Beranda / Rumah Tangga / Nafkah Dari Mantan Suami / 4. Di Antara Dua Lelaki

Share

4. Di Antara Dua Lelaki

Penulis: Queeny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 11:10:03

Suasana di minimarket tempat Nadia bekerja tampak tenang malam itu. Hanya beberapa pelanggan yang sedang memilih barang. Sementara Nadia duduk di balik kasir, sibuk dengan ponselnya. 

Tiba-tiba, pintu minimarket berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Nadia mendongak dan terkejut melihat siapa yang datang.

"Loh, Mas. Kamu di sini?"

Hendra tersenyum tipis. Dia tampak sedikit gugup, seperti ada sesuatu yang membebani pikirannya.

"Iya, Nad. Kebetulan lewat, jadi mampir sebentar."

Nadia mengangguk, mencoba tetap tenang. Sudah cukup lama sejak terakhir kali mereka berbicara dengan santai. 

Meski mereka sudah bercerai, hubungan mereka tidak sepenuhnya buruk. Namun malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada Hendra. Wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya.

Saat mereka berbicara, pintu minimarket kembali berbunyi. Kali ini, masuklah Surya. Lelaki itu melangkah mendekati Nadia dengan senyum lebar dan tampak akrab.

"Hey, Nad. Sudah istirahat? Aku bawain makanan dari kafe. Siapa tahu kamu lapar."

Nadia tersenyum lembut, menerima bungkusan yang diberikan oleh Surya.

"Makasih, Surya. Aku bentar lagi break."

Mereka tertawa kecil bersama. Surya tampak begitu santai di sekitar Nadia. 

Hendra yang menyaksikan interaksi itu, mulai merasa tidak nyaman. Ada rasa asing yang mengganjal di hatinya.

"Siapa?" tanya Hendra penasaran. Dia memberi kode kepada Nadia untuk menjawab pertanyaannya. 

"Ini Surya, Mas," jelas Nadia. 

Surya menoleh dan tersenyum ramah kepada Hendra. Lelaki itu tak tahu jika itu adakah mantan suami Nadia. 

"Mas siapa?"

Surya bertanya kebingungan. Melihat gelagat Nadia yang sepertinya kenal dengan lelaki itu, dia menjadi curiga. 

Hendra tidak langsung menjawab. Matanya tetap tertuju pada Nadia dan cara Surya memperlakukan mantan istrinya. 

Ada keakraban yang membuat Hendra tidak bisa menahan perasaan tak sukanya lebih lama.

"Kamu sering ke sini, Surya?"

Surya tampak sedikit bingung dengan nada suara Hendra yang tiba-tiba menjadi ketus. Tapi dia tetap menjaga senyumnya.

"Iya, cukup sering. Kafe saya dekat sini. Jadi biasanya mampir sekalian beli barang yang dibutuhkan. Kadang ya ngelihat Nadia juga."

Jawaban itu membuat Hendra semakin terganggu. Dia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan di antara mereka. Dan itu membuat darahnya mendidih.

"Ngeliat Nadia? Kamu tahu gak kalau Nadia ini mantan istri saya?"

Surya tertegun lalu tersenyum tipis. Dia masih berusaha bersikap tenang. Meski merasakan ketegangan yang mulai muncul.

"Oh maaf saya gak tau. Saya cuma teman yang peduli sama dia."

Nadia yang merasakan perubahan suasana, segera mencoba melerai. Hendra adalah tipikal orang yang gampang tersulut emosi. Hal itu dia rasakan selama mereka menikah dulu. 

"Nggak usah dibesar-besarkan, Mas. Surya memang sering mampir. Aku juga senang kalau ada yang perhatian. Nggak ada yang salah."

Sayangnya kata-kata Nadia tadi hanya membuat Hendra semakin tersinggung. Lelaki itu tidak suka jika mantan istrinya didekati orang lain, meski dia sendiri sudah menikah lagi.

"Aku nggak suka cara kamu bicara soal dia, Nadia. Seolah-olah dia bisa menggantikan aku dalam hidup kamu."

Nadia terdiam sejenak, terkejut dengan reaksi Hendra yang berlebihan. 

Surya yang melihat situasi ini, mencoba tetap tenang tapi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Mas Hendra, dengan segala hormat, saya nggak pernah berniat menggantikan posisi siapa pun. Saya cuma orang yang peduli sama Nadia. Itu aja."

Hendra berdiri lebih tegak, matanya menatap tajam ke arah Surya.

"Kalau kamu benar-benar peduli, kamu harus tahu batas. Nadia bukan seseorang yang bisa kamu dekati begitu saja. Dia punya masa lalu. Dan masa lalu itu termasuk saya."

"Astagfirullah."

Nadia akhirnya angkat bicara, merasa perlu untuk menghentikan ini sebelum semakin buruk.

"Udah. Mas. Ini di tempat umum. Malu dilihatin yang lain."

Nadia menarik lengan Hendra dan menyuruh Surya untuk keluar. Lebih baik masalah ini segera diselesaikan agar tak mengganggu pembeli lain. 

Nadia juga meminta tolong seorang teman untuk menggantikan posisinya sebentar. Untung saja bos mereka sedang keluar. Namun, kejadian bisa terlihat di CCTV toko. Dan dia harus mempertanggung jawabkannya nanti. 

"Tolong jangan berantem di sini. Aku lagi kerja."

"Aku memang sudah nikah lagi. Tapi bukan berarti aku nggak peduli sama kamu. Aku nggak bisa diam saja ngelihat kamu terlalu dekat sama cowok gak jelas."

Surya mengucap istigfar dalam hati saat dirinya disebut tak jelas oleh Hendra. Padahal tadi dia sudah memperkenalkan diri. 

Sementara itu, Nadia menghela napas panjang. Merasa lelah dengan sikap posesif Hendra yang tiba-tiba muncul.

"Ini bukan urusan kamu lagi, Mas. Kamu sudah memilih jalan hidup dengan Cintia. Biarkan aku juga menjalani hidupku."

Surya yang sejak tadi lebih banyak diam, akhirnya membuka suara lagi. Kali ini dia lebih tegas.

"Mas Hendra, saya rasa kita semua harus sadar posisi masing-masing. Nadia sudah bukan tanggung jawab Anda lagi."

Hendra menatap Surya dengan tajam. Dia merasa tertantang.

"Kamu bisa bilang begitu sekarang. Tapi aku bisa lihat dari cara kamu bersikap, kamu punya maksud lain."

"Kalaupun ada maksud lain memangnya kenapa?" balas Surya. 

Rahang Hendra mengeras. Lelaki itu bahkan siap beradu otot jika Surya menantang. 

"Ya Allah, cukup!"

Nadia benar-benar frustrasi melihat kelakuan dua lelaki ini. Dia mencoba mengakhiri perdebatan yang semakin panas.

"Diam kamu Nadia. Cowok gak sopan kayak dia harus dikasih pengertian," ucap Hendra geram. 

"Udah, Mas. Aku nggak mau kamu bicara kayak itu ke Surya. Dia nggak ngelakuin apa-apa yang salah. Kamu harus berhenti mengatur hidupku. Kita sudah berakhir."

Hendra terdiam, tersentak oleh kata-kata Nadia.

"Nadia, aku-"

Surya yang menyaksikan ketegangan ini, merasa perlu untuk menengahi.

"Mas Hendra, mari kita tenangkan diri. Saya menghormati masa lalu Anda dengan Nadia. Tetapi saya rasa penting bagi kita untuk saling menghargai keadaan yang sekarang."

Hendra menatap Surya, merasakan ketidaknyamanan yang semakin dalam. Ia tidak bisa memungkiri, ada kebenaran dalam kata-kata itu. Sayangnya rasa cemburu mengalahkan logika.

"Aku cuma mau melindungi Nadia. Aku gak bisa ngeliat dia dekat sembarangan orang, terutama sama kamu!"

"Aku bukan siapa-siapa kamu, Mas."

Hendra merasa terpojok. Dia tahu kata-katanya mungkin terdengar egois, tetapi rasa peduli kepada Nadia sulit dipisahkan dari perasaannya.

"Kita semua ingin yang terbaik untuk Nadia. Tapi kalau Mas terus-menerus hadir di hidupnya dengan cara seperti ini, itu justru akan menyakiti dia," ucap Surya bijak. 

Hendra mengalihkan pandangannya ke Nadia, berharap melihat sedikit pengertian di wajah mantan istrinya. Namun, yang dia lihat justru ketegasan.

"Nadia, aku minta kamu untuk hati-hati. Aku tahu aku gak bisa ngatur hidup kamu lagi. Tapi aku peduli. Jangan terlalu dekat dengan orang ini."

"Surya cuma mau bersahabat denganku. Dan aku berhak memiliki teman."

Hendra mengerutkan kening, bingung antara mempertahankan posisi atau menerima kenyataan.

"Jadi kamu lebih memilih dia dibandingkan aku? Ingat Nadia, aku masih menafkahimu setiap bulan."

"Jadi Mas gak ikhlas?"

"Aku cuma mengingatkan," jawab Hendra tegas. 

Nadia merasakan sakit di hatinya mendengar itu. Di saat seperti ini Hendra malah mengungkit pemberiannya. 

"Baiknya Mas pulang sekarang juga."

Hendra menatap Nadia dengan tajam karena merasa diusir. Lelaki itu menarik napas dan mencoba menenangkan diri. 

"Mas Hendra, saya menghargai perasaan Anda. Tapi baiknya Mas bisa memahami bahwa hubungan Nadia dan saya adalah pilihan kami berdua."

Hendra merasa dikhianati. Ia tidak ingin merasa seperti ini, tetapi tidak bisa mengontrol perasaannya.

"Mas sudah menikah. Jangan terus mengingat masa lalu kita. Itu gak adil untuk Cintia."

Saat nama istrinya disebut, seketika Hendra terdiam. Lelaki itu menyadari bahwa semua ini hanya perasaannya yang egois. Dia tidak ingin mengacaukan hidup Nadia lebih jauh.

"Kalau Mas peduli sama Nadia, berikan dia kebebasan. Biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri."

Surya mengatakan itu dengan sungguh-sungguh. Memberikan pengertian kepada lelaki berhati keras seperti Hendra ternyata cukup sulit. 

"Pulang, Mas. Jangan bikin keributan di sini," pinta Nadia memohon. Dia bahkan memegang lengan Hendra untuk membujuk lelaki itu. 

"Oke Mas pulang. Tapi kalau ada apa-apa cepat kabari. Mas pasti bantu kamu."

Nadia mengangguk, merasakan campuran lega dan kesedihan.

Hendra berbalik dan pergi. Saat ia meninggalkan tempat itu, ada perasaan kehilangan yang mendalam. Dia masih tak rela jika mantan istrinya didekati lelaki lain.

"Ah, syukurlah."

Setelah Hendra pergi, Nadia merasa begitu lega. Dia langsung duduk di kursi dan mengusap wajah berulang kali.

"Sorry, Nad. Aku emosi, soalnya dia mulai duluan," ucap Surya kesal. 

"Gak apa-apa. Untung kamu gak kepancing tadi."

"Aneh, dia yang ceraikan kamu. Tapi dia juga cemburu ngeliat kamu sama aku."

Nadia mengulum senyum mendengar Surya menggerutu. Baru kali ini dia melihat wajah tampan itu kesal. Biasanya selalu tersenyum dan penuh kesabaran.

"Udah jangan dibahas lagi. Aku mau lanjut kerja. Kalau kamu mau belanja, ayo aja."

Surya mengangguk lalu menggandeng tangan Nadia masuk ke toko. Kali ini dia lebih berani karena mendapat lampu hijau dari kejadian tadi. 

Bab terkait

  • Nafkah Dari Mantan Suami   5. Adu Kekuatan

    Malam itu, Hendra yang merasa cemas saat mengemudikan mobil menuju rumah Nadia. Sejak pertemuan dengan Surya hatinya menjadi tak tenang. Hendra tahu bahwa ibunya Nadia sedang sakit. Jadi dia akan menjadikan alasan itu untuk bertemu dengan Nadia dan menanyakan semua. Ketika tiba di rumah mereka dulu, Hendra melihat ada mobil lain terparkir disana. Pagar terbuka hingga dia memutuskan masuk dan menunggu di luar. Ada sendal lelaki yang membuat hatinya sedikit terusik. "Apa Nak Surya serius?"Hendra menajamkan telinga. Rumah ini tak terlalu besar sehingga suara dari dalam terdengar sampai ke luar. Dulu karena tak direstui menikah dengan Nadia, Hendra tak mendapatkam apa-apa dari keluarga. Sehingga dia hanya mampu membeli rumah kecil. Setelah menikah dengan Cintia, keluarganya kembali baik. Bahkan papanya menyerahkan perusahaan kepada Hendra.Apalagi setelah bayi mereka lahir. Ibunya sangat senang dan membelikan rumah baru untuk Cintia. Beserta perabotannya. "Saya sangat serius denga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   6. Istri Baru yang Mengamuk

    Cintia melangkah cepat di koridor rumah sakit. Dia mendengar kabar bahwa suaminya bertengkar, entah dengan siapa. Namun tidak menyangka jika Nadia yang membawa Hendra ke rumah sakit. Cintia meninggalkan putranya di rumah dan langsung menuju ke rumah sakit. Selama dua tahun pernikahannya, baru kali terjadi masalah. Untungnya baby sitter yang merawat Arka cukup telaten, sehingga dia tak perlu khawatir. Anak itu juga tak terlalu rewel asal perutnya kenyang. "Bapak Hendra Widjaja dirawat dimana ya, Sus?"Cintia bertanya di nurse station dimana kamar suaminya. Wanita itu begitu khawatir dan ingin segera bertemu.Membayangakan Hendra berdarah dan pingsan membuatnya sedih. Wanita itu bahkan menangis saat menyetir menuju ke sini. "Bapak Hendra ada di 215 ya, Bu," ucap perawat sembari menunjuk ke arah ujung lorong. Cintia mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju kamar yang dimaksud. Ketika dia membuka pintu dan melihat Nadia duduk di samping Hendra, hatinya bergejolak.Cintia menarik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   7. Sebuah Peringatan

    "Nadia, kita perlu bicara. Ini sudah terlalu jauh."Nadia terkejut saat menerima pesan dari Cintia. Wanita itu baru saja sampai di rumah dan membawa makanan untuk ibunya. Setelah kejadian di rumah sakit, Hendra tak pernah lagi menghubunginya. Namun, selalu ada uang masuk setiap bulan dari rekening yang berbeda.Nadia mencoba menghubungi Hendra untuk mengucapkan terima kasih. Tapi pesannya tak pernah terkirim. Mungkin lelaki itu sudah mengganti nomor ponsel. "Kapan?" tanya Nadia saat mengetikkan pesan balasan."Nanti sore. Di kafe dekat tempat kerja kamu."Nadia tersentak, lalu menyari kalau kafe yang dimaksud adalah milik Surya. Sepertinya Cintia tak tahu jika itu milik temannya. "Oke.""Ini cuma antara kita berdua. Gak boleh ada orang lain yang tau."***Mereka bertemu di kafe mik Surya. Nadia meminta lelaki itu agar berpura-pura tak kenal saat dia datang. Nadia juga datang duluan dan memilih kursi di pojok agar tak terlalu menarik perhatian. Para karyawan Surya semua mengenaliny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   8. Meninggalkan Semua Kenangan

    Malam itu di depan kafe, suasana terasa begitu sunyi. Nadia berdiri di samping Surya, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak.Angin malam seolah ikut merasakan kesedihan yang melingkupi mereka berdua. Nadia tahu, saatnya tiba untuk berpamitan. Namun kata-katanya terasa begitu berat untuk diucapkan.“Nad--”Surya memecah keheningan dengan suara serak, matanya menatap lurus ke depan.“Apa kamu benar-benar yakin dengan keputusan ini?”Nadia menghela napas panjang. Pandangannya mengabur karena menahan air mata. “Aku yakin, Surya. Aku butuh tempat untuk menyembuhkan diri. Di sini, aku terlalu banyak terjebak dengan masa lalu.”Surya menoleh, menatap wajah Nadia yang terlihat lelah tetapi tetap cantik. “Tapi kamu gak perlu pergi. Kita bisa cari jalan lain. Kamu tau aku selalu ada? Aku bisa membantu. Kalau masalah kerja, aku bisa carikan sesuatu di sini. Kamu nggak harus ninggalin semua ... apalagi aku.”Nadia tersenyum pahit, hatinya teriris mendengar ketulusan Surya.“Aku tahu kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   9. Manisnya Perjuangan

    Pameran kuliner terbesar di kota itu diadakan dengan meriah. Booth-booth kuliner dari berbagai daerah dipenuhi dengan makanan-makanan lezat yang menarik perhatian para pengunjung. Suasana ramai dengan suara tawa dan canda pengunjung yang tengah menikmati hidangan-hidangan khas dari berbagai penjuru kota."Mau yang mana?"Di salah satu booth, Nadia terlihat sibuk melayani pembeli. Toko kue miliknya, telah berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Usahanya yang dimulai dari nol kini telah menarik perhatian banyak orang, terutama setelah dia sering mengikuti acara-acara besar seperti pameran ini. Dengan senyum ramah, Nadia melayani pembeli yang terus berdatangan."Terima kasih, Mbak. Selamat menikmati," ucap Nadia sambil memberikan sekotak kue pada pelanggan terakhir yang baru saja membeli.Saat Nadia menyeka keringat di dahi, tanpa sengaja dia melihat sekilas seorang pria yang sangat familiar di antara kerumunan pengunjung. Hatinya seakan terhenti sejenak ketika menyadari bahwa itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   10. De Javu

    Dua tahun berlalu sejak pertemuan terakhir di pameran kuliner, Hendra benar-benar menghilang. Walaupun terasa hampa, tetapi Nadia justru tenang karena tak ada lagi tuduhan karena mengganggu rumah tangga orang. Nadia sibuk dengan bisnis kue yang ia bangun dari nol. Usahanya semakin berkembang, terutama setelah beberapa kali mendapatkan pesanan besar dari berbagai perusahaan dan event.Nadia juga masih berkomunikasi dengan Surya lewat chat atau telepon. Sehingga hari-harinya tak terlalu sepi. Canda lelaki itu bisa membuatnya tertawa lepas sehingga semua kelelahan hilang begitu saja. "Gimana kabar kue-mu hari ini, Nad?" tanya Surya iseng."Kok nanyain kue?" tanya Nadia bingung."Kalau nanyain owner-nya nanti dikira aku naksir," jawab Surya."Padahal kan emang iya."Nadia tergelak mendengar lelucon itu. Sejak dulu Surya masih saja gombal dan merayunya. Usia lelaki itu yang lebih muda membuat lebih luwes dalam berbicara."Kue baik-baik aja. Laris manis seperti biasa. Kadang ada sisa, tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Nafkah Dari Mantan Suami   11. Kenyataan yang Membuat Kecewa

    "Selamat datang."Tepat ketika Nadia selesai menyusun kue-kue di rak, seorang kurir masuk dengan membawa sebuah karangan bunga besar. Bunga itu dihiasi pita merah muda yang cantik, menonjolkan keindahannya.“Selamat siang, Mbak. Karangan bunga ini untuk Nadia. Apakah benar ini alamatnya?” tanya kurir itu.Nadia menatap heran. Siapa yang mengirim bunga untuknya? "Ya benar. Itu saya."Nadia mengangguk dan segera menerima karangan bunga itu. Di antara rangkaian bunga mawar putih dan merah yang harum, ada sebuah kartu kecil terselip.Nadia menarik kartu itu dengan hati-hati, membacanya pelan."Untuk Nadia, wanita yang selalu ada di pikiran dan hati. Dari Surya."Jantung Nadia berdebar sejenak. Surya, nama itu tak pernah hilang dari hidupnya. Meski sudah lama tak berkomunikasi secara langsung, Surya selalu punya cara untuk mendekati Nadia. Seolah-olah menunggu waktu yang tepat untuk datang lagi ke dalam hidupnya. Nadia tak pernah benar-benar mendorongnya pergi, tapi juga tak pernah bena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Nafkah Dari Mantan Suami   12. Suratan Takdir

    "Makan, Nak. Nanti kamu makin lemas," ucap Rahma lembut, sembari menaruh mangkuk bubur di meja samping tempat tidur.Sudah dua hari toko tutup. Plang "Libur Sementara" tergantung di pintu kaca dengan tulisan tangan yang rapi, tetapi kosong tanpa kue-kue lezat yang biasanya mengisi etalase. Hawa dingin menyelimuti rumah Nadia. Di dalam kamar, wanita itu terbaring lemah di atas ranjang. Tubuhnya terasa panas dengan kepala yang pusing. Juga rasa hampa di dada yang tak juga hilang sejak kepergian Surya."Aku gak lapar, Bu."Nadia hanya menggeleng, tidak punya tenaga untuk banyak bicara, apalagi makan. Matanya menatap lurus, seolah semua semangat hidup telah hilang bersama kepergian Surya."Sayang, Ibu tahu kamu lagi sedih. Tapi kamu gak bisa seperti ini terus. Kamu harus kuat, Nak," ujar Rahma dengan nada lembut. Wanita paruh itu uduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan putrinya."Ibu..." Suara Nadia terdengar lemah."Kenapa aku harus kehilangan lagi?"Pelupuk mata Nadia mulai menggen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Nafkah Dari Mantan Suami   34. Segala Puji Bagi-Mu

    Rasa sakit yang tak tertahankan mulai menyelimuti tubuh Nadia. Napasnya tersengal dengan keringat dingin yang membanjiri pelipis.Nadia menggenggam erat lengan Surya yang duduk di samping ranjang rumah sakit. Wanita itu mencoba menarik napas dalam-dalam. Namun setiap tarikan terasa seperti menggores paru-parunya.Kontraksi datang semakin sering dan wajah Nadia memucat.“Sayang, kamu kuat, ya? Sebentar lagi ketemu bayi kita."Surya mencoba menenangkan Nadia. Meski raut cemas tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Lelaki itu berusaha menyeka keringat yang terus membasahi wajah istrinya.“Aku mau lahiran normal, please."Nadia berkata dengan suara lemah. Wanita itu terisak menahan rasa sakit yang berdenyut-denyut di perutnya."Tapi kamu gak kuat, Sayang. Jangan dipaksakan," bujuk Surya."Baiknya jangan

  • Nafkah Dari Mantan Suami   33. Ikhtiar Dan Doa

    Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba kembali di Indonesia. Program bayi tabung di luar negeri yang selama ini mereka jalani membawa hasil yang tak ternilai harganya. Ketika pesawat mendarat, Surya meraih tangan Nadia dan menggenggamnya erat.“Sudah sampai, sayang,” bisiknya lembut. “Akhirnya kita pulang.”Nadia tersenyum samar. Namun di balik senyum itu jelas tampak kelelahan yang mendalam. Sejak kehamilannya memasuki minggu keenam, kondisinya semakin melemah.Rasa mual yang datang sepanjang hari, bukan hanya di pagi hari seperti yang sering ia baca di buku-buku kehamilan. Setiap kali mencoba makan, perutnya langsung menolak. Surya terus mengamati wajah istrinya yang tampak semakin pucat.“Apa kamu mau istirahat begitu sampai rumah?” tanya Surya, menatap wajah Nadia dengan cemas.“Ya… mungkin. Aku cuma ma

  • Nafkah Dari Mantan Suami   32. Meniti Harapan

    Nadia dan Surya duduk bersebelahan di ruang tunggu bandara Changi. Mereka menanti penerbangan ke Singapura untuk menjalani program bayi tabung yang telah lama di diskusikan.Suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara pengumuman penerbangan dan derap langkah orang-orang yang terdengar di sekitar.Nadia menatap ke depan, matanya menerawang jauh. Surya merasakan kegelisahan istrinya dan menggenggam tangannya lembut.“Kamu tegang?” Surya membuka percakapan dengan nada lembut.Nadia tersenyum samar. “Nggak juga, cuma... ya, mungkin agak cemas. Kita beneran mau program, ya?”Nadia menoleh menatap suaminya, mencoba mencari kepastian.“Iya, Sayang. Tapi kita lakukan ini karena sama-sama mau, bukan karena tekanan atau paksaan,” Surya menenangkan.“Kita sudah sepakat, apa pun hasilnya nanti, kita tetap akan bersama.”Nadia terdiam, lalu mengangguk.&ldquo

  • Nafkah Dari Mantan Suami   31. Malam Indah

    Setelah resepsi pernikahan yang berlangsung sederhana dan penuh kehangatan, Surya dan Nadia memasuki suite hotel mereka."Ini kamar kita," ucap Surya di depan pintu."Aku udah gak sabar lihat isi dalamnya," bisik Nadia."Mau aku gendong?" goda Surya."Gak usahlah. Memangnya di film-film."Gelak tawa keduanya menghema di lorong hotel. Surya mengambil kunci yang diberikan oleh resepsionis di saku celananya.Keduanya sudah berganti pakaian. Surya bahkan memakai kaus longgar dan celana jeans. Nadia bahkan sudah menghapus make up. Wanita itu memakai gaun selutut dengan penghiasan lengkap di leher dan jarinya.Mereka berjalan berdampingan, diiringi tatapan penuh cinta dan sedikit rasa canggung."Silakan masuk, Tuan Putri."Ketika pintu suite mereka tertutup dengan lembut di belak

  • Nafkah Dari Mantan Suami   30. Suatu Hari Di Taman Bunga

    Langit cerah membentang di atas taman yang dipenuhi dengan hamparan bunga-bunga cantik. Pohon-pohon besar menaungi tempat itu dengan teduh. Suara aliran air dari kolam kecil di sudut taman menambah suasana tenang yang romantis.Pernikahan Surya dan Nadia diadakan dengan sederhana tetapi penuh kehangatan. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang hadir, membuat suasana lebih intim dan bermakna.Nadia dan Surya duduk di kursi yang dihias bunga mawar putih dan eucalyptus. Wanita itu mengenakan gaun putih sederhana tanpa banyak aksen tetapi tetap elegan.Rambut Nadia disanggul rapi. Senyum hangatnya memancarkan kebahagiaan yang nyata. Surya terlihat gagah dengan setelan jas hitam yang pas di tubuh. Wajah lelaki itu cerah. Matanya berbinar-binar menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya."Ananda Muhammad Surya Perdana, saya nikahkan engaku dengan Nadia Nur Azizah binti almarhum

  • Nafkah Dari Mantan Suami   29. Diskusi dan Ketulusan

    Nadia menghembuskan napas panjang sebelum menekan tombol hijau di layar ponsel. Nama Surya tertera jelas.Kali ini Nadia merasa perlu membicarakan sesuatu yang sudah lama mengganjal di pikirannya. Setelah beberapa kali nada sambung, suara hangat Surya terdengar dari seberang.“Halo, Sayang?” Surya menyapa dengan ceria seperti biasanya. Lelaki itu sedang berada di ruangannya di kafe. Namun, dia mengerjakan proyek render gambar sebuah bangunan.“Halo, Sur,” balas Nadia dengan nada lembut. Ada sedikit kegugupan yang terselip di suaranya.“Kenapa? Suara kamu kayaknya aneh," tanya Surya lembut."Nggak apa-apa," lirih Nadia serak."Kamu habis nangis?" tanya Surya lagi."Enggak. Aku cuma lagi kangen aja.""Ada yang mau kamu bicarain?” tanya Surya seperti bisa merasakan ada yang berbe

  • Nafkah Dari Mantan Suami   28. Ungkapan Rasa

    Sepuluh hari Raya dirawat dan selama itulah Nadia setiap hari datang menjenguk. Sehingga dia dan sukma menjadi akrab.Nadia tak canggung bersenda gurau bersama mereka layaknya keluarga. Namun, sikapnya menjadi canggung jika ada Hendra.Tatapan dan perhatian Hendra yang berbeda memabuat Nadia risih. Wanita itu merasa semua orang telah bersekongkol untuk mendekatkan mereka, termasuk ibunya sendiri."Kamu mau ikut ke rumah?" tanya Hendra ketika mereka bersiap-siap hendak pulang.Raya sudah sehat dan pulih seperti sedia kala. Sehingga hari ini anak itu sudah boleh pulang."Tapi sebentar aja ya, Mas. Aku kan harus jaga toko.""Toko terus yang ada dipikiran kamu. Anak-anak juga, Nad.""Anak-anak kamu, Mas.""Yaaa kan anakmu juga, Nad."Nadia membuang pandangan mendengar itu. Sementara Hendra

  • Nafkah Dari Mantan Suami   27. Terikat Akan Rasa

    Hari kedua Nadia datang ke rumah sakit terasa lebih tenang. Pagi itu, setelah memastikan tokonya berjalan dengan baik, wanita itu memutuskan untuk mampir melihat kondisi Raya.Nadia mengenakan blus sederhana dan celana panjang yang nyaman. Dia menenteng paper bag berisi camilan kesukaan Hana dan boneka kelinci mungil untuk Raya.Saat memasuki ruang rawat, Nadia melihat Sukma, mantan mertuanya, sedang duduk di sisi tempat tidur Raya yang masih terbaring.Wajah Sukma berubah cerah begitu melihat kehadiran Nadia di pintu. Tanpa ragu, Sukma berdiri dan menyambut Nadia dengan senyum lebar."Assalamualaikum, Ma," sapa Nadia lembut."Waalaikumsalam."Sukma menyambut Nadia yang mencium tangannya. Walaupun pernah menyakiti, dia tetap berlaku santun.Tidak ada dendam di hati Nadia karena dia sudah berdamai dengan masa lalu. Apalagi saat

  • Nafkah Dari Mantan Suami   26. Cepat Pulih, Sayang

    Hari itu terasa panjang bagi Nadia. Sejak pagi, semua berjalan lancar di tokonya. Namun, pesan singkat dari Hendra yang tiba-tiba masuk ke ponselnya membuat dunia Nadia seolah berhenti seketika."Nadia, maaf ganggu. Raya dirawat di rumah sakit. Dokter bilang dia kena demam berdarah. Tolong doakan dia, ya."Nadia merasa dadanya sesak saat membaca pesan itu. Jari-jarinya gemetar dan ponsel hampir terlepas dari genggaman.Raya yang manis, begitu lincah dan ceria, kini terbaring lemah di rumah sakit? Nadia langsung merasakan kekhawatiran yang luar biasa.Dengan cepat, Nadia memberi tahu karyawan untuk menutup toko lebih awal. Beberapa pelanggan yang baru saja datang memandangnya dengan heran.Nadia hanya tersenyum minta maaf dan memberikan penjelasan singkat bahwa ada keadaan darurat keluarga. Begitu selesai, wanita itu segera menjemput ibunya yang sedang berada di rumah.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status