengan ceria lalu dia berlari menghampiri Mas Rey.
Keduanya langsung berhigh five dan tanpa rasa malu kedunya langsung bernyanyi di sini senang, di sana senang sambil berjoget.
Baru kali ini Bidadari kalah...
0823365104xx[Kamu lagi di mana?]Keningku kembali berkerut mendapati pesan masuk dari nomor yang belum aku simpan. Kalau ingatanku tidak salah, ini adalah nomornya Master. Kemarin pesannya sudah aku hapus dan nomornya tidak aku simpan.Balas nggak ya?Aku tunggu sampai dua menit, kalau dia tidak telepon berarti tidak ada yang penting dan itu hanya pesan iseng saja dari dia.Dua menit bahkan tiga menit sudah berlalu dan tidak ada telepon atau pesan darinya lagi, berarti tidak ada sesuatu yang penting. Maka aku memilih mengabaikan pesan itu dan kembali fokus pada es krimku yang mulai meleleh sambil menunggu jemputan dari Mas Haris.Banyak yang bilang menunggu itu membosankan. Setuju sih. Apalagi yang ditunggu tidak ada kejelasannya. Tapi sebenarnya ada satu hal yang aku tak pernah bosan menunggunya. Rasanya masih ingin punya banyak waktu dan kesempatan agar saat itu tidak segera datang.Menunggu apa itu? Menunggu malaikat izrail..Hehe.. Agak seram ya? Tapi mau menghindar dengan cara a
ReyshakaDokter boleh sakit nggak? Ya boleh banget, dokter juga manusia.Sebenarnya aku cuma mau bilang kalau lagi sakit, eh enggak sakit sih cuma lagi nggak sehat aja. Mungkin efek kangen sama mama jadi suhu tubuhnya agak naik, badannya lemes, tulang-tulang terasa nyeri.Aku sudah minta tolong di injeksineurotropikoleh Doni agar meringankan keluhan nyeri di sekujur tubuh. Sebenarnya injeksi vitamin B komplek itu biasa diberikan pada simbah-simbah yang sering mengeluh nyeri."Kamu pulang aja Rey! Biar aku yang gantiin." ujar Mala ketika dia melihat aku masih tiduran di UGD."Nggak apa-apa Mal, tiduran sebentar insy
Yang patah tumbuh, yang hilang bergantiYang hancur lebur akan terobatiYang sia-sia akan jadi makna..Entah sudah berapa kali aku replay lagu berjudul 'Yang patah tumbuh, yang hilang berganti' dari salah satu band indie bernama Banda Neira.Suka sekali dengan liriknya, seolah bisa menjadi mantra ampuh bagi siapa saja yang sedang rapuh dan jatuh karena kehilangan. Bukan hanya soal hubungan, tapi lirik itu juga bisa bermakna dalam untuk setiap hal di kehidupan.Setuju ya, kalau semua hal bisa kita jadikan pelajaran?Yang patah tumbuh, yang hilang berganti,Hati yang sedih akan segera pulih. Harapan, semangat dan doa yang patah pasti akan tumbuh kembali karena yang pergi dan hilang, akan terganti.Terganti itu tidak harus sama, pernah kehilangan uang tidak selalu diganti dengan uang, bisa jadi Allah ganti dengan kesehatan dan kebahagiaan yang tak terkira, sama halnya dengan kehilangan seseorang tidak harus selalu digantikan orang baru, tapi bisa juga digantikan oleh rasa ikhlas dan sem
POV Shanum"Udah nangisnya?"Aku hanya bisa menggeleng untuk menjawab pertanyaan abah karena masih sesenggukan, begitu susahnya menyudahi rasa penyesalan ini. Abah mendekati untuk mengusap punggungku. Ujung mukena ku sudah sangat basah karena air mata. Setiap habis ngaji sama abah pasti aku tidak bisa menahan tangis."Apa yang kamu rasakan?""Shanum takut, Bah! Dosa Shanum begitu besar sama Allah."Abah tersenyum untuk menenangkan, semenjak tidak ada umi aku lebih bisa dekat dengan abah."Rahmat Allah lebih besar, Nduk! Yang penting kamu terus berusaha memperbaiki semuanya. Salah itu adalah bentuk dari sifat manusia, dan menjadi lebih baik itu adalah sikap. Kamu tahu kenapa bintang itu bercahaya?""Karena berada di kegelapan malam." jawabku masih sambil terisak."Ya itu ibaratnya. Bintang bercahaya karena berada di tengah kegelapan. Seperti halnya bintang, manusia juga akan bercahaya jika dia bersabar di tengah banyaknya cobaan."Aku semakin menunduk lagi. Kali ini aku merasa bersalah
Aku merapikan mejaku, menata buku-buku agar lebih rapi dan enak dipandang mata. Beberapa teman guru masih terlihat sibuk di meja mereka, mungkin masih harus mengoreksi tugas siswa. Untung saja tugasku sudah selesai jadi aku bisa sedikit bersantai sembari menunggu waktu pulang."Mau pesan makan siang nggak, Bu Shanum?"Aku mendongak dan mendapati Arga yang sudah tersenyum lebar di depan mejaku. "Nggak kayaknya, Pak. Saya langsung mau pulang. Terimakasih tawarannya."Sekali lagi aku melirik arloji yang melilit di tangan kiriku, masih ada 15 menit sebelum jam pulang dan aku merasa menit-menit itu berjalan sangat lama. Kenapa lama? Karena saat ini Arga duduk di kursi yang ada di depan mejaku. Aku kira setelah menolak tawaran makannya tadi dia langsung akan pergi tapi malah dia juga memutuskan untuk tidak jadi makan dan menunggu jam pulang di sini."Ini bagus nggak, Bu?"Aku sedikit memajukan tubuhku untuk melihat sesuatu di dalam ponselnya Arga. Di sana ada gambar sebuah pemandangan tebin
'Untuk mendapatkan sesuatu yang kau ingingkan, kau harus sabar dengan sesuatu yang kau benci.'Begitu satu nasehat dari Imam Ghazali yang pernah aku baca secara tidak sengaja di sebuah akun media sosial.Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan harus sabar dengan segala proses yang ada dibaliknya, dan proses itu tidak selalu menyenangkan. Buah zaitun harus diperas sekuat-kuatnya agar menghasilkan minyak yang bermanfaat, benih harus dipendam dalam ruang tanah sempit dan gelap sebelum akhirnya dia tumbuh menjadi tanaman yang bermaanfaat. Begitu juga dengan proses kita menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.Aku sebenarnya cuma mau curhat kalau lagi melawan rasa malas untuk bangun di tengah malam ini. Di luar sedang hujan deras dengan petir yang sesekali menyambar. Bisa dibayangkan bagaimana nikmatnya bergelung di bawah selimut pas keadaan begini.Tapi ada sesuatu hal yang akhirnya mendorongku untuk meninggalkan selimut biruku untuk menuju kamar mandi bersentuhan dengan air yang
SHANUM"KANG ABAS!"Bukan namaku yang dipanggil, tapi suara keras itu berhasil membuyarkan konsentrasiku yang sedang setoran sama abah."Ayo ulangi ayat terakhir!" titah abah dengan nada setengah menegur.Aku memejamkan mata dan mencoba membayangkan ayat-ayat setoran pagi ini. Santri baru itu benar-benar harus ditakzir, berani-beraninya mengacaukan konsentrasiku.Alhamdulillah setelah sempat tersendat, aku berhasil menyelesaikan seperempt juz. Abah tidak komentar apapun hanya berpesan aku jangan sampai melalaikan murojaah, beliau langsung berdiri meninggalkan aku.Pagi ini lumayan cerah, tambah cerah lagi karena di dapur sudah ada dua iparku yang cantik-cantik sedang berkutat dengan bahan dapur agar menjadi makanan enak."Yah, gasnya habis." keluh Fadila ketika tiba-tiba api kompornya mati. "Minta tolong panggilin Mas Haris dong!" imbuhnya lagi saat mengarah padaku."Biar aku saja, Dil."Karena tadi aku lihat Mas Haris dan Mas Nadim sedang sama-sama sibuk, aku putuskan untuk mengganti
REYSHAKASelesai jaga pagi hari ini, tiba-tiba aku merasakan ada yang nggak beres dengan tubuhku. Sekujur badan terasa gatal merah dan panas, sakit tenggorokan juga agak nyeri di persendian sampai aku harus kembali terduduk ketika bersiap pulang. Sebenarnya gatal-gatal sudah sejak semalam, tapi kali ini semakin parah.Sebelum pulang seperti biasa opera jaga dulu dengan Mala dan yang lain.Masih sambil garuk-garuk, aku berpamitan namun Mala terdiam seperti ada yang ingin dia sampaikan tapi tertahan."Ada masalah?"Bukannya menjawab tapi Mala malah semakin gelisah. Aku melirik jam tangan, sebenarnya aku ada janji dengan Eca sore ini tapi sepertinya Mala juga butuh bicara. Eca juga jam segini masih tidur siang."Aku boleh tanya sesuatu, Rey?"Aku kembali duduk di kursi, "Nggak ada aturannya harus minta izin dulu, Mal! Sok atuh!"Mala tertawa sekilas, lalu tatapannya gelisah ke sembarang arah."Sejujurnya, udah lama aku ngerasa gelisah seperti ini, Rey, sejak masih kuliah mungkin. Aku uda
"Mengasuh anak itu tugas orangtua.Bukan ibu saja atau ayah saja.Bikinnya berdua urusnya bersama.Karena anak juga butuh figur ayahnya," Mas Rey langsung membuka sebelah matanya begitu mendengar nyanyian yang sengaja aku keraskan. Cengiran lebar muncul di wajahnya sejurus dengan matanya yang terbuka sempurna. Masih sambil cengar-cengir dia membuka selimut dan mulai mendekatiku yang sedang menimang bayi perempuanku. Bayi cantik ini sejak jam satu tadi tidak mau tidur dan sekarang sudah menjelang shubuh. Mas Rey mengambil alih anaknya kemudian aku langsung tak sabar untuk rebahan, rasanya pinggangku udah pindah tempat. Lebai sih ya? Sebenarnya aku nggak kesel kok sama Mas Rey, cuma pengin ngerjain dia aja kebetulan udah mau masuk waktu shubuh jadi biar dia bangun. Sekalian gantiin gendong sebentar juga sih. Memang capek dan pegel banget ngurus dua bayi sekaligus tapi aku sangat menikmati. Terlebih lagi ketika harus pindah ke rumah sendiri dan bayi cantik itu punya kebiasaan bangun
SHANUM "Penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan?""Apa Mas?" tanyaku lagi karena Mas Rey tak juga menjawab, dia malah sibuk menata baju-baju bayi."Mas?"Mas Rey menghela napasnya kemudian berdiri menghampiriku. Langsung saja dia mengambil ponsel yang sejak tadi menemaniku membunuh waktu.Tanpa bersuara Mas Rey menunjuk jam dinding di ruangan VIP ini. Aku hanya bisa tersenyum semanis mungkin agar dia tidak marah karena sampai jam satu malam ini aku belum juga bisa tidur."Tidurlah!" titahnya dengan nada final ditambah ekspresi serius yang membuat aku tak berani mendebatnya lagi. Mas Rey tidak pernah bersikap seperti ini, kecuali kalau memang dia sedang tidak ingin dibantah.Aku menarik selimut berwarna biru berlogo rumah sakit ini hingga sebatas leher, mencoba memejamkan mata. Namun, bukan kantuk yang aku dapat, malah matanya pegel. Aku kembali membuka mata dan mendapati Mas Rey yang masih duduk sambil menatapku. Akhirnya dia tersenyum kemudian melepas sandalnya dan i
SHANUM Rasanya merinding banget sore ini, antara haru, bersyukur, sedih, dan segala macam emosi lainnya. Terharu karena kali ini aku menyambut hari raya dengan penuh cinta dan berkah, bersyukur karena aku mempunyai keluarga baru yang penuh dengan kasih sayang, dan sedih karena lebaran tahun ini aku harus jauh dari abah dan tidak bisa berziarah ke umi. Sehabis sholat ashar aku berjalan beriringan dengan Azkia dan Mbak Alea menuju pemakaman keluarga Bani Ahmad, bukan hanya kami bertiga tapi semua keluarga yang ada di Semarang kini menuju kesana, untuk mengirim doa pada leluhur. Kecuali Si Master Jenggala yang harus kembali ke habitatnya. Astaghfirullah.. Entah berapa kali aku harus menyabarkan diri karena kesel sama Mas Rey. Bisa-bisanya dia mengambil pekerjaan ke luar kota. Mau melarang kok kayaknya Mas Rey seneng banget dapat ajakan baksos dari temannya, Tapi dibiarkan berangkat kok rasanya jadi seperti ini, seharusnya bisa menikmati malam takbiran dengan hikmat, kini malah jauh. E
REYSHAKA"Nah itu setelah sujud, sebelum berdiri rakaat kedua kita duduk dulu baca tasbih 10 kali, baru berdiri lagi kan?" Mama menjeda ceritanya karena tidak kuat menahan tawa, sampai keluar air mata."Bisa-bisanya dua bidadari nya Rey ini tidur, nggak ikut berdiri rakaat kedua terus bangunanya pas udah dengar imam ngucap salam, baru mereka ikut salam," lanjut mama masih dengan tawanya, malah kini seluruh manusia yang duduk di meja makan ini ikut terpingkal.Kecuali Eca dan Shanum, mereka berdua sama-sama manutup wajah dengan jilbab karena malu. Mama baru saja menceritakan kejadian menggelikan saat tengah malam tadi kita berjamaah sholat tasbih. Jarang-jarang aku melihat mama bisa tertawa sekeras ini."Jadi mereka berdua cuma ikut satu rakaat terus salam, Ma?" tanya ArshaMama masih berusaha menghentikan tawanya, membuat Eca semakin mendusel ke lenganku, begitu juga Shanum, dia sudah ndusel ke mama karena malu. "Iya, mereka cuma ikut satu rakaat, habis itu pede banget langsung ikut s
SHANUMAlhamdulillah..Kalimat syukur yang ingin rasanya aku ucapkan di setiap hembusan napas ini. Karena hingga detik ini, Allah sudah mengganti semua kesedihanku yang lalu dengan kebahagiaan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.Alhamdulillah setelah beberapa hari yang lalu aku kembali harus absen menjalani puasa karena kondisi yang melemah, hari ini aku bisa kembali ikut melaksanakan kewajiban umat islam itu.Rasanya puasa kali ini semakin lengkap karena kehadiran Eca. Aku nggak pernah menyangka Mas Rey akan memberikan kejutan yang begitu indah dengan resmi mengadopsi Eca sebagai anak kami. Udahlah aku bingung gimana caranya berterimkasih padanya, emang beneran shableng. Dalam segala hal. Bahkan untuk hal peka dan kebaikannya pun bisa di sebut sableng karena saking luar biasanya.Hari ini alhamdulillah keadaanku sudah berangsur normal, jadi aku bisa ikut menghadiri acara buka bersama di pesantren Al Khadijah, tempatnya Bunda Syifa.Acara sore ini dihadiri hampir seluruh kelua
REYSHAKA"Jangan pakai body wash yang aroma itu!""Jangan pakai pomade kalau di rumah!""Jangan makan nasi goreng kalau mau pulang ketemu aku!""Jangan pakai parfum kalau mau peluk aku!"Nikmatnya punya istri yang lagi ngidam. Alhamdulillah.. Aku bangga!Permintaan-permintaannya yang kadang konyol membuat aku jadi serba salah, mau begini salah, mau begitu juga nggak bener. Aku menjauh dia nangis minta dipeluk, giliran udah dipeluk, ngomel-ngomel karena nggak suka aroma parfum ku, padahal ini parfum udah sejak lama aku nggak pernah ganti merk, sejak sebelum menikah malah. Baru sekarang dia protes.Atau kalau tiba-tiba aku lupa mandi pakai sabun yang udah dari jaman jahiliyah tersedia di kamar mandi, dia akan ngomel nggak berhenti. Nggak nyalahin juga sih karena ketika dia mencium aroma itu langsung muntah.Akhirnya aku Singkirkan semua, dan ajak dia ke supermarket, aku suruh dia milih aroma sabun yang dia mau, hasilnya? HAHA... Beli satu karton body wash yang katanya aromanya enak. Fe
REYSHAKAHari ini aku jaga siang dan baru sampai di rumah sekitar pukul 10. Sebelum sampai rumah, aku mampir dulu untuk membeli buah, sayur, susu, vitamin, pokoknya sekiranya uangku yang ada di dompet masih cukup, aku pakai buat beli makanan sehat untuk Shanum. Mama sampai geleng-geleng kepala melihat aku pulang dengan tangan kanan kiri membawa belanjaan."Ya Allah, Rey! Ini kalau busuk gimana?" tegur Mama Ketika aku sibuk menata belanjaan di kulkas."Kalau sampai gampang busuk, aku protes ke pabrik kulkasnya, Ma. Iklannya aja bikin makanan awet kok,"Mama menghela napasnya, mungkin dalam hatinya nyebut gini kali ya, 'Ya Allah anakku ganteng amat!'"Mama tau kamu mau Shanum makan sehat terus, tapi kasihan lho kalau kamu giniin! Orang hamil itu nggak bisa makan setiap yang disajikan, ada kalanya pengin yang lain. Jangan dipaksa!"Tiba-tiba dari arah luar, Arsha yang baru pulang dari tarawih keliling langsung nyelonong ngambil buah pir yang udah aku tata rapi."Tenang, Ma! Ada Arsha yan
REYSHAKAEntah berapa kali aku melihat Shanum merubah posisi, sejak tadi keluar dari rumah dia terlihat tak tenang dan gelisah. Tepat disaat lampu kuning bergeser naik ke warna merah, aku menginjak rem agar selamat dari kejaran Om Pol. Intinya lagi lampu merah jadi harus berhenti."Kenapa sih? Laper?" tanyaku.Shanum langsung mengerucutkan bibirnya, pengin banget dicium.Astaghfirullah, puasa Rey! Tahan!"Deg-degan Mas!""Ya Alhamdulillah kan kalau masih deg-degan!"Lagi-lagi dia protes kali ini mengerang frustasi sambil memukul lenganku berkali-kali. "Aku takut mau ikut simaan, duetnya sama senior-senior yang masyaallah lanyahnya!"Persis seperti dugaanku, Shanum resah daritadi karena memikirkan simaan keluarga yang hari ini akan dilaksanakan di rumah Simbah, pesantren pusat.Selepas shubuh tadi aku mengantarnya menuju tempat acara, sedangkan mama akan menyusul nanti agak siangan.Keresahan Shanum tidak hanya pagi ini saja, sejak semalam dia sudah sibuk banget murojaah, sampai sepert
SHANUM"Besok kita tarawih ke tempat Kak Alea yuk! Udah lama nggak main kesana! Kangen juga!"Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Mas Rey merubah posisinya jadi miring menghadapku. Sambil bersedekap dia diam menatapku."Kenapa?""Cemburu nggak?" tanyanya balik."Hmm? Gimana?"Bukannya menjawab, dia malah mencibirkan bibirnya, sambil komat-kamit nggak jelas."Cemburu nggak kalau dengar suaminya semangat menceritakan wanita lain?"Detik itu juga aku paham, Mas Rey sedang memancingku. "Cemburu lah, masa enggak!" jawabku.Jujur kok, memang ada rasa nggak nyaman.Mas Rey makin tersenyum lebar, kini dia sudah menghapus jarak diantara kita, mendekapku erat dan mengecup keningku."Ngomong dong! Jangan cuma sibuk dengan pikiran sendiri, kalau pikiran kamu benar ya nggak masalah, tapi kalau sampai nggak benar kan repot. Jadi salah paham.""Jadi sengaja nih?"Dia mengangguk, "Soalnya kamu langsung diem aja sehabis kita belanja tadi, padahal pas belanja kayak reporter bola, aku mi