Angela mengajak Verrel kencan ala candle light di rooftop. Di sana ia bisa melihat puluhan cahaya lampu kerlap-kerlip menambah romantisnya suasana. Angin malam menerpa rambutnya yang terurai panjang, gaunnya juga berkibar terkena angin. Wajah keduanya terlihat bersinar, terkena cahaya lampu. Suara alunan musik romantis mengiringi dansanya. Angela menarik tangan Verrel dan membawa pria itu menjadi pasangan dansanya.
"Malam ini, berdansalah denganku. Lepaskan semua beban yang mengekang semua pikiranmu. Hanya ada bahagia yang ada dalam pikiranmu." Angela mundur satu langkah sambil menatap lembut ke arah Verrel. Angela tersenyum sebelum maju dan mengajak Verrel memulai aksi tarian dansa.
Verrel terpesona melihat kecantikan Angela. Malam ini ia merasa perlakuan Angela sangat spesial.Verrel tahu gerakan tarian itu, dengan mudahnya lelaki itu memegang pinggang Angela dan mengikuti gerakan yang di inginkan Angela.
"Kau memang berbakat," ucap Angela seb
Tiba-tiba ponsel Verrel berbunyi,"Siapa?" tanya Angela."Felix." Verrel menunjukkan layar ponselnya kearah Angela."Kenapa kau abaikan, bagaimana kalau penting?" tanya Angela."Apa dia pernah bicara penting? Semua omongannya hanya omong kosong buatku," jawab Verrel."Iya benar juga sih," imbuh Angela menyetujui perkataan Verrel."Yang terpenting adalah sekarang, hari ini kita menikmati liburan sepuasnya," ungkap Verrel.Lelaki itu mendudukkan Angela di pangkuannya ia memegang pinggang ramping Angela. Angela dapat merasakan nafas Verrel semakin memburu. Ia seperti harimau yang mau menerkam mangsanya."Aku mengantuk dan sangat lelah, bisakah kita lakukan besok saja," pinta Angela."Ayolah sayang, juniorku tidak mungkin bisa menunggu sampai pagi," bujuk Verrel. Lelaki itu membopong tubuh Angela masuk ke dalam kamar."Di luar sangat dingin," ujar Verrel membaringkan tubuh Angela. Perlahan ia menurunkan tali gau
"Sayang, kau akan terlambat," ucap Angela."Sebentar, lakukanlah sedikit lagi. Aku masih menikmatinya," Verrel mengusap kepala Angela yang berada di bawahnya sedang melumat miliknya. Lelaki itu mendesah luar biasa. Angela bangkit dari duduknya."Kenapa sudah selesai, sayang?" kata Verrel parau."Kau bisa terlambat jika seharian melakukan ini terus. Segera berpakaianlah," ucap Angela. Ia membuka almari dan mengeluarkan setelan pakaian untuk Verrel. Milik Verrel yang masih menegang membuat celananya sedikit sesak, Angela tersenyum kecil melihatnya."Kenapa hanya melirik saja, kau boleh memegangnya lagi." Verrel menarik tangan Angela memaksa memegang batang panjang itu.**Verrel dan Angela telah kembali ke Jakarta. Banyak hal yang perlu di kerjakan di kantor. Terutama Verrel, ia melihat banyak panggilan tak terjawab dari Felix dan asisten pribadinya.Saat tiba di kantor Verrel di kejutkan dengan adanya Felix yang menduduki
Angela melihat ada dua orang laki-laki perpenampilan sangar sedang berdiri di depan butiknya. Dua lelaki yang memakai jas hitam dan kacamata serba hitam berjalan mondar-mandir. Mereka seperti sedang menunggu seseorang, tapi entah siapa yang mereka tunggu. Angela tidak peduli, sudah saatnya ia pulang untuk apa mengkhawatirkan kedua orang yang tidak jelas.Angela masuk ke dalam mobilnya, sudah sore waktunya pulang kerja. Biasanya Verrel menjemputnya, tapi semenjak Angela memiliki sopir pribadi mereka pulang sendiri.Di dalam mobil Angela merasa mobil hitam di belakangnya sedang membuntutinya. Perasaannya menjadi tidak enak. Ia menyuruh sopir pribadinya untuk mempercepat laju mobilnya. Tetap saja mobil di belakangnya bisa mengimbangi."Pak, bisa cari rute lainnya agar cepat sampai di rumah?" tanya Angela."Bisa, Nyonya," jawab sopirnya.Angela memegang tasnya erat, ia agak cemas jika orang yang mengejarnya tadi adalah orang jahat. Ia teringat ji
Verrel menghidupkan kembali ponselnya. Ia melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dan sebuah pesan singkat dari Angela. Verrel terhenyak kaget, ia membaca pesan singkat dari Angela."Aku di culik."Ia segera menelepon ponsel Angela, tapi sayang tidak ada yang mengangkat meskipun Verrel sudah menghubunginya berulang kali. Verrel bingung harus bagaimana. Ia berjalan mondar-mandir ke sana kemari."Seharusnya aku segera charge ponselku!" sesal Verrel.Satu-satunya yang terpikirkan saat ini adalah minta tolong pada Mark, hanya dia saat ini seseorang yang dapat ia percayai. Mark kaget mendengar Angela di culik, ia yang sedang bermesraan dengan Clara segera meraih jasnya."Ada apa?" tanya Clara penasaran."Verrel menghubungiku mengatakan jika Angela di culik. Ia meminta tolong padaku, rekeningnya di bekukan oleh Felix kembarannya. Dia tidak bisa berkutik," terang Mark.**Verrel menyesal kenapa ia tidak memi
"Turunkan pistolmu! “Cepat!""Aku bisa membunuh istri dan mereka kapan saja!" Felix memberikan ancamannya pada Verrel, sialnya itu bukanlah sekedar ancaman main-main. Wajah Felix kelihatan serius, tangannya memegang pistol diarahkan ke kepala Angela. Wanita itu tampak gemetar, ingin rasanya ia pingsan tapi Angela berusaha sekuat tenaga untuk bertahan.Verrel melemparkan pistolnya, ia tidak ingin mengambil resiko dengan tidak menuruti keinginan Felix. Nyawa istri dan orang tuanya bisa menjadi taruhan."Felix, aku adalah mamamu. Apa kau tega membunuh kami?" tangis Kamila."Hahaha, tentu saja. Kalian adalah penghalang utama bagiku. Selama kalian menyayangi putra kalian. Pasti kalian akan ragu mewariskan seluruh kekayaan padaku!" ucap Felix."Bagaimana, kami mewariskan kekayaan pada iblis seperti dirimu!" sentak Burhan.Felix tersinggung mendengar ucapan Burhan, ia langsung mencengkeram rahang Burhan dengan kuat."Berani berbicara b
Di rumah sakit Mark di rawat oleh tim medis, Clara sempat khawatir dengan luka tembak yang ada pada lengan Mark. Untung saja pelurunya dapat di keluarkan. Lengan Mark masih di perban, otomatis ia harus menjalani rawat inap untuk sementara di rumah sakit.Sambil berbaring Mark memandangi orang yang tengah menungguinya dengan perasaan cemas. Salah satu du antaranya adalah Verrel. Ia sangat berterima kasih pada pertolongan Mark yang datang tepat waktu. Kalau tidak, ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi selanjutnya."Jangan menatapku seperti itu, aku belum mati," kata Mark bercanda. Ia tahu sahabatnya tengah khawatir. Clara duduk di samping pembaringannya, ia menggenggam tangan Mark. Clara juga panik setengah mati ketika mendengar Mark masuk ke rumah sakit dengan luka tembak. Pikirannya saat itu sudah kemana-mana. Setelah melihat lengannya yang tertembak, perasaannya cukup lega sedikit. Pasalnya, bukan bagian vital yang terkena tembakan."Aku pikir kau m
"Anak kita?" tanya Angela lagi."Iya sayang," jawab Verrel santai."Maksudmu, aku hamil?" tanya Angela lagi. Ia merasa Verrel tidak begitu serius mengatakannya."Iya, kau hamil buah cinta kita," jawab Verrel menggenggam tangan Angela."Benarkah?" Angela masih saja tidak mempercayainya. Ia sangat bersyukur masih di beri kesempatan untuk hamil lagi."Terima kasih Tuhan, Kau masih memberi kepercayaan padaku agar bisa hamil lagi," ucap Angela."Sayang, mulai saat ini kamu tidak boleh ke perusahaan dan butikmu. Kamu harus mengurangi kegiatanmu sering istirahat di rumah. Jika ingin apa-apa kamu bisa bilang kepadaku atau asisten rumah tangga di sini," perintah Verrel."Sayang, kau mau mengurungku di rumah? Aku tidak mau, itu pasti membosankan," kata Angela marah karena Verrel seakan mulai membatasi geraknya."Masalahnya, aku juga punya tanggung jawab di perusahaan mamaku dan butik itu. Aku tidak bisa seenaknya saja, " kata beralasan.
Hari ini Angela di rumah, ia menurut Seperti apa yang telah di katakan oleh Verrel. Tak ingin kejadian yang dulu menimpanya terulang lagi. Angela memilih bertindak lebih hati-hati. Ia menggambar desain yang sudah merupakan pekerjaannya di rumah. Jika ada sesuatu yang penting ia akan meminta Clara untuk datang dalam urusan tanda tangan. Untung saja ada Clara yang dapat ia andalkan.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Rasanya sudah terlalu lama ia duduk menggambar. Angela berpindah ke atas ranjangnya untuk beristirahat. Di atas meja nakas sudah ada makanan dan beberapa obat vitamin untuk penguat janinnya.Seorang dokter perempuan datang menghampiri Angela. "Nona, sebaiknya Anda makan dulu, dan minum obatnya. Kesehatan Anda dan bayi Bona sangatlah penting," kata dokter."Baiklah Dokter Elisa, aku tak akan bisa lolos dari pengamatanmu," kata Angela."Sudah jadi tugas saya, Nona." Dokter Elisa mendekatkan nampan yang ber
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu