Verrel menuruni anak tangga melihat kedua orang ibu dan anak itu sedang mengobrol. Mereka bercanda tawa, baru kali ini Verrel melihat Angela tertawa lepas, apa selama ini ia hidup satu rumah dengannya merasa terpenjara. Kenapa ia tidak pernah melihat tawa itu.
"Eh, menantu mama sudah bangun. Angela layani suamimu, siapkan sarapannya," kata Yanti lembut.
"Biar saya ambil sendiri, Ma," kata Verrel.
"Eh, jangan. Sudah menjadi tugas istri melayani suami, baik di tempat tidur maupun melayani kebutuhan lainnya," terang Yanti.
"Kok mama bawa-bawa tempat tidur sih, Angel dengarnya agak risih, Ma," kata Angela.
"Kamu ini, sudah menikah jangan seperti anak kecil. Suamimu pria yang tampan, bagaimana jika ada perempuan lain yang mau. Kamu pasti menyesal," kata Yanti.
"Biarin aja, kalau mau ambil, ambil saja."
Tak!
Angela menaruh piring agak keras. Ia jengkel jika mengingat kata perempuan lain. Jelas-jelas ada perempuan lain dalam kehidupan mereka. Bahkan Verrel telah melakukan kesalahan yang lebih fatal.
"Kamu kenapa sih, kok mendadak cemberut begitu?" tanya Yanti.
"Tidak kok, Ma. Mungkin kurang tidur," jawab Angel.
"Ah, mama tahu. Kalian pasti lembur kan tadi malam," goda Yanti.
Verrel hanya tersenyum mendengar perkataan mertuanya. Ia merasa nyaman di rumah ini. Yanti adalah wanita yang ramah dan suka bercanda. Hal itu membuat Angela berulang kali memasang muka masam karena kesal.
"Apa Angela pernah membuatkan makanan untukmu?" tanya Yanti.
Verrel menggeleng. "Saya yang memasak untuknya."
"Oh, so sweet banget," puji Yanti.
Yanti menyenggol lengan Angela. “Kamu beruntung sayang, suamimu sangat perhatian."
Perhatian apanya, saking perhatiannya anak gadis orang di hamili, batin Angela kesal.
"Ya, sudah mama tinggal dulu ke supermarket. Kalian jaga rumah ya, gak enak mama ganggu pengantin baru," goda Yanti melenggang pergi meninggalkan Angela dan Verrel.
"Angela ikut, Ma!" teriak Angela.
"Tidak usah!" seru Yanti yang sudah sampai di depan pintu utama.
"Sudahlah, mamamu ingin kita segera buat bayi kecil," goda Verrel.
"Apa maksudmu dengan bayi kecil, aku tidak mau punya bayi darimu!" kata Angela tegas. Jarinya menusuk-nusukkan garpunya pada roti sandwich di depannya.
"Kenapa tidak mau, ayolah." Verrel membopong tubuh Angela menaiki anak tangga. Wanita itu meronta-ronta seperti mau di perkosa suaminya sendiri.
Lalu Verrel menjatuhkannya di atas ranjang yang empuk.
"Apa yang mau kau lakukan!" kata Angela ketakutan.
"Apa yang mau ku lakukan? Seharusnya kau sudah paham apa yang seharusnya di lakukan seorang suami terhadap istrinya.
"Tidak, kau sedang bercanda kan?" tanya Angela.
"Angela, apa aku kelihatan bercanda? Aku sedang menginginkanmu," goda Verrel merayap di atas tubuh Angela.
"Tidak! Aku tidak mau!" Angela berusaha memberontak, tapi Verrel memegang kedua tangannya.
Tiba-tiba Verrel mengecup punggung tangan Angela. “Aku minta satu hal."
"Tidaak! Aku tidak mau!" tolak Angela. Ia terus saja meronta, rambutnya tergerai berantakan.
"Ku mohon, panggil namaku, aku ingin mendengarnya. Aku ingin kita terlihat dekat," kata Verrel.
"Untuk apa aku memanggil namamu! Aku sangat membencimu!" jawab Angela.
"Kau benci aku, karena Hellen. Kau cemburu padanya?" tanya Verrel.
"Tidaak!" Angela memalingkan wajahnya ke pinggir. Ia memang tidak ingin terlibat perasaan mendalam dengan Verrel. Karena ia tidak ingin terluka, itulah alasannya kenapa Angela ingin segera bercerai dengan Verrel.
Sebelum cinta itu bersemi lebih besar, ia harus mematikan benih-benih cinta itu secepatnya.
"Angela, panggil nama suamimu!" perintah Verrel.
"Kalau aku sudah memanggilmu apa yang akan ku dapatkan?” tanya Angela.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Verrel.
"Satu-satunya yang ku inginkan adalah perceraian, dengan begitu aku bebas," ucap Angela.
"Hanya itu?" tanya Verrel lagi.
"Iya," jawab Angela.
"Hanya itukah yang ada di pikiranmu, sementara aku berusaha mempertahankanmu di sisiku? Angela hatimu terbuat dari apa? Apakah kau tidak merasakan sama seperti yang aku rasakan?" tanya Verrel. Ada guratan kekecewaan yang timbul di sana.
"Tidak, jadi tolong lepaskan aku Tuan Verrel. Kau jalani hidupmu dengan baik bersama kekasihmu yang sebentar lagi melahirkan anakmu," kata Angela. Entah kenapa ia merasakan hati yang sakit teramat sangat setelah selesai mengucapkannya.
"Dan kau ingin kembali pada mereka yang memujamu? Tidak akan kubiarkan!" Verrel melumat bibir Angela dengan kasar. Ada rasa yang menunjukkan kepemilikan di sana. Verrel selalu ingin menguasai Angela.
Angela mendorong tubuh Verrel. “Kau tidak bisa berbuat seenaknya padaku!"
Ia bangkit dari ranjang dan segera menarik hendel pintunya. Tapi tubuh Verrel sudah keburu berdiri di depan pintu menghadangnya.
"Apa aku seperti hantu menyeramkan? Kenapa kau selalu takut dan menghindariku," kata Verrel. Lelaki itu merengkuh pinggang Angela dengan cepat. Ia memeluk Angela erat,"Tolong, jangan pergi dari sisiku."
Angela merasa aneh Verrel memohon padanya. Tidak biasa ia bersikap selemah itu. Ia tidak melakukan apa-apa selain memeluk Angela. Akhirnya Angela melemah, ia tidak memberontak lagi tangannya membalas merengkuh pinggang kekar Verrel.
Lelaki itu menyandarkan kepalanya di pundak Angela.
"Percayalah, aku akan menyelesaikan masalahku dengan Hellen. Tapi kau harus di sisiku," pinta Verrel lirih. Ia melonggarkan pelukannya mengecup dahi Angela. Lagi-lagi jantung Angela seakan lari maraton. Ia merasakan degupan yang cukup kencang. Belum pernah ia merasakan perasaan ini pada Yohan.
Angela berdiri mematung setelah Verrel melepaskan pelukannya.
"Hei, kenapa kau diam?" Verrel menekan hidung mancung Angela.
"Apaan sih!" Angela mencubit pinggang Verrel.
"Gadis bar-bar, kau selalu mendorongku bahkan bersikap kasar pada suamimu. Menurut hukum pemerintah yang berlaku, itu sudah termasuk kekerasan dalam rumah tangga," sindir Verrel.
"Kau mau melaporkan aku? Laporkan saja, siapa takut." kata Angela mendengus kesal.
"Aku hanya ingin melaporkan kenapa istriku selalu menolakku? Apa aku pria homo?" goda Verrel.
"Mungkin, karena kau sangat menyebalkan," jawab Angela malu-malu. Ada semburat merah di pipinya.
Ah, sial kenapa kau luluh lagi Angela, gerutu Angela dalam hati.
"Apa seharian kita akan di kamar bermain kucing-kucingan?" tanya Verrel.
"Tidak, hari ini aku mau keluar jalan-jalan. Terserah kalau kau mau ikut atau berdiam diri di kamar saja," kata Angela.
"Ikut, dong sayang," Verrel menarik kembali tubuh Angela.
"Verrel! Lepaskan tanganmu!" perintah Angela.
"Hemm, kau sudah fasih memanggilku. Aku jadi senang mendengarnya," puji Verrel.
"Sebenarnya aku rasanya pingin muntah saat memanggilmu, kau seperti virus yang susah di hilangkan," kata Angela.
"Ya, mungkin aku sudah menjadi virus di hatimu," goda Verrel lagi.
"Verrel!" peringat Angela. Ia bertambah kesal kenapa hari ini Verrel sangat cerewet sekali.
"Aku mau ganti baju, minggirlah dan jangan mengintip," kata Angela.
"Kau bisa ganti baju di sini dan kita bermain-main sebentar," goda Verrel.
"Verrel, bisa tidak kau cuci otak mesummu itu!"
Braak!
Angela menutup pintu kamar mandinya.
"Dasar gadis bar-bar!"
---Bersambung----
Penampilan Angela yang sederhana tidak mengurangi kecantikannya. Justru Verrel semakin terpesona di buatnya. Ia memilih jalan-jalan pagi di taman kota, sudah lama sekali Verrel tidak melakukan ritual jalan-jalan pagi mengingat banyak sekali kesibukan yang harus di lakukannya. Angela seperti anak kecil yang berlari ke arah penjual minuman kecil. Ia membeli dua buah cup coklat panas. Verrel menunggunya dengan duduk di kursi taman. Tiba-tiba ada seorang gadis muda mendekati Verrel. "Sendirian?" tanyanya. Verrel tidak menggubris sapaan wanita itu. Wanita itu tetap nekat duduk di sebelah Verrel. Belum lama kemudian Angela sudah datang membawa dua buah cup coklat panas. Melihat Verrel duduk dengan wanita lain, Angela bethenti tepat di tengah jalan menatap mereka bergantian. Tetapi kemudian ia melangkah lagi mendekat ke arah mereka. Verrel mendongak melihat ke arah Angela,"Oh, kau sudah datang, sayang." Angela menyerahkan satu buah cupnya pada Verrel
Di dalam mobil keduanya terdiam, ada perang dingin yang sedang berkecamuk dalam dada masing-masing. Verrel kecewa karena Angela masih memikirkan Yohan. Sementara Angela kecewa dengan Verrel karena lelaki itu mengira dirinya pernah membawa Yohan ke kamarnya. Semua bersikukuh dengan ego masing-masing.Verrel mengemudi mobilnya cukup cepat, ia menyalip satu persatu mobil yang ada di depannya. Di tambah lagi ia membunyikan musik cukup keras membuat Angela sangat terganggu."Kau sudah gila! Kenapa tiap kali kau marah selalu seperti ini!" seru Angela.Verrel terdiam, ia tetap mengemudi dengan kecepatan tinggi. Angela yang setengah ketakutan mencengkeram sabuk pengamannya."Hentikan! Kau bisa membunuhku!" teriak Angela.Ciiiiiit!Verrel mendadak mengerem mobilnya, rupanya mereka telah sampai di rumah. Verrel keluar dari pintu mobil dengan tergesa-gesa. Tanpa mempedulikan Angela yang masih di dalam mobil. Angela turun dan memasuki rumah menyus
Merasa ada hawa dingin yang datang, Angela menoleh ke belakang. Tampak Verrel sedang berdiri menatapnya. Karena merasa masih sebal dengan tingkah pria itu Angela mengalihkan pandangannya ke arah para pelayan lagi. Ia mengabaikan Verrel."Angela!" panggil Verrel.Verrel menatap tajam ke arah Angela.Aku mohon jangan tatap aku seperti itu, seolah-olah kau ingin memangsaku, batin Angela."Ikuti aku!" perintah Verrel.Mereka langsung bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing. Sementara Angela mengikuti langkah kaki Verrel menuju ke ruang baca."Tutup pintunya!" perintahnya lagi."Kenapa harus di tutup kita kan hanya bicara saja," protes Angela. Verrel mendelik marah menatap Angela."Baiklah ... lebih baik aku mengalah," kata Angela. Ia kemudian menutup pintunya."Sudah, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Angela.Verrel mengambil buku baca mengabaikan pertanyaan Angela."Ini buku penunjang
Verrel mendapatkan kiriman foto dari orang suruhannya yang menguntit Angela bersama dengan seorang laki-laki tampan seumuran dengannya. "Sial dia enak-enakan bersama dengan pria lain sementara aku di rumah," gerutu Verrel. Ting Pesan kedua ia terima. Alangkah terkejutnya Verrel melihat foto pria itu memakaikan cincin berlian di jari manis Angela. Mereka sedang berada di toko perhiasan. "Dia mau saja memakai perhiasan murah pemberian pria itu. Sementara cincin pernikahan kami saja tidak pernah ia pakai. Apa maunya wanita itu," batin Verrel. Di toko perhiasan Angela membantu Adam untuk memilih cincin. "Hemm, mana menurutmu yang bagus?" tanya Adam. "Yang ini sih menurutku, bentuknya simpel sederhana tapi elegan," kata Angela. "Hah, memang kau jago memilih dalam hal beginian. Sayang kau sudah menikah Angela, kalau tidak mungkin aku akan meminangmu sekarang," ucap Adam. "Ah, jangan bilang seperti itu. Aku
Verrel terus mengikuti langkah Angela menuju kamarnya. Tapi tiba-tiba Angela berhenti tepat di depan pintu kamarnya berbalik arah melihat ke arah Verrel. "Stop! Berhenti, jangan ikuti aku terus!" cegah Angela. "Rupanya kau terlihat sangat bahagia setelah seharian kencan dengan pria itu," sindir Verrel. "Tentu saja, bukankah kau sudah tahu jawabannya," kata Angela. Verrel memegang kedua pundak Angela. Ia tampak marah dengan sikap Angela yang seenaknya. "Kau tahu, aku ini suamimu. Kenapa kau tidak bisa menghargaiku sedikit saja," ucap Verrel. "Sebentar lagi kita akan cerai jadi tidak ada yang perlu di perbincangkan." Angela kembali mengungkit kesepakatannya. "Oh, ya aku rasa kau terlalu cepat menyimpulkan jika kita akan bercerai. Tapi, kau tidak tahu sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu," kata Verrel. "Tapi tetap saja, aku ingin kita bercerai," kata Angela. "Kenapa?" tanya Verrel s
Minuman hangat sudah tersaji di atas meja nakas, Verrel tahu Angela membutuhkannya. Ia sudah memberikan sesuatu yang spesial, tentu saja Verrel semakin menyayanginya."Sayang, minumlah madu hangat ini," kata Verrel.Angela mengambil cangkir yang di ulurkan Verrel. Ia meminumnya sedikit demi sedikit hingga habis."Apa kau masih terasa sakit?" tanya Verrel."Iya, sedikit," jawab Angela malu."Akan ku oleskan salepnya," bujuk Verrel."Ti ... tidak usah, aku bisa sendiri," tolak Angela. Bagaimana mungkin ia membiarkan Verrel mengoleskan salepnya di daerah yang tidak boleh di jangkau."Kau tidak usah malu, aku suamimu semuanya aku sudah pernah melihatnya," kata Verrel.Angela merasakan perih saat jari Verel mengoles pada bagian lukanya."Tahan, sayang. Sebentar lagi akan selesai," kata Verrel lembut.Hemm, sejak kapan lidahnya terpeleset mengatakan sayang, batin Angela.Verrel membopong A
Verrel pulang dengan gontai, ia terlalu lelah memikirkan perusahaan yang nilai sahamnya anjlok karena gosip yang beredar tentang dirinya.Ia duduk di kursi sofa, matanya terlihat lelah kemudian ia sandarkan punggungnya di bantalan sofa.Tatapannya kosong, ia tidak menyangka masalah akan serumit ini. Ia bisa saja menuruti pernikahan yang di inginkan Hellen, guna menyelamatkan perusahaannya. Netizen akhir-akhir ini memberitakan sesuatu yang tidak-tidak tentang dirinya setelah jumpa pers yang di gelar Hellen.Bagaimana jika kabar itu sampai ke telinga orang tua dan mertuanya. Pasti ia menjadi pihak yang di salahkan. Mungkin ia bisa menerima kesalahan itu, tetapi bagaimana Angela. Angela akan segera menceraikannya. Dan ia tidak mau kehilangan wanita yang akhir-akhir ini telah mengisi hatinya tanpa ia sadari.Ponsel Verrel berdering cukup keras, ia merogoh sakunya dan mengangkat teleponnya."Benar, berita yang ku dengar akhir-akhir ini
Verrel akhirnya terpaksa menyetujui kesepakatan dengan Hellen. Entah ada yang ada dalam pikiran Angela, kenapa memintanya melakukan kesepakatan konyol itu.Hellen tampak tersenyum puas, ia sudah tidak sabar lagi menjadi istri Verrel."Aku tahu pada akhirnya kau akan menyetujui kesepakatan ini," kata Hellen bergelayut manja di tangan Verrel.Kalau bukan karena Angela tidak mengancam akan menceraikannya, ia tidak akan mau menikahi Hellen."Kapan kita akan menikah, sayang?" tanya Hellen."Secepatnya," jawab Verrel dingin."Kalau begitu, tinggallah di apartemenku ini semalam saja menemaniku," pinta Hellen."Tidak bisa, aku memiliki banyak pekerjaan yang harus aku urus," kata Verrel. Ia melepaskan tangan Hellen."Bukankah, orang-orangmu bisa melakukannya?" bujuk Hellen."Bagaimana jika berhadapan dengan papaku? Apa orang-orangku bisa menghadapinya?" tanya Verrel.Hellen terdiam. Memang calon mertuanya yang bernam
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu