Beranda / Romansa / Nikah, tapi Gengsi! / Semangka Atau Jambu Air?

Share

Semangka Atau Jambu Air?

Penulis: Rien rini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-07 19:52:15

 “LAN!” Iwan berteriak di depan kamar.

 Sekarang, bukan hanya Bulan di kamar itu, tapi ada menantunya. Tidak mungkin Iwan main masuk, kalau yang di dalam ternyata sedang bermain maling-malingan, dia akan malu. Tapi, sejauh ini memang rumah mereka aman dari maling, baru kali ini Iwan mendengar Bulan berteriak seperti itu.

 Sementara itu, Sam membekap mulut Bulan dengan kedua tangannya, meminta gadis itu diam. Bulan pun mengangguk, bodohnya dia bisa berteriak seperti itu, pasti Iwan sangat cemas.

 “Eh, Nak Sam ... Bapak ke sini cuman itu loh-“ astaga, mana bisa Iwan melanjutkannya, apalagi Sam ke luar dengan kancing baju terbuka sebagian. “-Sam, tadi Bulan teriak, itu kenapa?” sambungnya.

 Sam tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu, tapi biarlah.

 “Maaf ya, Pak, kalau tadi Bulan teriak dan bangunin Bapak. Nggak apa, kami cuman lagi main aja, Pak,” jawab Sam malu-malu, lebih tepatnya dia sedang bergaya malu-malu saja agar Iwan tidak curiga.

 Iwan melorotkan kedua bahunya sembari mengusap dada merasa lega, dia sampai tidak membawa tongkat ini tadi ke kamar Bulan saking paniknya.

 “Yaudah, kalian lanjutin aja mainannya. Bapak tidur lagi ya, Nak!” kata Iwan senyum-senyum, tidak lupa mengepalkan tangannya memberi semangat.

 Sam mengangguk, kemudian senyumnya itu hilang seperti ditelan bumi, berganti wajah sombong dan menyebalkan yang selalu tampil di depan Bulan. Laki-laki itu kembali menarik gorden dan menutup pintu yang memang tidak bisa ditutup sempurna, berbalik pada Bulan yang sudah kembali meringkuk.

 Sam berjongkok di depan Bulan, gadis itu hampir-hampir menutup wajahnya dengan selimut sembari memejamkan mata.

 “Ck! Ganteng gini lo bilang maling, emang ada maling seganteng gue, hah? Lagian, jadi maling juga mikir kali, nyuri di sini dapet apaan?!” omelnya mendorong kening Bulan setelah menarik turun selimut gadis itu.

 “Ya, Mas tadi ngagetin aku. Kan, aku ya kaget. Emangnya, Mas Sam butuh apa?” balas Bulan mengubah posisinya duduk menghadap Sam.

 Sam menunjuk atas, membuat Bulan mendongak kebingungan.

 “Kenapa emangnya, Mas?” tanya Bulan tidak mengerti.

 “Kenapa, kenapa! Lo tidur kayak orang mati, tuh pasukan tikus udah salto-salto di atas, gue keganggu!” jawab Sam kembali mendorong kening Bulan.

 “Terus, Bulan harus gimana? Mas tutupin aja deh telinganya ya, bentaran aja!” Bulan kembali terdorong mundur, lagi-lagi dia salah.

 Terpaksa, malam ini harus Sam lewati dengan waswas, dia tidak nyaman sama sekali. Setiap kali ada suara dari atas, maka dia akan menendang kaki Bulan untuk kembali terjaga sampai dia mendengkur. Terhitung, lebih dari sepuluh kali Bulan terbangun karena kaki Sam, gadis itu pun memilih untuk membuat kopi dan terjaga saja. Tikar yang tadi dia gunakan tidur sebentar, Bulan lipat, dia ganti dengan kasur lipat tipis yang ada di kolong ranjang, setidaknya tidak terlalu sakit sambil menunggu Sam tidur.

 Adzan shubuh pun terdengar, Bulan hendak bersiap mengambil wudhu dan salat, berbeda dengan Sam yang menarik selimut hingga menutup kepala sambil mengomel.

 “Kenceng banget, sakit telinga gue!” kata Sam protes.

 Bulan tersenyum. “Makanya, Mas bangun. Kita salat shubuh bersama, yuk!”

 “Ogah, lo aja. Susah emang tinggal di kampung, berisik!” omel Sam lagi.

 Bulan hanya bisa menghela nafasnya sembari mengusap dada, berharap Sam bisa berubah kelak dan menjadi lebih baik lagi. Tidak peduli mau tinggal di kampung atau kota, adzan tetaplah panggilan yang indah.

 Biasanya, Bulan akan salat bersama Iwan, akan tetapi karena dia tidak mengatakan yang benar pada ayahnya, Iwan meminta Bulan salat bersama Sam saja yang katanya sudah berwudhu sebelum Iwan bangun. Gadis itu pun patuh, dia masuk kamar dan salat di dalam yang tanpa sepengetahuan Iwan, dia hanya salat seorang diri, suaminya masih tidur.

 ***

 “Nak Sam nggak sarapan, Nduk?” tanya Iwan sudah menikmati teh panasnya.

 Bulan melirik kamarnya, Sam saja belum mau bangun, dia harus mencari alasan yang sekiranya membuat Iwan tidak memandang buruk pada suaminya itu dan sudah menjadi tugasnya menjaga naa baik Sam.

 “Sebentar lagi katanya, Pak. Di sini dingin kalau pagi, mas Sam jadi pengen balik tidur lagi, gitu,” jawab Bulan sembari merapihkan jilbabnya.

 “Oo, ya namanya orang kota jarang bisa nikmatin pagi hari kayak gini. Oh ya, kan di rumah ini cuman ada Bapak sama suamimu. Nggak apa kalau kamu lepas jilbabnya, Nduk!” Iwan menunjuk kain segiempat yang sudah terpasang di kepala Bulan.

 Astaga, beruntung semalam bukan dia yang menemui Iwan, kalau tidak, Iwan akan curiga dengan hubungannya bersama Sam. Lagi-lagi, mengingat bagaimana semalam, kesalnya kembali datang.

 “Kamu masih malu sama suamimu?” tanya Iwan senyum-senyum.

 “Hehehe, Bulan cuman kebiasa aja, Pak. Lagian, kalau ada tamu mendadak, Bulan udah siap,” jawabnya dirasa masuk akal, Iwan pun memahaminya.

 Setelah menyiapkan sarapan Iwan, gadis itu pun kembali ke kamar, senyumnya terbit saat melihat sang suami sudah duduk di tepi ranjang dengan ponsel menyala di tangannya. Bulan akui kalau suaminya itu tampan meskipun sifatnya membuat Bulan harus lebih sabar lagi.

 Sam melirik kecil, lalu kembali fokus pada ponselnya. Sedangkan, Bulan membuka tas laki-laki itu untuk mengambil baju ganti.

 “Mas mandi ya, setelah itu sarapan. Aku siapin bajunya,” kata Bulan.

 “Gue? Sarapan harus mandi dulu? Terus, mandi lagi di kamar mandi kecil lo itu yang kayak ponten umum?”

 Bulan memejamkan matanya sebentar, lalu menoleh sembari tersenyum. “Iya, Mas biar segeran dan makin ganteng. Ini bajunya ya, Mas!”

 Sam berdecih, air di daerah sini memang segar dibuat mandi, tapi dia terbiasa ada pilihan air hangat dan dingin, sedang di sini mau mandi air hangat saja harus masak air lebih dulu. Bulan letakkan baju lengkap Sam di samping laki-laki itu, tidak lupa handuk yang sudah dia ambil dari jemuran belakang. Tapi, saat dia beranjak ke luar, tanpa sengaja bersamaan dengan itu Sam berdiri. Tubuhnya dan Sam saling bertabrakan.

 Keduanya tidak seimbang sehingga terjatuh bersama, Sam berada di bawah, sedangkan Bulan menindihnya. Masalahnya bukan itu, Sam tidak keberatan dengan bobot tubuh Bulan, tapi dia keberatan pada dua bongkahan yang menindih dan terasa begitu tebal di sisi wajahnya.

 “Semangka atau jambu air?” batin Sam memutar bola matanya ke kanan dan kiri.

 “Gila, gue ketindih gunung!” batinnya lagi.

“Ya Allah,” ucap Bulan setelah sadar, gadis itu beranjak bangun, merapihkan baju juga jilbab panjangnya dan berlalu ke luar kamar dengan wajah memerah.

 Kesadaran Sam belum sepenuhnya kembali, dia tertegun dalam posisi terlentang sambil membayangkan dua benda yang menghimpitnya tadi.

Bab terkait

  • Nikah, tapi Gengsi!   Resepsi Pernikahan

    Berat meninggalkan Iwan sendirian di rumah ini meskipun ada pesuruh dari kedua mertuanya yang senantiasa menjaga nanti, tetap saja Bulan merasa akan jauh lebih baik bila Iwan ikut bersamanya. Namun, Iwan memutuskan untuk tidak ikut, acara resepsi yang akan digelar di kota besar itu pun tanpa kedatangan Iwan karena kondisinya yang tak memungkinkan. Dan siang ini, Sam memboyong Bulan ke kota setelah sempat berziarah ke makan ibu kandung Bulan lebih dulu. “Mas-“ Sam menekan jari telunjuknya di depan mulut Bulan. “Lo bisa nggak sih kalau manggil gue jangan begitu?!” “Em, emangnya aku harus manggil kamu apa?” balas Bulan bingung. “Di tempat gue, nggak ada yang dipanggil ‘Mas’, dikiranya nanti aku yang jagain rumah atau kang kebun. Panggil yang lain!” titahnya kesal. Bulan berpikir sejenak, dia bingung karena setiap panggilan yang dia utarakan, tidak cocok, Sam menolaknya. Laki-laki itu sungguh membuat kesabarannya harus dipertebal lagi, baru hitungan jam menikah saja rasanya sudah am

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-02
  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-22
  • Nikah, tapi Gengsi!   Mencintai Gadis Yang Sama

    “Aku nggak salah denger, Mam?” Sam merotasikan kedua bola matanya. Drama apa ini? Laki-laki tampan dengan kharisma yang mampu membuat para gadis di luar sana mabuk kepayang itu mengekor pada ibunya, baru saja dia pulang setelah hampir satu minggu berada di luar kota untuk membantu pekerjaan sang ayah, sekarang telinganya berdenging mendengar kabar aneh. “Mami yakin, cowok se ganteng aku itu nggak bisa cari cewek sampe harus dijodohin?” tanyanya lagi. “Mami ...” Wanita itu diam saja, hanya menyengir kuda melihat kehebohan putranya yang baru saja kembali dan harus setuju dengan rencana perjodohan yang dibuat. Sam sudah pantas untuk menikah, sampai detik ini sekalipun Sam selalu mengatakan banyak gadis yang rela antri untuk bersamanya, tidak ada satu pun yang mendapatkan persetujuan. Penampilan mereka yang terbuka dan kehidupan mereka yang cenderung bebas lagi gila kerja, alasan-alasan itu yang membuat Sam gagal membawa para gadis itu ke jenjang lebih serius. Lagipula, Sam mencari p

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19
  • Nikah, tapi Gengsi!   Kecewa, Menerima Perjodohan

    Kecewa, patah, hancur, tidak menyangka dan semua rasa yang buruk itu berkumpul menjadi satu, membebani Sam. Jadi, selama ini dia dan Leon mencintai gadis yang sama diwaktu yang sama juga, sedang gadis yang mereka cintai itu jelas tidak akan bisa menjadi milik bersama. “Bego!” umpatnya. Belum selesai semua rasa buruk itu memakan dan menyiksa batinnya, Leon dan Sita berencana mengajak Sam untuk berkencan bersama. Hal gila yang muncul karena pengakuan gila Sam sendiri, dia mengaku sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin seorang laki-laki tampan sepertinya hidup seorang diri dengan hati yang sepi. Sial! Sekarang, di mana dia harus mencari pasangan? “Bego, lo sumpah bego, Sam!” umpatnya lagi, kali ini dia benar-benar merasa bodoh. Hatinya masih berdarah-darah melihat Sita mencintai Leon, kotak berisi cincin emas dengan ukuran jari Sita itu pun sekarang harus dia buang sia-sia, hebatnya lagi dia masih mempunyai gengsi yang besar hingga menjerumuskannya pada puncak masalah. Ya, dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19
  • Nikah, tapi Gengsi!   Bertemu Bulan

    “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya. “Mami ...” geram Sam mengajukan protes. Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya. Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan. Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu. “Gila ya, gini gimana coba mau ngapeln

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19
  • Nikah, tapi Gengsi!   Pesta Bujang

    Bulan memperhatikan lagi kondisi kamarnya, bukan tentang malam pengantin yang dia pikirkan, tapi lebih pada kenyamanan yang bisa diberikan pada laki-laki sombong itu. Dari mulai kasur sampai dengan pendingin ruangan, sudah dia bersihkan sampai tidak ada satu lapis debu pun. “Nduk, lagi apa?” tanya Iwan berjalan pelan ke kamar putrinya, berpegangan pada sisi pintu. “Pak ... kalau butuh apa-apa tinggal teriak aja, jangan maksa ke sini!” “Kamu ini, Bapak ke sini cuman pengen tahu kamu ini seharian sibuk apa? Benahin kamar kamu?” Iwan mengedarkan pandangannya, cat tembok kamar ini juga sudah diganti. “Kalian cuman semalam di sini, tapi Bapak seneng kamu begitu antusias nyambut suamimu, Nduk!” Bulan jadi malu sendiri, bukan itu masalahnya, dia hanya tidak mau ada keributan saat Sam tidur di kamar ini meskipun dia sendiri sudah merasa tidak akan baik-baik saja. Tanpa Iwan tahu, dia telah menyiapkan kasur busa lipat di bawah kolong ranjang untuk persiapan, siapa tahu laki-laki itu enggan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19
  • Nikah, tapi Gengsi!   Menikah

    Plak! Ini tamparan kesekian kalinya untuk Sam karena telah melewati batas, besok dia akan menikah dan memulai kehidupan baru, tapi apa yang terjadi malam ini tidak mencerminkan kebaikan akan masa depan yang Hardja bayangkan. Dia salah menilai putranya sendiri, disaat Bulan dan orang di rumah ini mengadakan acara kirim doa bersama, yang menjadi calon pengantin justru asik mabuk. “Pi, udah!” kata mami Dara menarik suaminya menjauh. “Kamu belain anak ini?” “Bukan, Papi jangan salah paham dong! Mami mikir kesehatan Papi, kita harus istirahat biar besok kondisi kita nggak lemah. Urusan Sam, nanti aja!” jawab mami Dara tidak tahu lagi, yang dia pikirkan hanya suaminya, bisa saja besok masuk angin atau sakit kepala, mereka akan sakit sendiri. Mau tidak mau Hardja meninggalkan Sam sendiri di kamarnya bersama pelayan laki-laki di rumah ini, dia yang akan membantu menyadarkan Sam dan persiapan besok pagi. Sementara Sam masih setengah sadar, mulai mengeluh dan menggosok pipinya yang sudah

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07

Bab terbaru

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

  • Nikah, tapi Gengsi!   Resepsi Pernikahan

    Berat meninggalkan Iwan sendirian di rumah ini meskipun ada pesuruh dari kedua mertuanya yang senantiasa menjaga nanti, tetap saja Bulan merasa akan jauh lebih baik bila Iwan ikut bersamanya. Namun, Iwan memutuskan untuk tidak ikut, acara resepsi yang akan digelar di kota besar itu pun tanpa kedatangan Iwan karena kondisinya yang tak memungkinkan. Dan siang ini, Sam memboyong Bulan ke kota setelah sempat berziarah ke makan ibu kandung Bulan lebih dulu. “Mas-“ Sam menekan jari telunjuknya di depan mulut Bulan. “Lo bisa nggak sih kalau manggil gue jangan begitu?!” “Em, emangnya aku harus manggil kamu apa?” balas Bulan bingung. “Di tempat gue, nggak ada yang dipanggil ‘Mas’, dikiranya nanti aku yang jagain rumah atau kang kebun. Panggil yang lain!” titahnya kesal. Bulan berpikir sejenak, dia bingung karena setiap panggilan yang dia utarakan, tidak cocok, Sam menolaknya. Laki-laki itu sungguh membuat kesabarannya harus dipertebal lagi, baru hitungan jam menikah saja rasanya sudah am

  • Nikah, tapi Gengsi!   Semangka Atau Jambu Air?

    “LAN!” Iwan berteriak di depan kamar. Sekarang, bukan hanya Bulan di kamar itu, tapi ada menantunya. Tidak mungkin Iwan main masuk, kalau yang di dalam ternyata sedang bermain maling-malingan, dia akan malu. Tapi, sejauh ini memang rumah mereka aman dari maling, baru kali ini Iwan mendengar Bulan berteriak seperti itu. Sementara itu, Sam membekap mulut Bulan dengan kedua tangannya, meminta gadis itu diam. Bulan pun mengangguk, bodohnya dia bisa berteriak seperti itu, pasti Iwan sangat cemas. “Eh, Nak Sam ... Bapak ke sini cuman itu loh-“ astaga, mana bisa Iwan melanjutkannya, apalagi Sam ke luar dengan kancing baju terbuka sebagian. “-Sam, tadi Bulan teriak, itu kenapa?” sambungnya. Sam tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu, tapi biarlah. “Maaf ya, Pak, kalau tadi Bulan teriak dan bangunin Bapak. Nggak apa, kami cuman lagi main aja, Pak,” jawab Sam malu-malu, lebih tepatnya dia sedang bergaya malu-malu saja agar Iwan tidak curiga. Iwan melorotkan kedua ba

  • Nikah, tapi Gengsi!   Malam Pertama

    Sam menganga melihat kamar yang akan dia tempati nanti malam, di bagian atas tidak ada plafonnya, langsung terlihat barisan kayu dan genteng, tampak celah-celan di mana menjadi peluang bagi tikus dan hewan lainnya masuk meskipun belum ada tanda-tandanya. Dan satu lagi, tembok pembatas antara kamar Bulan dan Iwan itu tidak utuh sampai atas, bila dia bersuara sedikit keras saja, Iwan bisa mendengar mereka, begitu sebaliknya. Itu, katanya Bulan baru saja memasang pendingin ruangan, benar adanya. Tapi, bukan untuk kamar Bulan saja, melainkan dibagi dengan kamar Iwan karena kondisi tembok pembatas yang tidak utuh. “Gila, gue naik kursi aja udah kelihatan tuh orang lagi ngapain di sebelah. Ini niat apa nggak bikin kamar?” gerutu Sam berkacak pinggang, dia benar-benar memeriksa tinggi tembok itu. Dari satu sudut ke sudut lainnya, sampai rambutnya berubah putih juga dia tidak akan menemukan kamar mandi di kamar Bulan. Itu artinya dia harus ke luar kamar bila ingin buang air atau mandi, lal

  • Nikah, tapi Gengsi!   Menikah

    Plak! Ini tamparan kesekian kalinya untuk Sam karena telah melewati batas, besok dia akan menikah dan memulai kehidupan baru, tapi apa yang terjadi malam ini tidak mencerminkan kebaikan akan masa depan yang Hardja bayangkan. Dia salah menilai putranya sendiri, disaat Bulan dan orang di rumah ini mengadakan acara kirim doa bersama, yang menjadi calon pengantin justru asik mabuk. “Pi, udah!” kata mami Dara menarik suaminya menjauh. “Kamu belain anak ini?” “Bukan, Papi jangan salah paham dong! Mami mikir kesehatan Papi, kita harus istirahat biar besok kondisi kita nggak lemah. Urusan Sam, nanti aja!” jawab mami Dara tidak tahu lagi, yang dia pikirkan hanya suaminya, bisa saja besok masuk angin atau sakit kepala, mereka akan sakit sendiri. Mau tidak mau Hardja meninggalkan Sam sendiri di kamarnya bersama pelayan laki-laki di rumah ini, dia yang akan membantu menyadarkan Sam dan persiapan besok pagi. Sementara Sam masih setengah sadar, mulai mengeluh dan menggosok pipinya yang sudah

  • Nikah, tapi Gengsi!   Pesta Bujang

    Bulan memperhatikan lagi kondisi kamarnya, bukan tentang malam pengantin yang dia pikirkan, tapi lebih pada kenyamanan yang bisa diberikan pada laki-laki sombong itu. Dari mulai kasur sampai dengan pendingin ruangan, sudah dia bersihkan sampai tidak ada satu lapis debu pun. “Nduk, lagi apa?” tanya Iwan berjalan pelan ke kamar putrinya, berpegangan pada sisi pintu. “Pak ... kalau butuh apa-apa tinggal teriak aja, jangan maksa ke sini!” “Kamu ini, Bapak ke sini cuman pengen tahu kamu ini seharian sibuk apa? Benahin kamar kamu?” Iwan mengedarkan pandangannya, cat tembok kamar ini juga sudah diganti. “Kalian cuman semalam di sini, tapi Bapak seneng kamu begitu antusias nyambut suamimu, Nduk!” Bulan jadi malu sendiri, bukan itu masalahnya, dia hanya tidak mau ada keributan saat Sam tidur di kamar ini meskipun dia sendiri sudah merasa tidak akan baik-baik saja. Tanpa Iwan tahu, dia telah menyiapkan kasur busa lipat di bawah kolong ranjang untuk persiapan, siapa tahu laki-laki itu enggan

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bertemu Bulan

    “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya. “Mami ...” geram Sam mengajukan protes. Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya. Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan. Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu. “Gila ya, gini gimana coba mau ngapeln

  • Nikah, tapi Gengsi!   Kecewa, Menerima Perjodohan

    Kecewa, patah, hancur, tidak menyangka dan semua rasa yang buruk itu berkumpul menjadi satu, membebani Sam. Jadi, selama ini dia dan Leon mencintai gadis yang sama diwaktu yang sama juga, sedang gadis yang mereka cintai itu jelas tidak akan bisa menjadi milik bersama. “Bego!” umpatnya. Belum selesai semua rasa buruk itu memakan dan menyiksa batinnya, Leon dan Sita berencana mengajak Sam untuk berkencan bersama. Hal gila yang muncul karena pengakuan gila Sam sendiri, dia mengaku sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin seorang laki-laki tampan sepertinya hidup seorang diri dengan hati yang sepi. Sial! Sekarang, di mana dia harus mencari pasangan? “Bego, lo sumpah bego, Sam!” umpatnya lagi, kali ini dia benar-benar merasa bodoh. Hatinya masih berdarah-darah melihat Sita mencintai Leon, kotak berisi cincin emas dengan ukuran jari Sita itu pun sekarang harus dia buang sia-sia, hebatnya lagi dia masih mempunyai gengsi yang besar hingga menjerumuskannya pada puncak masalah. Ya, dia

DMCA.com Protection Status