Pada langit malam yang bertabur ribuan bintang, ada satu yang melekat dihatiku, namun sayang dia bukan bintang! Melainkan satelit yang menebar jaringan pada semua wanita.
_Kayla Hadi Ayunda_
Pandangan Kayla tertuju pada awan putih yang menghiasi langit biru. Berulang kali dia menarik nafas panjang, namun masih juga tak mampu menenangkannya.
"Nih!" Sandi menyodorkan earphone pada Kayla, membuat kening wanita cantik itu berkerut.
"Dijamin bisa langsung tidur kalau kamu dengerin ini." Jelas Sandi, menepis segala pertanyaan dikepala Kayla.
"Makasih!" Tanpa banyak berbica Kayla menerima pemberian Sandi, lalu memasang earphone itu pada telinganya, dengan fokus yang tak berubah, tetap menatap awan.
Sebuah lagu romansa berbahasa asing mulai terdengar, jantung Kayla berdebar dengan kencang, perasaannya makin tak karuan, bahkan air mata mulai mendobrak keluar dari sudut matanya.
Bayang-bayangnya melayang terbang, menyelami lautan kenangan tentang kisah cinta yang entah itu berakhir penyesalan, atau hanya sebuah pelajaran.
"Kayla! Hari ini kamu masuk kan? Aku nitip sarapan ya!" Sebuah pesan masuk kedalam benda pipih yang terletak diatas nakas.
"Sarapan?" Balasan pesan yang dikirimkan Kayla.
Tak berselang lama terdengar dering handphone yang lumayan panjang.
"Hallo?"
"Kayla! Aku nitip sarapan ya! Aku udah dikantor dan tadi pagi karena buru-buru jadinya nggak sempet sarapan! Kamu tolong belikan aku bubur ayamnya pak Somad ya."
Kayla tersenyum tipis, ia menghela nafas dalam, mendengar suara pria yang berbicara tanpa henti.
Restu Pradika Pandawa, seorang pria tampan yang telah dia kenal sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, musuh Kayla lebih tepatnya, namun sekarang hubungan mereka membaik, mungkin karena usia yang mendewasakan mereka.
"Nih pesanannya, jangan lupa kasih bintang lima ya pak." Kayla meletakkan bubur ayam diatas meja Restu, tak lupa secangkir kopi susu hangat yang langsung dibuatnya tanpa harus menunggu perintah dari Restu.
"Makasih Kayla! Tenang entar kalau aku naik jabatan, kamu aku angkat jadi sekretarisnya."
"Jiah, sekretaris doang nih? Nggak mau ih, kurang spesial."
"Terus maunya apa yang spesial? Jadiin istri gitu? Kan udah sering aku ajak nikah kamunya aja yang nggak mau."
"Ngajak doang belum tentu beneran dihalalin kali."
Restu terdiam, ia menatap tajam sepasang bola mata coklat yang berada dihadapannya.
"Memangnya kalau aku seriusin kamu mau Kay?"
Kayla tercekat, ia tau ini semua hanya candaan, namun entah mengapa jantungnya berdebar, ada perasaan takut jika harus terus meneruskan pembicaraan ini.
"Eh Restu, proyek pembagian sembako murahnya jadikan? Gimana kamu udah dapat lokasi belum?"
Kayla mengalihkan pembicaraan, jantungnya tidak akan baik-baik saja jika candaan itu terus berlanjut.
"Jadi, kamu ada saran lokasi nggak?"
"Ada sih, tapi nggak tau bakalan di setujui apa enggak."
"Yaudah kamu buat aja proposalnya Kayla, entar kita ajuin ke bos besar."
Kayla mengangguk setuju, ia pun akhirnya memiliki alasan yang jelas untuk kembali ke ruangannya.
"Kayla! Kayla! Ayo fokus dong! Kamu mikirin apa sih?" Gerutu Kayla yang sedari tadi menatap layar laptop tanpa ada pergerakan sedikitpun.
Dokumen itu masih kosong, hanya bertuliskan judul proposal yang akan diajukannya.
"Ssst Kay, kamu kenapa sih?" Seorang gadis menyadarkan Kayla dari lamunannya.
"Ulfa? Eee nggak ada apa-apa kok, cuman lagi puyeng aja, kepalanya nih nggak bisa diajak kerja sama." Kayla tersenyum getir, menutupi perasaannya.
"Kamu yakin nggak ada apa-apa? Dari tadi aku liatin kamu ngomel-ngomel nggak jelas loh Kay."
"Iya nggak kenapa-kenapa kok."
"Proposal lokasi pembagian sembako, tujuan desa permai indah." Ulfa mengeja tulisan yang ada dilayar laptop Kayla.
"Loh Kay, bukannya ini seharusnya tugas Restu?" Sambung Ulfa penuh tanya.
"Emm, iya nih, aku bantuin dia nyelesain project ini, kan ini project terakhir kita sebelum Ramadan, kasian udah dikejar deadline."
Ulfa menarik nafas panjang, ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ini bukan pertama kalinya Kayla menyelesaikan pekerjaan Restu, namun sangking seringnya Ulfa tak lagi bisa berkata-kata.
Tanpa terasa waktu terus berjalan, matahari yang tadinya bersinar cerah kini telah redup dimakan oleh langit senja yang berwarna jingga.
Gruuuukkkkkk
Suara cacing kepanasan dari perut Kayla, seharian dia belum makan apapun, bahkan nasi Padang yang tadi siang dkasih Ulfa pun telah dingin dan tak enak lagi.
Kayla meregangkan badannya yang kaku, menunggu satu persatu hasil kerjanya keluar dari mesin printer.
Setelah selesai membereskan semuanya, Kayla memutuskan untuk pulang, namun rencananya dia akan meletakkan proposal itu kemeja Restu terlebih dahulu.
Kantor telah sepi tak ada lagi tanda-tanda kehidupan, jarum jam seudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, wajar jika tubuh Kayla terasa remuk bagai dipukuli orang sekampung.
"Kamu belum pulang Kayla?" Suara berat seorang pria mampu menghentikan langkah kaki Kayla.
Pandangan Kayla tertuju kearah pintu ruangan yang terbuka, dengan seorang pria berdiri didepannya.
"Eh pak Kusuma, iya nih ada yang harus saya kerjakan." Jawab Kayla, dia langsung menyembunyikan proposalnya, saat melihat pandangan Kusuma Wijaya CEO Wijaya corporation, atau lebih mudahnya pria itu adalah bos besar pemilik perusahaan tempat Kayla berkerja.
"Lain kali jangan terlalu memaksakan diri, anak gadis nggak bagus pulang terlalu larut."
"I-iya pak, terimakasih, kalau begitu saya permisi pamit pulang dulu." Jawab Kayla dengan sopan dan langsung meninggalkan tempat itu.
"Tut Tut Tut nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."
Berulang kali Kayla mendengar kalimat itu, namun ia tak juga menyerah, menunggu seseorang mengangkat panggilannya.
"Mungkin dia udah tidur!" Batin Kayla.
Triiiiing
Suara nada dering terdengar nyaring, tepat sesaat setelah Kayla meletakkan handphonenya.
"Hallo Kayla, ada apa?" Suara seorang pria diseberang sana.
"Hmmm maaf aku ganggu waktu kamu Restu, ini proposal tadi pagi udah siap, tadi mau aku letakan diruangan kamu tapi kelupaan, gimana dong."
"Wiiih, cepat banget, makasih ya, maaf udah nyusahin kamu."
"Nggak nyusahin kok Res."
"Hmm gini aja, besok pagi kita cepat dateng aja gimana? Atau besok kamu naik mobil aku aja Kay, aku jemput kamu, biar kita bisa bahas isi proposalnya sama-sama."
"Hmm, boleh kok Res, jam tujuh ya."
"Iya, goodnight cewek cantik, jangan lupa mimpiin aku ya."
"Ih apa-apaan sih Res, malam-malam jangan ngaco, yaudah aku istirahat dulu ya, bye assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Kayla mematikan panggilannya, jantungnya berdebar kencang, seakan memberikan bahasa tubuh yang belum bisa dimengerti maksud dan tujuannya.
"Ih apaan sih, please Kayla Hadi Ayunda! Jangan baper, dia itu buaya! Jadi jangan sampai masuk kedalam perangkapnya."
Tegas Kayla, ia membentengi dirinya sendiri, perasaan didalam dirinya semakin tak terkontrol akhir-akhir ini, namun Kayla berusaha untuk menepis segalanya, karena dia tau, dihati Restu hanya ada satu wanita, dan tak akan pernah berubah selamanya.
Kayla jelas tau siapa Restu. Pria tampan itu selalu menebar pesona kesemua wanita, tak jarang banyak kaum hawa yang mengejar-ngejarnya.
Jatuh kedalam buayan Restu adalah petaka bagi Kayla, disatu sisi pria itu pernah menjadi musuh bebuyutannya, disisi lain, Kayla tak mau dan yakin tak mampu bersaing dengan para wanita lainnya.
Lebih baik, membatasi diri, sebelum nasi berubah menjadi bubur.
Terkadang aku bingung dengan diri ku, disaat logika memilih pergi, mengapa hati harus bersikeras untuk menetap._Kayla Hadi Ayunda_Pagi itu matahari begitu cepat menampakkan jati dirinya, cahaya berwarna kuning menghiasi ujung timur langit berwarna biru. Ayam telah berhenti berkokok, Kayla pun telah siap dengan pakaian kantornya, mondar mandir dihadapan cermin, melihat kekurangan yang harus ia perbaiki. Suara klakson mobil terdengar memanggil dari halaman rumahnya, membuat gadis cantik itu panik dan bergegas mengambil tas kerja dan beberapa dokumen yang sebelumnya telah ia siapkan diatas tempat tidur. “Maaf udah nunggu lama.” Ucap Kayla sopan setelah berada didalam mobil Restu. “Nggak lama kok, aku nya aja yang datang kecepetan. Kamu udah sarapan belum?” Kayla mengerutkan dahinya, “Kalau belum sarapan dulu yuk, sekalian kita bahas proposalnya.” “Hmm, boleh Res, kebetulan aku juga belum sarapan.” Jawab Kayla antusias, sebenarnya dia tak ingin menolak tawaran Restu, walau tadi pag
Tuhan, apakah ini jawaban darimu? Lantas bagaimana jika dia tak bersung-sungguh? Aku takut patah lagi. Aku takut sakit lagi. Luka yang lama saja belum sembuh sempurna, aku tak ingin menambah luka lagi._Kayla Hadi Ayunda_"Cinta itu bisa tumbuh dengan sendirinya Restu, dulu ibu sama bapak mu juga nikah karena dijodohkan, nggak ada itu yang namanya cinta, tapi apa? Setelah menikah kita bisa mencintai secara halal." "Buk, Restu nggak mau debat tentang ini terus sama ibu. Restu sayang sama ibu, tapi untuk yang satu itu, Restu minta maaf." "Kamu masih memikirkan wanita itu kan?" Dewi Murni menatap tajam kearah putra semata wayangnya. "Buk…""Cukup Restu, mau sampai kapan kamu nyampingin ibu hanya demi dia." "Restu nggak ngeduain ibu, ibu tetap jadi yang pertama dihati Restu.""Umur itu nggak ada yang tau, dan ibu juga nggak tau sampe kapan bisa nemenin kamu."Restu terdiam, dia merasa bersalah, amat bersalah karena perdebatan ini bukan hanya sekali. Satu hal yang membuat penyesalan d
Bagaimana jika aku iyakan? Satu hal yang paling aku takutkan adalah, mengambil jalan yang salah. Tapi bagaimana kita bisa tau itu benar atau salah jika kita belum mencobanya._Kayla Hadi Ayunda_Kayla duduk di balkon kamarnya, pandangannya nanar menatap rembulan yang bersinar terang, sebuah buku catatan harian masih nyaman duduk di pangkuannya. "Mah, Pah, kasih tau Kayla jalan mana yang harus Kayla ambil. Kayla bener-bener bingung Mah, Pah. Andai aja mama sama papa masih ada, pasti kalianlah yang akan membantu Kayla untuk mengambil keputusan yang tepat." Tanpa terasa cairan bening menetes dari sudut matanya. Semuanya berubah sejak tragedi kecelakaan merenggut nyawa orang tuanya. Kayla menjadi yatim piatu yang hidup sebatang kara tanpa ada yang menemani. Satu-satunya keluarga yang masih mau menghubunginya adalah Bude Nani, kakak kandung ibunya. Tapi bunda Nani jauh tinggal dikampung bersama keluarga kecilnya, sedangkan Kayla memilih untuk tinggal sendirian dirumah peninggalan kedua o
Aku menyusuri lembah sunyi, sepi, Sendiri mendekap asa kedinginan. Tak ada yang bisa menjadi sandaran, namun ku tetap bertahan. Aku meminta pada yang maha kuasa agar segera dipertemukan dengan dia. Namun nyatanya dia berbeda, meninggalkan disaat rasa sedang berkembang. Aku berharap memiliki satu cinta, namun terhianati oleh dia. Ku memohon agar terus bersamanya, namun nyatanya dia melepas genggamannya. Dia pergi jauh dariku. Dia lupakan segala tentang kita. Kini ku sendiri merajut asa dihati. Hati tetap inginkan dia, berharap terus dengannya. Namun nyatanya takdir tak berpihak. Mungkin dia bukanlah jodoh yang tercipta, namun hati telah terhenti. Berhenti. Mencari cinta lagi. Tak ada lagi percaya. Tak ada lagi rasa. Tak ada lagi cinta. Cukup sampai disini saja._Kayla Hadi Ayunda_Restu menggenggam secarik surat yang ada ditangannya, air matanya jatuh berlinangan, menyesali segala apa yang telah terjadi. "Kayla!" Teriaknya dengan suara parau, ia berlari mendobrak pintu rumah, mem
Bagaimana jika aku iyakan? Satu hal yang paling aku takutkan adalah, mengambil jalan yang salah. Tapi bagaimana kita bisa tau itu benar atau salah jika kita belum mencobanya._Kayla Hadi Ayunda_Kayla duduk di balkon kamarnya, pandangannya nanar menatap rembulan yang bersinar terang, sebuah buku catatan harian masih nyaman duduk di pangkuannya. "Mah, Pah, kasih tau Kayla jalan mana yang harus Kayla ambil. Kayla bener-bener bingung Mah, Pah. Andai aja mama sama papa masih ada, pasti kalianlah yang akan membantu Kayla untuk mengambil keputusan yang tepat." Tanpa terasa cairan bening menetes dari sudut matanya. Semuanya berubah sejak tragedi kecelakaan merenggut nyawa orang tuanya. Kayla menjadi yatim piatu yang hidup sebatang kara tanpa ada yang menemani. Satu-satunya keluarga yang masih mau menghubunginya adalah Bude Nani, kakak kandung ibunya. Tapi bunda Nani jauh tinggal dikampung bersama keluarga kecilnya, sedangkan Kayla memilih untuk tinggal sendirian dirumah peninggalan kedua o
Tuhan, apakah ini jawaban darimu? Lantas bagaimana jika dia tak bersung-sungguh? Aku takut patah lagi. Aku takut sakit lagi. Luka yang lama saja belum sembuh sempurna, aku tak ingin menambah luka lagi._Kayla Hadi Ayunda_"Cinta itu bisa tumbuh dengan sendirinya Restu, dulu ibu sama bapak mu juga nikah karena dijodohkan, nggak ada itu yang namanya cinta, tapi apa? Setelah menikah kita bisa mencintai secara halal." "Buk, Restu nggak mau debat tentang ini terus sama ibu. Restu sayang sama ibu, tapi untuk yang satu itu, Restu minta maaf." "Kamu masih memikirkan wanita itu kan?" Dewi Murni menatap tajam kearah putra semata wayangnya. "Buk…""Cukup Restu, mau sampai kapan kamu nyampingin ibu hanya demi dia." "Restu nggak ngeduain ibu, ibu tetap jadi yang pertama dihati Restu.""Umur itu nggak ada yang tau, dan ibu juga nggak tau sampe kapan bisa nemenin kamu."Restu terdiam, dia merasa bersalah, amat bersalah karena perdebatan ini bukan hanya sekali. Satu hal yang membuat penyesalan d
Terkadang aku bingung dengan diri ku, disaat logika memilih pergi, mengapa hati harus bersikeras untuk menetap._Kayla Hadi Ayunda_Pagi itu matahari begitu cepat menampakkan jati dirinya, cahaya berwarna kuning menghiasi ujung timur langit berwarna biru. Ayam telah berhenti berkokok, Kayla pun telah siap dengan pakaian kantornya, mondar mandir dihadapan cermin, melihat kekurangan yang harus ia perbaiki. Suara klakson mobil terdengar memanggil dari halaman rumahnya, membuat gadis cantik itu panik dan bergegas mengambil tas kerja dan beberapa dokumen yang sebelumnya telah ia siapkan diatas tempat tidur. “Maaf udah nunggu lama.” Ucap Kayla sopan setelah berada didalam mobil Restu. “Nggak lama kok, aku nya aja yang datang kecepetan. Kamu udah sarapan belum?” Kayla mengerutkan dahinya, “Kalau belum sarapan dulu yuk, sekalian kita bahas proposalnya.” “Hmm, boleh Res, kebetulan aku juga belum sarapan.” Jawab Kayla antusias, sebenarnya dia tak ingin menolak tawaran Restu, walau tadi pag
Pada langit malam yang bertabur ribuan bintang, ada satu yang melekat dihatiku, namun sayang dia bukan bintang! Melainkan satelit yang menebar jaringan pada semua wanita. _Kayla Hadi Ayunda_Pandangan Kayla tertuju pada awan putih yang menghiasi langit biru. Berulang kali dia menarik nafas panjang, namun masih juga tak mampu menenangkannya. "Nih!" Sandi menyodorkan earphone pada Kayla, membuat kening wanita cantik itu berkerut. "Dijamin bisa langsung tidur kalau kamu dengerin ini." Jelas Sandi, menepis segala pertanyaan dikepala Kayla. "Makasih!" Tanpa banyak berbica Kayla menerima pemberian Sandi, lalu memasang earphone itu pada telinganya, dengan fokus yang tak berubah, tetap menatap awan. Sebuah lagu romansa berbahasa asing mulai terdengar, jantung Kayla berdebar dengan kencang, perasaannya makin tak karuan, bahkan air mata mulai mendobrak keluar dari sudut matanya. Bayang-bayangnya melayang terbang, menyelami lautan kenangan tentang kisah cinta yang entah itu berakhir penyes
Aku menyusuri lembah sunyi, sepi, Sendiri mendekap asa kedinginan. Tak ada yang bisa menjadi sandaran, namun ku tetap bertahan. Aku meminta pada yang maha kuasa agar segera dipertemukan dengan dia. Namun nyatanya dia berbeda, meninggalkan disaat rasa sedang berkembang. Aku berharap memiliki satu cinta, namun terhianati oleh dia. Ku memohon agar terus bersamanya, namun nyatanya dia melepas genggamannya. Dia pergi jauh dariku. Dia lupakan segala tentang kita. Kini ku sendiri merajut asa dihati. Hati tetap inginkan dia, berharap terus dengannya. Namun nyatanya takdir tak berpihak. Mungkin dia bukanlah jodoh yang tercipta, namun hati telah terhenti. Berhenti. Mencari cinta lagi. Tak ada lagi percaya. Tak ada lagi rasa. Tak ada lagi cinta. Cukup sampai disini saja._Kayla Hadi Ayunda_Restu menggenggam secarik surat yang ada ditangannya, air matanya jatuh berlinangan, menyesali segala apa yang telah terjadi. "Kayla!" Teriaknya dengan suara parau, ia berlari mendobrak pintu rumah, mem