Setelah melewati hari sabtu dimana aku dan Fattah akhirnya gagal bertemu dengan penanggungjawab pakaian pernikahan kami karena Fattah yang tiba-tiba jatuh sakit, akhirnya aku bertemu dengan hari minggu yang pastinya akan sangat melelahkan.
Jam enam pagi aku sudah berangkat dari rumah karena kayanya, bus akan mulai berangkat jam tujuh tepat. Padahal niatnya aku ingin membatalkan keikutsertaan diriku dalam acara kali ini karena aku ingin menemani Fattah yang sedang sakit, tapi apa mau dikata bahwa Mas Adit menetapkan denda untuk siapa saja yang membatalkan keikutsertaan nya secara tiba-tiba.Maka disini lah aku sekarang, duduk di dalam bus bersama dengan Lalisa. Sedangkan di kursi seberang ku ada Kale bersama dengan Fahri, salah satu teman satu ruangan kami. Tadi aku sempat mendengar bahwa Lili memaksa untuk duduk bersama Kale namun langsung ditolak oleh pria itu. Mendengarnya saja membuat aku senang, aku langsung teringat obrolan ku bersama dengan Kale di bus yang"Harusnya lo enggak usah ladenin dia. Enggak penting dan buang-buang waktu," kataku pada Lalisa.Kini kami tengah melakukan pemanasan sebelum kemudian masuk ke sesi outbound yang sesungguhnya. Menurut Mas Adit, seharusnya permainan dibagi menjadi dua sesi antara tim Pemasaran dan juga Personalia, tapi karena pihak penanggung jawab mengatakan bahwa alat yang tersedia cukup untuk semua orang, maka permainan digabung menjadi satu sesi sehingga dapat menghemat waktu.Tapi kelemahannya adalah, kami harus bersesak ria bersama dengan tim lain di satu lapangan. Belum lagi ternyata bagian Pemasaran lebih berisik daripada yang aku duga. Dan yang menjadi center dalam acara kali ini adalah Kale dan Fahri, mereka dua pria yang paling lumayan di antara semua yang ada disini, sehingga para gadis dari Pemasaran beberapa kali membicarakan mereka dan memperhatikan mereka diam-diam."Emangnya lo enggak gemes? Dia karyawan baru tapi udah berani nyindir lo kayak gitu. Belum la
Acara outbound berlangsung hanya sampai siang hari. Setelah itu kami makan siang bersama dan langsung bergegas pulang. Itu lah kenapa di sore hari aku sudah sampai lagi di pelataran kantorku. Melihat waktu yang masih jam empat sore, aku akhirnya memutuskan untuk tidak langsung pulang dan berniat mengunjungi Fattah. Aku merasa bersalah karena sudah bersenang-senang di saat dia sedang sakit di rumah."Pulang naik apa?" tanya Lalisa.Temanku itu sedang memenangi ponselnya, sama seperti aku."Naik ojek, tapi gue enggak langsung pulang. Mau ke rumah Fattah dulu buat jengukin dia. Dia kan sakit," balasku.Ketika aku melirik ke sisi lain, Kale juga sudah bersiap untuk pulang.Dia pasti senang karena jam segini bus masih ada ke arah rumahnya. sehingga dia tidak perlu kebingungan untuk pulang atau meminta si kembar untuk menjemput."Kal, mau langsung pulang?" tanyaku basa-basi.Anak itu mengangguk sambil tangannya memb
Aku berlari dengan terburu-buru. Tidak ada jalan lain selain menggunakan kekuatan kakiku untuk bisa sampai di tempat aku membuat janji dengan Fattah.Hari ini adalah hari Selasa, secara tiba-tiba Ibu dari Fattah mengabari jika dia sudah membuat janji dengan pemilik butik yang gaunnya akan aku pakai di pesta pernikahan ku dengan Fattah. dai beliau meminta aku dan Fattah untuk datang ke butiknya di jam makan siang kami.Tentu saja aku kalang kabut, karena kabar itu aku terima di jam 11.33, dia saat jam makan siang akan segera tiba. Akhirnya karena tidak memiliki banyak waktu untuk memesan ojek online yang sepertinya akan lama sampai karena jalanan yang ramai di jam makan siang, aku mengambil keputusan nekat untuk berlari ke arah butik. Entah apakah ini bisa dibilang sebagai keberuntungan karena butik itu terletak di ujung blok dari kantorku.Seperti orang gila, aku bahkan mengenakan sandal selop yang biasanya selalu aku gunakan di dalam kantor saja. Aku be
"Iya, sebentar lagi aku berangkat. Kamu sudah sampai?"Dengan mengenakan sepatu tanpa hak, aku berlari keluar dari kamar.Pagi ini aku memiliki janji bertemu dengan Fattah di salah satu restoran di dekat kantorku. Tujuannya adalah hanya untuk menyerahkan contoh undangan yang dikirimkan WO kami pada Fattah. Fattah bilang dia tidak mengerti sehingga menyerahkan hal ini pada aku dan keluargaku. begitu juga dengan Ibu yang membebaskan aku untuk memilihnya.Tapi karena semalam aku mengalami flu, aku nyaris tidak bisa tidur sampai pagi sehingga akhirnya aku kesiangan. Jam tujuh aku baru bangun dan terburu-buru bersiap untuk berangkat ke kantor."Loh, enggak sarapan?" tanya Mama saat aku malah melewati meja makan begitu saja."Telat, Ma. Aku janjian sama Mas Fattah di dekat kantor, jadi harus buru-buru berangkat karena Mas Fattah juga ada meeting penting sama koleganya," kataku.Aku memeriksa barang bawaan ku di tas, memastikan bahwa
Anehnya, sore itu aku tiba-tiba ingin berjalan-jalan. Padahal pekerjaan di kantor seharian begitu padat hingga aku sudah membayangkan diriku yang berbaring di kasur saat pulang kerja. Tapi ketika waktu pulang kerja tiba, aku terpikir untuk berkeliling mall bersama dengan Lalisa. Dan kebetulan sekali karena Lalisa langsung mau begitu aku ajak.Kami menggunakan taksi online untuk sampai di salah satu mall besar yang tidak jauh dari kantor. Jaraknya hanya lima belas menit.Aku dan Lalisa sama sekali tidak terpikir untuk membeli sesuatu. Tujuan kami sama, kami hanya ingin berkeliling untuk menghilangkan penat. Semenjak sampai, aku menggandeng lengan Lalisa sambil berjalan. Lalisa tidak keberatan, dia malah balas memegangi lenganku.Mungkin orang lain yang melihatnya akan menganggap bahwa kami berlebihan, tapi entah kenapa aku ingin melakukannya."Laper enggak sih, Len?" tanya Lalisa.Aku tidak langsung menjawab, lebih dulu mencari t
Setelah dari mall, aku langsung pulang dengan menggunakan taksi online. Karena rumah Lalisa lebih dulu daripada rumahku, maka aku yang menjadi terakhir untuk sampai di rumah.Dalam mobil hanya berdua dengan supir, aku sempat berpikir yang tidak-tidak. Aku takut supir itu melakukan sesuatu yang jahat padaku, lalu kemudian aku menyadari bahwa aku sudah terpedaya keyakinan konyol milik Kale.Aku sampai tertawa saat memikirkan soal itu."Kamu kok baru pulang? Memangnya ada lembur?"Sedikit terkejut, aku tidak menyangka jika Mama dan Papa akan duduk di ruang tamu."Ngapain disini?" tanyaku.Aku memperhatikan meja yang terdapat beberapa gelas yang belum sempat dibersihkan. Sepertinya mereka baru saja menerima tamu."Tadi ada bawahan Papa yang datang. Baru aja pulang," kata Mama. Ia berdiri dan kemudian mulai membereskan gelas-gelas yang kotor.Tidak enak melihat Mama hanya bekerja sendirian, aku membantunya untuk memb
Ternyata obat nyeri kali ini tidak berhasil membuat diriku menjadi baik-baik saja. Hampir seharian aku menahan sakit di meja kerjaku. Sebisa mungkin aku mengerjakan tugasku walaupun sebagian besarnya dikerjakan oleh Lalisa.Untunglah ada dia yang kau membantu ku yang sakit ini. Lalisa mau-mau saja aku repotkan. Tadi dia bahkan sampai turun ke lantai bawah untuk mencari jamu pereda nyeri haid karena di klinik kantor ternyata tidak ada obat semacam itu. Dan setelahnya, melihat aku yang kesakitan dia dengan sukarela menawarkan bantuan untuk mengerjakan setengah dari tugasku yang belum selesai."Masih sakit ya? Gue anter ke klinik aja deh."Lalisa tampak cemas. Dia langsung bangkit dari duduknya dan memegangi lenganku."Fahri, nanti kalau Mas Adit balik lagi, bilangin kalau gue nemenin Alen di klinik ya."Pria yang duduk agak jauh dari kami itu, langsung mengacungkan jempol.Aku sudah tidak memiliki pilihan lain selain ikut ke klinik
Kemarin saat aku pulang dengan diantar oleh Fattah, itu menjadi kali terakhir aku bisa menghubungi calon suami ku itu. Karena setelah beberapa hari kemudian, aku tidak bisa bertemu dengannya.Ini seperti dejavu. Sama seperti saat Fattah ada dinas ke luar kota dimana dia menghilang selama dua hari tanpa kabar. Yang aneh adalah, jika saat itu aku merasa panik bahkan sampai mendatangi rumah Fattah, kali ini aku merasa tidak perlu melakukan hal itu. Entah apa yang terjadi padaku, tapi aku berpikir jika dia memang merindukan aku, pasti dia akan datang padaku tanpa aku mencarinya."Persiapan pernikahan lo, udah sampai mana?"Aku yang tengah asik menikmati es boba ku, mengangkat pandangan pada Nindi dan juga Rosa yang menunggu jawaban ku.Hari Sabtu yang cerah ini, aku putuskan untuk menikmati waktu bersama dengan dua sahabatku semasa sekolah. Kebetulan Nindi memiliki waktu luang karena anaknya dibawa ke rumah Ibu mertuanya. Maklum cu
"Sayang! Handuk aku, kamu jemur di luar?"Aku mendesah pelan. Padahal aku sudah menyiapkan handuk mandi Kale di atas tempat tidur, bersebelahan dengan pakaian tidurnya. Tapi dia masih saja tidak membawa handuk nya ke kamar mandi. Dan sekarang, dia bertanya begitu seolah-olah dia tidak menemukan handuknya dimana pun.Langkah ku berjalan masuk ke kamar tidur, berdiri di depan pintu kamar mandi sambil menyampirkan handuk milik suamiku itu."Handuknya dari tadi udah aku taruh di kasur. Padahal kalau lupa bawa, kamu bisa minta tolong aku buat bawain. Bukan malah pura-pura begitu. Siap-siap buat hukuman kamu ya!"Aku yakin di dalam kamar mandi, Kale sedang bergidik ngeri mendengar ancaman ku. Tapi aku tidak perduli. Suruh siapa, dia selalu saja mengulangi perbuatannya itu?Semenjak kami menikah dua bulan lalu, aku jadi semakin tahu kebiasaan buruk Kale. Dia sama seperti para suami yang sering aku dengar dari orang-orang terdekat atau juga muncu
Author POVSejak pagi, hujan sudan turun dengan derasnya. Padahal hari ini adalah hari yang penting bagi Alena, karena dia berniat untuk keluar bersama dengan Kale, mencoba makanan ringan yang nantinya akan dia hidangkan di acara pernikahannya dengan Kale.Ketiga kalinya Alena mendesah berat. Menatap keluar jendela kamarnya, dimana air masih turun dengan disertai gemuruh yang sesekali datang."Gimana nih? Enggak jadi dong."Dia menyandarkan kepala di bingkai jendela. Meratapi pagi harinya yang sudah berhasil membunuh semangatnya. Tiba-tiba dering ponselnya terdengar, Alena tahu siapa yang menghubunginya. Segera dia mengambil ponsel dan mengangkat panggilan dari calon suaminya itu."Ya, Kal?" Suara Alena pasti terdengar begitu lesu hingga kemudian Kale menyuarakan rasa cemas nya dengan menanyakan apakah Alena sakit."Enggak. Aku enggak sakit. Kita enggak jadi pergi kan karena hujan?"Alena merasa bahwa dirinya bodoh karen
"Duh, yang akhirnya bisa pulang dan ketemu sama Mas Pacar. Seneng amat."Aku hanya melirik sekilas pada Mas Adit. Ada senyum kecil di bibir ku ketika bertatapan dengan atasan ku itu."Jelas dong, Mas. Kan dua hari enggak ketemu. Jadi wajar dong kalau saya kangen sama pacar saya."Mas Adit hanya tersenyum kecil tanpa membalas. Sedangkan aku kembali menyandarkan kepalaku pada kaca jendela mobil.Peristiwa terakhir kali sebelum aku pergi dinas, masih jelas teringat dan terkenang di kepala ku sepanjang aku menjalani kegiatan dinas dua hari ini. Bahkan setiap Kale menghubungi aku, aku secara otomatis akan langsung teringat dengan kejadian itu. Ciuman pertama aku dan Kale. Ciumannya yang amatir, yang terkesan ragu dan takut, justru membekas kuat di kepalaku.Aku menyukainya. Aku menyukai ke hati-hatian Kale yang sepertinya sangat takut aku akan kecewa dan tidak puas. Padahal dia tidak tahu bahwa menjadi ciuman pertama baginya adalah sebuah keba
Setelah aku mendengar wacana tentang lamaran itu, setiap harinya aku lalui dengan berdebar. Aku bahkan sudah melihat-lihat kebaya yang sekiranya cocok digunakan di acara yang seperti itu, padahal belakangan kami sudah tidak pernah membahas perihal lamaran itu lagi.Dua bulan berlalu semenjak malam itu. Dan Kale tampaknya mulai sibuk karena berkat kerjanya yang kompeten, dia dipercaya untuk menangani salah satu karya dari seorang penulis yang namanya sudah cukup dikenal di dunia Literasi. Walaupun begitu, dia masih saja menyempatkan diri untuk bisa menjemput aku di kantor setiap hari."Beruntung banget lo, Len. Semenjak keluar dari kantor ini, Kale kelihatan makin keren aja. Setelannya juga gue lihat oke punya. Apa Jangan-jangan, ini karena dia udah punya pacar ya? Makanya dia berusaha tampil sekeren mungkin?"Aku tertawa menanggapi komentar Lalisa. Kemarin dia sempat bertemu dengan Kale saat Kale menjemput ku dan dia melihat bagaimana Kale berubah setelah
Lampu gantung berbentuk bulat yang memberikan kesan temaram yang romantis, kursi kayu dan meja kayu yang sesuai dengan interior kafe yang agak jadul. Alunan musik dari penyanyi terkenal yang dikenal dengan lagu-lagu puitis nya.Sungguh, ini adalah komponen sempurna untuk kencan pertama. Kebetulan aku dan Kale menempati meja yang ada di pojok ruangan, yang agak terasing dari meja lainnya. Ternyata, selain es krim, kafe yang Kale sebut sebagai warung es krim ini juga menyediakan cemilan kekinian. Salah satunya adalah waffle es krim dan juga martabak es krim. Dua-dua nya sudah pasti berisi es krim segar di dalamnya.Tapi daripada memesan makanan dengan isian es krim, aku memilih brownies green tea tanpa es krim, karena aku sudah memesan es krim secara terpisah dan juga air mineral."Suka?"Adalah pertanyaan yang diutarakan oleh Kale setelah sekian lama kami hanya sibuk menyantap pesanan kami."Ini enak. Tapi sebenarnya, aku belum makan nasi,
Hari itu, Kale benar-benar mengatakan keputusannya pada Mas Adit. Aku tidak tahu apa saja yang mereka bicarakan, tapi saat aku bertanya pada Kale, dia hanya bilang bahwa Mas Adit sedikit menyayangkan keputusan yang Kale ambil. Mas Adit berkata bahwa dia merasa senang memilki Kale sebagai bawahannya. Meskipun begitu, Mas Adit pada akhirnya menyetujui sudah pengunduran diri Kale.Lalu esok malamnya, kamu mengadakan makan malam dengan teman satu kantor sebagai bentuk perpisahan untuk Kale. Tentu saja sebetulnya, aku tidak berniat mengajak Lili. Tapi walau bagaimana pun, dia masih rekan kerja kami. Rasanya tidak akan etis jika aku dengan sengaja mengecualikan dia."Dingin."Aku memeluk tubuh ku dengan kedua tangan. Saat ini, aku sedang ada di depan kafe bersama Kale, sedangkan teman-teman yang lain masih ada di dalam kafe."Mau pakai jaket saya?"Aku tertawa mendengar tawaran dari Kale. Biasanya, di dalam film atau drama, pemeran utama laki-l
"Kenapa, Kak? Kenapa Kakak lebih bela dia daripada aku? Apa Kakak lupa, kalau orang tuaku menitipkan aku sama Kakak? Tapi apa yang Kakak lakukan? Kakak malah menampar aku di depan banyak orang, demi perempuan itu."Kedua alisku nyaris menyatu saat Lili dengan kurang ajarnya menunjuk lurus ke arah ku. Padahal kalau dia minta maaf pun, aku belum tentu akan memaafkannya. Apalagi jika sikapnya seperti itu."Justru karena orang tua kamu menitipkan kamu pada saya, makanya saya enggak mau kamu melakukan sesuatu yang salah dan menyakiti orang lain. Alena enggak salah apa-apa. Dia hanya jatuh cinta pada seseorang yang selama ini dia anggap sebagai temannya. Tapi karena merasa disakiti dan dikhianati, kamu malah membuat dia dalam masalah. Kamu memprovokasi banyak orang untuk berbicara buruk tentang dia. Kamu pikir, saya enggak tahu?"Sudah aku duga, bahwa Lili yang melakukannya. Sebenci itu dia padaku hanya karena aku dan Kale berpacaran. Padahal orang yang belum la
"Enak banget ya? Udah ketahuan pacaran di kantor, tapi dapat hak istimewa buat tetap bertahan di kantor dua-duanya tanpa harus keluar salah satunya. Kalau tahu ada hak istimewa begitu, gue juga dari awal aja cari pacar satu kantor.""Ya gimana lagi? Yang melanggar kan karyawan terbaik selama dua bulan berturut-turut, jadi wajar kalau dapat hak istimewa kayak gitu. Sedangkan rakyat jelata kayak kita sih, kalau ketahuan pacaran sama sesama karyawan pasti sudah disuruh tulis surat pengunduran diri atau disuruh putus biar enggak jadi masalah di kantor."Aku sudah tahu bahwa masalahku dengan Kale sudah menyebar luar kesana kemari. Makanya sebisa mungkin, aku tidak merasa tersinggung atau marah walaupun dibicarakan dengan terang-terangan oleh orang-orang dari divisi lain. Kebanyakan, mereka adalah berasal dari bagian Pemasaran. Tapi ada juga yang berasal dari divisi Keuangan yang sebagian besar merupakan teman dekat Valani, gadis yang pernah menyukai Kale dan ditolak jug
Keluar dari ruangan Mas Adit, aku langsung mendatangi Lili di mejanya. Dia sangat percaya diri hingga menatapku dengan tatapan yang menantang."Ternyata benar ya? Padahal dulu Mbak dengan gigih mengelak kalau punya hubungan sama Kale, tapi--"Tanpa menunggu dia selesai bicara, aku langsung menarik tangannya untuk keluar dari ruangan. Sudah cukup dia membuat hubungan ku dan Kale menjadi konsumsi publik, tidak lagi untuk sekarang. Manusia ular sepertinya sudah pasti akan menggiring aku untuk dipermalukan di depan semua orang dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi."Lo sengaja ngikutin gue sama Kale dan juga langsung ngambil gambar kami terus diperlihatkan ke semua orang?"Dengan senyum menyebalkan yang ada di wajahnya, dia mengangguk."Iya. Berkat saya, semua orang jadi tahu betapa munafik nya Mbak selama ini. Dari awal Mbak kekeuh bilang kalau Mbak enggak punya hubungan apapun sama Kale. Mbak bahkan berlaku seakan-akan sampai kapan