Beranda / Romansa / Nafkah Batin Basi / Bab 7. Kujadikan  Maduku Sebagai  Babu

Share

Bab 7. Kujadikan  Maduku Sebagai  Babu

last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-06 13:13:02

Bab 7. Kujadikan  Maduku Sebagai  Babu

=======

“Pagi Papa!  Papa sehat?”  sapaku melalui ponsel. Kutelepon Papa pagi ini.

Pembalasanku kepada suami durjanaku harus segera dimulai. Sengaja aku  menelepon Papa  di  hadapan  seluruh keluarga  Mas Dar.  Kuaktifkan pengeras  suara ponsel, agar  mereka  bisa mendengar.

“Sehat, Sayang!  Gimana   keadaan  kamu di situ?  Kamu senang, kan?  Keluarga suami kamu  memperlakukan kamu dengan baik, kan?” tanya Papa. 

“Senang, Pa.  Amel  bahagia banget  di  sini.  Tapi, anu ….”  Sengaja kujeda  ucapanku. Itu membuat  perhatian  mereka sontak tertuju padaku.  Sorot gelisah terpancar dari wajah-wajah para calon  benalu itu.

“Anu apa, Mel?”  Terdengar  nada  suara   Papa berubah panik.

“Amel boleh pindah, gak, Pa?  Izinin Amel sama Mas Dar nempatin salah satu rumah kita, ya, Pa?”  pintaku, membuat wajah-wajah tegang itu berangsur  terang. Senyum langsung mekar  di wajah-wajah   licik itu.

“Lho, kenapa, Sayang? kamu bilang senang tinggal di situ?” tanya Papa masih dengan suara panik.

“Di sini rame banget.  Kamar mandi hanya satu dipakai gantian oleh belasan orang.  Amel, risih, Pa.” rengekku.

“Udah izin belum sama mertua kamu?  Papa khawatir, nanti dia tersinggung. Baru sehari, kok menantunya  minta pindah, gak enak, kan, Nak?”

“Bilang udah! Bilang Mama setuju aja, ayo, bilang!” Mama mertuaku   berucap tanpa  bersuara. Hanya mulutnya yang komat-kamit dengan semangat, diiringi gerakan tangan. 

“Iya, bilang kek gitu!” Ipar-iparku ikut  menyemangati.

“Udah, Pa. Mama setuju, kok. Bahkan nanti kemungkinan Mama juga akan ikut tinggal bareng Amel di  sana,” jawabku mengikuti arahan mereka.

Mamamertua sontak  tersenyum bahagia.  Sepertinya dia begitu berharap aku mengajaknya  serta.

“Mama mertua kamu juga ikut  pindah?”  tanya Papa dengan nada kaget.

“Iya, dong, Pa. Tapi, gak sekarang!  Amel, kan masih pengantin baru.  Segan  ngapa-ngapain kalau ada  dia,”  jawabku sengaja mematahkan  harapan   wanita paruh baya itu.   Dia mendelik, aku balas  dengan senyum.

“Ya, udah.  Papa setuju saja. Yang penting kamu bahagia, Nak!”

“Makasih, Pa!  Rumah kita yang di  Medan Tuntungan, kosong, kan, Pa?  Amel situ aja! Biar dekat  ke ternak juga!  Peternakan yang di Kutalimbaru, Papa bilang  Amel yang pegang, kan? Jadi Amel tinggal di  Medan Tuntungan aja, biar  lebih dekat ke lokasi peternakan itu. Boleh, ya, Pa!” rengekku lagi.

“Gimana  baiknya saja, kalau suamimu mau, Papa setuju saja. Nanti Papa   suruh Bik Jum ikut kamu di sana, ya!”

“Gak usah, Pa!  Amel udah ada ART baru, namanya  Mbak Yati! Dia rajin  dan pekerja keras. Pasti dia sanggup mengerjakan seluruh pekerjaan  rumah  di  sana.”

Kulirik istri pertama suamiku itu.  Wajahnya   langsung semringah. Baguslah, dia tak tahu apa rencanaku yang sesugguhnya.

“Ya, udah kalau gitu!  Bahagia selalu, ya, Sayang!”

“Papa juga, ya!  Dadaaaah, Papa!”  Kuakhiri percakapan dengan Papa.

“Kita  pindah sekarang, Sayang?” Mas Dar menatapku dengan sorot mata  berbinar.

Wow!  Dia memanggilku ‘Sayang’.  Kulirik istrinya. Perempuan itu  tersenyum lebar.  “Iya, Mas!”  sahutku  menahan   gejolak  murka di dada. Kuulas senyum mengimbangi sandiwaranya.

“Terus, peternakan yang di  daerah Kutalimbaru itu, diserahin Papa ke kamu,  ya, Sayang?”

“Iya, Mas! sementara,  itu dulu.  Kelak semua peternakan milik Papa akan diserahkan padaku, kok. Eh, maksudku pada kita,” pancingku.

“Syukurlah!  Terima kasih, Sayang!  Aku sangat bangga menikah sama kamu.”  Laki-laki penipu ini meraih tanganku, lalu menggenggam di depan mata Yati.

“Aku juga bahagia … banget jadi istri kamu,  Mas,” sahutku membalas  dengan meletakkan  tanganku yang satunya  di atas kedua tangan kami.   

“Terus,  kita  udah  bisa berangkat  sekarang, dong?” usulnya begitu  bersemangat.

“Entar, Mas!  Aku gak mau mobil aku kotor saat kita  pindahan nanti. Malu dilihat tetangga.”

“Lalu, gimana, dong! Apa perlu aku bawa ke doorsmeer, dulu?”

“Gak usah. Ada Mbak Yati, kok!”  tolakku  mengagetkan mereka.

“Maksudnya?”   Mas Dar  mengernyitkan kening.

“Mbak Yati!”  panggilku seraya  menatap perempuan itu  dengan  tajam.

“Ya, Buk?”  sahutnya salah tingkah.

“Tolong kamu cuci dulu mobil aku, ya!  Yang bersih dan mengkilat!”  perintahku.

“Aku?”  tanyanya menatap bingung   ke  arah  Mas Dar.

“Iya, kamu! Kenapa?  Gak jadi kamu ikut kami?  Kamu bilang butuh pekerjaan?” tantangku.

“Ya, jadi.  Tapi, nyuci mobil,  itu  terlalu berat,”  dalihnya. Wajah yang tadi semringah berubah kusut.

“Kalau jadi, mulai sekarang kamu  harus ikuti perintahku, dong!  Sangggup enggak, nyuci mobil?”  cecarku.

“Sanggup, pasti sanggup. Bilang kamu sanggup!”  Mbak Dina mencubit  lengan   Mbak Yati.

“Iya, bilang sanggup, nyuci mobil aja, kok! Apa susahnya!  Daripada  hidup   sengsara di  sini, hayo!” Mbak Dinda  ikut  menyemangati.

Wanita itu menghela napas berat   masih    menatap  Mas Dar.  Si laki-laki salah tingkah  dan memalingkan muka. Kapok, kan?  Belum apa-apa , sudah bingung. Ini belum apa-apa, lho! 

“Bantui saya, ya, Pak Dar?  Ajarin saya   cara  nyuci mobil!” pintanya pada  lelaki itu.

“Gak bisa, dong!  Mas Dar ini majikan kamu! Masa iya, dia bantuin kamu! Gak etis, dong!”  senggakku. “Oh, iya. Sebenarnya aku punya Asisten setia  di rumah Papa. Namanya  Bik Jum. Tapi, karena aku kasihan sama kamu   yang   janda beranak dua, aku izinin kamu  ikut aku. Tapi, ya, itu. Kamu harus bisa  kerja!  Termasuk  nyuci mobil, gimana?”

“Ya, udah, Buk. Saya mau.”  Perempuan itu akhirnya pasrah.

“Kenapa gak bawa  ke doorsmeer, aja, sih, Sayang?”  Mas Dar sepertinya tidak tega, dia  berusaha melindungi istrinya.

“Gak usah, Mas!  Aku sengaja  menguji kemampuan kerja  Mbak Yati. Beneran bisa kerja keras, enggak. Kalau gak bisa, dia gak usah ikut  kita!”   ancamku.

“Ya, udah, gak apa-apa, biar  saya cuci  mobilnya!”  sela  Mbak Yati  semakin pasrah.

“Ya udah, sana, cepat  kamu cuci, biar kita cepat pindahannya!  Ayo, Mas,  kita ke kamar aja nungguin  Mbak Yati nyuci mobil!”  titahku seraya  bangkit   dan menarik tangan Mas Dar.  Mbak Yati langsung  mendongak, menatap tajam  suaminya.

“Ngapain di kamar nuggunya, Sayang?”  tanya Mas Dar  gelisah.

“Tolong pijitin kaki aku.  Masih pegal banget karena  berdiri  aja  saat   resepsi pernikahan  melelahkan  kemarin!”  jawabku pura-pura   merengek   manja,   lalu berjalan meninggalkan meja makan itu.   Mas Dar terpaksa mengikutiku. 

“Cepat, ya, Mbak Yati!  Yang bersih dan mengkilat, lho!”  perintahku menoleh  ke meja itu sekali lagi.  Ingin kunikmati wajah-wajah kebingungan keluarga licik itu.

**

“Ini rumah Bu Amel?  Besar banget?”  Mbak Yati  terperangah  saat  kami sudah   masuk ke dalam  rumah.  “Rumah sebesar ini, berapa jam baru  selesai  mengepelnya?” tanyanya    lagi.

“Nah, pas banget pertanyaan kamu.  Berhubung karena rumah ini udah lama gak ditempati, kamu bersihkan dulu semua, ya! Pel semua sampai  bersih!  Kamu hitung aja sendiri berapa jam baru kelar!  Aku dan  suamiku mau pergi keluar  dulu!”   perintahku mengagetkan sepasang suami istri  penipu itu.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar kau aja yg dungu amel dan bapakmu juga. kaya tapi tolol
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafkah Batin Basi   Bab 8. Papa Amelia Mulai Mengontrol

    Bab 8. Papa Amelia Mulai Mengontrol“Sayang, kita baru aja pindahan. Kok, si Yati langsung disuruh kerja berat, gitu? Mana anak-anaknya masih kecil-kecil lagi! Kan, repot, Sayang! Kalau di rumah Mama, Mama bisa jagain anak-anaknya. Kalau di sini, gimana? Kasihan, lho!” protes Mas Dar tampak sangat tidak suka.“Lah, bukannya Mbak Yati itu pembantu kita? Tugasnya bersih-bersih, dong! Lagian, dia aku izinin, kok, kerja sambil momong anak!” sergahku. “Ayo, dong, Mas! Antarin aku!” perintahku tak peduli akan ketidak senangannya.“Sebenarnya kita mau ke mana? Masih capek, kan, Sayang? Kalau mau ngontrol peternakan, besok aja, ya! Uang penjualan gak mungkin diselewengkan oleh kasir kamu, kan?”

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-07
  • Nafkah Batin Basi   Bab 9. Papa Amelia Terkapar

    Bab 9. Papa Amelia Terkapar“Kenapa, Pak?” tanyaku tak kalah kalah kaget.Pak Anwar menunjukku dengan tangan gemetar. Kenapa dia? Kertas yang bertuliskan Kartu Keluarga ada di tangannya. Kertas yang ditunjukkan oleh Bagas putra sulungku. Kartu Keluarga? Astaga! Jadi, kertas yang disodorkan bagas tadi adalah kartu keluarga kami?“Ja – di, Dar – fan, su - a – mi, ka – mu? Ka … li … an, pe … ni … pu!” ucap Anwar terbata-bata. Lelaki paruh baya itu jatuh tiba-tiba terkapar.“Pak! Pak Anwar!” Spontan aku menghampirinya. “Bapak kenapa, Pak?” tanyaku seraya mengguncang-guncang tubuhnya. Tapi pria itu tetap diam, t

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Nafkah Batin Basi   Bab 10. Keluarga Parasit Mulai Mendekat

    Bab 10. Keluarga Parasit Mulai Mendekat “Sabar, ya, Sayang!” Darfan yang sudah datang, duduk di sisinya. “ Tenang, ya!” hiburnya lagi seraya mengelus bahu Amelia. Kali ini tak ada lagi kalimat meninggal dari mulutnya. Khawatir karena Amel telah mengancamnya. Amelia segera menepis kasar elusan tangan pria licik itu. Hampir dua jam mereka menunggu, Dr Frans akhirnya keluar dari ruangan. Amel segera memburunya. “Gimana Papa, Dok? Papa gak meninggal, kan, Dok?” tanya Amelia masih diiringi isak ketakutan. Darfan ikut berdebar. Pria itu berusaha melongokkan kepala ke dalam ruangan untuk mengintip situasi di dalam. Dia tak sabar mengetahui kondisi papa mertua yang diharapkannya 

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 11. Gagal Menguasai Kartu ATM Amelia

    Bab 11. Gagal Menguasai Kartu ATM Amelia “Kenapa, Pa? Papa mau bilang apa?” tanya Amel mendekati ranjang pasien. “Ough! Eeeeegh!” Kembali sang papa bergumam tak jelas. Lidahnya yang kaku membuat pria itu kesulitan untuk berkata-kata. “Amel gak ngerti, Pa! Papa tenang, ya! Kita pulang setelah Mas Dar urus administrasinya,” bujuk Amelia lembut. “Uuuuuugh!” Anwar malah semakin gelisah. “Mas, sepertinya Papa mau bilang sesuatu, aku gak ngerti. Tolong, deh, Mas yang tanyain! Duduk sini, Mas! Biar aku aja yang turun!” Gadis itu mendorong tubuh Darfan dan mendudukkannya di kursi samping ranjang. “Papa ngomong sama Mas Dar, ya, Pa!

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 12. Malam Pertama Yang Tertunda

    Bab 12. Malam Pertama Yang Tertunda Sejatinya, semua mahkluk yang bernama wanita itu cantik sempurna. Namun, banyak pria yang tak mampu melihat kecantikan yang sesungguhnya. Mereka tertipu dengan netra. Padahal, penglihatan kadang bisa berubah menjadi iblis yang memperdaya. ***** Pukul sepuluh malam, mereka tiba di rumah. Amel langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Darfan menunggu dengan sabar. Pria itu tengah menyiapkan suatu rencana. Dia harus melakukan sesuatu untuk memudahkan mencapai tujuannya. Sejauh ini, belum ada hasil apa-apa. Mobil sang mertua yang dia incar gagal dia dapat. Kartu ATM, Kartu Kredit dan lainnya, sama sekali tak bisa dia kuasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 13. Perangkap Keluarga Benalu

    Bab 13. Perangkap Keluarga Benalu “Maaf, Mas! Aku khilap. Ini yang pertama kali bagiku, jadinya aku gugup banget. Maafkan aku ya, Mas! Aku belum siap, maaf!” lirih Amelia. Gadis itu berusaha tetap berucap dengan nada lembut, seolah tak ada amarah yang tengah melanda di dadanya. Amelia yakin, bukan dengan amarah untuk melampiaskan rasa sakit ini. Bukan murka yang digunakan untuk membalas rasa terhina ini. Ada cara lain, cara yang sempat tertunda, cara yang akan membuat Darfan menangis darah karena penyesalan. “Maaf, Mas!” ucapnya lagi, seraya memungut dan mengenakan kembali pakaian yang berserakan di lantai. Pakaian yang sudah sempat dilepas satu persatu oleh pria licik itu. &nb

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 14. Andre Sang Dewa Penolong

    Bab 14. Andre Sang Dewa Penolong ======= “Bu Amel kenapa?” Yati menghampiri Amelia. Senyum tersungging samar di bibirnya. Sementara Ratni, Dina dan Dinda mengintip kejadian itu dari balik kain tirai pembatas ruangan. “Gak tahu, nih, Mbak. Aku gak ngerti, kenapa kepalaku berat banget tiba-tiba. Mataku juga pengen pejam, gak bisa dibuka.” Gadis itu memijit pelipisnya. “Ibu masih ngantuk, kali? Kan, udah semingggu ini, Ibu kurang tidur jagain Bapak di rumah sakit.” Amelia menjatuhkan kepalanya di atas meja. “Bisa jadi begitu, aku aku --“ Kalimatnya menggantung. “Bu Amel! Buk! Mel! Amel! Kribo! Hey, Kribo!”

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Nafkah Batin Basi   Bab 15. Keluarga Benalu Gagal Lagi

    Bab 15. Keluarga Benalu Gagal Lagi “Masalahnya saat ini dia dalam bahaya! Saya bingung bagaimana menjelaskannya.” “Maksudnya?” “Eh, maaf, saya bilang apa tadi? Lupakan! Anggap saja Bapak tidak mendengar apa-apa, saya mohon!” Leo menyesal telah keceplosan berbicara. “Tidak, ini tak bisa saya pura-pura tak dengar! Pak Anwar itu calon client saya, Bang! Putrinya dalam bahaya Abang bilang! Abang pikir saya bisa diam?” cecar Andre melotot tajam. Leo salah tingkah. Sekarang dia berada dalam dilemma parah. Antara berterus terang atau merahasiakan. Jika dia bercerita pada Andre, maka aib keluarga istrinya akan terbongkar. Namun, jika dia tetap rahasiakan, hati kecinya bertolak bela

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14

Bab terbaru

  • Nafkah Batin Basi   Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)

    Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert

  • Nafkah Batin Basi   Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif

    Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me

  • Nafkah Batin Basi   Bab 198. Daffin Cemburu Buta

    Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A

  • Nafkah Batin Basi   Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito

    Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m

  • Nafkah Batin Basi   Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit

    Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya

  • Nafkah Batin Basi   Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya

    Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti

  • Nafkah Batin Basi   Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina

    Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”

  • Nafkah Batin Basi   Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan

    Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja

  • Nafkah Batin Basi   Bab 192. Lidya mengamuk

    Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya

DMCA.com Protection Status