Zhafira berdiri di depan jendela kamar yang mengahadap gerbang menunggu kepulangan Kaivan.
Sudah empat jam yang lalu ia berdiri di sana sambil memegang ponsel.Zhafira cemas karena Kaivan tidak memberi pesan apapun jika memang ia akan pulang terlambat.Tidak mungkin ‘kan Kaivan lupa akan permintaannya.“Mas Kai ... kok belum pulang.” Zhafira bergumam.Zhafira segan menghubungi Kaivan, khawatir suaminya sedang sibuk.Ia tidak ingin mengganggu Kaivan terlebih Zhafira mengetahui jika hari ini Kaivan bertemu dengan klien besar.“Masa sampe malem gini sih? Udah jam sebelas.” Gumaman Zhafira terdengar lagi dengan raut wajahnya yang penuh khawatir.Apakah ia harus menghubungi Gerry?Tapi bagaimana jika Gerry juga sibuk?Zhafira memutar tubuhnya ke belakang menatap cake ulang tahun dengan lilin tertancap di sana.Menghembuskan napas panjang, akhirnya Zhafira duKeesokan harinya Kaivan bangun dengan kepala pengar, refleks menegakan tubuh ketika mendengar suara burung berkicau. Kaivan berusaha meraih kesadarannya dan ia ingat ada janji kepada Zhafira yang harus dipenuhi. Menoleh ke samping kiri, ia menemukan bagian ranjang Zhafira kosong. Lalu kepalanya memutar ke samping kanan menemukan aspirin dan air mineral untuk menghilangkan pengar. Pasti pak Haris yang menyimpannya di sana. Bergegas Kaivan meminum obat itu agar nyeri di kepala segera menghilang. Kaivan turun dari atas ranjang dan mendapati tubuhnya telah terbalut pakaian tidur. Memejamkan mata, ia mengingat-ngingat kembali memori yang tersimpan sebelum mabuk. Bagaimana ia bisa sampai di rumah sementara terakhir yang diingatnya adalah merayakan pesta ulang tahun di apartemen Imelda? “Fir,” panggil Kaivan seiring langkahnya menuju kamar mandi tapi ia tidak menemukan istrinya di sa
“Mel.” Kaivan menyapa. Seperti biasa, senyum ramah pria itu terkembang menambah ketampanannya. “Kai, aku baru tau kalau kita satu project.” Imelda yang ternyata datang lebih dulu langsung berdiri, balas menyapa Kaivan. Kaivan duduk di samping Imelda diikuti Gerry yang kemudian berkenalan dengan sekertaris Imelda yang baru. “Oh ya, kamu enggak berantem sama Fira ‘kan Kai? Kemarin Fira yang jemput kamu, aku jadi enggak hati sama Fira ...,” sesal Imelda yang terlihat jelas di wajahnya. “Aku bahkan belum bicara sama Fira, tadi waktu aku pergi—Fira lagi ke pasar ... tapi Fira enggak pernah marah kok—“ “Paling nangis,” sambar Gerry menyindir dengan nada ketus tapi Kaivan malah tertawa sumbang. “Fira itu malaikat.” Kaivan menambahkan sebuah pujian untuk Zhafira. Imelda tidak bisa bohong, jika hatinya cemburu. “Katanya dia nungguin kamu, Kai ... bener kata kamu, dia juga udah nyiapin
“Fir,” panggil Kaivan yang berlari memasuki rumah mencari istrinya. Masih sore Kaivan sudah tiba di rumah, ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Zhafira. Kaivan akan meminta maaf. “Nyonya di ruang televisi bersama dua temannya, Tuan.” Pak Haris memberitau dan detik berikutnya Kaivan melesat ke sana. “Fir,” panggil Kaivan lagi membuat ketiga wanita di ruangan itu menoleh. Tatapan Bella dan Nova sangat asing tapi tidak dengan Zhafira yang langsung berdiri dan memberikan senyumnya meski samar. Pendar di mata bengkak Zhafira juga berbinar karena melihat Kaivan mengenakan kemeja pemberiannya. Setidaknya, sakit hati Zhafira sedikit terobati. “Mas Kai, udah pulang?” Zhafira bertanya basa-basi di depan dua sahabatnya agar mereka percaya jika hubungannya dengan Kaivan baik-baik saja seperti apa yang ia ceritakan barusan. “Fir, kita balik dulu ya ... nanti kita ngobrol lag
Hubungan Kaivan dengan Zhafira kembali hangat, Zhafira sedang berusaha melupakan semuanya. Walau bagaimana pun Kaivan menoreh luka cukup dalam dan ia ingin terbebas dari sakit itu. Namun, ketika Zhafira sedang berjuang untuk menyembuhkan luka—Kaivan seakan lupa—Karena tidak pernah mendapat pelajaran berarti mengingat Zhafira selalu diam dan menerima sehingga Kaivan tidak jera. Buktinya, weekend ini dirinya berada di lapang golf bersama Imelda. Tidak hanya berdua tapi ditemani cady masing-masing. Memang bukan sebuah kesengajaan, klien besar mereka mengajak turun ke lapang agar hubungan di antara mereka lebih solid. Tapi nyatanya ketika Kaivan tiba di lapang golf, hanya ada Imelda dan seorang cady. “Mereka belum dateng, Mel?” Mereka yang dimaksud Kaivan adalah sang klien yang bernama Rajasa dan Xander. “Tadi aku ketemu pak Xander di caffe, katanya dia mau nunggu di sana sampe pa
Prank! “Aura!” seru Grandma Monica dari ruangan lain, berlari mengecek putrinya karena terdengar suara pecahan gelas. “Miiiii,” panggil Aura lemah. “Apa? Kenapa? Kamu ngagetin Mami aja.” Grandma Monica memang selalu nyolot. “Itu ....” Tangan Aura teru,ur menunjuk layar kaca di mana foto dan video Kaivan dan Imelda yang tengah memakai bathrobe berada dalam satu kamar di putar terus menerus oleh acara infotainment Narasi yang mengatakan bahwa Narendra memergoki putranya sedang berselingkuh pun menjadi tajuk utama berita tersebut. Wartawan yang sedang bersama Narendra saat itu langsung menjual berita panas ini pada infoitainment, kebetulan kabar miring tentang hubungan Kaivan dan Imelda sudah lebih dulu berhembus. Dan sekarang, gosip yang terlanjur beredar seakan terbukti oleh berita terbaru terciduknya Kaivan bersama Imelda di sebuah kamar hotel. Kaki Aura melemas, tubuh rampingnya jatuh di sofa de
Grandpa Edward memberikan kesempatan kepada Kaivan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi hari ini. Semua mendengar kronologis yang disampaikan Kaivan termasuk Zhafira. “Maaf Fir, aku menjaga perasaan kamu makanya aku enggak bilang kalau hari ini aku bertemu Imelda tapi aku pastikan sama kamu ... enggak terjadi sesuatu sama aku dan dia di kamar itu.” Banyak kesungguhan sekaligus permohonan agar Zhafira mempercayainya dalam sorot mata Kaivan. Zhafira memutuskan tatapan dengan Kaivan, beralih menunduk menatap kedua tangan yang ia simpan di atas paha. Tentu saja Zhafira tidak terima dengan alasan Kaivan. Jadi, untuk menjaga perasaannya maka Kaivan memilih berbohong? Andaikan saja Kaivan langsung pulang ketika mengetahui kliennya tidak bisa datang maka semua ini tidak perlu terjadi. Zhafira tidak bodoh, Kaivan memilih melanjutkan bermain karena agar bisa bersama Imelda. “B
“Kai,” panggil ayah Narendra dari luar sambil menggedor pintu kamar Kaivan. Cukup lama hingga buku jari ayah Narendra kebas, barulah Kaivan membuka pintu. Lingkaran hitam tercetak di wajahnya yang kusut. “Mandi cepetan! Kita dateng ke acara tunangan Alvares.” Kaivan mengusap wajahnya mengusir kantuk yang mendera karena ia baru bisa tidur satu jam lalu. “Kai enggak ikut, Yah ... Kai mau cari Fira agak siangan nanti.” “Ini acara keluarga Kai, penting! Jangan karena Alvares anak angkat om Kenzi—kamu jadi menyepelekan.” “Enggak, Yah ... tapi istri Kai minggat, Kai harus nyari Fira!” Kaivan berseru setengah kesal. “Kemarin kamu tinggal-tinggalin Fira buat bareng Imelda ... sekarang Fira pergi malah kamu cariin, aneh kamu tuh, Kai. Pokoknya Ayah sama Bunda tunggu di bawah, sejam lagi kita berangkat!” Narendra memberikan ultimatum tidak menerima bantahan. Pria itu segera
Kaki Kaivan melangkah gontay menyusuri lorong untuk tiba di ruangannya. Beberapa karyawan telah pulang karena memang sudah menunjukan jam pulang kerja tapi Kaivan baru saja tiba di kantor. Seharian ini ia menyusuri jalanan Ibu Kota mencari Zhafira. Kaivan juga pergi ke kossan Zhafira yang dulu tapi kata pak Nono-si security katanya Zhafira tidak pernah datang lagi setelah menikah. Bella dan Nova tidak bisa diharapkan, Kaivan sampai harus menekan malunya menghubungi kembali Nova dan mendapat keketusan Bella tapi tidak ada berita baik tentang Zhafira. Kaivan melewati meja Gerry tanpa kata, tatapannya kosong dengan raut nelangsa lebih nelangsa dari sewaktu kalah tender. “Firanya ketemu, Kai?” tanya Gerry menunjukan perhatiannya seraya mengikuti Kaivan ke ruangan pria itu. Tapi melihat ekspresi Kaivan yang tidak bersemangat, sudah dipastikan Kaivan belum menemukan istrinya. Kaivan hanya mengg