Usai Candra keluar dari Vila itu, Jessica yang tak mengetahui kalau Dewi menguping sumpah serapah atas diri Candra, baru menyadari kalau ia belum menutup sambungan telepon dari sahabatnya. Dan wanita cantik yang sebenarnya tidak suka menyimpan segala masalah pribadinya, akhirnya mau tidak mau mengatakan apa yang terjadi pada dirinya lewat sambungan telepon pada sahabatnya.“Wi! Elo masih di sana kan?” tanya Jessica dalam sambungan telepon.“Iya,” jawab singkat Dewi tanpa ingin mendesak masalah yang terjadi pada sahabatnya.“Wi..., gue ... Uhm, gue ... Salah jalan. Dan begundal itu kagak sebaik dan sepolos yang elo kira. Lelaki jahanam itu memperkosa gue!” pekik Jessica dengan suara parau menahan tangis dan luka yang teramat dalam hatinya.Sesaat kemudian, tangis Jessica pun pecah. Ada rasa sakit menyusup dalam hatinya kala teringat suatu peristiwa yang tak diduga sama sekali atas kenakalan Candra pada dirinya. Lewat sambungan telepon itu, Jessica dalam tangisnya menceritakan kronologi
Jessica kembali ke Jakarta dan meninggalkan surat dari Candra pada laci kamarnya di Vila Ciwidey. Selama dua hari Jessica melepas lelah dan kepenatannya di daerah pegunungan yang sejuk. Rutinitas yang biasa di jalani pada perusahaan ekspor impor yang telah digeluti oleh keluarganya diganti dengan melihat kebun teh serta menikmati kebersamaan bersama kedua orang tuanya usai Wijaya di perbolehkan ke rumah pasca selesai operasi.Sepanjang perjalanan itu, Jessica yang biasanya senang melihat berita tentang gosip seputar artis dan kehidupannya, kini sama sekali tidak berani membuka berita seputar artis. Karena Jessica tidak ingin melihat wajah Candra atau dalam dunia keartisan mempunyai nama Bintang. Seorang lelaki tampan muda berbakat yang memiliki multi talenta sebagai artis. Terlebih Candra selalu bersikap ramah dan bersahabat pada awak media serta selalu terkena cinta lokasi dengan lawan jenisnya sehingga gosip tentang dirinya sering beredar di berita Infotainment.‘Semoga aja gue kagak
Keesokan harinya, Jessica yang punya janji dengan Santi di jam 9 pagi, telah berada di kantornya sekitar pukul delapan lewat sepuluh menit. Usai Intan menghidangkan kopi, ia pun kembali ke ruangannya dan mulai menghubungi beberapa orang yang hari ini akan bertemu dengan Jessica. “Permisi ... Mbak, saya Santi mau bertemu dengan Ibu Jessica,” sapa Santi bersama dua orang lelaki dengan postur tubuh tinggi serta wajah maskulin.“Oh, baik Buu, silakan..., Ibu Jessica sudah menunggu,” jawab Intan saat jam menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dari jadwal pertemuan pukul sembilan pagi.Intan mengantarkan ketiga tamu yang terdiri dari seorang wanita sebaya dengan Jessica dan dua orang anak muda berusia sekitar dua puluh lima. Kemudian, ketiga tamu duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu yang letaknya persis di depan meja kerja Jessica.Jessica yang sedang duduk di meja kerjanya beranjak dari kursinya usai Intan melaporkan kedatangan Santi dan kedua model yang dijanjikannya beberapa
Dua bulan kemudian pada hari Sabtu pagi, Monica dan Wijaya yang telah sembuh dari patah kakinya berkunjung ke rumah Jessica setelah pertemuan Monica dengan sahabatnya Erin yang rencananya menjodohkan Jessica dengan putra sahabatnya yang telah lama di Jerman.“Jessica ... Jessi...,” panggil Monica saat memasuki rumah yang dijadikan tempat tinggal oleh putri semata wayangnya.“Pagi Nyonya ... Tuan ... Nona Jessica masih tidur,” tutur Kani menyambut kedatangan kedua orang tua Jessica.“Apa Jessi pulang malam dan mabuk tiap hari?” tanya Monica menginterogasi pembantunya.“Nona Jessi memang pulang malam. Tapi, nggak mabuk Nyonya..., sepertinya habis pulang kantor,” tutur Kani kembali.“Kok Sepi ... Kemana Wati?” tanya Monica kembali pada Kani.“Mbak Wati berhenti bekerja, Nyonya..., katanya dia dipaksa menikah dengan kakak iparnya sendiri. Soalnya, kakak perempuannya stroke. Begitu yang saya dengar,” jawab Kani menjelaskan salah seorang pelayan di rumah putrinya.“Oh, begitu ... Ya sudah ka
Monica yang melihat raut wajah putrinya berubah drastis pun bertanya, “Jessica..., apa kamu sudah punya pacar? Kenapa kamu nggak katakan ke Mami? Sekarang Mami harus ngomong apa sama tante Iren?” Dengan menelan salivanya, Jessica menjawab, “Mami..., dia itu lelaki gila yang uber-uber Jessi. Sama sekali Jessi nggak suka sama dia. Kami bertemu di Night Club. Abaikan aja lelaki itu. Makanya, setiap dia kirim apa pun, Jessi suruh buang.”Jessica menarik napas lega usai menceritakan tentang Candra pada Monica. Setidaknya beban yang sekiranya terasa berat sudah terangkat walau pun hanya sedikit. Kemudian, Monica yang mendengar penuturan dari Jessica kembali menanyakan status dan pekerjaan dari lelaki yang menguber-uber dirinya.“Lelaki itu kerja dimana? Apa dia sudah punya istri?” tanya Monica menatap lekat wajah putrinya.“Mii.., Jessi nggak tau dia kerja dimana. Jessi waktu itu hanya kasihan sama dia, waktu dipukul sama sekuriti di Night Club, karena nggak bayar minumannya. Hanya itu saj
Keesokan harinya, sekitar pukul sepuluh pagi keluarga Irene datang bersama putranya Endrawan dan suami ke rumah Jessica. Terlihat kesibukan di rumah tersebut dimana, kedua pelayan membawa hadiah yang dibawa oleh keluarga Irene.“Irene ... Ini putriku, Jessica,” sambut Monica mengenalkan putri semata wayangnya.“Cantiknya ...Wah..., aku sungguh beruntung akan memiliki menantu secantik putrimu, Monik!” seru Irene saat melihat Jessica dengan pakaian berwarna pink muda.“Monica ... Aku ajak juga ini, putri bungsuku. Biar dia lihat calon ipar cantiknya. Ayo Imelda, kenalan dulu sama calon kakak iparmu,” perintah Irene pada putrinya yang tersenyum manis ke arah Jessica.“Hai Kak Jessi ... Kenalkan aku Imelda, adik kesayangan Kak Endrawan. Kelak kalau kakak sudah menikah dengan kakakku, tolong kasih waktu kami satu hari untuk bersama. Karena aku juga kangen sama kakakku,” pinta Imelda terus terang pada Jessica.Jessica tampak hanya tersenyum lebar tanpa menimpali ucapan dari seorang wanita b
Jessica masuk ke dalam rumah dan langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa memedulikan Monica dan Irene yang tampak tengah membuka album foto di ruang keluarga. Sepintas Monica terlihat menoleh ke arah Jessica yang masuk ke kamarnya yang berada persis di depan ruang keluarga di saat Irene sang sahabat mamanya tengah asyik fokus pada album kenangan kala Jessica kecil. Sementara Wijaya dipastikan sedang berada di luar rumah untuk melihat suasana perumahan yang di tempati Jessica. Monica yang melihat Jessica masuk ke dalam kamar dan merasa ada sesuatu yang terjadi di antara Endrawan dan Jessica, segera wanita paruh baya tersebut meminta izin pada sahabatnya untuk masuk ke dalam kamar Jessica.“Irene, aku tinggal dulu sebentar ya,” izin Monica pada sahabatnya.“Ya, silakan..., apa kamu mau menunjukkan beberapa piala dan piagam yang di dapat oleh putrimu?” tanya Irene tersenyum menoleh ke arah Monica dan kembali mengamati gambar foto pada album yang di pegangnya.Monica yang tahu telah terja
Hari pertunangan yang direncanakan pun terwujud. Tepat pada hari Sabtu, keluarga Endrawan membawa seserahan pada keluarga Atmaja. Kebaya berwarna ungu muda membungkus tubuh Luna yang tampak agak berisi hingga pada saat fiting baju, pemilik butik harus membesarkan ukurannya sampai dua inci. Keluarga Atmaja pun hadir, saat acara seserahan tersebut. Mereka langsung dijamu dengan makanan dan minuman ringan serta saling berbasa-basi antara yang satu dengan yang lain. Sampai akhirnya, paman dari Endrawan yang dituakan oleh keluarga Sasongko berbicara atas nama keluarga Sasongko saat akan melakukan lamaran tersebut.Bertempat di rumah Jessica yang cukup luas dan ruang keluarga dan ruang tamu dijadikan acara perhelatan itu yang diisi oleh dekorasi serta beberapa tulisan serta prasmanan yang telah disiapkan pada halaman samping dan belakang rumah mewah itu. Beberapa kerabat duduk di lantai yang di lapisi permadani lembut dan tebal berwarna biru tua. Kemudian, acara pun di mulai oleh pihak kelu