Kata “sesuatu” dari Rossa membuat Laila gusar. Ia tahu Rossa akan memberitahu hal yang bisa saja membuatnya semakin terluka karena dari gerak tubuh dan mimik wajah yang ditunjukkan wanita di hadapannya itu, bukanlah hal biasa, tetapi tersirat makna di sana. Apa pun yang akan ia dengar atau lihat, Laila harus siap. Ia harus menguatkan diri dan hatinya. Berharap itu adalah kabar baik sangat tidak, sangat ini hal yang paling ingin ia dengar adalah Andara dapat keluar dari permasalahannya.Rossa memberikan ponselnya kepada Laila, lalu menunjukkan beberapa video. Sejujurnya ia tidak tega, tetapi inilah bukti yang ia punya untuk membantu Laila agar proses perceraian cepat selesai. “Maaf, Kak,” ucap Rossa segan.Laila tampak tenang melihat adegan tiap adegan yang ada di dalam video tersebut. Tidak ada raut marah, sedih, atau pun terkejut, hanya raut wajah datar yang tampak. Ia sudah menduga hal itu akan terjadi. Berbanding terbalik dengan sang ibu yang sangat terkejut saat melihat orang di v
Semua melihat ke arah Rossa dengan pandangan bertanya. Dari cara ia membentak Gio terlihat seperti ada hubungan, tidak mungkin kalau Rossa beru mengenal Gio, tetapi ia berani membentak Gio pria tinggi itu seperti tadi. Andara mendekati Rossa dan menatap penuh intimidasi, lalu bertanya apa sebenarnya yang terjadi.“Mas Gio ....” Rossa menggantung ucapannya.“Katakan!” pinta Andara.“Mas Gio sebenarnya ....” Rossa menarik napas dalam, “sepupuku.” lanjut Rossa sambil menundukkan kepala.Baik Andara, Aminah, dan juga Laila terperangah dengan pengakuan Rossa. Bagaimana bisa kebetulan atau kesengajaan ini terjadi pada mereka.“Shitt!” umpat Gio pelan.Andara dan Laila memandang Rossa dan Gio bergantian, mereka seperti orang bo*doh yang sedang berdiri di depan kelas karena tidak bisa menjawab soal. Keduanya menunggu penjelasan dari Gio dan Rossa.“Ini sedikit aneh, tapi memang faktanya adalah kami bersaudara. Bisa jadi ini juga kebetulan karena aku benar-benar tidak tau kalau Mas Gio ada di
“Naya ... Naya ...!” teriak Laila menerobos masuk ke rumah Ratna. “Naya, Bunda di sini, Nak. Ayo, pulang sama Bunda.”Bimo, Ratna, dan Hermawan yang berada di kamarnya masing-masing langsung keluar mendengar keributan yang dibuat Laila. Wanita itu terus berteriak memanggil nama anaknya.“Apa-apaan ini? Datang ke rumah orang teriak-teriak kayak gak ada etika!” bentak Ratna.“Mana Naya?” tanya Laila dengan sengitnya kepada Bimo. “Mana Naya?!” Laila menari Bimo.“Kamu kenapa, sih, Dek? Naya gak ada di sini!” ujar Bimo. “Naya, kan, sama kamu.”“Jangan bohong kamu, Mas! Aku tahu kamu yang culik Naya, kembalikan anakku, Mas!” teriak Laila.Sebuah tam*paran mendarat di pipi mulus Laila. Wanita itu terkejut dan memegang pipinya. Menoleh ke arah pelaku yang menamparnya.“Dasar wanita tidak tau sopan santun! Kalau kau tidak bisa menjaga anak, jangan menyalahkan orang lain atas kesalahamu!” ujar Ratna menatap tajam Laila.“Siapa lagi pelakunya kalau bukan kalian?!” Laila menatap sengit wanita ya
“Ada apa?” tanya Laila ingin tahu.“Sebentar lagi kami sampai.” Andara menutup panggilan tersebut dan bergegas melaju dengan kecepatan tinggi.“Dek, ada apa?” tanya Laila penuh harap bercampur khawatir.“Nanti di rumah aja, Kak,” jawab Andara fokus tanpa mengalihkan padangannya dari jalan.Andara menepikan mobil dan berlari ke dalam dengan napas terengah-engah. Di sana tampak Gio sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sedangkan Rossa sedang duduk merangkul Aminah yang sedang menangis.“Ada apa?” tanya Laila panik. Hatinya gusar, pikirannya tidak menentu, takut membayangkan hal buruk terjadi pada Naya.Tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Laila. Ia duduk di sebelah Aminah dan menggenggam tangan keriput itu sambil bertanya apa yang sedang terjadi. Aminah tidak mejawab, hanya tangis yang terderngar. Laila menatap Rossa berharap mendapat jawaban dari gadis berkacamata itu. Namun nihil, ia juga tidak mendapat jawaban apa pun. Laila frustrasi melihat orang-orang di s
Suara tembakan terdengar nyaring. Semua anak buah Gio yang berada di sekitar sana berlari ke arah Gio, tidak terkecuali Andara. Pria tinggi itu keluar dari mobil dan berlari ke arah Gio. Beberapa orang terlihat mengepung mereka dengan senjata. Baku hantam tidak terelakkan. Gio memerintahkan anak buahnya untuk mencari Naya. Suara tembakan saling bersahutan. Tiga orang bertubuh kekar mengepung Gio dan mencoba menumbangkannya. Salah satu pria mencoba menembak, Andara yang melihat itu langsung berlari dan memberi ten*dangan pada pria yang sedang memegang pistol ke arah Gio. Tembakan itu terbang ke udara, pria tersebut tersungkut begitu juga dengan Gio. Andara langsung meraih tubuh Gio yang tersungkur di tahan.Di dalam mobil, Laila memekik mendengar suara temabajkan itu. ia berlari dan mendorong tubuh Andara yang sedang memangku Gio.“Mas Gio, gak apa-apa, ‘kan?” tanya Laila khawatir.Pria jangkung itu berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang masih aman, hanya ada goresan di legan kirin
“Ibu mau ke dapur dulu, kalian pasti lapar.” Aminah beranjak dari duduknya dan hendak keluar dari kamar, tetapi Rossa menahan.“Rossa udah pesen sarapan, kok, Bu ...,” sanggah Rossa cepat.“Kamu kenapa, sih?” tana Andara bingung.“Gak apa, kita temenin Naya aja dulu,” kilah Rossa. “Aku udah bikin janji konsul ke psikolog nanti siang, biar Naya lebih tenang.”“Harus?” tanya Andra seperti ingin menolak, tapi tidak bisa mengatakannya.“Naya perlu penanganan khusus dan didampingi oleh ahlinya agar mentalnya baik-baik aja dan gak trauma. Dia pasti ketakutan banget,” terang Rossa.Aminah dan Andara mengangguk. “Apa Laila setuju?” tanya Aminah.“Tadi Rossa udah bilang, pasti Kak Laila setuju.”“Setuju apa?” Tiba-tiba Laila berdiri di ambang pintu.“Nak Rossa mau aja Naya ke psikolog nanti siang,” jawab Aminah.Belum sempat Laila menjawab, tba-tiba Gio datang membawa beberapa kantong berisi makanan. “Pesanan siapa ini?” tanya Gio.“Gue ....” Cepat-cepat Rossa menyambar benda yang ada di tang
Andara melerai pertikaian antara Gio dan Bimo. Darah mengalir di sudut bibir Gio dan beberapa memar tampak di wajah Bimo. Gio menghantamnya dengan beberapa pu*kulan. Bimi tidak mampu menghalau serangan Gio.“Mas, hentikan!” Andara menarik Gio dari tubuh Bimo. “Mas Bimo kalau ke sini hanya bikin keributan mending pulang aja!” usir Andara.“Aku ke sini mau menemuui anakku, tapi dia melarang.” Bimo menunjuk Laila.“Kamu brutal, Mas! Naya sedang istirahat,” jawab Laila.“Aalah ... itu hanya alasan saja, kau tidak ingin ketahuan kalau selingkuhanmu tidur di kamar ini, ‘kan?” tuduh Bimo.“Lancang kamu, Mas!”Gio tersulut emosi dan hendak memu*kul Bimo, tetapi Andara menahan pria itu.“Pulanglah, Mas! Aku akan mengantar Naya jika kau ingin bertemu dengannya. Jangan membuat keributan lagi,” pinta Andara. Terdengar jelas nada lelah dalam ucapannya. Ia sudah begitu lelah menghadapi drama yang dibuat oleh Bimo.Bimo menatap sengit Gio. Terpancar dendam dan kemarahan pada laki-laki dengan jamban
“Bu, gimana kalau Laila pulang ke rumah aja. Biar Naya juga lebih aman di sana. Laila takut kalau di sini Mas Bimo pasti terus dateng dan bikin ribut.”“Kalua kamu pulang, Ibu sama Anda gak bisa ngawasin kalian, lagian Bimo nanti makin seenaknya kalau tau kamu cuma berdua sama Naya. Pasti dia tau kalau kalian pulang.”“Terus Laila harus gimana, Bu? Laila gak mau Naya kenapa-kenapa, gak enak juga sama Mas Gio.”“Bu, Rossa sama Mas Gio pamit pulang.” Tiba-tiba Rossa dan Gio menghampiri Aminah dan Laila yang sedang berada di dapur.“Loh, Nak Gio mau pulang ke kosan Beben?” tanya Aminah.“Gak, Bu, Mas Gio mau Rossa ajak pulang ke rumah. Gak enak ngerepotin itu terus, gak enak juga sama tetangga.”“Makan malam dulu, ya, ini udah disiapin,” ajak Aminah.Mereka pun menikamati makan malam bersama sebelum Rossa dan Gio pulang. di kursi sebelah kanan ada Aminah, Rossa dan Andara, sedangkan di sebelah kiri, Naya tidak mau lepas dari Gio. Laila sudah berusaha membujuk anak itu, tetapi ia tetap ti