"Kapan-kapan gue ajak ke gerainya nasi kebuli ini. Dulu dia chef di hotel bintang lima, tapi hotelnya tutup katanya banyak setannya.""Ada-ada aja." Sara terkekeh lagi, entah mengapa dari tadi ia bisa terhibur dengan Ardi, ternyata lelaki ini kocak juga, berbeda jauh dengan bosnya yang jahilnya minta ampun."Serius Ra, chefnya sendiri yang cerita. Konon hotelnya tuh dulunya bekas rumah sakit paru-paru tahun delapan puluhan. Sering ada suara napas yang sesek gitu di kamar-kamarnya. Terus ada hantu tanpa muka di kamar mandi. Banyak banget deh. Gue aja ngeri diceritain, apalagi chefnya yang ngalamin langsung." Ardi bercerita dengan penuh ekspresi dan Sara mendengarkan dengan seksama.Mendengar cerita hantu memang selalu seru, tapi ia suka dengan cara Ardi bercerita. Menjiwai sekali."Makanya hotelnya bangkrut?""Iya. Karyawannya banyak yang terkencing-kencing karena ketemu mbak kunti dan dan hantu muka datar.""Ya ampun ngeri banget. Terus gedungnya sekarang jadi apa?""Nah ini, anehnya
Semua kebaikan Banyu, terangkum jadi satu di kepala Sara. Banyu yang memberikannya tempat tinggal meski harus diperistri dulu, Banyu yang memberikannya uang, Banyu yang memberikan banyak insight soal bisnis, Banyu yang membelanya di supermarket sampai terluka dan Banyu yang tidak pernah membiarkan Sara sendirian setelah dibully satu negara.Ia mengirimkan Ardi dan rela pulang lebih cepat saat tugas di luar kota. Namun selama ini mengapa yang mendominasi hanyalah Banyu yang jahil dan suka membuatnya kesal?Bukankah penilaian Sara tidak adil? Ia hanya memikirkan keburukan Banyu padahal kebaikannya lebih banyak. Maka, ketika bilang jika Sara harus berpikir dan meminta maaf secara dewasa, ia justru memberikan Banyu sebuah kecupan. Entah datangnya darimana keberanian itu, tapi ia ingat, keinginan Banyu tadi di mobil saat ia mau Sara membersihkan lukanya dengan cara yang sama seperti pagi itu. Sara tidak tahu Banyu ingin ia meminta maaf dengan cara bagaimana, tapi keinginan kecil Banyu yang
"Sakit banget ya?" Banyu mengangguk. "Mau bantu ngurangin rasa sakitnya?" tanyanya.Sara menatap Banyu bertanya seolah berkata; dengan cara apa?Lalu Banyu membuka kaosnya dengan tangan kanannya yang membuat Sara agak kaget. Banyu menaruh asal kaosnya dan kedua tangan itu kembali ke pinggang Sara."Tiupin." ujar Banyu memajukan bahunya yang sakit, minta dituip.Ini sebenarnya tidak masuk akal, luka seperti ini meski ditiup sekencang apapun tetap saja rasanya sakit. Tiupan hanya mendistrak rasa sakitnya sementara, bukan menyembuhkan. Ini seperti tipuan anak kecil yang jatuh dan terluka, lalu sama orangtuanya ditiup seolah-olah dengan itu lukanya lekas sembuh. Alis Sara menyatu."Wait! Memangnya ngaruh ditiup? Nanti juga sakit lagi kalau selesai ditiup. Lagian cara ini gak masuk akal Bay." protes Sara, tapi detik berikutnya ia menurut saja.Tanpa pikir panjang, daripada Banyu ngambek lagi, Sara memajukan kepalanya dan meniup bahu Banyu yang agak belakang itu. Memarnya semakin terlihat m
Tangan Sara merangkul kedua lengan Banyu. Pagutan Banyu semakin dalam dan dalam. Tidak pernah Sara bilang bahwa ciuman Banyu biasa saja. Banyu selalu memberikan sensasi aneh di setiap sentuhannya dan Sara selalu terbuai. Ya, Sara masih normal merasakan hal ini bukan? Lelaki itu mengabsen satu per satu deretan gigi Sara, membelai lidahnya. Tangan Banyu sudah berada di tengkuk Sara, mengatur irama kedalaman ciuman ini dengan handalnya. Kaki-kaki Sara sudah seperti pensil inul yang lunglai dan tak sanggup lagi menapaki lantai. Kini bibir Banyu turun di dagunya, kemudian menjelajahi lehernya. Mengecup, menghisap dan menggigit kecil. Banyu suka berada di leher jenjang itu.Dada Sara sudah membusung tatkala Banyu turun di dadanya yang masih terbungkus kaos. Banyu pun langsung menatap Sara, meminta persetujuan perempuan itu dari matanya. Namun, Sara tidak memberikan respon apa-apa sampai Banyu mengecup bibirnya lagi. Tangan Banyu satunya yang tidak bisa diam, mulai meraba punggung Sara dan
"Ra, pengamanku nyangkut di dalam itumu." ujar Banyu dengan wajah yang sudah pias.Ya Dewa!!!Sara membelalakkan matanya, bibirnya menganga lebar dan ekspresi wajahnya sudah tidak karuan. Ia ikutan panik saat Banyu mengusap rambutnya sendiri dengan kasar. Ini gila! Kok bisa pengaman itu nyangkut?"Bay! Kok bisa nyangkut?!" teriak Sara, wajahnya sudah tidak karuan.Takut, cemas, sedih jadi satu. Sara hanya menggeleng terus bergerak mencari cara apapun."Aku gak tahu Ra!""Bilang aja lo gak berpengalaman pakai begituan, ini gak akan terjadi kalau lo hati-hati!! Asss!!!""Ya namanya juga 1 dari 1000 kemungkinan, semua bisa terjadi Ra. Aku mana tahu kalau risiko satu itu terjadi sama kita sekarang!" Banyu menatap Sara semakin frustasi. Keduanya mendesah kian cemas."Terus gue harus gimana?! Cepet mikir Bay!!"Banyu mengabaikan ucapan Sara dan menunduk dalam, memukul kepalanya mencari ide yang bisa ia lakukan untuk mengeluarkan benda kenyal itu. Sementara Sara terus menggerutu dan kepanik
"Darimana?" tanya Banyu yang sudah duduk di mini bar dan meminum kopi.Lelaki itu sudah berpakaian kerja rapi, rambut yang disisir kebelakang dan siap untuk berangkat."Buang sampah di depan." jawab Sara.Seperti yang telah mereka sepakati dari kompromi kemarin, suasana keduanya menjadi lebih adem. Sara lebih kalem dalam menanggapi Banyu dan Banyu pun juga tidak sengaja jahil-jahil lagi hingga membuat Sara kesal. Mereka sudah bisa berkomunikasi secara normal. Ya meskipun kadang Banyu gatal juga sehari saja tidak mengerjai Sara."Itu apa?" tanya Banyu lagi melihat Sara membawa satu kantong plastik putih."Oh ini, fruit sando. Tadi ada anak sekolah yang jualan keliling pakai sepeda, kasihan jadi aku beli. Kamu mau?" Banyu mengernyit dan tersenyum. "Wait! wait! Aku? kamu?" Banyu malah fokus pada perkataan Sara yang kini sudah membahasakan dengan 'aku kamu'. "Aku gak salah denger kan?"Sara menipiskan bibirnya. Ia lalu dudu
"Bisa diam gak? Aku lagi konsentrasi!" seloroh Banyu yang masih duduk di belakang meja kerjanya.Setelah meeting Sara dengan tim legal selesai, Sara mau langsung pulang, tapi Banyu bilang harus bareng pulangnya. Jadilah, Sara duduk di sofa ruangan Banyu. Namun, karena ia bosan melihat lelaki itu bekerja, maka ia memutuskan untuk mencoba merambah platform sosial media lain. Ya lumayan untuk hiburan."Kenapa sih, tadi aku gak boleh pulang duluan. Sekedar jajan di cafe depan juga gak boleh, sekarang aku harus diam aja kayak patung?""Ya paling enggak duduk diam, dengerin musik pakai earphone atau baca buku. Ini malah joget-joget gak jelas. Terus itu musik apaan sih, aneh banget. Udah paling bener kamu tidur aja.""Aku gak ngantuk. Lagian karirku udah end jadi selebgram, ini lagi coba-coba aja sosial media lain. Seru-seruan doang."Banyu menepuk jidadnya. "Tapi yang elegan dikit kenapa sih jogetnya. Gerakan amburadul, pantat kemana-mana, gak enak dilihat. Yang anggun dikit lah."Sara mend
Banyu memperhatikan Sara yang berjalan di belakangnya. Perempuan ini lambat sekali jalannya seperti siput. Sambil main ponsel pula, padahal Banyu keburu lapar. "Lambat sekali sih jalanmu, katanya kamu juga lapar."Sara justru berhenti dan menatap Banyu kesal. "Parkir kantor kamu jauh banget sih Bay. Aku capek." ujarnya merengek."Terus berharap aku gendong kamu? Itu tinggal deket doang."Sara menghela napas kasar. Ia membatin saja kalau lelaki ini tidak peka dengan apa yang terjadi di tubuh Sara. Sebetulnya sudah sejak pagi tubuhnya seperti diterjang truk tronton, sakit, terutama di bagian perut ke bawah. Bagaimana tidak? Terakhir ia melakukan lima tahu lalu, dan sekarang mungkin sudah rapat kembali, tiba-tiba ia melakukan lagi dengan milik Banyu yang sebesar dan sepanjang itu. Mana ada insiden pengamannya tersangkut pula.Sejak tadi ia berusaha mengabaikan sakitnya dengan Stretching ringan, berjalan membuang sampah di depan rumah dan joget-joget, tapi semakin kesini rasanya tambah p