Pukul 6:45 pagi.
Setelah selesai mandi, seperti biasa ritual paginya adalah berkaca di depan cermin sambil tersenyum lebar. Memandangi wajahnya sendiri baginya itu cukup dapat merasakan kepuasan batin, karena dia merasa dirinya yang paling cantik. Bentuk darinya untuk bersyukur.
“Lo emang cantik banget, Veer,” ujarnya pada diri sendiri dengan jempol yang terancung. Veera juga menyibakkan rambutnya yang basah dengan gaya sensual, seketika aroma permen karet mengguar. Ia sangat menyukai aroma itu. Aroma favoritnya.
Seusai melafalkan pujian untuk dirinya sendiri, Veera keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk putih yang melilit tubuh putih susunya. Ia melangkah pelan dengan jemari yang masih bermain di rambutnya yang basah. Bernyanyi sambil ber
Setelah Nathan berhasil membuat jantung Veera berdetak tak karuan, maka sepanjang jalan menuju apartemen Yuda, Veera diam-diam terus memerhatikan Nathan. Entah kenapa tiba-tiba Nathan mengambil alih fungsi sebagian otanya. Veera ingat betul sifat asli Nathan, dia adalah pria kaku, sangat sadis ketika menjadi dosen pengajar, juga akan menjadi pria paling pendiam saat—sifat remaja yang selalu malu-malu itu—tiba-tiba muncul ketika Veera menggodanya. Dan Veera akan kalah dalam permainannya sendiri. Seperti saat ini. Diliriknya sekali lagi suaminya yang masih fokus menyetir itu. Tatapan tajam Nathan menghadap fokus kedepan, alisnya lurus hitam pekat memberikan kesan garang walau sebenarnya pria itu masuk kategori penyabar ketika tidak sedang mengajar. Rambutnya ia sisir ke belakang dengan rapi, tanpa minyak rambut, dan rahang tegas disertai cambang lebat yang baru dicukur bersih memberikan kesan seksi.
Veera langsung berdiri dan menjaga jarak aman, “Jangan deket-deket!” perintah Veera dengan mata melotot waspada. Telapak tangan kananya terbuka lebar di depan Nathan, memberi isyarat untuk ‘STOP’ kepada Nathan.***Setelah perdebatan yang cukup menguras waktu dan energi, akhirnya Nathan berhasil menyeret Veera bersamanya memasuki unit Yuda. Namun Nathan juga tetap hati-hati, dia menggegam tangan kanan Veera yang tidak cedera. Nathan takut apabila perlakuannya tanpa sengaja membuat Veera cedera. Membuat istrinya supaya tidak merengek ‘meminta di tunggu’ lagi ketika langkah kaki lebarnya tanpa sengaja meninggalkan Veera.Veera tentu saja terus menjaga jarak seaman mungkin untuk menghindari senggolan benda apapun yang bisa menyebabkan bahunya makin sakit. Telapak tangannya turut serta menggegam kokoh telapak tangan Nathan yang terasa hangat, namun ju
Nathan langsung melempar pandanganya pada Veera tak suka, “Ya buat urut tangan kamulah, Ra!”jawabnya kesal.***Seolah paham dengan situasi, buru-buru Yuda mengambilkan minyak urut sesuai perintah Nathan. Setelah itu cowok tersebut pamit keluar sebentar mengajak Rayan, memberikan privasi pada pasangan suami istri tersebut. Yuda merasa tak enak jika keberadaannya mengganggu mereka.Setelah kepergian Yuda. Nathan mulai mendekati Veera. Ia mulai mengobati lengan Veera yang terasa sakit.“Aduh, pelan-pelan!”“Belum aku pegang loh, Ra,” ujar Nathan bingung karena dia baru saja bergeser mendekati Veera.“Iya, tapi muka kam
Bukan rahasia umum lagi kalau Veera sangat membenci dosen muda itu. Alasannya apa? Entahlah. Tak ada yang tahu, dan mereka tentu tak mau tahu.Nathan adalah salah satu dosen terfavorit mahasiswi di sini. Dia masih muda dan cerdas. Keluarganya pemilik Universitas Andalas ini, di tempat itu juga Veera melanjutkan study S1-nya sekarang.Pagi ini Veera melangkahkan kakinya dengan malas mengekor Nathan. Mungkin lebih tepatnya dia menyeret kakinya hingga menimbulkan bunyi agak mengganggu.Srekkk!Ah, orang ini lagi!batin Veera jengkel menatap benci pria di depannya.Entah masih bisa dibilang terlambat atau tidak, yan
"Veera Zasvika Anthony!""Ah, iya Pak?""Kamu melamun lagi?"Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Veera kali ini kepergok sedang melamun sambil menatap kosong keluar jendela. Namun bukan Veera namanya kalau dia tidak bisa mengelak."Tidak, hanya tidur sebentar," balasnya acuh. Veera berbicara tanpa menatap lawan bicaranya. Pikirannya benar-benar kacau. Padahal tadi pagi dia sudah merencanakan untuk membolos, tapi karena kedua oramg tuanya mengancam akan mengambil semua fasilitasnya Veera jadi mengurungkan niat buruknya itu.Hanya dengan cara pergi ke kampus untuk menyelamatkan semua fasilitasnya, maka itu akan dilakukan. Tapi tidak menyelamatkan dia dari pria didepannya yang tengah menatapnya dengan ganas.Tidak apa, itu bukanlah masalah yang terlalu serius baginya.Sesaat Veera menatap Nathan sambil bergidik ngeri. Pria itu benar-benar mirip papa
Sudah seminggu ini Veera tidak mengikuti kelas Nathan. Perempuan itu masih kesal dengan dosennya itu. Perlakuan yang dia dapat beberapa waktu lalu dari Nathan sangatlah melukai hatiknya.Berani-beraninya dia ngusir gue.Batin Veera menggeram kesal.Veera menupang dagunya di atas meja dengan malas. Kantin sepi. Dia menunggu Sindy yang belum juga datang. Sedari tadi, tidak henti-hentinya dia menggerutu.Apa mungkin kelasnya belum bubar.Veera mengerutu kesal. Hampir satu jam lebih dia berada disini, dan hampir seminggu dia seperti ini. Bolos ke kantin atau kalau tidak dia pergi ke kafe yang dekat dengan area kampus.Veera membenarkan posisi duduknya ketika seseorang menepuk pundaknya pelan.Pasti Sindy,pikirnya girang."Lo, lama banget sih, Sin!""Veera, aku mau minta maaf."Veera melotot horor saat mengetahui seseorang yang datang ternyata
"Nathan, i-ini kampus," seru Veera setengah menahan ketakutannya.Nathan menatap tajam pada Veera dengan penuh nafsu. Entah sejak kapan Nathan sudah mengurung Veera dengan kedua tangannya, hingga Veera tidak bisa berkutik. "Tolong menjauh atau aku bakalan teriak!""Biarkan saja, ini kampusku, Sayang. Apa kamu lupa, hm?" bisik Nathan tepat ditelinga Veera. Nafas hangat pria itu menjalar disekitar lehernya. Memberikan sensasi yang sangat berbahaya.Veera bergidik ngeri merasakan sengatan listrik disekujur tubuhnya. Tidak terasa air matanya menetes. Perempuan itu begitu ketakutan sekarang. Nathan sekarang adalah pria yang berbeda, dia tidak mengenal Nathan yang sekarang. Pria itu berbahaya."Nathan, please jangan lakuin ini lagi!" pinta Veera memohon supaya dilepaskan. Veera benar-benar ketakutan, kejadian beberapa tahun lalu terulang kembali. Banyangan ketakutannya dulu masih terekam jelas diingatannya. Dia benar-bena
Sebelum memasuki mobil, Nathan lebih dulu mengirimkan pesan kepada Veera lewat Whatshapp. Pria itu berharap Veera segera membalas pesannya walau itu sangat mustahil.Tapi mencoba berharap kepada keberuntungan tidak ada salahnyakan.Andai Veera sudi membaca pesannya saja sudah membuatnya senang.Nathan menjalankan mobilnya pelan sambil mengamati pinggir jalan raya, berharap menemukan Veera. Tujuannya kampus. Menurut instingnya Veera berada disana.Nathan terus menyusuri jalan raya yang mulai ditetesi air hujan. Walau hujan tidak begitu deras, tapi itu sangat mengganggu penglihatannya dikarenakan para pejalan kaki di pinggir jalan raya tidak ada yang lewat satupun, semua orang lebih memilih beredup di tempat yang teduh daripada kehujanan.Jadi jalanan sepi, kemungkinan untuk menemukan Veera adalah mustahil.Drttt...Drttt...Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan, dia menatap ponselnya sebentar. It
Nathan langsung melempar pandanganya pada Veera tak suka, “Ya buat urut tangan kamulah, Ra!”jawabnya kesal.***Seolah paham dengan situasi, buru-buru Yuda mengambilkan minyak urut sesuai perintah Nathan. Setelah itu cowok tersebut pamit keluar sebentar mengajak Rayan, memberikan privasi pada pasangan suami istri tersebut. Yuda merasa tak enak jika keberadaannya mengganggu mereka.Setelah kepergian Yuda. Nathan mulai mendekati Veera. Ia mulai mengobati lengan Veera yang terasa sakit.“Aduh, pelan-pelan!”“Belum aku pegang loh, Ra,” ujar Nathan bingung karena dia baru saja bergeser mendekati Veera.“Iya, tapi muka kam
Veera langsung berdiri dan menjaga jarak aman, “Jangan deket-deket!” perintah Veera dengan mata melotot waspada. Telapak tangan kananya terbuka lebar di depan Nathan, memberi isyarat untuk ‘STOP’ kepada Nathan.***Setelah perdebatan yang cukup menguras waktu dan energi, akhirnya Nathan berhasil menyeret Veera bersamanya memasuki unit Yuda. Namun Nathan juga tetap hati-hati, dia menggegam tangan kanan Veera yang tidak cedera. Nathan takut apabila perlakuannya tanpa sengaja membuat Veera cedera. Membuat istrinya supaya tidak merengek ‘meminta di tunggu’ lagi ketika langkah kaki lebarnya tanpa sengaja meninggalkan Veera.Veera tentu saja terus menjaga jarak seaman mungkin untuk menghindari senggolan benda apapun yang bisa menyebabkan bahunya makin sakit. Telapak tangannya turut serta menggegam kokoh telapak tangan Nathan yang terasa hangat, namun ju
Setelah Nathan berhasil membuat jantung Veera berdetak tak karuan, maka sepanjang jalan menuju apartemen Yuda, Veera diam-diam terus memerhatikan Nathan. Entah kenapa tiba-tiba Nathan mengambil alih fungsi sebagian otanya. Veera ingat betul sifat asli Nathan, dia adalah pria kaku, sangat sadis ketika menjadi dosen pengajar, juga akan menjadi pria paling pendiam saat—sifat remaja yang selalu malu-malu itu—tiba-tiba muncul ketika Veera menggodanya. Dan Veera akan kalah dalam permainannya sendiri. Seperti saat ini. Diliriknya sekali lagi suaminya yang masih fokus menyetir itu. Tatapan tajam Nathan menghadap fokus kedepan, alisnya lurus hitam pekat memberikan kesan garang walau sebenarnya pria itu masuk kategori penyabar ketika tidak sedang mengajar. Rambutnya ia sisir ke belakang dengan rapi, tanpa minyak rambut, dan rahang tegas disertai cambang lebat yang baru dicukur bersih memberikan kesan seksi.
Pukul 6:45 pagi.Setelah selesai mandi, seperti biasa ritual paginya adalah berkaca di depan cermin sambil tersenyum lebar. Memandangi wajahnya sendiri baginya itu cukup dapat merasakan kepuasan batin, karena dia merasa dirinya yang paling cantik. Bentuk darinya untuk bersyukur. “Lo emang cantik banget, Veer,” ujarnya pada diri sendiri dengan jempol yang terancung. Veera juga menyibakkan rambutnya yang basah dengan gaya sensual, seketika aroma permen karet mengguar. Ia sangat menyukai aroma itu. Aroma favoritnya.Seusai melafalkan pujian untuk dirinya sendiri, Veera keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk putih yang melilit tubuh putih susunya. Ia melangkah pelan dengan jemari yang masih bermain di rambutnya yang basah. Bernyanyi sambil ber
Pukul 3 pagi.Ketika menjelang pagi, udara mulai terasa dingin. Hujan deras tadi malam sudah mulai reda, tergantikan dengan gerimis sedang. Perpaduan air hujan dan embun pagi itu cukup membuat tubuh manusia kedinginan.Veera berguling ke kanan dan ke kiri. Berulang kali sampai tubuhnya berakhir menubruk tubuh Nathan dan memeluk tubuh suaminya erat. Gaun tidurnya sama sekali tidak berguna untuk menjaga suhu badannya tetap hangat. Tangannya tentu tidak tinggal diam, ia masih berusaha mencari kain tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Namun Nihil. Veera sama sekali belum mendapatkan selimutnya.“Nathan... di mana selimutnya?” tanya Veera serak dengan mata terpejam dan tangan yang masih sibuk mencari-cari.“Hmm...”“Di mana?”“Situ!”“Situ mana?” Veera membuka matanya. Menatap suaminya dengan ekspresi kesal dan mata setengah mengantuk. Semalam selimutnya direbut, sekarang
"Kamu dari mana?!”Nathan terkejut melihat Veera berbaring di sofa sambil membaca novel diruang tamu. Perempuan itu tidak terlihat baru datang, karena istrinya tengah memakai gaun tidur bewarna biru muda. Menunggunya pulang? Mustahil.Tumben? Biasanya Cuma mampir lalu pulang lagi... Batin Nathan.Perempuan itu tengah bersedekap menatap tajam pada Nathan. Mirip sekali seperti seorang istri yang menunggu suaminya pulang setelah keluyuran tidak jelas. Dan syukurnya Veera saat ini memang sudah sah sebagai istrinya.“Rumah teman,” jawab pria itu apa adanya.“Bohong!” Veera menggeleng, ia mendekat dan mencium aroma tubuh suaminya yang menyengat. “Kamu mabuk?” tuduhnya. Tepat sekali.“Temanku pecandu minuman. Dia mengoleksi berbagai jenis bir dirumahnya, lalu dia menawariku. Karena tidak enak padanya aku juga ikutan minum.” Jelas Nathan. Pria itu menyapu pandangannya, “Rayan mana?” t
3 Tahun yang laluVeera berdiri didepan pintu bewarna coklat karamel dengan pelitur mengilat. Ia menatap sebal pintu yang masih tertutup itu. Terkunci. Disana sudah hampir setengah jam lamanya ia berdiri sendiri. Dirumah mewah yang katanya—sebenarnya milik kakaknya Yuda.“Yuda kemana sih, di telpon ponselnya gak aktif. Udah rumah gede, tapi sepi kayak kuburan. Emang berapa sih nyewa jasa asisten rumah tangga, security, atau tukang penjaga pintu sekalian biar gue bisa masuk. Kalau tau kayak gini mending gue gak nyamperin Yuda kesini. Banyak nyamuk lagi!” gerutu Veera.Yuda adalah teman yang bertransformasi sebagai kekasihnya. Sudah hampir tujuh bulan mereka berpacaran. Yuda merantau menuntut ilmu di SMA yang sama dengan Veera. Yuda salah satu murid mampu, bisa dibilang keluarganya terpandang, tapi ia tidak tinggal di apartemen mewah karena orang tuanya menyuruh untuk tinggal bersama kakak kandungnya yang bernama Nathan. Dengan al
“Sin, gue mau curhat nih!”“Soal?”“Gimana caranya jatuh cinta sama cowok yang kita benci?”“Sorry?”“Iya, gue kudu jatuh cinta sama cowok yang gue benci.”Sangking kagetnya, Sindy terlalu keras menyobek bungkus snack kripik pedas berukuran jumbo yang baru ia beli. Semua isinya berhamburan ke lantai. Hanya tersisa sedikit remahan-remahan di ujung bungkusnya dan beberapa berceceran diatas meja.Untungnya kantin sedang sepi, jadi tidak begitu memalukan. Walau Sindy memang tidak punya malu.Seorang ibu yang bertugas mengepel lantai dan ibu kantin yang sedang asyik ngerumpi bersama seketika menoleh. Ibu kantin menatap Sindy dengan pandangan datar seolah berkata, “Ealah, mubadzir dek, sini beli lagi!”. Sedangkan ibu yang sedang memegang gagang pel terlihat berkacak pinggang dengan mata melotot, “Bajingan, gue udah
Pukul 13.00Veera melangkah lesu masuk kedalam rumah. Ia menatap heran sekelilingnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Biasanya Rayan yang paling heboh, menyambutnya dengan sangat antusias. Kali ini Cuma ada mamanya yang sibuk membolak-balik majalah.“Rayan kemana, Ma?”Veera menghempaskan tubuhnya di sofa kulit bewarna hitam yang berada ruang tamu tersebut. Ia juga menaruh tasnya sembarang di atas meja, dan dia sukses mendapat pelototan gratis dari mamanya.Sepulang kuliah tubuhnya benar-benar lelah. Akhir-akhir ini ia sering pulang siang. Biasanya malah sore sampe malam, dan dengan terpasa ia akan menerima tawaran dari Nathan yang kukuh ingin mengantarnya pulang apabila dia tidak membawa kendaraan pribadi. Hal itu bermula sejak Veera dan Nathan terlibat kasus terkunci didalam gedung universitas. Untung waktu itu mereka bisa keluar dengan selamat.“Kamu lupa, hari ini Rayan menginap kerumah m