Aubree duduk di sebuah ruang keluarga di mansion megah bersama dengan ibunya serta rekan bisnis dari keluarganya itu. Lima tahun lalu Aubree telah kehilangan ayahnya. Dan kini dia datang ke rumah salah satu rekan bisnis dari mendiang ayahnya. Tampak para pelayan sejak tadi mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman serta menyajikannya ke atas meja. Terlihat Aubree duduk dengan anggun. Balutan gaun berwarna hijau dengan model tali spaghetti membuat Aubre terlihat memukau. Senyuman hangat dan menawan selalu Aubree lukiskan kala ibunya tengah membahas bisnis dengan rekan bisnis keluarganya itu.
“Aubree, tunggu sebentar ya, Sayang. Putraku masih ada di jalan. Dia pasti sebentar lagi akan datang,” ujar Bianca—ibu dari pria yang dijodohkan untuknya.
Hari ini adalah hari di mana Aubree menemui pria yang akan dijodohkan dengannya. Mungkin jika banyak gadis yang menolak perjodohan, lain halnya dengan Aubree. Terlihat Aubree yang sangat bersemangat dan begitu bahagia di pertemuan ini.
“Tidak apa-apa, Bibi. Aku sabar menunggu putramu,” jawab Aubree dengan ramah dan sopan. Senyuman tetap terlukis di wajah cantiknya.
“Kami mengerti kesibukan putramu, Bianca,” sambung Delina—ibu Aubree yang mengerti.
“Nanti setelah putraku datang, kita akan langsung membicarakan tanggal yang tepat pernikahan Aubree dan putraku,” ujar Arthur—ayah dari pria yang dijodohkan untuknya.
“Aku setuju, Arthur,” jawab Delina dengan senyumannya. Pun Aubree memberikan sebuah senyuman yang semakin lebar di wajahnya. Senyum yang begitu menunjukkan gadis cantik itu tampak bahagia.
“Maaf, aku terlambat.” Suara bariton memasuki ruang keluarga. Tampak pria itu sangat tampan dan gagah. Balutan jas formal berwarna silver membuat tubuh kekarnya tercetak begitu jelas. Dada bidang, rahang tegas ditumbuhi bulu-bulu, hidung mancung menjulang melebihi bibir tipis berwarna merah muda; pria itu layak dikatakan seperti pahatan yang tercipta sempurna.
“Sayang, kau sudah datang?” Bianca bangkit berdiri menyambut putranya datang dan memberikan pelukan hangat.
“Maaf, Mom. Aku terlambat,” ucap pria itu seraya membalas pelukan sang ibu.
“Ah, tidak apa-apa. Ayo, Mommy kenalkan dengan gadis yang tempo hari Mommy ceritakan,” ujar Bianca dengan semangat.
Detik selanjutnya, Bianca membawa putranya itu semakin menghadap Aubree dan ibu Aubree. “Nathan, ini Aubree Randall. Gadis cantik yang ingin Mommy tunjukkan padamu. Dan di samping Aubree adalah Bibi Delina, ibunya Aubree. Mommy yakin saat di pesta waktu itu pasti kau sudah bertemu dengan Aubree dan juga Bibi Delina,” ujarnya yang sontak membuat Nathan membatu.
Tampak raut wajah Nathan begitu terkejut. Sepasang iris mata cokelatnya menatap tak percaya gadis yang tengah duduk di hadapannya itu. Rambut pirang gadis itu, ditambah manik mata hijaunya membuat Nathan tak mungkin lupa.
“Kau …!”
“Hi, Nathan. Senang bertemu denganmu.” Aubree tersenyum melihat Nathan yang begitu terkejut. Pria tampan itu tak bisa menutupi ekspresi wajah terkejutnya. Bahkan sepasang iris mata Nathan melebar, memberikan tatapan tak percaya.
Ya, tentu saja Nathan terkejut. Sejak kejadian di pesta, Nathan berusaha menghindar dari Keluarga Aubree. Dia tidak mau lagi berurusan dengan gadis yang tidak waras itu. Tapi kenapa sekarang dirinya harus bertemu lagi?
“Nathan, Daddy rasa ini sudah waktunya untuk kamu segera tahu,” ujar Arthur—ayah Nathan—yang langsung membuat Nathan mengalihkan pandangannya.
“Maksudmu apa, Dad?” Nathan bertanya dengan nada dingin, dan tatapan begitu lekat pada sang ayah.
“Aubree adalah calon istrimu. Daddy dan Mommy bersama dengan Bibi Delina telah menjodohkanmu dan Aubree. Kalian berdua akan menikah bulan depan,” jawab Arthur yang sontak membuat Nathan semakin terkejut.
Nathan membisu untuk beberapa saat. Apa yang dikatakan ayahnya membuatnya begitu terkejut. Hari ini Nathan diminta datang ke rumah orang tuanya karena menuruti permintaan sang ibu yang akan mengenalkannya dengan seorang gadis. Tujuan Nathan hanya karena menghargai ibunya, tapi kenapa sekarang dia dihadapkan dengan perjodohan? Terlebih gadis yang dijodohkan dengannya adalah gadis yang tidak waras.
Nathan seakan dijebak. Jika dia menolak dengan tegas, maka kedua orang tuanya pasti akan malu di hadapan rekan bisnis kedua orang tuanya itu. Andai Nathan tahu bahwa ini adalah perjodohan. Dia tidak akan pernah mungkin menghadiri pertemuan tidak jelas seperti ini.
“Maaf, apa aku bisa berbicara dengan Aubree berdua saja?” pinta Nathan dengan nada dingin, namun terdengar sopan.
Delina tersenyum. “Tentu saja, Nathan. Tentu kau bisa bicara dengan Aubree. Kalian bisa saling mengenal lebih dekat.”
Bukan hanya Delina yang tersenyum mendengar Nathan ingin berbicara pada Aubree, tetapi kedua orang tua Nathan pun tersenyum senang.
“Aubree, pergilah bersama Nathan. Dia ingin bicara denganmu,” ucap Delina dengan hangat pada putrinya.
Aubree tersenyum. Lalu dia pamit permisi mengikuti Nathan yang tengah berjalan menuju ke halaman belakang. Tampak wajah Aubree yang begitu bahagia melihat Nathan lagi. Pria di hadapannya ini memang selalu berhasil membuat darah yang mengalir di tubuhnya berdesir. Hanya cukup melihat wajah Nathan saja, sukses membuat organ-organ dalam tubuh Aubree bergejolak hebat.
“Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Aubree?” Nathan menghentikan langkahnya kala tiba di halaman belakang rumahnya. Pria itu membalikkan tubuhnya, menatap Aubree dengan tatapan yang begitu dingin dan tajam.
“Aku tidak merencanakan apa pun, Nathan,” jawab Aubree sambil membalas tatapan Nathan dengan tatapan anggun.
Nathan mengumpat dalam hati seraya memejamkan mata sesaat. Nathan berusaha mengendalikan emosinya agar tak meledak. “Jangan main-main denganku, Aubree! Kau sengaja meminta ibumu mendatangi orang tuaku agar aku mau menikah denganmu?” tuduhnya yang sudah yakin akal bulus dari gadis aneh di hadapannya itu.
Harusnya Aubree tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Nathan. Namun, kenyataannya Aubree tidak sama sekali marah. Gadis itu bahkan terlihat biasa saja. Seakan kata-kata Nathan tidak ada yang melukainya meskipun pria itu menuduhnya sembarangan. Karena memang Aubree tidak pernah mendatangi orang tua Nathan. Tepatnya setelah pesta itu selesai, semesta seakan mendukung Aubree. Ibunya memang berniat menjodohkannya pada Nathan. Tentu saja hal itu tidak mungkin Aubree tolak. Malah gadis itu begitu bersemangat.
“Aku tidak pernah meminta orang tuaku mendatangi orang tuamu. Bukankah beberapa hari lalu saat di pesta, aku sudah mengatakan padamu kita akan menikah?” Aubree membalikkan ucapannya dengan nada tanpa rasa bersalah. Gadis itu tersenyum dengan anggun.
“Shit! Aubree, kau benar-benar sudah tidak waras! Kau tahu aku tidak menyukaimu. Bahkan aku tidak mengenalmu! Bagaimana mungkin bisa aku menikahimu, hah?” seru Nathan meninggikan suaranya.
Aubree melangkah mendekat pada Nathan. Manik mata hijaunya tak lepas menatap manik mata cokelat Nathan. “Tapi aku menyukaimu, Nathan. Aku juga mencintaimu. Sekalipun kau bilang tidak menyukaiku, pasti itu hanya sementara saja. Kau hanya terkejut dengan semua yang secara tiba-tiba. Aku yakin seiring berjalan waktu kau pasti akan menyukaiku dan mencintaku,” jawabnya dengan penuh rasa percaya diri.
Nathan mengusap wajahnya kasar. Nathan pikir dirinya sudah terbebas dari gadis yang tidak waras ini, tapi kenyataannya dia terjebak semakin dalam. Bahkan seperti terjerat oleh pagar berduri yang sulit untuk keluar.
“Aku tidak mungkin jatuh cinta pada gadis yang tidak waras!” seru Nathan dengan nada penuh peringatan dan tatapan tajam.
Aubree tak mengindahkan ucapan Nathan yang mengatakan dirinya tidak waras. Malah Aubree asik melihat wajah Nathan yang kesal dan marah. Emosi di wajah pria tampan itu membuat Aubree tidak berkedip sedikit pun.
“Kau tidak memiliki pilihan lain, Nathan. Kita memang ditakdirkan bersama. Ibuku dengan kedua orang tuamu sudah mengatur perjodohan ini,” ujar Aubree dengan senyuman anggun di wajahnya.
“Tidak akan! Aku akan menghentikan perjodohan sialan ini! Jangan harap aku akan menikahimu!” Nathan berkata begitu tajam. Pria itu langsung melangkah masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Aubree begitu saja.
“Nathan, tunggu aku!” Aubree segera berlari menyusul Nathan ke dalam rumah.
“Dad! Mom!” Suara Nathan berseru lantang kala memasuki ruang keluarga. Ya, pria itu menatap dingin dan tegas kedua orang tuanya. Ingin rasanya Nathan meledakkan amarah, tapi itu adalah hal yang tak mungkin. Pun Nathan harus tetap menghargai tamu yang datang.
“Nathan? Apa kau dan Aubree sudah membahas pernikahan kalian?” tanya Arthur seraya menatap Nathan dengan tatapan yang serius dan tersirat ketegasan di sana.
“Dad, ini tidak mungkin. Aku bahkan baru mengenal Aubree. Bagaimana bisa aku menikah dengan gadis yang baru aku kenal?” seru Nathan dengan geraman tertahan. Rahang pria itu mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.
Aubree bergeming di tempatnya kala melihat Nathan yang tengah menolak dirinya. Terlihat jelas Delina—ibu Aubree—tidak bersuara. Tepatnya ibu Aubree itu membiarkan Nathan dan Arthur berbicara.
“Kau dan Aubree akan menikah bulan depan, Nathan. Kalian masih memiliki waktu untuk berkenalan lebih dekat,” tukas Arthur menekankan, dan tak suka dibantah.
Nathan mengumpat dalam hati. Dia sudah tahu ini akan terjadi jika menentang keinginan ayahnya. Sejenak, Nathan mengatur napasnya meredakan amarah yang terbendung dalam dirinya.
“Tidak bisa! Aku belum mau menikah, Dad!” tegas Nathan penuh penekanan pada sang ayah agar tidak lagi memaksanya.
“Mau sampai kapan kau tidak mau menikah, Nathan? Kakakmu saja sudah menikah sebelum usianya tiga puluh tahun. Lagi pula aku dan ibumu memilihkan gadis yang tepat untukmu, Nathan!” seru Arthur dengan nada tinggi dan penuh penekanan. Pria paruh baya itu tak suka dibantah sedikit pun.
“Aku bilang aku belum mau menikah, Dad!” tegas Nathan lagi.
“Kau tidak memiliki pilihan, Nathan! Semuanya sudah aku atur! Aku tidak mau mendengar penolakanmu!” Artur menatap tajam putranya. Sorot matanya menunjukkan jelas kemarahan dalam dirinya kala Nathan menolak perjodohan ini.
“Nathan.” Bianca bersuara dengan penuh kelembutan. Dia menengahi perdebatan putra dan suaminya. “Aubree adalah gadis yang tepat untukmu. Meski kau belum mengenalnya, tapi perlahan nanti kau akan mengenal Aubree dengan baik, Nathan.”
Nathan mendesah frustrasi. Raut wajahnya terlihat jelas menunjukkan begitu kacau. Pria itu benar-benar seakan dijebak dalam pilihan rumit. Ya, di usia yang sudah memasuki 32 tahun ini memang kerap kali ditanyakan kapan dirinya untuk menikah, tapi Nathan tidak pernah menyangka kalau orang tuanya akan menjodohkannya dengan gadis aneh yang nyaris menjebaknya di pesta tempo hari.
“Fine, kalian atur saja pernikahan itu.” Nathan dengan wajah yang kesal terpaksa menuruti permintaan kedua orang tuanya. Posisinya tersudut, dan tak mungkin bisa membantah. Sedangkan Aubree yang melihat Nathan menerima; gadis itu langsung tersenyum bahagia.
Nathan duduk di kursi kebesarannya seraya memijat pelan pelipisnya. Sesaat pria itu memejamkan mata lelah ketika mengingat beberapa hari lalu dirinya baru saja menyetujui perjodohan konyol. Kala itu Nathan terjebak dan tersudut. Dia tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya yang menjodohkannya pada Aubree. Dan sekarang, kepala Nathan nyaris pecah memikirkan dirinya akan menikahi gadis aneh yang selalu saja mengusik hidupnya itu.Saat keluarga Aubree mengadakan pesta, Nathan hanya menggantikan orang tuanya yang berhalangan hadir. Andai saja Nathan tahu di pesta yang dia datangi itu akan membuat hidupnya ketimpa kesialan, maka Nathan lebih memilih untuk tidak menghadiri pesta itu.“Tuan Nathan.” Cedric—asisten Nathan—melangkah masuk ke dalam ruang kerja Nathan seraya membawa dokumen di tangannya.Nathan menatap dingin Cedric yang ada di hadapannya. “Ada apa, Cedric? Jangan menggangguku,” tukasnya kesal.“Maaf, Tuan, tapi saya membutuhkan tanda tangan Anda,” ujar Cedric dengan sopa
Nathan mengusap wajahnya kasar. Kepalanya nyaris pecah mengingat hari ini dirinya harus menemani Aubree memilih cincin pernikahan. Gadis aneh dan tidak waras itu telah sukses membuat hidup Nathan seakan mendapatkan kesialan bertubi-tubi. Sialnya gadis itu berani mengambil gambar mereka dalam keadaan dirinya yang terlelap. Demi Tuhan, jika saja Nathan bisa, sudah pasti Nathan melenyapkan gadis aneh itu dari muka bumi ini.Sejenak, Nathan mengatur napasnya, berusaha menurunkan emosi yang terbendung dalam dirinya. Kini Nathan tengah memikirkan cara bagaimana membatalkan hari ini. Tentu saja Nathan malas jika harus menemani gadis aneh itu hanya demi memilih cincin pernikahan yang tidak jelas.“Nathan.” Bianca melangkah masuk ke dalam kamar Nathan. Refleks, Nathan mengalihkan pandangannya kala mendengar suara ibunya.“Mom?” Nathan menatap ibunya yang mendekat padanya.“Sayang, kau tidak lupa, kan? Hari ini kau harus pergi bersama dengan Aubree memilih cincin pernikahan kalian.” Bianca beru
Sebuah restoran Thailand di Manhattan telah menjadi tempat di mana Aubree makan malam bersama dengan Nathan. Ya, sepulang dari toko perhiasan Aubree mengajak Nathan untuk makan malam di salah satu restoran Thailand yang cukup terkenal di Manhattan. Tentu Nathan terpaksa menuruti Aubree karena Nathan tak mau pusing berdebat dengan gadis aneh itu.“Nathan, buka mulutmu.” Aubree mengarahkan sendok yang berisikan Tom Yam udang pada Nathan.“Kau saja.” Nathan menyingkirkan sendok Aubree. Pria itu enggan menerima suapan dari Aubree. Padahal Nathan ingin sekali pulang setelah mengantar Aubree ke toko perhiasan. Namun, lagi dan lagi Nathan terjebak dengan gadis aneh ini. “Nathan, ayo buka mulutmu.” Aubree kembali mendesak Nathan agar pria itu mau membuka mulutnya. Memaksa adalah salah satu sifat Aubree. Well, gadis itu memang terkenal sangat keras kepala dan harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dalam hidup, Aubree tak pernah tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.Nathan mengembuskan na
Aubree tersenyum sumiringah bahagia kala membayangkan tentang kemarin. Ya, kemarin dia menghabiskan waktu satu harian bersama dengan Nathan. Mulai dari memilih cincin. Lalu makan malam bersama. Dan terakhir ketika dirinya ketiduran di mobil; Nathan membopongnya, serta memindahkan ke kamarnya. Aubree sudah mendengar dari pelayan kalau Nathanlah yang memindahkannya ke kamar. Sungguh, membayangkan tentang Nathan yang membopongnya membuat hari Aubree menjadi berwarna. Gadis itu terus tersenyum bahagia.“Sayang, kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti itu?” Delina—ibu Aubree melangkah mendekat pada Aubree yang sedari tadi tak henti tersenyum.“Mom?” Aubree mengalihkan pandangannya kala melihat ibunya kini sudah duduk di sampingnya.“Apa yang membuatmu bahagia seperti ini, hm? Sudah lama rasanya Mommy tidak melihatmu sebahagia ini.” Delina membawa tangannya membelai rambut panjang Aubree. Dia memang sudah lama sekali tidak melihat putrinya tampak sebahagia ini. Sejak kepergian Hoshea—suami
BrakkkNathan membanting kasar pintu mobilnya. Pria itu turun dari mobil—dan melangkah masuk ke dalam apartemen pribadinya yang ada di Kawasan Park Avenue. Tampak raut wajah Nathan memendung kekesalan. Hari-harinya begitu sial setiap kali bertemu dengan Aubree. Keanehan, kegilaan, semua hal yang menyakut gadis itu membuat kepalanya nyaris pecah. Seperti tadi kala Aubree datang ke kantornya; gadis itu membuat masakan seperti membuat racun. Bagaimana bisa ada masakan dengan rasa seperti itu? Sungguh, apa sebenarnya kelebihan yang dimiliki gadis itu? Hanya lahir dari keluarga kaya sama saja tidak memiliki kelebihan apa pun!Dan hari ini Nathan memutuskan tidak pulang ke mansion kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan tapi Nathan tidak mau ayah atau ibunya menanyakan perkembangan hubungannya dengan Aubree. Lebih tepatnya Nathan enggan mendengar nama itu lagi. Hari ini dia sudah muak bertemu dengan Aubree yang menunjukan segala kegilaan gadis itu. Dia tidak mau sampai harus kembali mendenga
Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Aura wajah dingin, dan terselimuti ketegasan terlihat di wajah tampan pria itu. Pandangan lurus ke depan fokus pada hamparan jalanan yang luas. Ya, hari ini Nathan terpaksa menggantikan kakaknya meeting dengan beberapa rekan bisnis keluarganya. Tak ada pilihan lain, dia pun tak bisa untuk mangkir dari meeting penting ini. Saat mobil sport yang dilajukan Nathan mulai memasuki lobby The Mark Hotel. Pria itu turun dari mobil seraya memberikan kunci mobil di tanganya pada petugas valet. Tampak para staff hotel menyapa Nathan dengan ramah. Pun Nathan mengangguk singkat merespon para sapaan para staff hotel. Detik selanjutnya, Nathan menuju ruang pertemuan di mana rekan bisnis keluarganya sudah menunggu dirinya.“Selamat pagi, Tuan Nathan.” Ruben—rekan bisnis Nathan menyapa kala Nathan memasuki ruang meeting. Pria itu langsung mengulurkan tangannya, menjabat Nathan. “Pagi, Tuan Ruben.” Nathan menyambut jabatan tan
“Apa kau cemburu, hm?”Nada sensual, dan seksi itu berada tepat di depan bibir Nathan. Napas Aubree menerpa kulit pria itu. Namun, sayangnya Nathan tak tergoda. Pertanyaan Aubree membuat aura wajah Nathan tampak menyeramkan. Sepasang iris mata cokelat Nathan terhunus begitu tajam pada iris mata hijau Aubree.“Hentikan kekonyolanmu, Aubree Randall! Aku tidak mungkin cemburu! Kau saja yang tidak waras memakai pakaian tidak sesuai tempat di mana kau datangi! Kau sedang bekerja bertemu dengan rekan bisnismu bukan ingin menjual tubuhmu!”Nathan berbicara dengan begitu sarkas. Ya, penampilan Aubree bisa dikatakan nyaris telanjang. Punggung gadis itu terekspos. Belahan dada pun terekspos. Satu lagi, panjangnya dress yang dipakai Aubree sangat minim. Entah gaya busana apa yang dipakai Aubree. Menghadiri meeting seperti ingin ke pesta di klub malam.Aubree mengangkat bahunya tak acuh. Jika banyak orang akan tersinggung mendengar ucapan Nathan, lain halnya dengan Aubree. Di mata Aubree perkataa
Aubree mengulas senyuman anggun nan menawan di wajah cantiknya—kala mobil Nathan meninggalkan mansionnya. Ya, setelah Nathan mengantarnya pulang; pria itu langsung menuju ke perusahaannya. Sebenarnya hari ini Aubree masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan di kantor. Namun Nathan mengantarkannya pulang dengan alasan pakaiannya seperti orang yang telanjang. Well, Aubree tahu kalau Nathan cemburu jika banyak pria yang menatapnya. Hanya saja Nathan masih terlalu gengsi untuk mengatakan langsung padanya. Tak masalah, bagi Aubree mengatakan atau tidak sama saja. Nathan akan tetap menjadi miliknya.Kini Aubree melangkan kakinya memasuki mansion miliknya. Namun, tiba-tiba langkah Aubree terhenti kala melihat sosok wanita muda dengan pakaian formal kantor membungkukan kepalanya pada dirinya. Ya, itu adalah Elida—asisten pribadi Aubree.“Noan Aubree,” sapa Elida dengan sopan pada Aubree.“Ada apa kau ke sini? Bagaimana perusahaan?” tanya Aubree dingin dengan sorot mata tegas pada sosok asi
Rockefeller Centre, Rockefeller Plaza, New York, USA.“Daddy … Mommy …” Audie, Nick, Niguel melambaikan tangan mereka ke arah Nathan dan Aubree yang tengah duduk menunggu mereka yang tengah bermain ice skating. Tampak senyuman di wajah Nathan dan Aubree begitu hangat melihat anak-anak mereka yang riang gembira kala bermain ice skating.Ya, Nathan membawa istri dan anaknya ke Rockefeller Centre. Tak tanggung-tanggung, Nathan sampai menyewa tempat ini satu hari hanya khusus menjadi tempat bermain ketiga anaknya. Biasanya weekend tempat ini akan ramai, Nathan tak mau ambil resiko sampai terjadi sesuatu pada ketiga anaknya. “Sayang, hati-hati bermain ice skating-nya.” Aubree berseru mengingatkan ketiga anak-anaknya. Meskipun sudah ada empat penjaga yang siaga menjaga Audie, Nick, dan Niguel tetap saja Aubree mencemaskan anak-anaknya.“Sayang, kau tenang saja, Audie, Nick, dan Niguel sudah hebat bermain ice skating. Lihatlah putri kita bahkan sampai menari. Lagi pula ada penjaga yang men
Pertengkaran Aubree dan Nathan berakhir manis dengan cara yang kerap mereka lakukan. Cara di mana memperkuat hubungan dua insan yang saling mencintai itu. Well, ini memang bukan pertama kali Nathan menjadi pria yang pencemburu. Bisa dikatakan semakin lama usia pernikahan Aubree dan Nathan, maka semakin menjadi kecemburuan Nathan. Seperti contoh, ada pria yang tidak sengaja melihat Aubree saja, Nathan sudah memberikan tatapan permusuhan pada pria tersebut. Andai kala itu Aubree tak buru-buru membawa Nathan pergi, sudah pasti Nathan akan mengajak ribut pria yang menatap dirinya.Jujur, Aubree pun terkadang jengah akan sifat berlebihan sang suami. Tapi anggaplah impian Aubree dulu telah terkabul. Aubree tak mungkin lupa dikala dirinya ingin sekali mendapatkan perhatian dari Nathan. Buah kesabaran Aubree memang manis. Terbukti Nathan sekarang bukan hanya memberikan perhatian penuh, tapi juga sangat overprotective.Ya, Aubree tak mengira rumah tangganya dengan Nathan sudah lebih dari empat
Aubree duduk di sofa seraya membaca majalah yang baru saja diantar oleh pelayan. Baru saja Nathan berangkat ke kantor. Sedangkan Audie, Nick, dan Niguel tengah berada di rumah ibunya. Bisa dikatakan Audie, Nick, dan Niguel memang kerap menginap di rumah kakek dan nenek mereka. Well, tentu saja Aubree dan Nathan tak melarang. Mereka pun senang karena anak-anak mereka sangat dekat dengan keluarga.Ngomong-ngomong, Aubree sudah sangat jarang datang ke kantor. Aubree sekarang hanya memeriksa pekerjaan dari rumah saja. Aubree menyerahkan pada asistennya untuk memimpin perusahaan. Ya, sejak di mana Aubree melahirkan Nick dan Niguel, Nathan memang kerap meminta Aubree fokus mendidik anak-anak mereka. Nathan tidak melarang Aubree untuk bekerja, hanya saja Nathan ingin Aubree memiliki lebih banyak waktu untuk mengurus anak-anak.“Nyonya Aubree.” Pelayan melangkah menghampiri Aubree yang tengah bersantai.“Hm? Ada apa?” Aubree mengalihkan pandangannya, menatap sang pelayan.“Nyonya, maaf mengga
Tiga tahun berlalu … Alunan musik piano indah dan merdu memenuhi panggung megah. Tampak sosok gadis kecil yang sangat cantik tengah bermain piano. Tubuhnya mungil dengan pipi tembam. Rambut pirang indahnya dikuncir kuda. Dari kejauhan saja bisa dilihat gadis kecil itu memiliki paras yang luas biasa cantik. Keahliannya pun mengipnotis seluruh tamu undangan di sana.Nathalie. Audie. R. Afford—gadis kecil yang berusia 4 tahun itu tengah bermain piano di panggung megah ditonton oleh ribuan tamu undangan. Semua orang di sana begitu kagum pada sosok gadis kecil yang sangat cantik itu. Alunan musik piano sangat lembut dan terdengar indah.“Go, Sweetheart.” Aubree bertepuk tangan bangga melihat putri kecilnya berada di panggung megah. Mata Aubree sampai berkaca-kaca penuh haru. Impiannya dulu menjadi seorang pianis diwujudkan oleh putri kecilnya. Di usia yang masih kecil, Audie mampu berada di panggung megah untuk pentas bersama dengan para pianis senior.Di tempat megah pementasan para pian
Beberapa bulan kemudian …Kandungan Aubree memasuki minggu ketiga puluh. Kehamilan kedua Aubree ini sukses membuat berat badan Aubree bertambah hingga lebih dari 20 kg. Lengan, paha, betis, pipi, semua membengkak. Aubree sampai-sampai jengkel melihat ke cermin, tak ada satu pun yang kurus pada tubuhnya selain kelingkingnya.Ya, wajar saja kalau kehamilan kedua ini berat badan Aubree naik drastis lebih dari kehamilan pertama, pasalnya kali ini Aubree mengandung bayi kembar. Keinginan Delina—ibunya telah terjuwud. Sudah sejak di mana Aubree mengandung, Delina sudah memiliki pengharapan Aubree mengandung bayi kembar. Akan tetapi kehamilan kedua Aubree ini bukanlah kembar tiga atau empat yang Delina inginkan. Kehamilan kedua Aubree ini kembar dua namun tentu Aubree sangatlah bersyukur. Hanya saja, hingga detik ini memang Aubree dan Nathan memutuskan untuk tidak menanyakan pada dokter jenis kelamin bayi kembar mereka. Pasalnya, baik Aubree dan Nathan ingin menjadikan hal ni kejutan untuk
Para pelayan mondar-mandir menyajikan makanan ke atas meja makan. Tak hanya makanan saja, tapi juga minuman tengah pelayan siapkan. Mulai dari apple juice, orange juice, hingga minuman beralkohol. Hari ini adalah hari di mana Nathan dan Aubree akan kedatangan tamu seluruh keluarga mereka. Rencananya hari ini mereka semua akan makan siang bersama. Tentu ini adalah rencana Bianca. Bianca ingin merayakan kehamilan kedua Aubree. Itu kenapa seluruh keluarga wajib hadir.“Nyonya Aubree, apa Anda ingin ada menu ayam untuk makan siang nanti?” tanya sang pelayan pada Auberr yang tengah menggendong Audie.“Hm, boleh. Siapkan saja. Jangan hanya daging. Oh, ya, siapkan seafood juga,” jawab Aubree hangat dengan senyuman di wajahnya.“Baik, Nyonya.” Pelayan itu kembali menyiapkan bahan-bahan makanan.Suara tangis Audie terdengar. Refleks, Aubree langsung menimang-nimang putri kecilnya yang tiba-tiba menangis. Namun, sayangnya tangis Audie tak kunjung reda. Padahal Aubree baru saja menyusui putri ke
Berita tentang kehamilan Aubree telah tersebar luas. Media pun sampai memberitakan kehamilan Aubree. Kabar tentang kehamilan Aubree memang menggemparkan publik. Pasalnya terakhir publik tahu Aubree telah tiada. Namun, tentu Nathan segera membereskan berita-berita tentang kematian Aubree. Nathan meminta asistennya untuk memberikan keterangan bahwa apa yang terjadi di antara dirinya dan Aubree karena kesalahnnya. Nathan meminta publik untuk tidak lagi mengungkit apa yang telah menjadi masa lalu.Jujur, Aubree merasa tidak enak karena media hehoh akan tentang kematian palsunya. Bahkan Aubree sampai menonktifkan sosial medianya. Sebelumnya, Aubree memang pernah mengaktifkan sosial medianya ketika pertama kali kembali ke New York. Pasalnya, Aubree memposting moment-moment indah dengan suami dan anaknya selama berlibur di Spanyol. Tapi tak lagi sekarang. Berita tentang kematian palsunya cukup heboh membuat Aubree beristirahat dari sosial media. Bukan tanpa alasan tapi Aubree takut membaca k
Tanpa terasa sudah dua minggu Nathan dan Aubree berada di Spanyol. Madrid dan Barcelona adalah dua kota di Spanyol yang dikunjungi oleh Nathan dan Aubree. Ya, bulan madu mereka sangat indah ditambah di tengah-tengah mereka ada Audie—putri kecil mereka yang sangat cantik dan menggemaskan. Audie benar-benar memiliki wajah perpaduan antara Nathan dan Aubree. Bayi perempuan kecil mungil itu sangatlah lucu. Ditambah Audie sangat pencemburu kalau melihat Nathan dan Aubree berciuman.Selama di Spanyol, Nathan selalu membawa Aubree menuju tempat-tempat yang indah dan romantis. Nathan benar-benar ingin membahagiakan Aubree dan Audie. Lebih dari satu tahun Nathan menikahi Aubree belum pernah Nathan membawa Aubree ke tempat yang indah. Terakhir kali Nathan membawa Aubree hanya liburan dalam kota—dan moment itu juga yang membuat Nathan dan Aubree mendapatkan badai masalah di rumah tangga mereka.Namun, semua masalah yang dulunya menyisakan luka dalam untuk Aubree mulai terkikis seiring berjalanny
Aubree tak menyangka Nathan sekarang sangat berbeda dengan Nathan yang dulu. Sifat Nathan yang dulu cenderung tak peduli. Kalaupun melarang Aubree maka tak akan sampai semurka sekarang. Sungguh, Aubree tak menyangka kalau Nathan sudah marah sangatlah menyeramkan. Padahal Adam adalah mantan kekasih Aubree sudah lama. Tapi Aubree tak mengerti kenapa bisa Nathan semurka itu.Tadi malam, tak lagi bisa terhitung berapa kali Aubree melakukan pergulatan panas dengan Nathan. Bahkan, Nathan baru membiarkan Aubree tidur pada pukul empat pagi. Andai saja, Aubree tak terkulai lemah sudah pasti Nathan akan tetap menyentuhnya lagi dan lagi.Meski Aubree sempat kesal akan sifat cemburu Nathan, tapi Aubree tetap bersyukur karena Nathan sekarang begitu mencintainya. Walau harus Aubree akui sifat Nathan sangat berlebihan. Seperti contoh ada pria yang mentap Aubree saja, Nathan langsung marah tidak jelas. Dan sekarang setelah pertengkaran manis tadi malam, Aubree akan pergi jalan-jalan dengan suami d