Share

Bertemu Bulan

Author: Rien rini
last update Last Updated: 2023-08-19 10:36:48

 “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya.

 “Mami ...” geram Sam mengajukan protes.

 Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya.

 Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan.

 Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu.

 “Gila ya, gini gimana coba mau ngapelnya, hah? Pantes tuh cewek nggak laku, orang mau ngapel susah bener!” oceh Sam seperti biasa.

 “Sudah, Pi!” mami Dara mengusap dada suaminya, anak itu kalau ditanggapi akan semakin menjadi.

 “Dia nggak ingat umur apa, Mi?” gerutu Hardja kesal.

 Di depan sana, seorang laki-laki paruh baya dengan tongkat di tangan kirinya berusaha melambaikan tangan kanan yang hanya mampu terangkat sebatas telinga, terlihat begitu bahagia menyambut kedatangan teman lama. Dan di sampingnya, seorang gadis berjilbab ikut berdiri menyambut, tatapannya sangat teduh lagi malu-malu, penampilannya yang sederhana, tidak membuat gadis itu kehilangan kecantikannya.

 Brak!

 “Sam!” jerit mami Dara menutup mulutnya dengan kedua tangan.

 “Sialan! Ayam sialan!” umpat Sam, dia terjatuh karena menabrak kerumunan ayam, sedang dia sibuk tebar pesona.

 Bulan terkikik lirih, jadi ini laki-laki tampan lagi sombong yang akan menikahinya, laki-laki kota dengan kesuksesan nyata yang awalnya menolak untuk dijodohkan juga. Rasanya, dia tidak mau mengalah dengan laki-laki seperti Sam, menyebalkan dari tampangnya.

 Mami Dara bergegas menarik lengan Sam, mengajaknya bersalaman dengan Iwan, ayah kandung Bulan. Ternyata, bukan hanya menyebalkan, tapi juga tidak tahu sopan santun. Ada luka di tangan Iwan, itu membuat Sam menarik tangannya cepat dan mengibaskannya seakan menepis tangan Iwan perlahan.

 “Jangan sentuh, Bulan!” ucap Hardja sudah ingin mengamuk saja pada Sam, memalukan.

 “Iya-iya,” balasnya sambil melirik kecil Bulan yang menunduk, tidak hanya itu, dia menyunggingkan senyum remehnya. “Takut kepeleset tai ayam lo, nunduk gitu? Atau nggak kuat liat pancaran sinar gue?” tanyanya lirih pada Bulan, dia yakin gadis itu bisa mendengar suaranya.

 Namun, gadis itu tidak menanggapinya, Bulan terus berjalan mengabaikan pertanyaan itu.

 “Nggak cantik, sombong!” gerutunya menjejak kesal.

  ***

  “Bilang, mau lo apa!” titah Sam sambil melirik jam dinding yang sudah tua menurutnya.

 Lagi-lagi, Bulan mengalihkan tatapannya dari wajah Sam, diam-diam laki-laki itu merasa ada yang salah dengan wajahnya karena Bulan berbeda dari gadis lain. Sudah tadi Hardja melarangnya menyentuh dan bersalaman dengan Bulan, sekarang gadis itu sendiri enggan melihat wajahnya. Tapi, Sam tidak akan percaya begitu saja, gadis model seperti ini banyak di kota besar. Malu-malu dan terlihat polos, padahal sudah pernah tidur dengan banyak pria hidung belang, mengerikan.

 “Aku tahu ini nggak sesuai sama yang Mas Sam mau, tapi-“

 “Jelas, gue terpaksa, lo bukan tipe gue banget!” sambar Sam lagi.

 Bulan melipat bibirnya ke dalam, lalu dia lanjutkan. “Iya, Bulan cuman pengen minta tolong ke Mas Sam, tolong jangan terlalu keras berbicara dan jaga sikap Mas di depan bapak. Soalnya-“

 “Lo mau ngatur gue, hah? Belum gue nikahin aja belagu lo!” lagi-lagi Sam tidak sabaran.

 “Bukan itu, Mas!” Bulan menggelengkan kepalanya cepat.

 “Terus, mau lo apa ngatur gue gitu?” Sam memberikan dia waktu hanya lima detik untuk menjawab.

 “Bapak sakit jantung dan gampang drop,” jawab Bulan secepat mungkin, setelah melihat Sam menurunkan tangannya yang menghitung, Bulan rasa bisa menambahkan lagi. “Bulan mohon, jangan sampai setelah Mas sekeluarga pulang, bapak jadi drop karena kepikiran gimana Mas kepaksa, bapak baru aja pulang dari rumah sakit!”

 Sam terdiam sebentar, sebelum akhirnya mengangguk dengan masih mempertahankan wajah sombongnya itu. Bahkan, dia masih sempat melotot pada Bulan sebelum meninggalkan gadis itu seorang diri di dapur. Dia memang suka membangkang dan keras kepala, tapi untuk urusan yang membawa nama orang tua, Sam tidak bisa seenaknya, ada sisi anak baik di dirinya meskipun hanya sedikit.

 Dia kembali lagi ke depan, disusul Bulan yang membawa nampan berisi es kacang hijau manis buatannya untuk disajikan. Munculnya Sam sebelum Bulan tentu mengundang arti yang berbeda di mata mami Dara, wanita itu mencubit lengan Sam dari arah belakang sambil menyengir kuda.

 “Apaan sih, Mi!” protesnya tanpa suara.

 Setelah diputuskan semuanya, Hardja berniat untuk langsung pamit pulang karena besok ada urusan penting yang menunggunya dan supaya persiapan pernikahan segera diurus. Sam kembali mengerutkan keningnya, dia sedikit membungkuk memperhatikan wajah Bulan, tapi gadis itu tidak menatapnya sama sekali.

 “Sok cantik lo!” ucapnya.

 ***

 Hampir satu bulan, Sam tidak bertemu dengan Sita. Bukan dia berniat memutuskan hubungan pertemanan mereka, tapi lebih pada rasa takut tidak bisa menahan diri dari kecewa dan ingin yang bisa saja muncul tanpa dia duga. Bahkan, dia menunda ajakan bisa kencan bersama dengan alasan gadis yang akan bersamanya tidak bisa diajak pergi sebelum mereka mempunyai hubungan yang sah.

 “Aku nggak percaya banget kamu bakal bohongin aku!” kata Sita mendadak sudah masuk ke ruangan kerja Sam, laki-laki itu lantas berdiri.

 “Ta-“

  “Aku kaget, marah juga, tapi aku seneng karena akhirnya kamu bakal punya pasangan yang nggak akan ganti-ganti lagi, Sam. Selamat ya, aku seneng!” kata Sita masih memeluk Sam.

 Sungguh, pelukan ini Sam rindukan, dia pun membalasnya begitu erat.

 “Kamu seneng denger aku mau nikah?” tanya Sam teriris-iris, seharusnya yang dia harapkan adalah Sita sedih untuknya.

 Sita mengangguk, dia menjauhkan sedikit tubuhnya. “Sumpah, aku udah capek sama kamu yang suka ganti-ganti cewek. Udah itu aja, aku yakin yang udah direstuin sama om dan tante, nggak akan salah buat kamu, oke!”

 “Ta, sebenarnya aku-“

 “Aku bakal dateng ke pesta bujang kamu sama Leon, kalian pasti bisa mabuk berat kalau nggak aku kontrol, bye!” ucap Sita bergegas pergi tanpa berniat mendengarkan ucapan Sam.

 Sam meraba dadanya, yang benar saja kalau Sita bisa se bahagia ini di atas penderitaannya, bahkan dia sudah mau bunuh diri kemarin dengan banyak minum minuman beralkohol. Tapi, karena dia masih berpikir ada kesempatan kedua dan takut harga dirinya jatuh, makanya keputusan ini dia ambil.

 Dan gadis ini, astaga.

 “Perta bujang, oke, kita mati sama-sama!” gumamnya.

Related chapters

  • Nikah, tapi Gengsi!   Pesta Bujang

    Bulan memperhatikan lagi kondisi kamarnya, bukan tentang malam pengantin yang dia pikirkan, tapi lebih pada kenyamanan yang bisa diberikan pada laki-laki sombong itu. Dari mulai kasur sampai dengan pendingin ruangan, sudah dia bersihkan sampai tidak ada satu lapis debu pun. “Nduk, lagi apa?” tanya Iwan berjalan pelan ke kamar putrinya, berpegangan pada sisi pintu. “Pak ... kalau butuh apa-apa tinggal teriak aja, jangan maksa ke sini!” “Kamu ini, Bapak ke sini cuman pengen tahu kamu ini seharian sibuk apa? Benahin kamar kamu?” Iwan mengedarkan pandangannya, cat tembok kamar ini juga sudah diganti. “Kalian cuman semalam di sini, tapi Bapak seneng kamu begitu antusias nyambut suamimu, Nduk!” Bulan jadi malu sendiri, bukan itu masalahnya, dia hanya tidak mau ada keributan saat Sam tidur di kamar ini meskipun dia sendiri sudah merasa tidak akan baik-baik saja. Tanpa Iwan tahu, dia telah menyiapkan kasur busa lipat di bawah kolong ranjang untuk persiapan, siapa tahu laki-laki itu enggan

    Last Updated : 2023-08-19
  • Nikah, tapi Gengsi!   Menikah

    Plak! Ini tamparan kesekian kalinya untuk Sam karena telah melewati batas, besok dia akan menikah dan memulai kehidupan baru, tapi apa yang terjadi malam ini tidak mencerminkan kebaikan akan masa depan yang Hardja bayangkan. Dia salah menilai putranya sendiri, disaat Bulan dan orang di rumah ini mengadakan acara kirim doa bersama, yang menjadi calon pengantin justru asik mabuk. “Pi, udah!” kata mami Dara menarik suaminya menjauh. “Kamu belain anak ini?” “Bukan, Papi jangan salah paham dong! Mami mikir kesehatan Papi, kita harus istirahat biar besok kondisi kita nggak lemah. Urusan Sam, nanti aja!” jawab mami Dara tidak tahu lagi, yang dia pikirkan hanya suaminya, bisa saja besok masuk angin atau sakit kepala, mereka akan sakit sendiri. Mau tidak mau Hardja meninggalkan Sam sendiri di kamarnya bersama pelayan laki-laki di rumah ini, dia yang akan membantu menyadarkan Sam dan persiapan besok pagi. Sementara Sam masih setengah sadar, mulai mengeluh dan menggosok pipinya yang sudah

    Last Updated : 2023-09-07
  • Nikah, tapi Gengsi!   Malam Pertama

    Sam menganga melihat kamar yang akan dia tempati nanti malam, di bagian atas tidak ada plafonnya, langsung terlihat barisan kayu dan genteng, tampak celah-celan di mana menjadi peluang bagi tikus dan hewan lainnya masuk meskipun belum ada tanda-tandanya. Dan satu lagi, tembok pembatas antara kamar Bulan dan Iwan itu tidak utuh sampai atas, bila dia bersuara sedikit keras saja, Iwan bisa mendengar mereka, begitu sebaliknya. Itu, katanya Bulan baru saja memasang pendingin ruangan, benar adanya. Tapi, bukan untuk kamar Bulan saja, melainkan dibagi dengan kamar Iwan karena kondisi tembok pembatas yang tidak utuh. “Gila, gue naik kursi aja udah kelihatan tuh orang lagi ngapain di sebelah. Ini niat apa nggak bikin kamar?” gerutu Sam berkacak pinggang, dia benar-benar memeriksa tinggi tembok itu. Dari satu sudut ke sudut lainnya, sampai rambutnya berubah putih juga dia tidak akan menemukan kamar mandi di kamar Bulan. Itu artinya dia harus ke luar kamar bila ingin buang air atau mandi, lal

    Last Updated : 2023-09-07
  • Nikah, tapi Gengsi!   Semangka Atau Jambu Air?

    “LAN!” Iwan berteriak di depan kamar. Sekarang, bukan hanya Bulan di kamar itu, tapi ada menantunya. Tidak mungkin Iwan main masuk, kalau yang di dalam ternyata sedang bermain maling-malingan, dia akan malu. Tapi, sejauh ini memang rumah mereka aman dari maling, baru kali ini Iwan mendengar Bulan berteriak seperti itu. Sementara itu, Sam membekap mulut Bulan dengan kedua tangannya, meminta gadis itu diam. Bulan pun mengangguk, bodohnya dia bisa berteriak seperti itu, pasti Iwan sangat cemas. “Eh, Nak Sam ... Bapak ke sini cuman itu loh-“ astaga, mana bisa Iwan melanjutkannya, apalagi Sam ke luar dengan kancing baju terbuka sebagian. “-Sam, tadi Bulan teriak, itu kenapa?” sambungnya. Sam tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu, tapi biarlah. “Maaf ya, Pak, kalau tadi Bulan teriak dan bangunin Bapak. Nggak apa, kami cuman lagi main aja, Pak,” jawab Sam malu-malu, lebih tepatnya dia sedang bergaya malu-malu saja agar Iwan tidak curiga. Iwan melorotkan kedua ba

    Last Updated : 2023-09-07
  • Nikah, tapi Gengsi!   Resepsi Pernikahan

    Berat meninggalkan Iwan sendirian di rumah ini meskipun ada pesuruh dari kedua mertuanya yang senantiasa menjaga nanti, tetap saja Bulan merasa akan jauh lebih baik bila Iwan ikut bersamanya. Namun, Iwan memutuskan untuk tidak ikut, acara resepsi yang akan digelar di kota besar itu pun tanpa kedatangan Iwan karena kondisinya yang tak memungkinkan. Dan siang ini, Sam memboyong Bulan ke kota setelah sempat berziarah ke makan ibu kandung Bulan lebih dulu. “Mas-“ Sam menekan jari telunjuknya di depan mulut Bulan. “Lo bisa nggak sih kalau manggil gue jangan begitu?!” “Em, emangnya aku harus manggil kamu apa?” balas Bulan bingung. “Di tempat gue, nggak ada yang dipanggil ‘Mas’, dikiranya nanti aku yang jagain rumah atau kang kebun. Panggil yang lain!” titahnya kesal. Bulan berpikir sejenak, dia bingung karena setiap panggilan yang dia utarakan, tidak cocok, Sam menolaknya. Laki-laki itu sungguh membuat kesabarannya harus dipertebal lagi, baru hitungan jam menikah saja rasanya sudah am

    Last Updated : 2023-09-07
  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

    Last Updated : 2023-10-02
  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

    Last Updated : 2024-07-22
  • Nikah, tapi Gengsi!   Mencintai Gadis Yang Sama

    “Aku nggak salah denger, Mam?” Sam merotasikan kedua bola matanya. Drama apa ini? Laki-laki tampan dengan kharisma yang mampu membuat para gadis di luar sana mabuk kepayang itu mengekor pada ibunya, baru saja dia pulang setelah hampir satu minggu berada di luar kota untuk membantu pekerjaan sang ayah, sekarang telinganya berdenging mendengar kabar aneh. “Mami yakin, cowok se ganteng aku itu nggak bisa cari cewek sampe harus dijodohin?” tanyanya lagi. “Mami ...” Wanita itu diam saja, hanya menyengir kuda melihat kehebohan putranya yang baru saja kembali dan harus setuju dengan rencana perjodohan yang dibuat. Sam sudah pantas untuk menikah, sampai detik ini sekalipun Sam selalu mengatakan banyak gadis yang rela antri untuk bersamanya, tidak ada satu pun yang mendapatkan persetujuan. Penampilan mereka yang terbuka dan kehidupan mereka yang cenderung bebas lagi gila kerja, alasan-alasan itu yang membuat Sam gagal membawa para gadis itu ke jenjang lebih serius. Lagipula, Sam mencari p

    Last Updated : 2023-08-19

Latest chapter

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 10. Dimanfaatkan

    "Iya, Bang?" Bulan mengerutkan keningnya tipis, mereka sudah berada di kamar dengan pintu terkunci rapat. "Abang mau sesuatu?" Sam memejamkan matanya singkat, pusing sekali menghadapi wanita satu itu, selain penampilannya yang membuat sakit mata, ternyata juga banyak bicara dan pandai sekali memberikan jawaban yang sialnya terkadang Sam banyak kalahnya. "Lo tau kalau harus jaga nama baik gue, kan? Bisa-bisanya, lo ke luar kamar nggak bilang-bilang, hah? Kalau mami tanya gue di mana, gimana? Lo jawab apa? Gue habis kabur, terus capek, akhirnya molor bangun gitu?" tuduh lelaki itu sambil menunjuk wajah Bulan. "Abang tenang aja, aku nggak jawab gitu kok. Maaf ya, Bang, aku nggak pamit. Tadi, dingin aja di sini dan kalau aku udah coba bangunin kamu, tapi rada susah. Maafin ya, Bang?" Alih-alih ikut meledak seperti Sam, Bulan justru mengambil bawahnya sehingga amarah lelaki itu hilang. "Yaudah, lo harus tau itu pokoknya. Beda kalau nanti udah tinggal di rumah sendiri, lo bebas mau pam

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bab 9. Malam Pertama di Rumah Suami

    "Ngapain kamu tanya soal Sita?" tanya Sam melotot dan manyun pada Bulan, mereka sedang berada di kamar lama Sam sekarang seperti yang mami Dara mau. Bulan menggedikkan kedua bahunya. "Tanya aja, Bang. Kalian deket banget tadi sampe pelukan, dia bukan mah-" "Nggak usah ceramahin gue!" potong Sam menutup telinganya, lalu bergegas mengganti baju tanpa peduli saat itu Bulan pun kesusahan melepaskan aneka aksesoris di kepalanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah pun seperti itu, masih menempel di kepala Bulan. "Gue mau ke luar, lo tidur aja sendiri!" "Bang, kalau mami sama papi tanya gimana?" Bulan berusaha menahan suaminya itu, sungguh dia harus ekstra sabar menghadapi Sam. "Bebas lo mau ngarang apa, intinya kasih tahu mereka baik-baik!" jawab Sam menggeser tubuh Bulan sehingga dia bisa segera ke luar dan pergi ke tempat yang sudah dia janjikan bersama teman yang lain, termasuk ada Sita di sana bersama Leon. Bulan memejamkan matanya sembari mengusap dada, baru saja satu hari dia

  • Nikah, tapi Gengsi!   Resepsi Pernikahan

    Berat meninggalkan Iwan sendirian di rumah ini meskipun ada pesuruh dari kedua mertuanya yang senantiasa menjaga nanti, tetap saja Bulan merasa akan jauh lebih baik bila Iwan ikut bersamanya. Namun, Iwan memutuskan untuk tidak ikut, acara resepsi yang akan digelar di kota besar itu pun tanpa kedatangan Iwan karena kondisinya yang tak memungkinkan. Dan siang ini, Sam memboyong Bulan ke kota setelah sempat berziarah ke makan ibu kandung Bulan lebih dulu. “Mas-“ Sam menekan jari telunjuknya di depan mulut Bulan. “Lo bisa nggak sih kalau manggil gue jangan begitu?!” “Em, emangnya aku harus manggil kamu apa?” balas Bulan bingung. “Di tempat gue, nggak ada yang dipanggil ‘Mas’, dikiranya nanti aku yang jagain rumah atau kang kebun. Panggil yang lain!” titahnya kesal. Bulan berpikir sejenak, dia bingung karena setiap panggilan yang dia utarakan, tidak cocok, Sam menolaknya. Laki-laki itu sungguh membuat kesabarannya harus dipertebal lagi, baru hitungan jam menikah saja rasanya sudah am

  • Nikah, tapi Gengsi!   Semangka Atau Jambu Air?

    “LAN!” Iwan berteriak di depan kamar. Sekarang, bukan hanya Bulan di kamar itu, tapi ada menantunya. Tidak mungkin Iwan main masuk, kalau yang di dalam ternyata sedang bermain maling-malingan, dia akan malu. Tapi, sejauh ini memang rumah mereka aman dari maling, baru kali ini Iwan mendengar Bulan berteriak seperti itu. Sementara itu, Sam membekap mulut Bulan dengan kedua tangannya, meminta gadis itu diam. Bulan pun mengangguk, bodohnya dia bisa berteriak seperti itu, pasti Iwan sangat cemas. “Eh, Nak Sam ... Bapak ke sini cuman itu loh-“ astaga, mana bisa Iwan melanjutkannya, apalagi Sam ke luar dengan kancing baju terbuka sebagian. “-Sam, tadi Bulan teriak, itu kenapa?” sambungnya. Sam tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu, tapi biarlah. “Maaf ya, Pak, kalau tadi Bulan teriak dan bangunin Bapak. Nggak apa, kami cuman lagi main aja, Pak,” jawab Sam malu-malu, lebih tepatnya dia sedang bergaya malu-malu saja agar Iwan tidak curiga. Iwan melorotkan kedua ba

  • Nikah, tapi Gengsi!   Malam Pertama

    Sam menganga melihat kamar yang akan dia tempati nanti malam, di bagian atas tidak ada plafonnya, langsung terlihat barisan kayu dan genteng, tampak celah-celan di mana menjadi peluang bagi tikus dan hewan lainnya masuk meskipun belum ada tanda-tandanya. Dan satu lagi, tembok pembatas antara kamar Bulan dan Iwan itu tidak utuh sampai atas, bila dia bersuara sedikit keras saja, Iwan bisa mendengar mereka, begitu sebaliknya. Itu, katanya Bulan baru saja memasang pendingin ruangan, benar adanya. Tapi, bukan untuk kamar Bulan saja, melainkan dibagi dengan kamar Iwan karena kondisi tembok pembatas yang tidak utuh. “Gila, gue naik kursi aja udah kelihatan tuh orang lagi ngapain di sebelah. Ini niat apa nggak bikin kamar?” gerutu Sam berkacak pinggang, dia benar-benar memeriksa tinggi tembok itu. Dari satu sudut ke sudut lainnya, sampai rambutnya berubah putih juga dia tidak akan menemukan kamar mandi di kamar Bulan. Itu artinya dia harus ke luar kamar bila ingin buang air atau mandi, lal

  • Nikah, tapi Gengsi!   Menikah

    Plak! Ini tamparan kesekian kalinya untuk Sam karena telah melewati batas, besok dia akan menikah dan memulai kehidupan baru, tapi apa yang terjadi malam ini tidak mencerminkan kebaikan akan masa depan yang Hardja bayangkan. Dia salah menilai putranya sendiri, disaat Bulan dan orang di rumah ini mengadakan acara kirim doa bersama, yang menjadi calon pengantin justru asik mabuk. “Pi, udah!” kata mami Dara menarik suaminya menjauh. “Kamu belain anak ini?” “Bukan, Papi jangan salah paham dong! Mami mikir kesehatan Papi, kita harus istirahat biar besok kondisi kita nggak lemah. Urusan Sam, nanti aja!” jawab mami Dara tidak tahu lagi, yang dia pikirkan hanya suaminya, bisa saja besok masuk angin atau sakit kepala, mereka akan sakit sendiri. Mau tidak mau Hardja meninggalkan Sam sendiri di kamarnya bersama pelayan laki-laki di rumah ini, dia yang akan membantu menyadarkan Sam dan persiapan besok pagi. Sementara Sam masih setengah sadar, mulai mengeluh dan menggosok pipinya yang sudah

  • Nikah, tapi Gengsi!   Pesta Bujang

    Bulan memperhatikan lagi kondisi kamarnya, bukan tentang malam pengantin yang dia pikirkan, tapi lebih pada kenyamanan yang bisa diberikan pada laki-laki sombong itu. Dari mulai kasur sampai dengan pendingin ruangan, sudah dia bersihkan sampai tidak ada satu lapis debu pun. “Nduk, lagi apa?” tanya Iwan berjalan pelan ke kamar putrinya, berpegangan pada sisi pintu. “Pak ... kalau butuh apa-apa tinggal teriak aja, jangan maksa ke sini!” “Kamu ini, Bapak ke sini cuman pengen tahu kamu ini seharian sibuk apa? Benahin kamar kamu?” Iwan mengedarkan pandangannya, cat tembok kamar ini juga sudah diganti. “Kalian cuman semalam di sini, tapi Bapak seneng kamu begitu antusias nyambut suamimu, Nduk!” Bulan jadi malu sendiri, bukan itu masalahnya, dia hanya tidak mau ada keributan saat Sam tidur di kamar ini meskipun dia sendiri sudah merasa tidak akan baik-baik saja. Tanpa Iwan tahu, dia telah menyiapkan kasur busa lipat di bawah kolong ranjang untuk persiapan, siapa tahu laki-laki itu enggan

  • Nikah, tapi Gengsi!   Bertemu Bulan

    “Waduh, anak ganteng Mami udah siap aja. Gitu loh, semangat mau ketemu sama calon istri!” kata mami Dara menggoda Sam, menyenggol-nyenggol pinggul putranya. “Mami ...” geram Sam mengajukan protes. Wanita itu justru tertawa, rasanya tidak sabar bertemu dengan calon menantu dan keluarga calon besan. Seharusnya, ini sudah sejak lama, hanya saja Hardja memberikan kesempatan pada Bulan untuk menyelesaikan kuliahnya lebih dulu, gadis itu sangat berbakat di balik penampilan sederhananya. Setelah makan bersama, tiga orang itu pergi dengan dibantu supir, mami Dara melarang kedua jagoannya mengemudi karena mereka butuh tenaga penuh saat prosesi perkenalan. Jangan sampai sakit pinggangnya kambuh, belum lagi nanti Sam beralasan mengantuk saat bertemu dengan Bulan. Sesampainya di depan kampung Bulan, mobil tidak bisa masuk karena gangnya sempit, mau tidak mau mereka parkir di lapangan dan berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke rumah gadis itu. “Gila ya, gini gimana coba mau ngapeln

  • Nikah, tapi Gengsi!   Kecewa, Menerima Perjodohan

    Kecewa, patah, hancur, tidak menyangka dan semua rasa yang buruk itu berkumpul menjadi satu, membebani Sam. Jadi, selama ini dia dan Leon mencintai gadis yang sama diwaktu yang sama juga, sedang gadis yang mereka cintai itu jelas tidak akan bisa menjadi milik bersama. “Bego!” umpatnya. Belum selesai semua rasa buruk itu memakan dan menyiksa batinnya, Leon dan Sita berencana mengajak Sam untuk berkencan bersama. Hal gila yang muncul karena pengakuan gila Sam sendiri, dia mengaku sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin seorang laki-laki tampan sepertinya hidup seorang diri dengan hati yang sepi. Sial! Sekarang, di mana dia harus mencari pasangan? “Bego, lo sumpah bego, Sam!” umpatnya lagi, kali ini dia benar-benar merasa bodoh. Hatinya masih berdarah-darah melihat Sita mencintai Leon, kotak berisi cincin emas dengan ukuran jari Sita itu pun sekarang harus dia buang sia-sia, hebatnya lagi dia masih mempunyai gengsi yang besar hingga menjerumuskannya pada puncak masalah. Ya, dia

DMCA.com Protection Status