Waktu tempuh Kuala Lumpur – Jakarta semestinya paling lama dua jam apalagi Kaivan menggunakan privat jet yang bisa ditempuh lebih cepat.
Kaivan memberitau keberangkatannya sore tadi dan hingga tengah malam suaminya belum juga tiba di rumah.Zhafira cemas tapi lagi-lagi segan menghubungi langsung suaminya.Ia malah menghubungi Gerry.“Ya Fir,” sahut Gerry dari ujung panggilan sana.“Kamu belum tidur?” Suara berat nan parau khas bangun tidur terdengar jelas.“Pak Gerry, maaf Fira ganggu ... Pak Gerry ikut turnamen golf sama Mas Kai, enggak?”“Enggak Fir, itu khusus para pengusaha muda ... kalau aku ‘kan kacungnya Kaivan, jadi enggak diundang lagian kemarin aku diutus Kaivan ngecek proyek di Surabaya ... kenapa Fir? Kaivan belum sampe rumah?”Gerry menegakan tubuh, memfokuskan dirinya pada Zhafira.“Belum ... tadi sore Mas Kai bilang udah di Bandara tapi belum pulang sampe sekara“Jadi apa ya kira-kira yang cocok buat Mas Kai?” Zhafira bertanya dalam sambungan telepon kepada Bella. Ia sudah berada di Mall bergengsi di Kota ini untuk membeli kado ulang tahun Kaivan. “Dasi atau dompet atau kemeja, cari aja yang harganya paling mahal atau lo—“ “Fir, laki lo udah kaya raya jadi lo enggak perlu kasih kado ... lo kasih pesta kejutan aja,” sela Nova yang menyambar ponsel Bella dari telinga gadis itu. “Oh gitu ya, Nov ... tapi aku pengen kasih sesuatu.” “Iya, lo kasihnya kejutan aja ... pas dia pulang lo pake lingery paling seksi trus tiduran di atas ranjang sambil bawa kue ulang tahun ... hadiah mah dia bisa beli sendiri.” Zhafira tertawa mendengar saran Nova, baru membayangkannya saja ia sudah malu. “Ya udah, aku pertimbangkan ya sarannya ... aku tutup dulu teleponnya, sorry ganggu kalian yang lagi kerja.” “Oke, sukses buat kejutannya ya Fir.” “Thanks Nov.”
“Mas, Fira boleh minta sesuatu?” Zhafira bertanya sambil merapihkan dasi dan jas Kaivan. “Minta apa, Fir?” Kaivan balas bertanya. Pria itu tampak sibuk mengecek penampilannya karena hari ini akan melakukan pertemuan panjang dengan klien untuk membahas suatu proyek. “Mas pulangnya langsung ke rumah ya.” Kaivan mengusak puncak kepala Zhafira. “Memangnya kemana lagi aku pulang kalau bukan ke rumah, Fir?” “Fira tunggu ya Mas, semoga meeting-nya lancar trus Mas bisa pulang cepet.” Cup. Zhafira memberanikan diri mengecup pipi Kaivan setelah berkata demikian. Kaivan balas mengecup kening Zhafira. “Oke, aku usahain pulang cepet.” Kaivan berjanji. Setelah memastikan pakaian suaminya rapih dan siap dikihat banyak orang, Zhafira mengantar Kaivan hingga teras rumah. Mereka masih melakukan ritual perpisahan Kaivan pergi ke kantor seperti biasa, Zhafira mengecup pung
Zhafira berdiri di depan jendela kamar yang mengahadap gerbang menunggu kepulangan Kaivan. Sudah empat jam yang lalu ia berdiri di sana sambil memegang ponsel. Zhafira cemas karena Kaivan tidak memberi pesan apapun jika memang ia akan pulang terlambat. Tidak mungkin ‘kan Kaivan lupa akan permintaannya. “Mas Kai ... kok belum pulang.” Zhafira bergumam. Zhafira segan menghubungi Kaivan, khawatir suaminya sedang sibuk. Ia tidak ingin mengganggu Kaivan terlebih Zhafira mengetahui jika hari ini Kaivan bertemu dengan klien besar. “Masa sampe malem gini sih? Udah jam sebelas.” Gumaman Zhafira terdengar lagi dengan raut wajahnya yang penuh khawatir. Apakah ia harus menghubungi Gerry? Tapi bagaimana jika Gerry juga sibuk? Zhafira memutar tubuhnya ke belakang menatap cake ulang tahun dengan lilin tertancap di sana. Menghembuskan napas panjang, akhirnya Zhafira du
Keesokan harinya Kaivan bangun dengan kepala pengar, refleks menegakan tubuh ketika mendengar suara burung berkicau. Kaivan berusaha meraih kesadarannya dan ia ingat ada janji kepada Zhafira yang harus dipenuhi. Menoleh ke samping kiri, ia menemukan bagian ranjang Zhafira kosong. Lalu kepalanya memutar ke samping kanan menemukan aspirin dan air mineral untuk menghilangkan pengar. Pasti pak Haris yang menyimpannya di sana. Bergegas Kaivan meminum obat itu agar nyeri di kepala segera menghilang. Kaivan turun dari atas ranjang dan mendapati tubuhnya telah terbalut pakaian tidur. Memejamkan mata, ia mengingat-ngingat kembali memori yang tersimpan sebelum mabuk. Bagaimana ia bisa sampai di rumah sementara terakhir yang diingatnya adalah merayakan pesta ulang tahun di apartemen Imelda? “Fir,” panggil Kaivan seiring langkahnya menuju kamar mandi tapi ia tidak menemukan istrinya di sa
“Mel.” Kaivan menyapa. Seperti biasa, senyum ramah pria itu terkembang menambah ketampanannya. “Kai, aku baru tau kalau kita satu project.” Imelda yang ternyata datang lebih dulu langsung berdiri, balas menyapa Kaivan. Kaivan duduk di samping Imelda diikuti Gerry yang kemudian berkenalan dengan sekertaris Imelda yang baru. “Oh ya, kamu enggak berantem sama Fira ‘kan Kai? Kemarin Fira yang jemput kamu, aku jadi enggak hati sama Fira ...,” sesal Imelda yang terlihat jelas di wajahnya. “Aku bahkan belum bicara sama Fira, tadi waktu aku pergi—Fira lagi ke pasar ... tapi Fira enggak pernah marah kok—“ “Paling nangis,” sambar Gerry menyindir dengan nada ketus tapi Kaivan malah tertawa sumbang. “Fira itu malaikat.” Kaivan menambahkan sebuah pujian untuk Zhafira. Imelda tidak bisa bohong, jika hatinya cemburu. “Katanya dia nungguin kamu, Kai ... bener kata kamu, dia juga udah nyiapin
“Fir,” panggil Kaivan yang berlari memasuki rumah mencari istrinya. Masih sore Kaivan sudah tiba di rumah, ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Zhafira. Kaivan akan meminta maaf. “Nyonya di ruang televisi bersama dua temannya, Tuan.” Pak Haris memberitau dan detik berikutnya Kaivan melesat ke sana. “Fir,” panggil Kaivan lagi membuat ketiga wanita di ruangan itu menoleh. Tatapan Bella dan Nova sangat asing tapi tidak dengan Zhafira yang langsung berdiri dan memberikan senyumnya meski samar. Pendar di mata bengkak Zhafira juga berbinar karena melihat Kaivan mengenakan kemeja pemberiannya. Setidaknya, sakit hati Zhafira sedikit terobati. “Mas Kai, udah pulang?” Zhafira bertanya basa-basi di depan dua sahabatnya agar mereka percaya jika hubungannya dengan Kaivan baik-baik saja seperti apa yang ia ceritakan barusan. “Fir, kita balik dulu ya ... nanti kita ngobrol lag
Hubungan Kaivan dengan Zhafira kembali hangat, Zhafira sedang berusaha melupakan semuanya. Walau bagaimana pun Kaivan menoreh luka cukup dalam dan ia ingin terbebas dari sakit itu. Namun, ketika Zhafira sedang berjuang untuk menyembuhkan luka—Kaivan seakan lupa—Karena tidak pernah mendapat pelajaran berarti mengingat Zhafira selalu diam dan menerima sehingga Kaivan tidak jera. Buktinya, weekend ini dirinya berada di lapang golf bersama Imelda. Tidak hanya berdua tapi ditemani cady masing-masing. Memang bukan sebuah kesengajaan, klien besar mereka mengajak turun ke lapang agar hubungan di antara mereka lebih solid. Tapi nyatanya ketika Kaivan tiba di lapang golf, hanya ada Imelda dan seorang cady. “Mereka belum dateng, Mel?” Mereka yang dimaksud Kaivan adalah sang klien yang bernama Rajasa dan Xander. “Tadi aku ketemu pak Xander di caffe, katanya dia mau nunggu di sana sampe pa
Prank! “Aura!” seru Grandma Monica dari ruangan lain, berlari mengecek putrinya karena terdengar suara pecahan gelas. “Miiiii,” panggil Aura lemah. “Apa? Kenapa? Kamu ngagetin Mami aja.” Grandma Monica memang selalu nyolot. “Itu ....” Tangan Aura teru,ur menunjuk layar kaca di mana foto dan video Kaivan dan Imelda yang tengah memakai bathrobe berada dalam satu kamar di putar terus menerus oleh acara infotainment Narasi yang mengatakan bahwa Narendra memergoki putranya sedang berselingkuh pun menjadi tajuk utama berita tersebut. Wartawan yang sedang bersama Narendra saat itu langsung menjual berita panas ini pada infoitainment, kebetulan kabar miring tentang hubungan Kaivan dan Imelda sudah lebih dulu berhembus. Dan sekarang, gosip yang terlanjur beredar seakan terbukti oleh berita terbaru terciduknya Kaivan bersama Imelda di sebuah kamar hotel. Kaki Aura melemas, tubuh rampingnya jatuh di sofa de