Posisinya, Banyu dan Sara duduk di sofa yang sama, sedangkan Ardi duduk di single sofa. Ardi, yang notabene adalah orang yang diundang untuk makan siang bersama, tapi justru menyita seluruh atensi Sara dari awal makan sampai sekarang. Mereka berdua asyik sekali ngobrol. Sementara Banyu sudah seperti bawang kosong saja yang tidak terlalu diperhatikan. Ini sih bukan makan siang yang Banyu harapkan. Ia bahkan tidak bisa menyela obrolan mereka sama sekali. Ah! Akhirnya, Banyu hanya menikmati makannya dengan kesal. Kadang ia sengaja menjatuhkan sendok, kadang menarik lauk yang ada di depan Ardi sampai sengaja mengacaukan makannya, kadang juga ia mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya demi mencari atensi Sara, entah suara burung keselek, harimau mengerang atau kuntilanak tes vocal. Namun nihil. Sepertinya Sara ke sini hanya untuk bertemu Ardi, bukan dirinya.Lalu, Saat Banyu menyerah dengan usahanya mencari perhatian, ia pun menaruh alat makannya dengan kesal dan menyandarkan punggun
Sara memukul stir mobilnya sambil menggerutu. "Banyu tuh gak bisa lihat bibir perempuan kotor dikit apa? Tiap kali gue belepotan dia kecup seenaknya, alasannya membersihkan kotoran. Halah! Memang pakai tangan gak bisa?!" Di satu sisi, Sara kesal karena Banyu melakukannya tiba-tiba seperti biasanya, membuatnya tampak bodoh karena linglung seketika. Di sisi yang lain, sepanjang jalan, kadang ia tersenyum sendiri, kadang juga ia meraba bibirnya yang bekas di kecup oleh Banyu. Sial! Jelas Sara menyangkal bahwa ia senang karena perlakuan Banyu. Oh jelas! Ia meyakinkan diri bahwa ini semua terjadi karena terbawa suasana saja. Pagi tadi ia baru saja menjenguk papanya bersama mami Lucy, mendengarkan cerita manis kisah masa SMA mereka, bercanda dengan Ardi dan makan ice cream. Otomatis itu semua membuat moodnya naik berkali lipat. Eh, Banyu malah memancing! Kalau Babal lihat betapa uring-uringannya Sara di mobil setelah kepulangannya dari kantor Banyu ini, Sara sudah pasti jadi bahan ejeka
Benar kata Banyu, jika ternyata mental Mami Lucy lebih kuat daripada dirinya. Sara mengakui itu saat Mami kini tidak jadi mengundur waktu keberangkatannya ke Oman. Beliau tetap mau berangkat pagi ini, meski kemarin mengalami syok berat karena insiden tetangga durjana itu. Tentu saja setelah memberikan wejangan dan berbagai nasehat kepada Banyu dan Sara. Hampir selama perjalanan menuju bandara yang memakan waktu satu setengah jam, Mami terus berbicara kepada Sara dan Banyu soal rumah tangga. Sara dan Banyu hanya manggut-manggut saja seperti patung kucing di toko China."Pokoknya Mami akan sering pulang ke Indonesia kalau begini. Apalagi kalau ada cucu, wah bisa-bisa Mami bujuk papi buat pindah kerja di sini lagi.""Mi, jangan berlebihan. Nanti Mami capek bolak-balik Oman-Indo kalau sering-sering. Papi juga pasti bete tuh ditinggal terus.""Idih! Mami mau menemui menantu cantik Mami. Jangan ge-er ya kamu."Sara terkekeh karena melihat Banyu sudah memanyunkan bibirnya. "Jadi selama ini
"Bay, kalau aku pergi jauh, apa ayah dan ibu sedih dan akan mengkhawatirkan ku?" ujar Hira yang kini tengah memperhatikan jalanan dari kaca mobil Banyu."Kamu ngomong apa sih. Memangnya kamu mau kemana?"Hira menggeleng. "Gak tahu." jawabnya. "Tapi kemarin waktu aku ke luar negeri, gak ada satupun yang nyariin atau menghubungi aku. Itu artinya mereka udah menganggap aku gak ada kan?"" ... " Banyu terdiam. Orang tua atau keluarga Hira memang tidak pernah muncul di hadapannya, apalagi sampai mencari barang sekali saja.Hira pun menoleh mendapati Banyu tidak bisa menjawabnya. "Berarti benar." simpulnya."Hira, ada banyak hal indah di dunia ini yang bisa kamu pikirkan. Kamu gak harus memikirkan hal-hal yang gak bisa kamu kontrol begini." ujar Banyu dengan hati-hati.Hira tertawa sumbang. "Hal indah semacam apa Bay, kalau nyatanya aku gak menemukan kebahagiaan dalam diriku sendiri?"Sejak dulu, Hira memang tidak pandai menem
Sara mendengus saat melihat Banyu sejak tadi terus saja memaksanya untuk membantu. Di mulai dari pagi-pagi, waktu Sara packing untuk beberapa potong pakaian, Banyu memaksa membantu memasukkannya ke dalam ransel. Padahal ini hal kecil yang bisa Sara lakukan sendiri.Lalu, saat selesai mandi, Banyu sudah siap sedia menunggu di depan cermin, memaksa juga mau mengeringkan rambut Sara. Membuatkan Sara sarapan, mengecek kelengkapan pergi Sara bahkan sampai mengecek kuota di ponsel Sara.Katanya, harus ada sinyal dan data terus supaya Banyu bisa menghubunginya setiap waktu. Sara memutar bola matanya ke atas karena saat ia mau keluar rumah karena Babal sudah datang, Banyu tetap saja menyerewetinya tanpa berhenti."Pokoknya kalau aku telpon harus diangkat, balas pesan, kalau waktunya kerja, kabarin. Jangan sampai gak bales apalagi ngilang berjam-jam.""Memangnya aku anak SD yang mau study tour tanpa orang tua? Please deh Bay, jangan lebay gitu. Ini cuma one day trip dan cuma di Bali." protes Sa
"Mau aku jemput?" tanya Banyu di telepon. "Gak perlu, ngapain sih! Orang ada Babal." sahut Sara yang kini sedang menunggu keberangkatan pesawat setengah jam lagi. Semalam, Sara menginap di Bali karena kerjaannya belum selesai. Setelah dilanjutkan pagi harinya, Sara baru bisa pulang siang ini bersama Babal. Tentu saja sejak semalam, Banyu tantrum sekali karena Sara tidak jadi pulang awal. Lelaki itu memaksa video call sampai tengah malam, katanya pengganti tranfer energinya. Banyu bilang, ia sedikit merasa lega karena Hira sudah menunjukkan kemajuan yang baik. Hira mulai ceria kembali dan bisa mengobrol dengan sahabat-sahabatnya dengan lepas. Tetapi kadang masih melamun sendiri. "Ya gak apa-apa kan? Babal bisa pulang sendiri." "Tetap aja, aku gak mau. Udah dulu ya Bay, aku kebelet. Bye!!" Sara menutup telepon itu seketika. Babal yang sudah balik dari membeli makanan, menyerahkan satu bungkus roti yang bau harumnya sangat khas. "Nih, k
Sara membuka bibirnya dan memoleskan lipstik merah itu dengan hati-hati. Tangannya merapikan rambut panjangnya yang tergerai. Korean dress selutut yang selama ini tidak pernah ia pakai pun kini membalut tubuhnya dengan cantik. Ia sedikit memutar-mutar tubuhnya. Mematut dirinya sedemikian rupa sampai merasa sudah pas dan enak dilihat.Perfect!Tinggal menunggu Banyu saja dan mereka akan berangkat untuk dinner. Ini memang ide spontan Sara saja. Ia mau sedikit membalas kebaikan Banyu dengan mengajaknya makan malam dengan honor pertamanya setelah kasus papanya yang menjadikannya jobless. Lagipula, hubungan mereka beberapa hari ini menunjukkan progress yang baik. Em, mungkin bisa dibilang lebih akrab dan terbuka? Ya begitulah. Juga penebusan rasa bersalah karena ia sering ada kerjaan pada saat energinya habis setelah bertemu Hira.Sara pun meraih tasnya dan mengambil ponsel berniat menanyakan Banyu sudah sampai mana. Satu pesan pun terkirim kepada lelaki itu, t
Semalam, Sara menangis di balik selimut karena rencananya hancur berantakan akibat ketidakhadiran Banyu. Ia kecewa, mengapa Banyu dengan mudahnya melupakan janji untuk pulang segera, menjemputnya dan makan malam bersama. Bahkan tidak ada satu pesannya yang di balas.Sampai Sara ketiduran di ranjang besar kamar Banyu, ia terbangun di pagi hari yang dingin. Kepalanya sedikit berat akibat menangis, berupaya menengok ke seisi ruangan, sepi. Semua masih seperti semalam. Tidak ada tanda-tanda Banyu pulang.Matanya pun terpejam dan menghela napas. Setelah dipikir kembali, Memang ia berhak marah? Sementara status nikah kontrak hanyalah satu-satunya yang menjadi acuannya bahwa di luar itu, mereka bukan siapa-siapa. Mereka tak terikat hubungan spesial yang mengharuskan Banyu berkomitmen atas tindakannya. Begitupun Sara, ia tidak seharusnya bersedih berlebihan bukan? Sebab, pada waktunya nanti, semua permainan ini juga akan berakhir dan saling melupakan satu sama lain. Sara t