"Desain baju milikku biasanya mengangkat karya seni dan adat istiadat daerah. Apa kau tertarik dengan karya seperti itu?" tanya Amber.
"Kebetulan sekali, saya tertarik dengan karya Anda sudah cukup lama. Tetapi baru sekarang bisa bertemu dengan desainernya," ucap Angela.
"Silahkan," kata seorang pelayan yang meletakkan secangkir caramel macchiato panas di depan Angela.
"Terima kasih," ucap Angela. Sesaat ia menyesap kopi panasnya sedikit lalu meletakkannya kembali dengan hati-hati.
"Tolong pelajari proposal dariku. Saya ingin berperan aktif memberdayakan anak-anak dari golongan yang tidak beruntung untuk memakai karya ini. Jadi, lebih tepatnya acara ini seperti amal bagi mereka. Namun, jangan khawatir saya tetap akan memberikan imbalan jasa pada Anda," terang Angela.
"Hemm, menarik sepertinya," ucap Amber manggut-manggut.
"Tapi, darimana Anda menemukan anak-anak itu?" tanya Amber.
"Hemm, secara tidak sengaja aku bert
Angela tampak letih setelah pulang dari kantor, hari ini ia memutuskan pulang terlebih dahulu karena tiba-tiba kepalanya pusing. Sebelumnya, ia sudah mengirimkan pesan pada Verrel jika ia pulang terlebih dahulu. Karena, biasanya Verrel selalu mengkhawatirkannya.Dan benar, Verrel sudah berdiri di ambang pintu melihat istrinya yang sudah tertidur pulas di ranjang. Wajah lelah Angela membuatnya kasihan. Ia lalu memilih membersihkan tubuhnya di kamar mandi.Kucuran air shower gemerciknya air terdengar dari luar. Suara itu membuat Angela terbangun dari tidurnya. Perlahan ia membuka matanya, melihat tas kerja Verrel yang di letakkan di atas kursi ia tersenyum. Pertanda Verrel memang sudah pulang kerja. Tapi kelelahan Angela membuatnya malas untuk bangun dari ranjangnya. Ia memeluk guling empuknya erat dan maranya kembali terpejam.Tiba-tiba ia merasa sesuatu yang dingin dan kenyal menempel di dahinya. Ia tahu jika Verrel yang mencium keningnya. Ke
BRUGH!"Maaf, saya tidak sengaja," kata Clara. Ia langsung merunduk ikut memungut belanjaan yang tercecer di lantai supermarket."Its okay, no problem," ucap wanita paruh baya yang di tabraknya."Terima kasih." Amber menerima kembali sekantung plastik belanjaan dari Clara."Sekali lagi, maaf." Clara membungkukkan badannya.Amber merasa tidak asing melihat wajah Clara. Tapi entah di mana ia melihat wajah itu?"Tunggu? Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?" tanya Amber."Anda mungkin salah orang, Nyonya. Kita baru bertemu hari ini," ucap Clara."Permisi." Clara berpamitan berjalan ke arah lain meninggalkan Amber yang masih terhanyut dengan pikirannya.Clara keluar dari supermarket seorang pria tiba-tiba menepuk pundaknya."Hai, lama tidak bertemu," sapa lelaki itu.Clara menatapnya dan mengangkat sebelah alisnya. "Apa kita pernah saling mengenal?" tanya Clara bingung."Kau mungkin
"Kejam sekali kau, sedari tadi aku menunggumu memberiku minum. Tapi kau tidak kunjung datang," ucap Mark meletakkan gelas minumannya yang telah kosong."Memang aku sengaja membuatmu tidak betah di sini. Kehausan dan kelaparan, supaya kau cepat pulang," kata Clara sinis."Tidak masalah jika kau tidak memberiku makan. Aku bisa memakan tubuhmu sekarang. Jika kau tidak memberiku minum, aku juga bisa meminum ini." Mark mengusap dada Clara.Wanita itu mengerang lirih ketika Mark menyentuhnya. "Dasar otak mesum," balas Clara."Sebentar lagi kau akan menjadi istriku, jadi kau harus terbiasa dengan otak mesumku." Mark tersenyum nakal.Clara memilih menyingkir dari hadapan Mark. Ia mengambil piring-piring sajiannya. Menatanya satu persatu dan meletakkannya di meja. Mark memperhatikan gerak-gerik Clara.Ia malas menanggapi perkataan Mark. Lelaki itu baginya terlalu mudah mengatakan janji-janjinya."Kau tidak menawarkanku makan?" tanya Mark
Angela mengutarakan keinginannya menjadikan Clara menjadi sekretarisnya. "Bagaimana, apa kau bersedia?" tanya Angela."Tapi, saya kurang berpengalaman jika menjadi sekretaris. Karena, biasanya saya hanya bekerja sebagai staf biasa," ujar Clara."Tenang, semua bisa di pelajari perlahan," kata Angela."Gajimu akan naik tiga kali lipat dari biasanya. Kamu juga akan mendapatkan fasilitas mobil. Dan mobil itu akan menjadi milikmu jika kau mau bekerja denganku," tawar Angela.Clara berpikir sejenak, ia memang sudah lama ingin memiliki sebuah mobil. Setiap hari berangkat menggunakan bus, terkadang juga taksi membuatnya sedikit repot tidak bisa memburu waktu kerjanya."Bagaimana?" tanya Angela.Clara mengangguk mengiyakan. Lagi pula ia butuh kenaikan gaki itu untuk membayar angsuran apartemennya. Selain itu juga ia ingin hidup lebih layak. Tidak harus selama sebulan terakhir mengonsumsi mie instan untuk penghematan pengeluaran."Bagus, sekara
Angela tidak habis pikir dengan pemikiran Verrel. Seharusnya ia melaporkan masalah itu pada pihak berwajib. Mengingat nyawa Verrel yang menjadi taruhannya. Angela takut jika masalah ini terulang kembali di luar sepengetahuannya, nyawa Verrel bisa terancam."Kita ke rumah sakit sekarang, untuk mengobati luka-lukamu," ajak Angela."Tidak usah, sebaiknya kita pulang dulu," jawab Verrel."Oke." Angela membantu Verrel berdiri. Ia mengambil kotak obat yang ada di kantor. Lalu mengobati luka-luka Verrel. Baru kali ini melihat Verrel babak belur. Ia merasa kasihan tiap kali Verrel menahan sakit saat dirinya mengoleskan obatnya."Tahan dulu, mungkin ini akan sakit," ucap Angela.Setelah selesai mengoleskan luka Verrel dengan obat, Angela membantu Verrel bersandar di sofa."Kita tidak usah makan di luar, akan ku pesankan makanan saja," lanjut Angela. Verrel hanya mengangguk pasrah. Badannya masih terasa sakit semua."Apa benar Felix
Clara tidak bisa melepaskan diri dari Mark. Sepulang dari kantor Mark terus saja mengikutinya seperti lem."Aku mau istirahat, pulanglah," bujuk Clara di depan pintu apartemennya."Bagaimana, kalau aku tidak mau," goda Mark."Ayolah, kita bisa tidur bersama," bujuk Mark."No ... no ..., kau bisa lepas kontrol jika bersama denganku," jawab Clara."Tidak masalah, ku lihat kau sangat menyukainya jika ku sentuh," imbuh Mark."Pulanglah, kumohon." Clara mendorong tubuh Mark hingga di depan pintu. Lalu ia menutup pintunya dengan cepat.Mark hanya tersenyum melihat tingkah Clara. Ia kemudian pergi dari depan pintu kamarnya. Saat di tengah jalan ia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang sedikit familiar baginya. Matanya melirik sebentar, tapi Mark kemudian mengabaikannya.Clara mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia tahu jika itu adalah ulah Mark."Ada apa lagi sih!" kata Clara sambil membuka
Setelah Mama Kamila tenang, ia pun berpamitan pergi dari rumah Verrel. Angela melihat Verrel dengan tatapan kasihan. Wajahnya tampak lesu seperti biasanya. Ia cenderung diam dan kurang bersemangat.Tiba-tiba seorang pelayan datang tergopoh-gopoh menghampiri Angela. Ia mengatakan sesuatu yang membuat Angela kaget. Verrel yang duduknya tak jauh dari Angela bisa mendengar apa yang di katakan asisten rumah tangganya."Biar aku saja yang menemuinya," kata Verrel. Terlambat, pria yang mirip wajahnya dengan Verrel sudah menerobos masuk."Apa kau tidak tahu caranya sopan santun masuk ke dalam rumah orang lain tanpa permisi!" ucap Verrel ketus melihat Felix ngeloyor masuk ke dalam rumahnya."Oh, adikku tersayang. Beginikah sambutanmu pada kakakmu ini. Tidakkah kau terharu bertemu denganku, seharusnya kau memelukku sekarang," jawab Felix sinis."Cih, memelukmu! Tidak usah berpura-pura baik padaku. Kamu kan, yang telah mengirim orang-orangmu untuk memukuliku
Mereka sudah tiba di villa, ternyata Verrel mengubah tujuannya. Ia tidak jadi keluar negeri melainkan ke Bali. Di samping program mereka ingin memiliki anak dengan cepat, sepertinya bali sangat cocok menjadi tujuan liburan kali ini. Angela sangat setuju, jadi dia juga bisa liburan bisa juga menggambar desain rancangannya, sesuai dengan Bali kota seni. Banyak inspirasi yang di dapat di sana.Angela duduk sambil melihat pemandangan di luar balkon yang menghadap ke pantai. "Udara di sini cukup dingin, mau masuk sekarang?" tanya Verrel. Angela mengangguk pelan. Tubuhnya juga masih lengket karena baru saja tiba."Sepertinya mandi air hangat cocok buatmu, aku akan membantumu menggosokkan punggungmu dan lainnya," goda Verrel.Tanpa menunggu aba-aba, tiba-tiba Verrel membopong tubuh Angela."Eh, turunkan aku. Bukankah hanya ke kamar mandi saja, tidak perlu menggendongku," kata Angela tersipu malu. Meskipun sudah sering Verrel menyentuhnya, tetap saja semburat mer
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu