Share

5. Adu Kekuatan

Penulis: Queeny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 09:27:55

Malam itu, Hendra yang merasa cemas saat mengemudikan mobil menuju rumah Nadia. Sejak pertemuan dengan Surya hatinya menjadi tak tenang. 

Hendra tahu bahwa ibunya Nadia sedang sakit. Jadi dia akan menjadikan alasan itu untuk bertemu dengan Nadia dan menanyakan semua.  

Ketika tiba di rumah mereka dulu, Hendra melihat ada mobil lain terparkir disana. Pagar terbuka hingga dia memutuskan masuk dan menunggu di luar. Ada sendal lelaki yang membuat hatinya sedikit terusik. 

"Apa Nak Surya serius?"

Hendra menajamkan telinga. Rumah ini tak terlalu besar sehingga suara dari dalam terdengar sampai ke luar. 

Dulu karena tak direstui menikah dengan Nadia, Hendra tak mendapatkam apa-apa dari keluarga. Sehingga dia hanya mampu membeli rumah kecil. 

Setelah menikah dengan Cintia, keluarganya kembali baik. Bahkan papanya menyerahkan perusahaan kepada Hendra.

Apalagi setelah bayi mereka lahir. Ibunya sangat senang dan membelikan rumah baru untuk Cintia. Beserta perabotannya. 

"Saya sangat serius dengan Nadia, Bu. Saya juga sudah mapan. Insyaallah bisa memenuhi kebutuhan Nadia dan juga merawat ibu."

Dada Hendra bergemuruh mendengar suara itu. Ternyata Surya selangkah lebih maju mendekati Nadia. Bahkan lelaki itu sudah berani bertemu mantan mertuanya. 

"Kalau memang Nak Surya serius. Ibu setuju saja. Yang penting Nadia bahagia."

Hendra merasakan darahnya mendidih. Namun, lelaki itu berusaha menenangkan diri. 

Sayangnya, semakin lama hati Hendra semakin panas. Apalagi ketika ada yang menyinggung tentang bantuan yang selalu dikirimnya. 

Sehingga Hendra nekat masuk tanpa menunggu Surya pulang. 

"Assalamualaikum. Mas datang mau lihat ibu."

Nadia menoleh dan terkejut melihat Hendra. Wanita itu tidak berharap bertemu mantan suaminya dalam situasi seperti ini. Apalagi ada Surya di sana.

"Waalaikumsalam."

"Loh, Mas. Aku nggak tau kalau kamu mau datang."

Nadia mempersilakan Hendra duduk dan berjalan ke belakang untuk mengambilkan minuman.

"Ibu gimana kabar, sehat?" tanya Hendra sopan.

"Alhamdulillah sehat. Makasih Nak Hendra masih bantu buat pengobatan Ibu."

Ucapan itu membuat dada Surya panas. Sementara Hendra tersenyum senang dan merasa bangga.

"Sampai kapanpun saya akan selalu membantu Ibu dan Nadia. Kita tetap keluarga."

Semua orang terdiam dalam kecanggungan. Nadia yang baru masuk ke ruang tamu merasakan ketegangan itu.

"Ibu ke dalam yuk. Istirahat."

Nadia membawa ibunya ke kamar dan memberikan obat. Dia tak mau ibunya melihat permusuhan di antara kedua orang ini.

"Jadi ceritanya mau ngelamar ini?" sindir Hendra.

"Nadia harus melupakan masa lalu dan memulai hidup baru," ucap Surya tegas. 

Hendra yang merasakan tantangan dalam nada Surya, berusaha untuk tetap tenang.

"Aku ke sini mau ngeliat ibu yang sakit. Ibu mertuaku," balas Hendra dingin.

Nadia yang keluar dari kamar ibunya segera duduk di dekat mereka. 

"Tolong jangan bikin keributan di sini," pintanya. 

Nadia berusaha mendinginkan suasana. Sepertinya ini akan panas seperti kemarin di toko. 

"Mas boleh ketemu ibu di kamar gak? Ada yang mau diomongin. Gak enak kalau didengar orang lain," tanya Hendra sembari menyindir.  

"Boleh aja. Mas masuk ke kamar belakang. Ibu lagi rebahan," jawab Nadia. 

"Temani Mas ketemu Ibu, Nad," pinta Hendra.

"Memangnya kamu gak bisa pergi sendirian?" tanya Surya tak tenang. Kemarin dia sudah mengalah, tetapi hari ini lelaki itu tak terima.

"Kamu kan bisa tunggu sebentar. Aku yang membiayai pengobatan Ibu. Tentunya aku mau ditemani Nadia ke dalam," balas Hendra sengit.

"Astagfirullah."

Nadia begitu frustrasi melihat ketegangan mereka. Wanita itu memberi kode agar Surya tak menganggapi ucapan Hendra. 

"Saya lebih dulu datang ke sini."

Surya tidak mau mundur. Dia merasa keberadaan Hendra hanya akan membawa masalah.

"Tapi aku yang lebih dulu ada di kehidupan Nadia. Aku bertanggung jawab kepada mereka."

Hendra mulai merasa emosi yang terpendam selama ini meledak.

"Tanggung jawab? Jangan menggunakan itu sebagai alasan. Padahal kamu cuma mau mengontrol Nadia."

Hendra mendekati Surya, menyuarakan ketidakpuasannya. Melihat itu, Surya ikut berdiri. Kali ini mereka saling mengadu kekuatan. 

"Kamu gak tahu apa-apa tentang kami. Aku masih peduli sama mereka."

Nadia merasa terjebak di tengah, dengan hati yang bergejolak.

"Cukup! Kalian berdua gak perlu berdebat di sini. Ini tentang ibu, bukan tentang kalian!"

Suasana semakin memanas. Tak ada yang mau mendengarkan ucapan Nadia. Dua lelaki itu tak ada yang mau mengalah.

Surya tidak mau Hendra terus menerus mencampuri hidup Nadia. Sementara Hendra tak rela mantan istrinya didekati lelaki asing. 

"Kalau kamu peduli, tolong hormati keputusan Nadia untuk hidup tanpa kamu. Dia tidak butuh lagi campur tanganmu."

Hendra tidak bisa menahan amarahnya lagi. Lelaki itu mengepalakn tangan karena geram. Surya seperti hendak menantangnya. 

"Kamu gak berhak mengatur hidupku atau hidup Nadia. Aku mantan suaminya!"

Mendengar itu, Surya semakin tersulut emosi. Lelaki itu merasa peluangnya untuk mendapatkan Nadia menjadi sulit karena Hendra terus menganggunya. 

Bagi Surya, Hendra harusnya ikhlas melepaskan Nadia karena lelaki itu yang menceraikan. Lagipula dia sudah memiliki istri baru dan hidup bahagia. 

"Mantan suami yang egois! Kamu gak bisa terus-menerus mengganggu kehidupan Nadia."

Hendra melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke Surya.

"Kalau kamu gak bisa menghormati hubungan kami, lebih baik kamu pergi!"

Surya yang sudah terbakar emosinya menolak mundur.

"Aku gak akan pergi. Aku di sini untuk mendukung Nadia, bukan untuk bersaing denganmu!"

Dan dalam sekejap, semuanya terjadi. Surya mengangkat tangannya dan memberikan pukulan keras ke wajah Hendra. 

Hendra terhuyung mundur, memegangi wajahnya yang berdarah. Lelaki itu tak terima, tetapi masih menahan diri untuk tak membalas. Dia malah mengusap sudut bibirnya yang pecah. 

Nadia berteriak, berusaha melerai perkelahian itu. Namun, keduanya seperti tak peduli. 

Surya kembali menyerang Hendra, sehingga lelaki itu terjatuh ke lantai sembari memegang perut. 

"Surya, stop! Hentikan!"

Namun, Surya sudah terlanjur terbawa emosi.

"Dia perlu tahu batasan! Aku gak akan biarkan mantan suami yang egois ini mengganggu hidup kamu!"

Hendra berdiri kembali, merasakan sakit di wajahnya. Namun, api kemarahan di dalam dirinya tidak padam.

"Kamu pikir kamu bisa datang ke hidup Nadia dan menggantikan aku? Kamu gak tahu apa yang telah kami lalui!"

"Dan kamu gak tahu apa yang dia butuhkan sekarang! Nadia butuh orang yang bisa mendukungnya, bukan yang hanya mengingat masa lalu!"

Bruk!

Kali ini Hendra membalas pukulan yang dilayangkan Surya kepadanya. Hingga membuat Surya terhuyung ke belakang dengan dada sesak. 

"Astagfirullah! Stop!"

Nadia mendekati Hendra dan menghalangi mantan suaminya yang hendak menyerang Surya. 

"Kalian ke sini buat ngeliat ibu, bukan bertengkar."

Nadia menangis karena tak tahu harus berbuat apa. Melihat itu Hendra malah memeluknya, menunjukkan kepada Surya bahwa wanita itu masih miliknya.

"Sebaiknya kamu pergi. Kalau memang mau mendekati Nadia, coba hormati aku dulu."

Surya menatap Hendra dengan sinis. 

Lalu mengambil kunci mobil dan berlalu meninggalkan rumah itu. Dia bahkan tak berpamitan kepada Nadia.

"Ayo masuk dulu, Mas. Aku obat lukanya," pinta Nadia.

"Gak perlu. Aku mau pulang--"

Tiba-tiba saja Hendra ambruk dan jatuh ke lantai. Nadia yang begitu panik mencoba menyadarkannya. Namun, akhirnya wanita memesan taksi dan membawa mantan suaminya ke rumah sakit. 

Bab terkait

  • Nafkah Dari Mantan Suami   6. Istri Baru yang Mengamuk

    Cintia melangkah cepat di koridor rumah sakit. Dia mendengar kabar bahwa suaminya bertengkar, entah dengan siapa. Namun tidak menyangka jika Nadia yang membawa Hendra ke rumah sakit. Cintia meninggalkan putranya di rumah dan langsung menuju ke rumah sakit. Selama dua tahun pernikahannya, baru kali terjadi masalah. Untungnya baby sitter yang merawat Arka cukup telaten, sehingga dia tak perlu khawatir. Anak itu juga tak terlalu rewel asal perutnya kenyang. "Bapak Hendra Widjaja dirawat dimana ya, Sus?"Cintia bertanya di nurse station dimana kamar suaminya. Wanita itu begitu khawatir dan ingin segera bertemu.Membayangakan Hendra berdarah dan pingsan membuatnya sedih. Wanita itu bahkan menangis saat menyetir menuju ke sini. "Bapak Hendra ada di 215 ya, Bu," ucap perawat sembari menunjuk ke arah ujung lorong. Cintia mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju kamar yang dimaksud. Ketika dia membuka pintu dan melihat Nadia duduk di samping Hendra, hatinya bergejolak.Cintia menarik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   7. Sebuah Peringatan

    "Nadia, kita perlu bicara. Ini sudah terlalu jauh."Nadia terkejut saat menerima pesan dari Cintia. Wanita itu baru saja sampai di rumah dan membawa makanan untuk ibunya. Setelah kejadian di rumah sakit, Hendra tak pernah lagi menghubunginya. Namun, selalu ada uang masuk setiap bulan dari rekening yang berbeda.Nadia mencoba menghubungi Hendra untuk mengucapkan terima kasih. Tapi pesannya tak pernah terkirim. Mungkin lelaki itu sudah mengganti nomor ponsel. "Kapan?" tanya Nadia saat mengetikkan pesan balasan."Nanti sore. Di kafe dekat tempat kerja kamu."Nadia tersentak, lalu menyari kalau kafe yang dimaksud adalah milik Surya. Sepertinya Cintia tak tahu jika itu milik temannya. "Oke.""Ini cuma antara kita berdua. Gak boleh ada orang lain yang tau."***Mereka bertemu di kafe mik Surya. Nadia meminta lelaki itu agar berpura-pura tak kenal saat dia datang. Nadia juga datang duluan dan memilih kursi di pojok agar tak terlalu menarik perhatian. Para karyawan Surya semua mengenaliny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   8. Meninggalkan Semua Kenangan

    Malam itu di depan kafe, suasana terasa begitu sunyi. Nadia berdiri di samping Surya, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak.Angin malam seolah ikut merasakan kesedihan yang melingkupi mereka berdua. Nadia tahu, saatnya tiba untuk berpamitan. Namun kata-katanya terasa begitu berat untuk diucapkan.“Nad--”Surya memecah keheningan dengan suara serak, matanya menatap lurus ke depan.“Apa kamu benar-benar yakin dengan keputusan ini?”Nadia menghela napas panjang. Pandangannya mengabur karena menahan air mata. “Aku yakin, Surya. Aku butuh tempat untuk menyembuhkan diri. Di sini, aku terlalu banyak terjebak dengan masa lalu.”Surya menoleh, menatap wajah Nadia yang terlihat lelah tetapi tetap cantik. “Tapi kamu gak perlu pergi. Kita bisa cari jalan lain. Kamu tau aku selalu ada? Aku bisa membantu. Kalau masalah kerja, aku bisa carikan sesuatu di sini. Kamu nggak harus ninggalin semua ... apalagi aku.”Nadia tersenyum pahit, hatinya teriris mendengar ketulusan Surya.“Aku tahu kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   9. Manisnya Perjuangan

    Pameran kuliner terbesar di kota itu diadakan dengan meriah. Booth-booth kuliner dari berbagai daerah dipenuhi dengan makanan-makanan lezat yang menarik perhatian para pengunjung. Suasana ramai dengan suara tawa dan canda pengunjung yang tengah menikmati hidangan-hidangan khas dari berbagai penjuru kota."Mau yang mana?"Di salah satu booth, Nadia terlihat sibuk melayani pembeli. Toko kue miliknya, telah berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Usahanya yang dimulai dari nol kini telah menarik perhatian banyak orang, terutama setelah dia sering mengikuti acara-acara besar seperti pameran ini. Dengan senyum ramah, Nadia melayani pembeli yang terus berdatangan."Terima kasih, Mbak. Selamat menikmati," ucap Nadia sambil memberikan sekotak kue pada pelanggan terakhir yang baru saja membeli.Saat Nadia menyeka keringat di dahi, tanpa sengaja dia melihat sekilas seorang pria yang sangat familiar di antara kerumunan pengunjung. Hatinya seakan terhenti sejenak ketika menyadari bahwa itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   10. De Javu

    Dua tahun berlalu sejak pertemuan terakhir di pameran kuliner, Hendra benar-benar menghilang. Walaupun terasa hampa, tetapi Nadia justru tenang karena tak ada lagi tuduhan karena mengganggu rumah tangga orang. Nadia sibuk dengan bisnis kue yang ia bangun dari nol. Usahanya semakin berkembang, terutama setelah beberapa kali mendapatkan pesanan besar dari berbagai perusahaan dan event.Nadia juga masih berkomunikasi dengan Surya lewat chat atau telepon. Sehingga hari-harinya tak terlalu sepi. Canda lelaki itu bisa membuatnya tertawa lepas sehingga semua kelelahan hilang begitu saja. "Gimana kabar kue-mu hari ini, Nad?" tanya Surya iseng."Kok nanyain kue?" tanya Nadia bingung."Kalau nanyain owner-nya nanti dikira aku naksir," jawab Surya."Padahal kan emang iya."Nadia tergelak mendengar lelucon itu. Sejak dulu Surya masih saja gombal dan merayunya. Usia lelaki itu yang lebih muda membuat lebih luwes dalam berbicara."Kue baik-baik aja. Laris manis seperti biasa. Kadang ada sisa, tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   11. Kenyataan yang Membuat Kecewa

    "Selamat datang."Tepat ketika Nadia selesai menyusun kue-kue di rak, seorang kurir masuk dengan membawa sebuah karangan bunga besar. Bunga itu dihiasi pita merah muda yang cantik, menonjolkan keindahannya.“Selamat siang, Mbak. Karangan bunga ini untuk Nadia. Apakah benar ini alamatnya?” tanya kurir itu.Nadia menatap heran. Siapa yang mengirim bunga untuknya? "Ya benar. Itu saya."Nadia mengangguk dan segera menerima karangan bunga itu. Di antara rangkaian bunga mawar putih dan merah yang harum, ada sebuah kartu kecil terselip.Nadia menarik kartu itu dengan hati-hati, membacanya pelan."Untuk Nadia, wanita yang selalu ada di pikiran dan hati. Dari Surya."Jantung Nadia berdebar sejenak. Surya, nama itu tak pernah hilang dari hidupnya. Meski sudah lama tak berkomunikasi secara langsung, Surya selalu punya cara untuk mendekati Nadia. Seolah-olah menunggu waktu yang tepat untuk datang lagi ke dalam hidupnya. Nadia tak pernah benar-benar mendorongnya pergi, tapi juga tak pernah bena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   12. Suratan Takdir

    "Makan, Nak. Nanti kamu makin lemas," ucap Rahma lembut, sembari menaruh mangkuk bubur di meja samping tempat tidur.Sudah dua hari toko tutup. Plang "Libur Sementara" tergantung di pintu kaca dengan tulisan tangan yang rapi, tetapi kosong tanpa kue-kue lezat yang biasanya mengisi etalase. Hawa dingin menyelimuti rumah Nadia. Di dalam kamar, wanita itu terbaring lemah di atas ranjang. Tubuhnya terasa panas dengan kepala yang pusing. Juga rasa hampa di dada yang tak juga hilang sejak kepergian Surya."Aku gak lapar, Bu."Nadia hanya menggeleng, tidak punya tenaga untuk banyak bicara, apalagi makan. Matanya menatap lurus, seolah semua semangat hidup telah hilang bersama kepergian Surya."Sayang, Ibu tahu kamu lagi sedih. Tapi kamu gak bisa seperti ini terus. Kamu harus kuat, Nak," ujar Rahma dengan nada lembut. Wanita paruh itu uduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan putrinya."Ibu..." Suara Nadia terdengar lemah."Kenapa aku harus kehilangan lagi?"Pelupuk mata Nadia mulai menggen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Nafkah Dari Mantan Suami   13. Sepotong Kue

    Hendra baru saja turun dari pesawat dengan masih mengenakan kemeja rapi yang terlihat elegan. Langkah kakinya terdengar mantap ketika berjalan cepat melewati kerumunan orang di bandara.Sesekali Hendra meraih telepon genggamnya untuk mengecek jadwal presentasi yang akan dihadirinya siang ini. Dengan cepat, lelaki itu memesan taksi untuk langsung menuju kantornya.Perjalanan dari bandara ke kantor tidak memakan waktu lama. Di sepanjang jalan, pikiran Hendra dipenuhi dengan ide-ide tentang bagaimana ia akan mempresentasikan rencana pengembangan perusahaannya.Meskipun kantor ini masih terbilang kecil, ia merasa bahwa pertumbuhan bisnisnya sudah mulai terlihat. Ada sesuatu yang besar menunggunya di masa depan, dan mereka siap untuk meraihnya.Setibanya di kantor, Hendra disambut oleh Bianca, asistennya, dengan senyum ramah.“Selamat datang, Pak Hendra. Gimana perjalanann

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28

Bab terbaru

  • Nafkah Dari Mantan Suami   14. Sampai Menutup Mata

    Kamar rumah sakit yang seharusnya tenang malam itu dipenuhi oleh aura kecemasan. Hendra duduk di kursi di sebelah ranjang, menatap istrinya yang sedang terbaring lemah.Cintia, yang tengah hamil besar, sudah beberapa hari dirawat karena kondisinya yang semakin memburuk. Wajahnya pucat dengan kaki yang bengkak, juga perutnya terasa semakin berat.Walaupun begitu, Cintia tetap tersenyum tipis. Dia ingin menunjukkan kekuatan yang masih tersisa."Apanya yang aakit, Sayang?" tanya Hendra lembut. Lelaki itu mencoba menenangkan istrinya, juga diri sendiri.Cintia menarik napas pelan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku cuma mau melahirkan anak ini secara normal, seperti anak pertama kita dulu.""Tapi, kondisi kamu nggak memungkinkan, Cintia. Dokter bilang, ada risiko besar kalau kamu memaksakan lahiran normal."Suara Hendra terdengar berat. Matanya mempe

  • Nafkah Dari Mantan Suami   13. Sepotong Kue

    Hendra baru saja turun dari pesawat dengan masih mengenakan kemeja rapi yang terlihat elegan. Langkah kakinya terdengar mantap ketika berjalan cepat melewati kerumunan orang di bandara.Sesekali Hendra meraih telepon genggamnya untuk mengecek jadwal presentasi yang akan dihadirinya siang ini. Dengan cepat, lelaki itu memesan taksi untuk langsung menuju kantornya.Perjalanan dari bandara ke kantor tidak memakan waktu lama. Di sepanjang jalan, pikiran Hendra dipenuhi dengan ide-ide tentang bagaimana ia akan mempresentasikan rencana pengembangan perusahaannya.Meskipun kantor ini masih terbilang kecil, ia merasa bahwa pertumbuhan bisnisnya sudah mulai terlihat. Ada sesuatu yang besar menunggunya di masa depan, dan mereka siap untuk meraihnya.Setibanya di kantor, Hendra disambut oleh Bianca, asistennya, dengan senyum ramah.“Selamat datang, Pak Hendra. Gimana perjalanann

  • Nafkah Dari Mantan Suami   12. Suratan Takdir

    "Makan, Nak. Nanti kamu makin lemas," ucap Rahma lembut, sembari menaruh mangkuk bubur di meja samping tempat tidur.Sudah dua hari toko tutup. Plang "Libur Sementara" tergantung di pintu kaca dengan tulisan tangan yang rapi, tetapi kosong tanpa kue-kue lezat yang biasanya mengisi etalase. Hawa dingin menyelimuti rumah Nadia. Di dalam kamar, wanita itu terbaring lemah di atas ranjang. Tubuhnya terasa panas dengan kepala yang pusing. Juga rasa hampa di dada yang tak juga hilang sejak kepergian Surya."Aku gak lapar, Bu."Nadia hanya menggeleng, tidak punya tenaga untuk banyak bicara, apalagi makan. Matanya menatap lurus, seolah semua semangat hidup telah hilang bersama kepergian Surya."Sayang, Ibu tahu kamu lagi sedih. Tapi kamu gak bisa seperti ini terus. Kamu harus kuat, Nak," ujar Rahma dengan nada lembut. Wanita paruh itu uduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan putrinya."Ibu..." Suara Nadia terdengar lemah."Kenapa aku harus kehilangan lagi?"Pelupuk mata Nadia mulai menggen

  • Nafkah Dari Mantan Suami   11. Kenyataan yang Membuat Kecewa

    "Selamat datang."Tepat ketika Nadia selesai menyusun kue-kue di rak, seorang kurir masuk dengan membawa sebuah karangan bunga besar. Bunga itu dihiasi pita merah muda yang cantik, menonjolkan keindahannya.“Selamat siang, Mbak. Karangan bunga ini untuk Nadia. Apakah benar ini alamatnya?” tanya kurir itu.Nadia menatap heran. Siapa yang mengirim bunga untuknya? "Ya benar. Itu saya."Nadia mengangguk dan segera menerima karangan bunga itu. Di antara rangkaian bunga mawar putih dan merah yang harum, ada sebuah kartu kecil terselip.Nadia menarik kartu itu dengan hati-hati, membacanya pelan."Untuk Nadia, wanita yang selalu ada di pikiran dan hati. Dari Surya."Jantung Nadia berdebar sejenak. Surya, nama itu tak pernah hilang dari hidupnya. Meski sudah lama tak berkomunikasi secara langsung, Surya selalu punya cara untuk mendekati Nadia. Seolah-olah menunggu waktu yang tepat untuk datang lagi ke dalam hidupnya. Nadia tak pernah benar-benar mendorongnya pergi, tapi juga tak pernah bena

  • Nafkah Dari Mantan Suami   10. De Javu

    Dua tahun berlalu sejak pertemuan terakhir di pameran kuliner, Hendra benar-benar menghilang. Walaupun terasa hampa, tetapi Nadia justru tenang karena tak ada lagi tuduhan karena mengganggu rumah tangga orang. Nadia sibuk dengan bisnis kue yang ia bangun dari nol. Usahanya semakin berkembang, terutama setelah beberapa kali mendapatkan pesanan besar dari berbagai perusahaan dan event.Nadia juga masih berkomunikasi dengan Surya lewat chat atau telepon. Sehingga hari-harinya tak terlalu sepi. Canda lelaki itu bisa membuatnya tertawa lepas sehingga semua kelelahan hilang begitu saja. "Gimana kabar kue-mu hari ini, Nad?" tanya Surya iseng."Kok nanyain kue?" tanya Nadia bingung."Kalau nanyain owner-nya nanti dikira aku naksir," jawab Surya."Padahal kan emang iya."Nadia tergelak mendengar lelucon itu. Sejak dulu Surya masih saja gombal dan merayunya. Usia lelaki itu yang lebih muda membuat lebih luwes dalam berbicara."Kue baik-baik aja. Laris manis seperti biasa. Kadang ada sisa, tap

  • Nafkah Dari Mantan Suami   9. Manisnya Perjuangan

    Pameran kuliner terbesar di kota itu diadakan dengan meriah. Booth-booth kuliner dari berbagai daerah dipenuhi dengan makanan-makanan lezat yang menarik perhatian para pengunjung. Suasana ramai dengan suara tawa dan canda pengunjung yang tengah menikmati hidangan-hidangan khas dari berbagai penjuru kota."Mau yang mana?"Di salah satu booth, Nadia terlihat sibuk melayani pembeli. Toko kue miliknya, telah berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Usahanya yang dimulai dari nol kini telah menarik perhatian banyak orang, terutama setelah dia sering mengikuti acara-acara besar seperti pameran ini. Dengan senyum ramah, Nadia melayani pembeli yang terus berdatangan."Terima kasih, Mbak. Selamat menikmati," ucap Nadia sambil memberikan sekotak kue pada pelanggan terakhir yang baru saja membeli.Saat Nadia menyeka keringat di dahi, tanpa sengaja dia melihat sekilas seorang pria yang sangat familiar di antara kerumunan pengunjung. Hatinya seakan terhenti sejenak ketika menyadari bahwa itu

  • Nafkah Dari Mantan Suami   8. Meninggalkan Semua Kenangan

    Malam itu di depan kafe, suasana terasa begitu sunyi. Nadia berdiri di samping Surya, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak.Angin malam seolah ikut merasakan kesedihan yang melingkupi mereka berdua. Nadia tahu, saatnya tiba untuk berpamitan. Namun kata-katanya terasa begitu berat untuk diucapkan.“Nad--”Surya memecah keheningan dengan suara serak, matanya menatap lurus ke depan.“Apa kamu benar-benar yakin dengan keputusan ini?”Nadia menghela napas panjang. Pandangannya mengabur karena menahan air mata. “Aku yakin, Surya. Aku butuh tempat untuk menyembuhkan diri. Di sini, aku terlalu banyak terjebak dengan masa lalu.”Surya menoleh, menatap wajah Nadia yang terlihat lelah tetapi tetap cantik. “Tapi kamu gak perlu pergi. Kita bisa cari jalan lain. Kamu tau aku selalu ada? Aku bisa membantu. Kalau masalah kerja, aku bisa carikan sesuatu di sini. Kamu nggak harus ninggalin semua ... apalagi aku.”Nadia tersenyum pahit, hatinya teriris mendengar ketulusan Surya.“Aku tahu kamu

  • Nafkah Dari Mantan Suami   7. Sebuah Peringatan

    "Nadia, kita perlu bicara. Ini sudah terlalu jauh."Nadia terkejut saat menerima pesan dari Cintia. Wanita itu baru saja sampai di rumah dan membawa makanan untuk ibunya. Setelah kejadian di rumah sakit, Hendra tak pernah lagi menghubunginya. Namun, selalu ada uang masuk setiap bulan dari rekening yang berbeda.Nadia mencoba menghubungi Hendra untuk mengucapkan terima kasih. Tapi pesannya tak pernah terkirim. Mungkin lelaki itu sudah mengganti nomor ponsel. "Kapan?" tanya Nadia saat mengetikkan pesan balasan."Nanti sore. Di kafe dekat tempat kerja kamu."Nadia tersentak, lalu menyari kalau kafe yang dimaksud adalah milik Surya. Sepertinya Cintia tak tahu jika itu milik temannya. "Oke.""Ini cuma antara kita berdua. Gak boleh ada orang lain yang tau."***Mereka bertemu di kafe mik Surya. Nadia meminta lelaki itu agar berpura-pura tak kenal saat dia datang. Nadia juga datang duluan dan memilih kursi di pojok agar tak terlalu menarik perhatian. Para karyawan Surya semua mengenaliny

  • Nafkah Dari Mantan Suami   6. Istri Baru yang Mengamuk

    Cintia melangkah cepat di koridor rumah sakit. Dia mendengar kabar bahwa suaminya bertengkar, entah dengan siapa. Namun tidak menyangka jika Nadia yang membawa Hendra ke rumah sakit. Cintia meninggalkan putranya di rumah dan langsung menuju ke rumah sakit. Selama dua tahun pernikahannya, baru kali terjadi masalah. Untungnya baby sitter yang merawat Arka cukup telaten, sehingga dia tak perlu khawatir. Anak itu juga tak terlalu rewel asal perutnya kenyang. "Bapak Hendra Widjaja dirawat dimana ya, Sus?"Cintia bertanya di nurse station dimana kamar suaminya. Wanita itu begitu khawatir dan ingin segera bertemu.Membayangakan Hendra berdarah dan pingsan membuatnya sedih. Wanita itu bahkan menangis saat menyetir menuju ke sini. "Bapak Hendra ada di 215 ya, Bu," ucap perawat sembari menunjuk ke arah ujung lorong. Cintia mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju kamar yang dimaksud. Ketika dia membuka pintu dan melihat Nadia duduk di samping Hendra, hatinya bergejolak.Cintia menarik

DMCA.com Protection Status