Share

Ch. 147

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-30 06:13:51

POV Yuda

*************

Tujuh bulan kemudian.

"Sayang, kamu sudah siap?" tanyaku di luar kamar. Hari ini weekend. Aku dan Hilma sudah menjadwalkan pemeriksaan kehamilannya.

"Udah, Ay. Yuk?" Hilma keluar dari dalam kamar sambil membenahi tas slempang hitamnya.

Aku tersenyum melihatnya. Usia kehamilannya sudah memasuki 30 minggu. Kedua pipinya sudah seperti bakpao. Bentuk tubuhnya juga berubah semakin melebar. Apalagi pada perutnya, lebih besar dari kehamilan pertama.

"Ya udah, ayok!" Aku berjalan lebih dulu keluar dari rumah. Hilma mengekor dan setelah sama-sama di luar, aku pun mengunci pintu rumah. Mengeluarkan motor lalu memasang gembok kembali pada gerbang pagar.

Setelah aku siap dengan motorku, Hilma pun menyusul dan duduk di jok belakang. Barulah aku melajukan si kuda besi menyusuri jalan komplek menuju klinik dokter kandungan.

Tak tega sebenarnya membawa Hilma naik motor seperti ini dalam kondisi tengah hamil. Tapi mau bagaimana? Usaha tokoku baru saja mulai ramai. Aku belum bera
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Yuda mempunyai bibit unggul nieh kayaknya 2x nikah dapat bayi kembar trs...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Naik Ranjang   Ch. 148

    Setelah dari klinik, aku membawa motorku ke sebuah babyshop. Karena sudah waktunya Hilma membeli perlengkapan untuk bayinya. Sekitar lima belas menit berkendara. Akhirnya motorku tiba di parkiran luas khusus pengunjung babyshop yang kudatangi.Aku bersama dengan Hilma masuk ke dalamnya. Mengambil tas belanja lalu mulai memilih perlengkapan yang diperlukan bayi baru lahir. Aku menyerahkan semua pilihan pada Hilma. Aku hanya bertugas menemaninya di toko ini.Sampai semuanya selesai, lalu aku membayar pada kasir seluruh barang yang dibeli Hilma. Membuahkan sekitar lima kresek besar berisikan perlengkapan bayi.Kembali aku dan Hilma menaiki motor. Meninggalkan babyshop dan menyusuri jalanan besar yang cukup lengang di siang hari yang cukup terik saat ini.Bukannya membawa motor ke arah jalan pulang. Aku justru melakukannya ke sebuah taman terbuka hijau. Memasuki gerbangnya lalu menyimpan motor di parkiran. Berjalan bersama Hilma melewati rindangnya pepohonan di taman ini. Kemudian memilih

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Naik Ranjang   Ch. 149

    POV Yuda🌻🌻🌻🌻🌻Waktu terasa begitu cepat berlalu. Hari demi hari terlewati berganti minggu lalu bulan. Hingga saat ini, usia kehamilan Hilma sudah memasuki sembilan bulan. Perutnya sudah semakin membuncit. Bahkan, dia jadi mudah lelah dan kepayahan saat beraktivitas karena kehamilannya yang semakin besar. Persalinannya pun semakin dekat. Berdasarkan pemeriksaan terakhir, semuanya tetap baik dan normal. Posisi bayi pun sudah sangat bagus untuk lahir nanti.Toko yang aku kelola, semakin hari semakin berkembang. Pelanggan semakin berdatangan. Sudah satu bulan terakhir, aku memperkerjakan orang untuk mengantar barang-barang pesanan pelanggan. Karena aku kewalahan jika mengerjakannya sendirian. Selain mengantar barang, karyawanku itu pun juga membuka toko lebih awal, lalu menutupnya lebih malam. Sehingga pemasukan bisa semakin meningkat. Aku juga menambah item jualanku berupa sayur mayur dan lauk pauk yang kubeli di pasar Induk. Maka setiap pagi, toko ku selalu ramai oleh para ibu-ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Naik Ranjang   Ch. 150

    Setibanya di rumah sakit yang hanya sepuluh menit. Hilma langsung dibawa ke ruangan bersalin. Hilma memintaku menemaninya.Seorang dokter perempuan telah siap membantu persalinan hari ini. Dokter yang selama ini juga menangani Hilma saat hamil. Karena saat pemeriksaan di klinik, dokter di sana menyarankan kami untuk check up di rumah sakit besar. Guna mengantisipasi hal lain karena Hilma mengandung bayi kembar.Satu dokter dan satu perawat berada di ruangan ini. Aku pun berjongkok di sisi ranjang di mana Hilma terbaring.Hilma menggenggam tanganku kuat-kuat, saat mengikuti berbagai instruksi dari dokter.Hilma mulai mengejan. Dia menarik tangannya dari tanganku. Beralih meremas rambut di kepalaku.Rambutku dijambak begitu keras setiap Hilma mengejan. Rasanya kepalaku hendak tertarik saking kuatnya jambakan yang Hilma lakukan.Tangisan bayi mulai terdengar. Hilma pun berhenti menjambakku. Napasnya sedikit terengah sampai kemudian teratur kembali. Keringat telah membanjiri seluruh wajahn

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Naik Ranjang   Ch. 151 || BABAK BARU

    25 TAHUN KEMUDIAN🍒🍒🍒"Oee ... oee ... oee"Aku menoleh ke arah kamar di belakangku saat suara tangisan terdengar begitu kencang memekakkan gendang telinga. Tangis yang tak kunjung berhenti, teramat menggangguku yang sedang menonton televisi di pagi hari."OEEE ... OEEE ... OEEE!" Tangis itu kembali terdengar. Aku mengepalkan tangan di atas meja di depanku."OEE OEE OEEE!" Bukannya mengecil, tangis bayi itu justru semakin keras saja. Membuatku muak sekali. Rumahku yang tadinya tenang dan damai, tidak kurasakan lagi sejak tiga bulan terakhir. Sejak bayi itu lahir dan ibunya tinggal di rumahku."OEEE ...."Kuteguk kopi latte dalam cangkir hingga tandas lalu beranjak cepat dari sofa dan masuk ke dalam kamar. Di mana bayi itu memang masih terus menangis di atas tempat tidur."Berisik, berisik! Diem!" hardikku setelah berada di ujung tempat tidur.Namun, tangisnya tetap saja tak mau berhenti. Bayi berusia tiga bulan lebih itu tak kunjung diam.Cklekk!Pintu kamar mandi dalam kamar ini

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Naik Ranjang   Ch. 152 || BABAK BARU

    Jam delapan pagi, aku baru selesai mandi untuk bersiap ke rumah sakit. Aku merupakan seorang dokter umum yang bertugas di rumah sakit swasta ternama. Sudah sekitar empat tahun aku mengabdikan diri pada pelayanan kesehatan tersebut.Selesai mengeringkan tubuh ini dengan handuk. Aku mulai mencari kemejaku di dalam lemari. Namun, hanya tersisa beberapa potong celana dan kaos saja ternyata. Sepertinya aku memang belum membereskan kemeja milikku di ruangan laundry. Karena beberapa hari terakhir ini aku sibuk dan pulang agak malam. Di mana biasanya, aku sudah pulang sebelum jam tiga.Kupakai celana katun hitam lebih dulu. Membiarkan tubuh atasku bertelanjang dada dengan handuk kecil melingkar di leher.Keluar dari dalam kamar. Hidungku mengendus-endus bau yang tiba-tiba saja terhidu. Tak hentinya aku mengendus untuk memastikan bau apa yang sebenarnya tercium.Hingga aku menyadari dan mengenali baunya. Seperti aroma gosong. Namun entah dari mana.Aku pun melangkahkan kaki menjauh dari depan

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Naik Ranjang   Ch. 153 || BABAK BARU

    "Halah! Aku gak butuh penjelasan kamu. Memang dasarnya saja, kamu itu perempuan pembawa sial!" teriakku lantang karena merasa muak."ARSA!"Aku menoleh cepat saat suara Ayah meneriakkan namaku. Benar saja, Ayah dan Ibu Hilma berjalan bersamaan menghampiriku di depan kamar Maira saat ini. Entah kapan mereka datang. Aku bahkan tidak mendengar ketukan pintu akan kedatangannya."Bagaimana bisa kamu mengatakan seperti itu pada istri kamu?!" Ayah bertanya dengan suara tingginya."Istighfar, Nak. Apa kesalahan Mai, sampai kamu berkata keterlaluan seperti itu?" Kali ini, Ibu Hilma yang bertanya. Dia mendekat pada Maira dan merangkul menantunya itu."Dia ini memang pembawa sial, Bu, Yah! Ibunya meninggal saat melahirkan dia, Papanya pun harus meninggal karena kecelakaan saat dia masih dalam kandungan. Bahkan ibu angkatnya pun juga meninggal. Lalu Bang Arka, abangku juga harus meninggal saat bertugas di perbatasan. Itu semua karena perempuan ini, Bu, Yah. Dia ini hanya pembawa sial. Pembawa sia

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Naik Ranjang   Ch. 154

    Tak tentu harus ke mana aku pergi. Akhirnya aku putuskan mendatangi makam Bang Arka. Setelah membeli lebih dulu air mawar dan bunga tabur. Gegas aku pun memasuki komplek pemakaman.Berjalan kaki cukup jauh dari gerbangnya, melewati tiga blok makam yang lain, akhirnya tibalah aku di pusara saudara kembarku."Assalamualaikum yaa ahlal kubur ...," ucapku sembari berjongkok di sisi pusaranya. Kubacakan doa untuknya, lantas kutuangkan air dalam botol membasahi kepala nisan serta badan makam. Kemudian, kutaburkan pula bunga dalam plastik di tanganku. Memenuhi permukaan makam yang seluruhnya ditumbuhi rumput Jepang.Kuusap kepala nisan yang berupa marmer hitam. Terurik nama Arkana Batra Prayuda di atasnya. Tanggal lahir yang sama denganku serta hari kepergiannya empat bulan yang lalu.Kuhembus napas berat. "Bang, kenapa Abang harus pergi secepat ini? Setelah Abang pergi, Ayah dan Ibu Hilma meminta aku menggantikan Abang. Orang tua kita menginginkan aku menjadi suami Maira, dan menjadi ayah

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Naik Ranjang   Ch.155

    Terpaan cahaya menyeruak terasa begitu menyilaukan. Mau tak mau, netraku terbuka karena tak mampu menepis silau yang memancar dan menelusup rongga mataku. Kini, setelah sepasang netraku terbuka sempurna. Aku terdiam sejenak, memperhatikan tempatku berada.Aku menggerakkan kepala, memindai sekeliling tempatku saat ini. Aku terduduk pada bangku kayu di sebuah taman yang luas namun sangat sepi. Tidak ada siapa-siapa di sini, hanya ada aku sendiri. Sendirian bertemankan hembusan angin.Entah di mana ini, aku benar-benar asing dengan tempatnya. Ingin pergi, tetapi bobotku serasa ditahan. Aku kesulitan membawa tubuhku untuk beranjak dan pergi. Kedua kakiku terasa dipaku hingga membeku di tempat. Entah apa yang terjadi padaku.Hingga nampak seseorang tengah berjalan di depan sana. Nampak berjalan ke arah ke arahku dengan langkah tegap dan cepat. Dalam sekejap mata, sosok itu kini telah berdiri di hadapanku. Terkejut aku dibuatnya."Bang Arka?" ucapku tetapi hanya mampu berucap dalam hati. B

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07

Bab terbaru

  • Naik Ranjang   263

    Aku membawa Halwa ke dalam kamar. Menutup pintu menggunakan kaki hingga berdebam kencang. Melanjutkan langkah menuju tempat tidur, lalu menjatuhkan bobotku tanpa menurunkan Halwa lebih dulu. Posisinya yang digendong seperti bayi koala, membuat ia kini berada di atas tubuhku yang sudah setengah bersandar di headboard kasur.Kedua tanganku terulur mengusap sisi rambutnya. Membelai wajah cantik itu lalu menyelipkan rambut ke belakang dan telinganya bersama pandangan kami yang saling mengunci."Syaratnya ... apa boleh aku meminta hak sebagai suami? Apa kamu tidak keberatan aku memintanya malam ini?" tanyaku seraya mengungkap syarat yang kumaksud.Halwa menunduk sambil menggigit bibirnya. Menggerakkan bola matanya tak tentu arah seakan salah tingkah. "Kamu ... menginginkannya malam ini, Mas? Tapi ... kondisiku seperti ini. Bagaimana jika tidak berjalan maksimal? Emmh, maksudku, tanganku sedang cedera seperti ini, apa tidak akan jadi masalah?"Aku tersenyum kecil dengan kedua tangan masih ak

  • Naik Ranjang   262

    Secangkir teh tawar hangat akhirnya tersaji. Aku bersama Halwa duduk berdua mengisi meja makan. Ia menikmati segelas susu vanila dengan roti selai kacang meski menggunakan tangan kirinya. Sampai kemudian Halwa selesai lebih dulu dan barulah aku. Halwa telah bangkit, membereskan meja makan bekas kami sarapan dengan satu tangannya."Udah, biar aku yang beresin," ujarku sembari menahan tangan Halwa.Ia menggeleng dan menarik tangannya dariku. "Gak papa, Mas. Biar aku aja," tolaknya masih terus membereskan meja.Aku lantas membiarkan. Halwa selesai menumpuk piring serta cangkir yang tadi kami gunakan. Ia beranjak dari meja makan ini, membawa perabot kotor menuju wastafel pencuci piring.Namun, tentu saja aku tak tinggal diam. Lekas aku menyusul dan berdiri di belakangnya. Terlihat sekali Halwa tak mampu bekerja dengan normal hanya dengan satu tangan. Aku menyentak napas membuatnya berbalik badan. Cepat aku meraih pinggangnya. Membawa tubuhnya sedikit bergeser lalu mengangkat hingga ia te

  • Naik Ranjang   261

    Setibanya di kamar, aku menurunkan Halwa di tempat tidur. "Aku siapkan dulu airnya, ya?"Halwa mengangguk cepat. Aku menjauh dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi berdinding kaca. Menyiapkan air hangat memenuhi bath tub, tak lupa menambahkan bath bomb hingga berbuih dan wangi semerbak.Setelah air siap, aku kembali menemui Halwa yang terduduk di bibir tempat tidur."Air hangat sudah siap," ucapku memberitahu. Aku lalu menjatuhkan tubuh di hadapan Halwa. Bertumpu dengan kedua lutut hingga tinggi kami sejajar.Aku mengulurkan tangan menangkup wajahnya yang bulat. Manik mata itu seakan menghipnotis membuatku selalu ingin menatapnya lama-lama. Semburat senyum tersungging di bibir Halwa. Tangannya tergerak meraih tanganku yang tengah membelai pipinya."Buka kerudungnya, ya?" ucapku merasa perlu meminta izin. Halwa mengangguk tanpa protes. Tanganku lalu dengan cepat menyingkap kain penutup kepalanya hingga terlepas.Aku tak mampu berpaling. Kupandangi Halwa dengan tangan menyelipkan si

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (260)

    260#Aku membawa kepala Halwa tenggelam di dada. Tidak peduli di jalanan umum, aku masih tetap mendekapnya erat. Kubelai lembut kepalanya yang tertutup kerudung instan. Wajahku tenggelam, menciumi puncak kepalanya. Entah keberanian darimana, entah bagaimana bisa aku melakukan semua, mendekapnya erat dan tanpa ragu seperti saat ini.“Jangan pergi …,” ucapku lirih tanpa berhenti mengecup puncak kepalanya. Terasa dekapan tangan Halwa kian erat di pinggang.“Aku sudah mengecewakan kamu, Mas. Aku bukan perempuan yang baik. Aku rasanya tidak pantas menjadi pendamping pria setulus dan sebaik kamu,” sahutnya membuatku menggeleng.“Gak ada yang bilang seperti itu. Abi dan Ummi tidak akan membiarkanku menikahi perempuan yang salah,” jawabku tanpa melepaskan dekapan.“Ehhem, ehhem. Jadi gimana nih? Mau peluk-pelukan terus di sini gitu?” Suara Abi membuat Halwa menarik diri dari dekapanku. Sementara aku membalik badan hingga berhadapan deng

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (259)

    259.Zulfikar mendengkus. “Mas Seno kenapa kayak kaget gitu, sih? Masa’ istrinya pergi ke rumah orang tuanya Mas gak tahu?”Aku menggeleng menanggapi keheranan dari adikku itu, “Mas gak tahu, Fik.”“Emangnya Mas ke mana? Mas gak tidur di rumah? Mas biarin Mba Halwa sendirian di rumah?”Aku menggeleng pelan. “Gak gitu, Mas Cuma ketiduran di masjid.”“Ya ampun … Mas. Bisa-bisanya malah ketiduran di masjid dan gak tahu istrinya pulang ke rumah orang tuanya.”Aku merasa gusar. Benar-benar tidak menyangka jika Halwa akan pergi ke rumah orang tuanya. Hatiku mendadak tidak enak. “Tolong sekarang kamu telfon Abi atau Ummi, Fik,” pintaku pada adik bontotku tersebut.“Mau ngapain, Mas?”“Ya bilang sama Abi, kalau Mas mau ikut.“Mas tinggal nyusul aja nanti. Mas belum siap-siap juga!”Aku mendesah. Aku lantas menjelaskan pada Fikar apa yang sednag terjadi.

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (258)

    258.Detik dari jarum jam duduk di atas nakas terus terdengar. Menemani malamku yang berlalu tanpa bisa tidur. Sejak masuk kamar dan memutuskan untuk membawa tubuh ini rebah di atas kasur, aku sama sekali belum dapat tidur. Entah sudah berapa kali aku berguling ke kana juga kiri. Tengkurap lalu terlentang lagi. Menutup wajah dengan bnatal. Membaca wirid tapi tetap sama. Aku tak dapat tidur. Aku masih terjaga. Entah kenapa, tapi satu yang terasa mengganggu malamku ialah Halwa dan pembicaraan kami tadi. Wajah cantik yang tak lagi dipenuhi keangkuhan itu tertus membayang di pelupuk mata. Juga pelukannya yang tiba-tiba ia lakukan padaku. Semua terasaa membekas dan menari-nari dalam ingatan.“Fiuhh …’’ Aku mendesah seraya memutar badan hingga terlentang. Menatap langit-lagit kamar dengan perasaan entah.Terdiam sesaat sebelum kemudian tangan ini terulur meraih jam di atas nakas. “Jam dua malam, tapi aku masih gak ngantuk,” gumamku lirih. Kuhembus napas kasar dan akhirnya menyibak selimut.

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (257)

    257.Aku membisu.Kupandangi paras cantik perempuan di hadapanku ini. Memandangnya tak mengerti sama sekali. Begitu juga dengannya yang menatapku. Pendar mata itu kini lain. Tidak ada binar keangkuhan di sana. Melainkan tatap sayu dan raut memelas yang kulihat. Tidak ada jejak kesombongan serta kebencian yang sebelumnya selalu tegas ia tunjukkan.Genggamannya di tanganku terasa lebih erat. Membuatku akhirnya tersadar dan aku menarik tanganku hingga terlepas dari pegangannya.“Mas?”Aku menggeleng cepat. “Mau kamu ini sebenarnya apa?” tanyaku sambil menatapnya sengit.“M— mas?”Aku menepis tanganku ketika Halwa mencoba meraihnya lagi. “Di saat aku menaruh harapan besar pada pernikahan kita. Di saat aku mencoba membuka hati dan siap untuk memulai jalannya rumah tangga ini, kamu mematahkan hatiku begitu hebat. Kamu menjatuhkanku tanpa ampun hingga hati ini remuk. Kamu menolakku seakan aku ini adalah lelaki yang buruk dan tidak pantas dicintai. Kamu bukan hanya membuatku kecewa, tapi kam

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (256)

    256.Aku memijat kening dengan kepala agak menunduk. Mengumpulkan segenap kesadaran dalam diri. Meraup wajahku, menyugar rambut samil mengembus napas kasar. Membuka mata lebar-lebar dan ternyata semua ini bukan mimpi. Aku sama sekali tidak sedang bermimpi. Halwa benar-benar mengajakku untuk shalat dhuha berjamaah.“Bisa kamu ulangi?” ucapku hanya ingin memastikanjika ini bukanlah mimpi. Barangkali pendengaranku yang bermasalah.Terdengar helaan napas berat dari Halwa. “Kita berjamaah shalat dhuha di kamar, Mas.”Aku terdiam menatapnya.“Kamu mengigau?” tanyaku cepat,Halwa menggeleng pelan. “Aku gak lagi tidur, Mas. Jadi gak mungkin aku ngigau. Aku sadar. 100 persen!” tukasnya dengan yakin.Lagi-lagi aku melongo dibuatnya.Halwa memandangku samapi aku mengerjap dan memaligkan wajah. “ya sudah, kalau kamu mau kita berjamaah—““Aku tunggu di atas ya, Mas!” Halwa berucap cepat memotong perkataanku.“E—“ Ucapanku menggantung di udara. Halwa telah lebih dulu melangkah. Menjauh dari tempatk

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 BAB 255

    *“Ada remahan makanan di sini, Mas. Sekarang sudah bersih,” ucap Halwa sambil mengusap bawah bibirku. Jari tangannya masih bertengger di wajahku. Refleks wajahku tertarik ke belakang. Tanganku tergerak merraih jari jemarinya itu dan menurunkannya dari wajah ini.“lain kali kamu bisa memberitahu. Aku yang akan membersihkannya sendiri,” sahutku kemudian melangkah melewatinya.Aku melangkah tanpa mempedulikan lagi Halwa yang tertinggal di sana. Kakiku terus melangkah dan berjalan sampai keluar meninggalkan ruangan makan. Di mana akhirnya aku menghempaskan bobotku di sofa ruangan baca. Mengambi sebuah buku novel yang ada pada rak kecil di samping sofa ini. Tugas mengurusi Halwa untuk mandi dan sarapan sudah selesai. Aku juga tidak diperbolehkan ke madrasah, jadi lebih baik aku menghabiskan waktu di ruangan baca ini saja.Namun baru saja sampai pada lembar halaman ke tiga dari buku novel di tanganku, suara derap langkah menyapa indera pendengaran. Kepalaku terangkat seiring dengan derap y

DMCA.com Protection Status