Penampilan Angela yang sederhana tidak mengurangi kecantikannya. Justru Verrel semakin terpesona di buatnya. Ia memilih jalan-jalan pagi di taman kota, sudah lama sekali Verrel tidak melakukan ritual jalan-jalan pagi mengingat banyak sekali kesibukan yang harus di lakukannya.
Angela seperti anak kecil yang berlari ke arah penjual minuman kecil. Ia membeli dua buah cup coklat panas. Verrel menunggunya dengan duduk di kursi taman. Tiba-tiba ada seorang gadis muda mendekati Verrel.
"Sendirian?" tanyanya. Verrel tidak menggubris sapaan wanita itu.
Wanita itu tetap nekat duduk di sebelah Verrel. Belum lama kemudian Angela sudah datang membawa dua buah cup coklat panas. Melihat Verrel duduk dengan wanita lain, Angela bethenti tepat di tengah jalan menatap mereka bergantian. Tetapi kemudian ia melangkah lagi mendekat ke arah mereka.
Verrel mendongak melihat ke arah Angela,"Oh, kau sudah datang, sayang."
Angela menyerahkan satu buah cupnya pada Verrel. Wanita yang di sebelahnya melihat ke arah Angela dengan tatapan tidak suka.
"Kamu siapanya dia?" tanya wanita itu.
Angela tersenyum kecut.
"Perlu aku jelaskan siapa diriku?" tanya Angela.
"Dia suamiku dan aku istrinya! Jadi minggirlah dari tempat dudukmu!" kata Angela tegas. Tatapannya pada wanita itu cukup menakutkan, membuat wanita itu minggir dengan sendirinya.
Verrel ingin tertawa keras tapi di tahannya. Baru kali ini Angela bersikap tegas pada wanita yang mau menggodanya.
"Tumben kau mengaku istriku," sindir Verrel.
"Karena aku butuh kursi ini untuk duduk," kata Angela sembari duduk di sebelah Verrel.
"Enak sekali ia mengambil kursiku," gerutu Angela.
Angela melihat ke arah Verrel yang malah tersenyum-senyum melihat kelakuannya.
"Kenapa kau terlihat bahagia sekali? Apa kau salah makan hari ini?" tanya Angela.
"Bukankah kau yang menghidangkan sarapan buatku," kata Verrel.
Angela tidak menyahut lagi, ia memilih menyesap coklat panasnya sedikit demi sedikit.
Verrel memperhatikan gerak-gerik Angela yang asyik menikmati coklat panasnya, sialnya ia lebih fokus ke bibir Angela. Rasanya ia juga ingin menikmati bibir manis itu.
Tiba-tiba telapak tangan Angela menutupi mata Verrel.
"Hei, kucing kecil apa yang kay lakukan!" seru Verrel.
"Dasar mesum, aku tahu matamu melihat ke arah mana," kata Angela.
Angela menurunkan tangannya, Verrel bisa melihat lagi.
"Apa-apaan kamu ini," kata Verrel.
"Apa!" Angela tak kalah sewotnya.
"Sudah, Ah. Lebih baik aku pulang, daripada mengajak orang mesum sepertimu. Meskipun kita berjalan-jalan di taman yang indah, masih saja tidak bisa menghapus pikiran kotormu," keluh Angela.
"Eh, jangan. Aku tidak akan berpikiran macam-macam lagi," kata Verrel mencoba menahan niat Angela.
"Terlambat, kita akan pulang. Lagi pula apa sekarang kau lebih suka menjadi pengangguran daripada kerja di kantor," sindir Angela.
"Apa maksudmu mengatakan aku pengangguran?" Verrel tidak paham dengan kata-kata Angela.
"Hem, biasanya kau super sibuk di kantor. Lalu kenapa hari ini kau tidak berangkat kerja?" jawab Angela.
"Aku bekerja sekarang, bukankah ada sekretaris pribadiku yang selalu menemaniku," sanggah Verrel.
Angela menggeleng-gelengkan kepalanya. Percuma ia berdebat dengan Verrel. Lelaki itu selalu saja menemukan alasan lainnya.
Angela masuk ke dalam mobil, ia memakai sabuk pengamannya. Sementara Verrel mulai mengemudikan mobilnya menuju rumah mertuanya. Ia tidak tahu kenapa mood Angela mudah berubah. Jika berdekatan dengannya tidak membuatnya akur. Mereka selalu berselisih paham, terkadang Angela jengah. Berbeda dengan Verrel yang malah senang ketika berhasil membuat Angela marah.
Sampai di depan carport rumah mertuanya Verrel mematikan mobilnya. Ia mengikuti langkah Angela masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa.
Baru saja di pintu utama, mama mertuanya sudah menyambut dengan hangat.
"Kalian dari luar? Pantas saja mama cari di dalam rumah tidak ketemu," sapanya.
"Iya, kami tadi cari udara segar di taman, Ma," jawab Verrel.
"Waah, kalian makin romantis saja," puji Yanti. Angela merasa malu mendengar ungkapan mamanya. Ia masuk terlebih dahulu ke dalam rumah.
Yanti mengikuti langkah Angela sepertinya ada yang ingin di katakannya.
"Angela!" panggil Yanti.
Angela tidak jadi menaiki tangga. Ia memilih untuk memutar kembali tubuhnya menghampiri mamanya.
"Ya, Ma. Ada apa?" tanya Angela.
"Mama hanya ingin bilang kalau mama hari ini akan pergi ke Jepang untuk bertemu klien. Jika kamu masih ingin di sini, tidak masalah. Tapi mama tidak bisa menemanimu, sayang," ucap Angela.
"Tidak apa-apa, Ma. Angel juga berniat untuk pulang karena ada Verrel juga harus kerja," terang Angela.
"Ya, sudah kalau begitu. Tadi dari supermarket mama membeli bahan-bahan untuk memasak jadi nanti di bawa. Mama ingin kamu belajar memasak untuk suamimu," terang Yanti.
"Iya, Ma. Terima kasih. Nanti Angel bawa, sekarang aku mau siap-siap dulu," kata Angela.
Verrel dan Angela masuk ke dalam kamar. Angela sibuk mencari pakaian ganti yang cocok. Akhirnya ia menemukan dress berwarna navi. Baju itu hanya sekali di kenakannya dulu saat pertama kali bertemu dengan Yohan. Sesaat ia mengamati dress yang masih terlihat baru itu, kemudian ia mengembalikannya ke dalam lemari. Pilihannya jatuh pada baju berwarna peach. Ia lalu mengambilnya dan bermaksud untuk ganti baju di kamar mandi.
"Kamu tidak ganti baju?" tanya Angela pada Verrel.
"Aku kan hanya bawa baju ini, memangnya kau mau aku memakai bajumu?" gurau Verrel.
"Tidak apa, kalau memang kau mau," jawab Angela menyembunyikan senyumnya.
Ia lalu membuka lemarinya lagi, sepertinya ia ingat jika menyimpan kemeja laki-laki. Angela mencari pada lipatan paling bawah. Iya kemeja itu masih tersimpan rapi. Dulu ia berencana memberikan kemeja itu pada Yohan, tapi tidak jadi karena ternyata setelah itu dia menikah dengan Verrel dan setelah itu hubungannya dengan Yohan semakin merenggang.
"Pakailah ini," kata Angela menyerahkan kemeja itu pada Verrel.
"Kemeja siapa ini?" tanya Verrel.
"Ya, kemejaku. Memangnya punya kamu?" jawab Angela.
"Maksudku kenapa ada kemeja laki-laki dalam lemarimu? Apa laki-laki ini pernah tidur bersamamu di kamar ini!" tuduh Verrel.
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat sempurna di wajah Verrel. Ia memegang pipinya seraya meringis kesakitan.
"Kau, berani menamparku!" Verrel terlihat sangat marah.
"Iya, memangnya kau pikir aku itu dirimu tidur dengan sembarangan orang. Seharusnya kau menghina dirimu sendiri, bukan aku!" bantah Angela sewot.
"Lalu kenapa ada kemeja laki-laki dalam lemarimu?" tanya Verrel gusar.
"Kemeja ini baru, bukan kemeja bekas !" Angela tak mau kalah. Ia merasa Verrel berprasangka buruk padanya.
"Sekarang aku tanya, sebenarnya kemeja ini buat siapa? Aku lihat masih baru, tidak mungkin kau memakai kemeja laki-laki," selidik Verrel.
Angela terdiam, ia tidak mungkin menjawab jika kemeja itu mau ia hadiahkan buat Yohan.
"Katakan! Untuk siapa kemeja ini!" sentak Verrel yang masih mencengkeram erat kemeja baru itu.
"Buat Yohan, memangnya kenapa, apa kau mau membunuhku," jawab Angela pada akhirnya.
Verrel membanting kemeja itu di lantai. Tangannya mengepal memukul ke dinding.
"Aaargh!"
---Bersambung---
Di dalam mobil keduanya terdiam, ada perang dingin yang sedang berkecamuk dalam dada masing-masing. Verrel kecewa karena Angela masih memikirkan Yohan. Sementara Angela kecewa dengan Verrel karena lelaki itu mengira dirinya pernah membawa Yohan ke kamarnya. Semua bersikukuh dengan ego masing-masing.Verrel mengemudi mobilnya cukup cepat, ia menyalip satu persatu mobil yang ada di depannya. Di tambah lagi ia membunyikan musik cukup keras membuat Angela sangat terganggu."Kau sudah gila! Kenapa tiap kali kau marah selalu seperti ini!" seru Angela.Verrel terdiam, ia tetap mengemudi dengan kecepatan tinggi. Angela yang setengah ketakutan mencengkeram sabuk pengamannya."Hentikan! Kau bisa membunuhku!" teriak Angela.Ciiiiiit!Verrel mendadak mengerem mobilnya, rupanya mereka telah sampai di rumah. Verrel keluar dari pintu mobil dengan tergesa-gesa. Tanpa mempedulikan Angela yang masih di dalam mobil. Angela turun dan memasuki rumah menyus
Merasa ada hawa dingin yang datang, Angela menoleh ke belakang. Tampak Verrel sedang berdiri menatapnya. Karena merasa masih sebal dengan tingkah pria itu Angela mengalihkan pandangannya ke arah para pelayan lagi. Ia mengabaikan Verrel."Angela!" panggil Verrel.Verrel menatap tajam ke arah Angela.Aku mohon jangan tatap aku seperti itu, seolah-olah kau ingin memangsaku, batin Angela."Ikuti aku!" perintah Verrel.Mereka langsung bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing. Sementara Angela mengikuti langkah kaki Verrel menuju ke ruang baca."Tutup pintunya!" perintahnya lagi."Kenapa harus di tutup kita kan hanya bicara saja," protes Angela. Verrel mendelik marah menatap Angela."Baiklah ... lebih baik aku mengalah," kata Angela. Ia kemudian menutup pintunya."Sudah, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Angela.Verrel mengambil buku baca mengabaikan pertanyaan Angela."Ini buku penunjang
Verrel mendapatkan kiriman foto dari orang suruhannya yang menguntit Angela bersama dengan seorang laki-laki tampan seumuran dengannya. "Sial dia enak-enakan bersama dengan pria lain sementara aku di rumah," gerutu Verrel. Ting Pesan kedua ia terima. Alangkah terkejutnya Verrel melihat foto pria itu memakaikan cincin berlian di jari manis Angela. Mereka sedang berada di toko perhiasan. "Dia mau saja memakai perhiasan murah pemberian pria itu. Sementara cincin pernikahan kami saja tidak pernah ia pakai. Apa maunya wanita itu," batin Verrel. Di toko perhiasan Angela membantu Adam untuk memilih cincin. "Hemm, mana menurutmu yang bagus?" tanya Adam. "Yang ini sih menurutku, bentuknya simpel sederhana tapi elegan," kata Angela. "Hah, memang kau jago memilih dalam hal beginian. Sayang kau sudah menikah Angela, kalau tidak mungkin aku akan meminangmu sekarang," ucap Adam. "Ah, jangan bilang seperti itu. Aku
Verrel terus mengikuti langkah Angela menuju kamarnya. Tapi tiba-tiba Angela berhenti tepat di depan pintu kamarnya berbalik arah melihat ke arah Verrel. "Stop! Berhenti, jangan ikuti aku terus!" cegah Angela. "Rupanya kau terlihat sangat bahagia setelah seharian kencan dengan pria itu," sindir Verrel. "Tentu saja, bukankah kau sudah tahu jawabannya," kata Angela. Verrel memegang kedua pundak Angela. Ia tampak marah dengan sikap Angela yang seenaknya. "Kau tahu, aku ini suamimu. Kenapa kau tidak bisa menghargaiku sedikit saja," ucap Verrel. "Sebentar lagi kita akan cerai jadi tidak ada yang perlu di perbincangkan." Angela kembali mengungkit kesepakatannya. "Oh, ya aku rasa kau terlalu cepat menyimpulkan jika kita akan bercerai. Tapi, kau tidak tahu sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu," kata Verrel. "Tapi tetap saja, aku ingin kita bercerai," kata Angela. "Kenapa?" tanya Verrel s
Minuman hangat sudah tersaji di atas meja nakas, Verrel tahu Angela membutuhkannya. Ia sudah memberikan sesuatu yang spesial, tentu saja Verrel semakin menyayanginya."Sayang, minumlah madu hangat ini," kata Verrel.Angela mengambil cangkir yang di ulurkan Verrel. Ia meminumnya sedikit demi sedikit hingga habis."Apa kau masih terasa sakit?" tanya Verrel."Iya, sedikit," jawab Angela malu."Akan ku oleskan salepnya," bujuk Verrel."Ti ... tidak usah, aku bisa sendiri," tolak Angela. Bagaimana mungkin ia membiarkan Verrel mengoleskan salepnya di daerah yang tidak boleh di jangkau."Kau tidak usah malu, aku suamimu semuanya aku sudah pernah melihatnya," kata Verrel.Angela merasakan perih saat jari Verel mengoles pada bagian lukanya."Tahan, sayang. Sebentar lagi akan selesai," kata Verrel lembut.Hemm, sejak kapan lidahnya terpeleset mengatakan sayang, batin Angela.Verrel membopong A
Verrel pulang dengan gontai, ia terlalu lelah memikirkan perusahaan yang nilai sahamnya anjlok karena gosip yang beredar tentang dirinya.Ia duduk di kursi sofa, matanya terlihat lelah kemudian ia sandarkan punggungnya di bantalan sofa.Tatapannya kosong, ia tidak menyangka masalah akan serumit ini. Ia bisa saja menuruti pernikahan yang di inginkan Hellen, guna menyelamatkan perusahaannya. Netizen akhir-akhir ini memberitakan sesuatu yang tidak-tidak tentang dirinya setelah jumpa pers yang di gelar Hellen.Bagaimana jika kabar itu sampai ke telinga orang tua dan mertuanya. Pasti ia menjadi pihak yang di salahkan. Mungkin ia bisa menerima kesalahan itu, tetapi bagaimana Angela. Angela akan segera menceraikannya. Dan ia tidak mau kehilangan wanita yang akhir-akhir ini telah mengisi hatinya tanpa ia sadari.Ponsel Verrel berdering cukup keras, ia merogoh sakunya dan mengangkat teleponnya."Benar, berita yang ku dengar akhir-akhir ini
Verrel akhirnya terpaksa menyetujui kesepakatan dengan Hellen. Entah ada yang ada dalam pikiran Angela, kenapa memintanya melakukan kesepakatan konyol itu.Hellen tampak tersenyum puas, ia sudah tidak sabar lagi menjadi istri Verrel."Aku tahu pada akhirnya kau akan menyetujui kesepakatan ini," kata Hellen bergelayut manja di tangan Verrel.Kalau bukan karena Angela tidak mengancam akan menceraikannya, ia tidak akan mau menikahi Hellen."Kapan kita akan menikah, sayang?" tanya Hellen."Secepatnya," jawab Verrel dingin."Kalau begitu, tinggallah di apartemenku ini semalam saja menemaniku," pinta Hellen."Tidak bisa, aku memiliki banyak pekerjaan yang harus aku urus," kata Verrel. Ia melepaskan tangan Hellen."Bukankah, orang-orangmu bisa melakukannya?" bujuk Hellen."Bagaimana jika berhadapan dengan papaku? Apa orang-orangku bisa menghadapinya?" tanya Verrel.Hellen terdiam. Memang calon mertuanya yang bernam
"Kau sudah pulang?" tanya Angela. Verrel tampak kelelahan, wajahnya lesu. Hari ini sangat melelahkan baginya.Verrel diam, ia melangkah melewati Angela menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Angela bangkit dari sofa mematikan TV nya.Ia menengok di depan pintu kamar, Verrel sedang merebahkan dirinya di atas ranjang. Tampaknya ia benar-benar lelah. Angela memberanikan diri masuk.Melihat Angela masuk, Verrel langsung mengambil sikap duduk."Apa semua baik-baik saja?" tanya Angela.Verrel mendongak melihat ke arah Angela. Bagaimana ia bisa mengatakan dirinya baik-baik saja, setelah apa yang di perbuatnya."Seperti yang kau lihat, apa aku terlihat baik-baik saja," kata Verrel dengan suara berat.Ia bangkit dari ranjang lalu mengambil tas kerjanya. Dari dalam tas itu ia mengeluarkan sebuah map."Ini kan, yang kamu inginkan?" tanya Verrel sembari menyodorkan map itu pada Angela."Aku sudah menandatanganinya, ting
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu