"Kejam sekali kau, sedari tadi aku menunggumu memberiku minum. Tapi kau tidak kunjung datang," ucap Mark meletakkan gelas minumannya yang telah kosong.
"Memang aku sengaja membuatmu tidak betah di sini. Kehausan dan kelaparan, supaya kau cepat pulang," kata Clara sinis.
"Tidak masalah jika kau tidak memberiku makan. Aku bisa memakan tubuhmu sekarang. Jika kau tidak memberiku minum, aku juga bisa meminum ini." Mark mengusap dada Clara.
Wanita itu mengerang lirih ketika Mark menyentuhnya. "Dasar otak mesum," balas Clara.
"Sebentar lagi kau akan menjadi istriku, jadi kau harus terbiasa dengan otak mesumku." Mark tersenyum nakal.
Clara memilih menyingkir dari hadapan Mark. Ia mengambil piring-piring sajiannya. Menatanya satu persatu dan meletakkannya di meja. Mark memperhatikan gerak-gerik Clara.
Ia malas menanggapi perkataan Mark. Lelaki itu baginya terlalu mudah mengatakan janji-janjinya.
"Kau tidak menawarkanku makan?" tanya Mark
Angela mengutarakan keinginannya menjadikan Clara menjadi sekretarisnya. "Bagaimana, apa kau bersedia?" tanya Angela."Tapi, saya kurang berpengalaman jika menjadi sekretaris. Karena, biasanya saya hanya bekerja sebagai staf biasa," ujar Clara."Tenang, semua bisa di pelajari perlahan," kata Angela."Gajimu akan naik tiga kali lipat dari biasanya. Kamu juga akan mendapatkan fasilitas mobil. Dan mobil itu akan menjadi milikmu jika kau mau bekerja denganku," tawar Angela.Clara berpikir sejenak, ia memang sudah lama ingin memiliki sebuah mobil. Setiap hari berangkat menggunakan bus, terkadang juga taksi membuatnya sedikit repot tidak bisa memburu waktu kerjanya."Bagaimana?" tanya Angela.Clara mengangguk mengiyakan. Lagi pula ia butuh kenaikan gaki itu untuk membayar angsuran apartemennya. Selain itu juga ia ingin hidup lebih layak. Tidak harus selama sebulan terakhir mengonsumsi mie instan untuk penghematan pengeluaran."Bagus, sekara
Angela tidak habis pikir dengan pemikiran Verrel. Seharusnya ia melaporkan masalah itu pada pihak berwajib. Mengingat nyawa Verrel yang menjadi taruhannya. Angela takut jika masalah ini terulang kembali di luar sepengetahuannya, nyawa Verrel bisa terancam."Kita ke rumah sakit sekarang, untuk mengobati luka-lukamu," ajak Angela."Tidak usah, sebaiknya kita pulang dulu," jawab Verrel."Oke." Angela membantu Verrel berdiri. Ia mengambil kotak obat yang ada di kantor. Lalu mengobati luka-luka Verrel. Baru kali ini melihat Verrel babak belur. Ia merasa kasihan tiap kali Verrel menahan sakit saat dirinya mengoleskan obatnya."Tahan dulu, mungkin ini akan sakit," ucap Angela.Setelah selesai mengoleskan luka Verrel dengan obat, Angela membantu Verrel bersandar di sofa."Kita tidak usah makan di luar, akan ku pesankan makanan saja," lanjut Angela. Verrel hanya mengangguk pasrah. Badannya masih terasa sakit semua."Apa benar Felix
Clara tidak bisa melepaskan diri dari Mark. Sepulang dari kantor Mark terus saja mengikutinya seperti lem."Aku mau istirahat, pulanglah," bujuk Clara di depan pintu apartemennya."Bagaimana, kalau aku tidak mau," goda Mark."Ayolah, kita bisa tidur bersama," bujuk Mark."No ... no ..., kau bisa lepas kontrol jika bersama denganku," jawab Clara."Tidak masalah, ku lihat kau sangat menyukainya jika ku sentuh," imbuh Mark."Pulanglah, kumohon." Clara mendorong tubuh Mark hingga di depan pintu. Lalu ia menutup pintunya dengan cepat.Mark hanya tersenyum melihat tingkah Clara. Ia kemudian pergi dari depan pintu kamarnya. Saat di tengah jalan ia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang sedikit familiar baginya. Matanya melirik sebentar, tapi Mark kemudian mengabaikannya.Clara mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia tahu jika itu adalah ulah Mark."Ada apa lagi sih!" kata Clara sambil membuka
Setelah Mama Kamila tenang, ia pun berpamitan pergi dari rumah Verrel. Angela melihat Verrel dengan tatapan kasihan. Wajahnya tampak lesu seperti biasanya. Ia cenderung diam dan kurang bersemangat.Tiba-tiba seorang pelayan datang tergopoh-gopoh menghampiri Angela. Ia mengatakan sesuatu yang membuat Angela kaget. Verrel yang duduknya tak jauh dari Angela bisa mendengar apa yang di katakan asisten rumah tangganya."Biar aku saja yang menemuinya," kata Verrel. Terlambat, pria yang mirip wajahnya dengan Verrel sudah menerobos masuk."Apa kau tidak tahu caranya sopan santun masuk ke dalam rumah orang lain tanpa permisi!" ucap Verrel ketus melihat Felix ngeloyor masuk ke dalam rumahnya."Oh, adikku tersayang. Beginikah sambutanmu pada kakakmu ini. Tidakkah kau terharu bertemu denganku, seharusnya kau memelukku sekarang," jawab Felix sinis."Cih, memelukmu! Tidak usah berpura-pura baik padaku. Kamu kan, yang telah mengirim orang-orangmu untuk memukuliku
Mereka sudah tiba di villa, ternyata Verrel mengubah tujuannya. Ia tidak jadi keluar negeri melainkan ke Bali. Di samping program mereka ingin memiliki anak dengan cepat, sepertinya bali sangat cocok menjadi tujuan liburan kali ini. Angela sangat setuju, jadi dia juga bisa liburan bisa juga menggambar desain rancangannya, sesuai dengan Bali kota seni. Banyak inspirasi yang di dapat di sana.Angela duduk sambil melihat pemandangan di luar balkon yang menghadap ke pantai. "Udara di sini cukup dingin, mau masuk sekarang?" tanya Verrel. Angela mengangguk pelan. Tubuhnya juga masih lengket karena baru saja tiba."Sepertinya mandi air hangat cocok buatmu, aku akan membantumu menggosokkan punggungmu dan lainnya," goda Verrel.Tanpa menunggu aba-aba, tiba-tiba Verrel membopong tubuh Angela."Eh, turunkan aku. Bukankah hanya ke kamar mandi saja, tidak perlu menggendongku," kata Angela tersipu malu. Meskipun sudah sering Verrel menyentuhnya, tetap saja semburat mer
Angela bangun lebih awal ia menguncir rambutnya dan menggulungnya ke atas. Menjepitnya menggunakan penjepit rambut. Ia menatap kearah Verrel rasanya tidak tega membangunkannya. Dari raut wajahnya sepertinya ia sangat kelelahan."Mau kemana? Kenapa rambutmu kau ikat seperti itu?" tanya Verrel yang tiba - tiba terbangun."Tidak. Aku tidak kemana - mana," jawab Angela kaget. Verrel menyandarkan punggungnya dengan bantal sebagai penyangganya."Kemarilah," tangan Verrel melambai kearah Angela. Wanita itu duduk di pinggir ranjang. Verrel menatap lembut kearah Angela. Ia pun tersipu malu.Muka bantal Verrel masih terlihat jelas, tapi malah justru semakin tampan dengan wajah bangun tidurnya. Angela sampai tak berkedip menatap ketampanan suaminya. Pantas saja banyak sekali wanita yang tergila-gila pada suaminya itu. Tapi Angela tidak ingin terlalu menunjukkan kekagumannya. Bisa-bisa Verrel menjadi besar kepala."Sayang, kenapa menatapku seperti itu? A
Angela mengajak Verrel kencan ala candle light di rooftop. Di sana ia bisa melihat puluhan cahaya lampu kerlap-kerlip menambah romantisnya suasana. Angin malam menerpa rambutnya yang terurai panjang, gaunnya juga berkibar terkena angin. Wajah keduanya terlihat bersinar, terkena cahaya lampu. Suara alunan musik romantis mengiringi dansanya. Angela menarik tangan Verrel dan membawa pria itu menjadi pasangan dansanya."Malam ini, berdansalah denganku. Lepaskan semua beban yang mengekang semua pikiranmu. Hanya ada bahagia yang ada dalam pikiranmu." Angela mundur satu langkah sambil menatap lembut ke arah Verrel. Angela tersenyum sebelum maju dan mengajak Verrel memulai aksi tarian dansa.Verrel terpesona melihat kecantikan Angela. Malam ini ia merasa perlakuan Angela sangat spesial.Verrel tahu gerakan tarian itu, dengan mudahnya lelaki itu memegang pinggang Angela dan mengikuti gerakan yang di inginkan Angela."Kau memang berbakat," ucap Angela seb
Tiba-tiba ponsel Verrel berbunyi,"Siapa?" tanya Angela."Felix." Verrel menunjukkan layar ponselnya kearah Angela."Kenapa kau abaikan, bagaimana kalau penting?" tanya Angela."Apa dia pernah bicara penting? Semua omongannya hanya omong kosong buatku," jawab Verrel."Iya benar juga sih," imbuh Angela menyetujui perkataan Verrel."Yang terpenting adalah sekarang, hari ini kita menikmati liburan sepuasnya," ungkap Verrel.Lelaki itu mendudukkan Angela di pangkuannya ia memegang pinggang ramping Angela. Angela dapat merasakan nafas Verrel semakin memburu. Ia seperti harimau yang mau menerkam mangsanya."Aku mengantuk dan sangat lelah, bisakah kita lakukan besok saja," pinta Angela."Ayolah sayang, juniorku tidak mungkin bisa menunggu sampai pagi," bujuk Verrel. Lelaki itu membopong tubuh Angela masuk ke dalam kamar."Di luar sangat dingin," ujar Verrel membaringkan tubuh Angela. Perlahan ia menurunkan tali gau