Home / Romansa / Nafkah Batin Basi / Bab 4. Suamiku Membujuk Pindah Ke Rumahku

Share

Bab 4. Suamiku Membujuk Pindah Ke Rumahku

last update Last Updated: 2022-04-03 23:57:06

Bab 4.  Suamiku Membujuk Pindah Ke Rumahku

========

“Gak mungkinlah! Yati itu hanya  pembantu! Ngapain Darfan masuk ke kamarnya! Kamu ada-ada aja, ah! Ayo kita kembali masuk kamar!” Mama mertua kembali mencengkram pergelangan tanganku, lalu menyeretku dengan kasar kembali menuju kamar.

“Buktinya, kunci mobilku ada  di kamar Mbak Yati, Ma!” sergahku berusaha meloloskan kembali  pergelangan tanganku.

“Itu bukan kunci mobil kamu!  Kamu pasti salah lihat. Palingan juga  mainan anak si Yati.”

“Aku pastiin aja, Ma! Mama duluan, aja, masuk kamar!”

Gegas aku berjalan ke depan.  Tak kuhiraukan larangan wanita paruh baya itu. Tak perlu membuka pintu untuk melihat  ke arah halaman.  Dinding  rumah yang terbuat dari papan memudahkanku untuk mengintip ke luar melalui celah antara papan.

Deg!

Jantungku berpacu  kencang. Kecurigaanku terbukti benar. Mobilku terparkir  di dekat teras  sempit rumah ini. Astaga!  Jadi benar, itu tadi kunci mobilku dan Mas Dar tidur di kamar Yati. Kenapa  Mas Dar tidur di kamar  Yati. Jangan-jangan mereka selingkuh? Kenapa Mas Dar selingkuh di malam pertama pernikahan kami?   Ya, Tuhan, ada apa sih, ini?

“Sayang!”

Aku tersentak kaget.  Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Spontan aku menoleh. Mas Dar telah berdiri  tepat  di belakangku. 

“Kamu ngintip apa? Kamu gak betah ya, di rumah ini?  Maaf, ya! Beginilah suasana rumah ini, Sayang. Kamu, gak nyesal, kan, nikah sama aku?” 

Wajah Mas Dar berubah memelas. Sorot matanya memancarkan kesedihan.  Sesaat aku merasa iba. Tapi  ragu, ini beneran  sedih  atau sandiwara. Aku jadi bigung.

“Mas, kamu udah pulang dari tadi, kan?  Kenapa gak masuk kamar kita?  Kenapa  malah masuk kamar  Mbak Yati?”  tuduhku berusaha tak terpengaruh dengan sikap  memelasnya.

“Ha?  Kamar  Yati? Ngapain aku masuk ke kamar  Yati?” sanggahnya dengan mata  membulat sempurna. Sepertinya dia begitu terkejut  dengan tuduhanku. “Kamu aneh, deh!  Yati itu  pembantu, Sayang!  Udah punya anak dua lagi, masak iya aku sosor juga. Secara aku itu udah punya istri,  yaitu  kamu, Sayang!”

Tangannya terjulur  mengelus pucuk kepalaku, segera kutepis dengan kasar.

“Buktinya kamu gak  datang ke kamar kita, Mas! Kamu ke kamar  Mbak Yati, aku ngelihat seseorang di atas kasur Mbak Yati. Meskipun tertutup selimut, aku curiga itu adalah kamu, postur  tubuhnya persis sepeti kamu. Aku juga sempat lihat kunci mobil aku tergeletak di atas  nakas di kamar itu! Jangan mungkir, Mas!”

“Astaga!  Kamu cinta banget sama aku, Sayang!  Sampai segitu cemburunya. Dengar, ya!  Saat aku pulang tadi, aku mau langsung masuk kamar kita, tapi ada Mama di  dalam. Gak enak mau bangunin orang tua, apalagi nyuruh pindah. Jadi aku yang bobok di kamar Mama.  Kunci mobil kamu juga masih aku tinggal di kamar Mama, kalau gak percaya, ayo, kita lihat!”

Mas Dar memeluk bahuku, lalu membimbingku menuju kamar Mama di belakang. Penasaran, aku mengikutinya.   Benar saja, kunci mobilku ada di atas  bufet kecil  yang sudah reot  di kamar itu.  Selimut tipis juga tampak berantakan di atas  tempat tidur  ukuran tiga kaki. Sepertinya baru dipakai oleh seseorang.

“Aku tadi tidur di sini, Sayang. Aku terbangun karena  mendengar  suara pintu dibanting.   Rupanya suara pintu kamar  si Yati.”

“Gitu, ya?”

“Iya, Sayang. Kamu percaya, ya, sama aku!  Aku gak mungkin macam-macam sama pembantu.”

“Maafin aku, ya, Mas! Sempat curiga sama kamu!”

“Gak apa-apa, Sayang!  Sekarang lanjut bobok, ya! Kamu ke kamar sana! Bobok bareng Mama!”

“Lho, kenapa? Kan,  kamu udah pulang, Mas!” 

“Gak enak, dong nyuruh Mama pindah.”

“Gak apa-apa, Mama juga udah janji kalau kamu  pulang, Mama akan balik ke kamarnya!”

“Jangan repotin Mama, dong, Sayang!  Bolak-balik pindah kamar itu, ngerepotin. Kasihan Mama, tidurnya terganggu.”

“Ya, udah, aku ikut kamu tidur di sini aja!”

“Di sini sempit, lho, Mel! Liat, gak muat buat berdua!”

“Gitu, ya!”

“Gini aja. Besok pagi telepon Papa kamu. Bilang kamu gak bisa tidur di rumah ini. Minta izin agar kita boleh  nempati salah satu rumah kalian, gimana, Sayang? Jadi kita bisa tidur bareng, iya, kan? Gak perlu  ngerepotin Mama  buat nemanin kamu bobok saat aku belum pulang karena urusan bisnis seperti tadi, iya kan?”

“Emmm, besok pagi aku  akan  telepon Papa. Sekarang aku balik ke kamar kalau gitu!”

“Iya, Sayang, selamat bobok, ya!” Mas Dar mengecup keningku.   Segera aku berjalan  menuju kamar depan.

 “Oh, iya satu lagi, Sayang!” Mas Dar menghentikan langkahku.   “Kalau nanti kita udah jadi tinggal di rumah kamu, gak usah cari ART, ya!  Si Yati aja kita bawa,  dia itu  rajin, bersih dan  pinter masak,  kamu setuju, kan?” usulnya mengagetkanku.

“Si Yati, ikut kita? Maksudnya?” sergahku tak percaya.

“Iya, dia itu janda. Di sini dia tidak pernah digaji, lho. Cuma sekedar numpang makan dan tempat tinggal saja. Hitung-hitung nolongin seorang janda, Sayang. Kamu setuju, kan?” bujuk Mas Dar sedikit memaksa.

“Aku akan pikirkan malam ini, Mas!” jawabku kemudian berlalu.

**

“Mbak duluan!”

“Aku, dong!”

“Mbak udah dari tadi  antri, Bagas!”

“Tapi aku dah gak tahan, Mbak!  Udah mau keluar, nih!”

“Antri-antri! Tunggu giliran masing-masing!”

Aku terjaga  karena  teriakan-teriakan itu.  Sepertinya anak-anak Mbak Dina, Mbak  Dinda dan Mbak Yati sudah bangun dan sedang memperebutkan sesuatu.  Entah apa.  Kepalaku terasa pening dan berdenyut. Mungkin karena hampir  tidak bisa tidur sepanjang  malam  ini. Seluruh tubuh juga terasa sakit. Berdiri  seharian kemarin  untuk menyalami para  tamu undangan di resepsi pernikahanku  sungguh menguras tenaga.

Kupaksa membuka mata yang terasa begitu sepat. Seperti ada lem perekat di kelopaknya. Tetapi aku harus segera bangun.  Ini rumah mertua, jangan sampai mertua dan ipar-iparku mencap aku perempuan malas.

Kulirik ke  arah samping, kosong. Mama mertuaku  rupanya sudah duluan bangun.  Pelan aku bangkit, duduk di pinggir kasur. Menatap pantulan diri di cermin buram yang terpasang di lemari pakaian. Kuteliti wajah lelahku.  Duh, lingkaran panda terbentuk di sekitar mata. Ditambah dengan minyak yang membanjir di  sekitar hidung pesekku. Ih, wajahku jorok.

Aku harus cepat-cepat mandi. Aku malu menunjukkan wajah sejelek ini di hadapan Mas Dar. Belum lagi rambut ikal tebalku ini. Kalau tidak diikat ke belakang akan menggimbal. Seperti orang yang tidak penah sisiran. Itu akan membuat kepalaku tampak sangat besar.

Entah kenapa aku diberi penampilan sejelek ini? Untung Mas Dar  mau menikahiku. Kalau tidak, mungkin selamanya aku akan jadi perawan tua. Meskipun sampai hari ini aku masih perawan. Mas Dar belum menyentuhku sama sekali. Dia hanya kecup kening saja. Tapi, itupun sudah sangat melenakanku. Meskipun berharap lebih. Aku harus bersabar. Mungkin nanti malam.  Bila kami sudah pindah ke salah satu rumah Papa.

“Bu Amel!”

Ketukan halus di pintu kamar mengagetkanku. Siapa penghuni   rumah ini yang memanggil aku dengan sebutan Ibu?

“Ya, masuk aja, gak dikunci!” sahutku buru-buru  mengikat rambut gimbal di kepalaku.

“Bu Amel udah bangun?”

“Mbak Yati?”

Aku terpana. Kenapa wanita ini berubah  sangat hormat dan sopan padaku?

******

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cameron Snodderley
What book are u guys reading
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, tinggal dimana kau sebelum menulis cerita ini. kau tinggal di hutan belantara ya. segitu tololnya tokoh cerita kau melebihi binatang. up date dulu isi otak mu klu mau menulis biar sedikit masuk akal nyet
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Org kaya tp ndak pernah perawatan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nafkah Batin Basi   Bab 5. Kejutan di Pagi hari

    Bab 5. Kejutan Di Pagi Hari“Maaf, saya ganggu pagi-pagi, Buk!” ucapnya berjalan masuk dan berdiri tak jauh di depanku.Aroma sampho menguar dari rambut basahnya. Sepertinya dia sudah mandi, keramas lagi. Kenapa dia keramas, coba? Bukankah dia seorang janda? Bukankah aku yang harusnya keramas pagi ini? Entah kenapa pikiranku ngelantur ke mana-mana?“Ada apa, Mbak? Gimana keadaan Mbak Yati? Bercak-bercak merah di dada dan leher Mbak udah ada kurangnya? Kalau belum, mau kita berobat sekarang?” cecarku meneliti lehernya yang tertutup rambut basahnya.“Udah, kok, Buk. Saya gak sakit. Mereh-merah itu karena tadi malam gatal-gatal mungkin di gigit kutu kasur, jadi saya garuk. Makanya gak pake baju saya tadi malam, gatal semua. M

    Last Updated : 2022-04-04
  • Nafkah Batin Basi   Bab 6. Terbongkar  (Mereka Zina Atau Bukan?)

    Bab 6. Terbongkar (Mereka Zina Atau Bukan?)“Mas, udah, dong! Aku udah keramas, lho! Masa iya, aku di suruh mandi lagi!”“Ayolah! Tadi malam tanggung! Pas lagi enak-enaknya, si kribo bikin ulah! Gak apa-apalah, kamu mandi lagi, Sayang, ya! Pening, nih!”“Ya, udah, jangan lama-lama! Cepatan!”“Iya, Sayang, makasih, ya!”Kutajamkan pendengaran, beringsut pelan ke arah dinding kamar. Sela-sela berlubang antara papan lapuk dinding ini, sepertinya bisa kujadikan sarana untuk mencari tahu situasi di kamar sebelah. Mohon ampun pada Tuhan, maaf, ya Allah, bukan aku mau tahu urusan orang. Kali ini saja, izinkan aku mengintip. Sebab aku curiga,

    Last Updated : 2022-04-05
  • Nafkah Batin Basi   Bab 7. Kujadikan  Maduku Sebagai  Babu

    Bab 7. Kujadikan Maduku Sebagai Babu=======“Pagi Papa! Papa sehat?” sapaku melalui ponsel. Kutelepon Papa pagi ini.Pembalasanku kepada suami durjanaku harus segera dimulai. Sengaja aku menelepon Papa di hadapan seluruh keluarga Mas Dar. Kuaktifkan pengeras suara ponsel, agar mereka bisa mendengar.“Sehat, Sayang! Gimana keadaan kamu di situ? Kamu senang, kan? Keluarga suami kamu memperlakukan kamu dengan baik, kan?” tanya Papa.“Senang, Pa. Amel bahagia banget di sini. Tapi, anu ….” Sengaja kujeda ucapanku. Itu membuat perhatian mereka sontak tertuju padaku. Sorot gelisah terpancar dari wajah-w

    Last Updated : 2022-04-06
  • Nafkah Batin Basi   Bab 8. Papa Amelia Mulai Mengontrol

    Bab 8. Papa Amelia Mulai Mengontrol“Sayang, kita baru aja pindahan. Kok, si Yati langsung disuruh kerja berat, gitu? Mana anak-anaknya masih kecil-kecil lagi! Kan, repot, Sayang! Kalau di rumah Mama, Mama bisa jagain anak-anaknya. Kalau di sini, gimana? Kasihan, lho!” protes Mas Dar tampak sangat tidak suka.“Lah, bukannya Mbak Yati itu pembantu kita? Tugasnya bersih-bersih, dong! Lagian, dia aku izinin, kok, kerja sambil momong anak!” sergahku. “Ayo, dong, Mas! Antarin aku!” perintahku tak peduli akan ketidak senangannya.“Sebenarnya kita mau ke mana? Masih capek, kan, Sayang? Kalau mau ngontrol peternakan, besok aja, ya! Uang penjualan gak mungkin diselewengkan oleh kasir kamu, kan?”

    Last Updated : 2022-04-07
  • Nafkah Batin Basi   Bab 9. Papa Amelia Terkapar

    Bab 9. Papa Amelia Terkapar“Kenapa, Pak?” tanyaku tak kalah kalah kaget.Pak Anwar menunjukku dengan tangan gemetar. Kenapa dia? Kertas yang bertuliskan Kartu Keluarga ada di tangannya. Kertas yang ditunjukkan oleh Bagas putra sulungku. Kartu Keluarga? Astaga! Jadi, kertas yang disodorkan bagas tadi adalah kartu keluarga kami?“Ja – di, Dar – fan, su - a – mi, ka – mu? Ka … li … an, pe … ni … pu!” ucap Anwar terbata-bata. Lelaki paruh baya itu jatuh tiba-tiba terkapar.“Pak! Pak Anwar!” Spontan aku menghampirinya. “Bapak kenapa, Pak?” tanyaku seraya mengguncang-guncang tubuhnya. Tapi pria itu tetap diam, t

    Last Updated : 2022-04-13
  • Nafkah Batin Basi   Bab 10. Keluarga Parasit Mulai Mendekat

    Bab 10. Keluarga Parasit Mulai Mendekat “Sabar, ya, Sayang!” Darfan yang sudah datang, duduk di sisinya. “ Tenang, ya!” hiburnya lagi seraya mengelus bahu Amelia. Kali ini tak ada lagi kalimat meninggal dari mulutnya. Khawatir karena Amel telah mengancamnya. Amelia segera menepis kasar elusan tangan pria licik itu. Hampir dua jam mereka menunggu, Dr Frans akhirnya keluar dari ruangan. Amel segera memburunya. “Gimana Papa, Dok? Papa gak meninggal, kan, Dok?” tanya Amelia masih diiringi isak ketakutan. Darfan ikut berdebar. Pria itu berusaha melongokkan kepala ke dalam ruangan untuk mengintip situasi di dalam. Dia tak sabar mengetahui kondisi papa mertua yang diharapkannya 

    Last Updated : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 11. Gagal Menguasai Kartu ATM Amelia

    Bab 11. Gagal Menguasai Kartu ATM Amelia “Kenapa, Pa? Papa mau bilang apa?” tanya Amel mendekati ranjang pasien. “Ough! Eeeeegh!” Kembali sang papa bergumam tak jelas. Lidahnya yang kaku membuat pria itu kesulitan untuk berkata-kata. “Amel gak ngerti, Pa! Papa tenang, ya! Kita pulang setelah Mas Dar urus administrasinya,” bujuk Amelia lembut. “Uuuuuugh!” Anwar malah semakin gelisah. “Mas, sepertinya Papa mau bilang sesuatu, aku gak ngerti. Tolong, deh, Mas yang tanyain! Duduk sini, Mas! Biar aku aja yang turun!” Gadis itu mendorong tubuh Darfan dan mendudukkannya di kursi samping ranjang. “Papa ngomong sama Mas Dar, ya, Pa!

    Last Updated : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 12. Malam Pertama Yang Tertunda

    Bab 12. Malam Pertama Yang Tertunda Sejatinya, semua mahkluk yang bernama wanita itu cantik sempurna. Namun, banyak pria yang tak mampu melihat kecantikan yang sesungguhnya. Mereka tertipu dengan netra. Padahal, penglihatan kadang bisa berubah menjadi iblis yang memperdaya. ***** Pukul sepuluh malam, mereka tiba di rumah. Amel langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Darfan menunggu dengan sabar. Pria itu tengah menyiapkan suatu rencana. Dia harus melakukan sesuatu untuk memudahkan mencapai tujuannya. Sejauh ini, belum ada hasil apa-apa. Mobil sang mertua yang dia incar gagal dia dapat. Kartu ATM, Kartu Kredit dan lainnya, sama sekali tak bisa dia kuasa

    Last Updated : 2022-04-14

Latest chapter

  • Nafkah Batin Basi   Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)

    Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert

  • Nafkah Batin Basi   Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif

    Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me

  • Nafkah Batin Basi   Bab 198. Daffin Cemburu Buta

    Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A

  • Nafkah Batin Basi   Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito

    Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m

  • Nafkah Batin Basi   Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit

    Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya

  • Nafkah Batin Basi   Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya

    Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti

  • Nafkah Batin Basi   Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina

    Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”

  • Nafkah Batin Basi   Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan

    Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja

  • Nafkah Batin Basi   Bab 192. Lidya mengamuk

    Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status