Selesai makan malam. Bergegas aku ke kamar. Melewati ruangan bermain, kresek putih yang tadi berisi bakso bakar nampak telah kosong.Aku tersenyum karenanya. Merasa tidak sia-sia aku membelinya meski jauh. Bahkan, kotak pembungkus bakso tadi, telah benar-benar bersih. Nampaknya, Hilma memang sangat ingin memakannya. Aku bahkan sampai tidak dibagi.Kubuang kemudian kresek itu ke tempat sampah di dapur. Lalu kembali menuju kamarku.Di dalam kamar, Hilma baru saja beranjak dari kasur tempat tidur si kembar. Aku berjalan di belakangnya, sampai Hilma duduk di sisian tempat tidur."Ay, jangan bobok di sini. Aku mau bobok sendiri," ucapnya merengek. Memeluk guling di atas pahanya dan menatapku di hadapannya saat ini."Lagi?" Aku terheran. Kupikir, ngidamnya yang aneh itu tidak akan terulang malam ini.Hilma mengangguk cepat. "Iya. Kalau ada kamu, aku malah jadi susah tidur, Ay," jawabnya kemudian.Bahuku merosot, diikuti hembusan napas beratku. Aku lantas meraih satu bantal dan mendekapnya.
"Aku kangen, Sayang," ucapku lirih. "Si junior kapan boleh dikunjungin?" sambungku masih dengan nada lirih.Hilma menggeleng. "Ya enggak tahu. Si junior aja gak mau kita bobok barengan, Ay!"Bibirku cemberut. Lekas aku pun bangkit. Menatap Hilma yang nampak sudah mengantuk. "Tega banget si junior gak mau deket-deket sama Ayahnya. Padahal aku yang banting tulang bikinnya hampir setiap malam. Udah jadi, malah gak mau ditengokin," keluhku membuat Hilma terkekeh."Ya udah, aku tidur di luar ya, Sayang. Kamu bobok juga ya!" pesanku kemudian. Melihat netranya yang telah sayu, membuatku tak tega untuk terus merayunya.Kuusap lembut puncak kepala Hilma sebelum akhirnya aku keluar dari kamar.Melangkah menuju sofa dan memasang bantalnya, lalu merebahkan diriku segera. Menyalakan televisi untuk sekedar menemani malam yang mulai sunyi ini.Menonton siarannya membuat netraku perlahan memejam lalu mengerjap. Hingga akhirnya kubiarkan netraku benar-benar memejam dengan televisi yang masih menyala.
SEASON 2*POV YudaMenggosok rambut yang basah di depan cermin rias. Lalu mengeringkan badanku yang basah. Akhirnya, aku bisa mengunjungi si junior pagi ini, di bawah kucuran air shower tadi. Ah, benar-benar penyambutan pagi yang syahdu.Setelah rambut serta tubuhku lumayan kering, lekas aku berpakaian. Sementara Hilma, baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggelung di atas kepalanya."Sayang, aku tunggu di mushola, ya?" ucapku sesaat setelah Hilma menjauh dari pintu kamar mandi.Hilma mengangguk cepat. Gegas aku keluar dari dalam kamar, melangkah ke arah mushola, mengambil wudhu lalu masuk ke area mushola. Lantas duduk menunggu Hilma menyusulku.Aku merenung kembali.Pagi ini benar-benar terasa indah. Sejatinya, pernikahan memang ladang untuk beribadah bersama pasangan. Meraih sebanyak-banyaknya pahala untuk bisa bersama-sama sampai di Jannah-Nya.Bersama Hilma, aku menemukannya. Bersama Hilma, aku coba melakukannya.Aku semakin galau karenanya, mengingat tugas muta
"Ayang, Bu," sahutku menjelaskan."Ayang? Ayang beb?"Aku mengangguk cepat. Ibu hanya mengulum senyum mendapati tanggapan dariku."Ya belum tentu, Sayang. Soalnya itu kantor baru banget beroperasi. Entah butuh waktu berapa lama untuk bisa berkembang. Tapi pengalamanku, paling cepet tiga tahunan," jelasku kemudian."Kalau kamu bawa Hilma dan si kembar, pasti Ibu akan kangen sama kalian semua. Apalagi si kembar. Terus, gimana nanti Hilma pas lahiran? Ibu jadi kepikiran, Yud," ujar Ibu."Tapi kalau Hilma gak ikut, aku yang kangen sama mereka, Bu. Makanya, aku ingin rundingan sama kalian bagaimana baiknya," ucapku lagi."Kamu bersedia ikut, Nak Hilma?" Ibu bertanya pada Hilma.Yang ditanya, tak langsung menjawab, melainkan menatapku lekat."Aku di sini saja, Ay. Di sini ada Ibu kamu sama Ibuku. Aku juga lagi hamil, beberapa bulan lagi lahiran. Kita pasti membutuhkan bantuan kedua orang tua kita nanti. Enggak mungkin aku lahiran di sana, selagi kamu bekerja, siapa yang akan menemani aku me
SEASON 2************🌻POV YudaBandung~Surabaya.Akhirnya aku tiba di kota yang mendapat julukan sebagai kota Pahlawan. Meninggalkan kota Paris Van Java, kota kelahiran dan tempat tinggalku selama ini.Keluar dari bandara, seluruh tim sudah dijemput mobil travel. Satu jam dari bandara, kami semua tiba di hunian yang telah disiapkan di belakang bangunan kantor.Staff yang memboyong keluarganya, menepati satu rumah. Sedangkan yang tidak membawa keluarganya sepertiku dan tiga orang lainnya, ditempatkan dalam satu rumah yang sama.Sampai di sebuah rumah dengan tipe 36. Aku langsung menuju kamar. Terdapat dua kamar di rumah bercat putih ini. Lalu diputuskan aku akan satu kamar dengan Wijaya, staff HRD. Sementara kamar kedua, diisi Agus dan Indra yang sama-sama bekerja sebagai kepala gudang.Wijaya serta Agus, tidak membawa keluarganya, dikarenakan ada anak-anaknya yang masih bersekolah. Sementara Indra, sama sepertiku yang mana istirnya tengah hamil anak pertama.Di dalam kamar, terdapat
Aku beserta dua temanku mencari makanan dengan berjalan kaki. Hari sudah hampir sore saat ini. Hingga kami menjatuhkan pilihan untuk membeli soto ayam yang dijual di pinggiran jalan.Menunggu pesanan dibuat. Aku bersama kedua temanku lantas menunggu di bangku panjang pedagang soto ini.Aku mengitari tempatku saat ini. Tempat yang benar-benar terasa asing bagiku. Tempat yang baru pertama kali aku jejaki."Eh, Feli. Beli soto ayam juga?" Agus seketika menyapa, saat Feli mendatangi pedagang tempat ini."Iya, A Agus," jawabnya terdengar begitu ramah pada Agus.Aku memalingkan wajah, melihat ke arah jalanan di mana kendaraan berlalu lalang. Tidak ingin melihat Feli di tempat ini. Apalagi sekilas tadi kulihat, dia memakai kaus ketat dengan celana jeans selutut. Entah kebetulan apa lagi, gaya berpakaiannya sama dengan Khanza sewaktu masih hidup.Aku tak mengalihkan pandangan sedikit pun dari jalan. Meski yang kulihat adalah tetap sama, yakni kendaraan roda dua dan empat. Hingga akhirnya pesa
Hari semakin menjelang malam, hujan turun begitu deras tanpa disertai petir. Hujan mengguyur sejak memasuki waktu magrib tadi. Hingga kini jam sepuluh malam, belum kunjung reda. Mengakibatkan signal ponsel tidak stabil, dan aku kesulitan menghubungi Hilma. Sampai akhirnya, aku hanya mengirimkan pesan padanya. Mengingatkan agar dia tidur tidak terlalu malam dan tidak lupa meminum susu khusus ibu hamilnya sebelum tidur.Aku bersama ketiga temanku, tengah berkumpul sambil menonton siaran televisi. Ruangannya hanya terhalang rak televisi itu sendiri dari ruang depan yang tanpa sofa.Hujan turun seperti ditumpahkan begitu saja dari langit. Sangatlah deras. Membuat hawa sekitar kami menjadi dingin. Kami semua terbungkus sarung, menonton televisi dengan kaki selonjor serta sarung yang melekat. Duduk berjejer sudah seperti menunggu antrian.Volume kencang dari televisi, seakan berlomba dengan derasnya curah hujan yang turun di luar sana.Di tengah asyiknya kami menonton siaran televisi ditema
SEASON 2************🌻POV Yuda.~Satu Minggu berlalu menetap di kota Surabaya.Hujan tak hentinya mengguyur sejak pertama aku dan tim tinggal di kota ini.Bekerja satu Minggu di kantor baru, aku dan tim benar-benar diharuskan bekerja solid. Membangun perusahaan yang baru menetas di bawah kepemimpinan anak sang direktur.Hampir setiap malam, Feli tak berhenti mengantar makanan atau sekedar camilan ke hunian yang aku tempati. Entah apa maksudnya. Ketiga temanku menikmati setiap apa yang Feli berikan, tetapi tidak denganku.Cukup hanya wajah dan cara berpakaiannya saja yang mirip, dan selalu mengingatkan aku akan Khanza. Aku tidak mau, kebaikannya malah semakin menggali ingatanku akan almarhumah istriku.Jarak dari hunian ke kantor baru, dapat ditempuh hanya lima menit dengan berjalan kaki. Sehingga meski hujan di pagi hari, aku tetap dapat pergi bekerja di bawah derai hujan yang membasahi. Pun dengan sore bahkan malam yang juga kehujanan.Karenanya, satu pekan di sini, aku bekerja ta