Bab 13. Perangkap Keluarga Benalu
“Maaf, Mas! Aku khilap. Ini yang pertama kali bagiku, jadinya aku gugup banget. Maafkan aku ya, Mas! Aku belum siap, maaf!” lirih Amelia. Gadis itu berusaha tetap berucap dengan nada lembut, seolah tak ada amarah yang tengah melanda di dadanya. Amelia yakin, bukan dengan amarah untuk melampiaskan rasa sakit ini. Bukan murka yang digunakan untuk membalas rasa terhina ini. Ada cara lain, cara yang sempat tertunda, cara yang akan membuat Darfan menangis darah karena penyesalan.
“Maaf, Mas!” ucapnya lagi, seraya memungut dan mengenakan kembali pakaian yang berserakan di lantai. Pakaian yang sudah sempat dilepas satu persatu oleh pria licik itu.
&nb
Bab 14. Andre Sang Dewa Penolong ======= “Bu Amel kenapa?” Yati menghampiri Amelia. Senyum tersungging samar di bibirnya. Sementara Ratni, Dina dan Dinda mengintip kejadian itu dari balik kain tirai pembatas ruangan. “Gak tahu, nih, Mbak. Aku gak ngerti, kenapa kepalaku berat banget tiba-tiba. Mataku juga pengen pejam, gak bisa dibuka.” Gadis itu memijit pelipisnya. “Ibu masih ngantuk, kali? Kan, udah semingggu ini, Ibu kurang tidur jagain Bapak di rumah sakit.” Amelia menjatuhkan kepalanya di atas meja. “Bisa jadi begitu, aku aku --“ Kalimatnya menggantung. “Bu Amel! Buk! Mel! Amel! Kribo! Hey, Kribo!”
Bab 15. Keluarga Benalu Gagal Lagi “Masalahnya saat ini dia dalam bahaya! Saya bingung bagaimana menjelaskannya.” “Maksudnya?” “Eh, maaf, saya bilang apa tadi? Lupakan! Anggap saja Bapak tidak mendengar apa-apa, saya mohon!” Leo menyesal telah keceplosan berbicara. “Tidak, ini tak bisa saya pura-pura tak dengar! Pak Anwar itu calon client saya, Bang! Putrinya dalam bahaya Abang bilang! Abang pikir saya bisa diam?” cecar Andre melotot tajam. Leo salah tingkah. Sekarang dia berada dalam dilemma parah. Antara berterus terang atau merahasiakan. Jika dia bercerita pada Andre, maka aib keluarga istrinya akan terbongkar. Namun, jika dia tetap rahasiakan, hati kecinya bertolak bela
Bab 16. Hampir Diperkosa Kakak Ipar Lewat celah papan dinding kamar mandi, Andy menyaksikan tubuh indah Amelia. Andy menelan ludah berkali-kali, sambil menahan hasrat liar yang kian menjadi. Beribu kali menyayangkan sikap Darfan yang tak mau menikmati mahkluk segurih itu. Ok, dari segi wajah, Amelia memang kurang menarik, terutama rambut gimbalnya. Tetapi, tubuh? Amelia begitu mempesona. Apalagi ditambah keyakinanya bahwa Amelia pasti masih perawan. Tidak seperti Dinda, yang saat dia nikahi sudah tak suci lagi. Mengingat itu, Andy sebetulnya ingin balas dendam. Entah siapa yang telah meniduri istrinya pertama kali. Hingga detik ini, Dinda tak pernah jujur. Bahkan setelah pernikahan tahun ke lima, mereka belum juga memiliki anak. Itu membuat Andy makin bosan dengan rum
Bab 17. Amelia Siuman “Maaf, ini Bu Amelia kenapa gak terbangun juga padahal kalian udah berteriak-teriak seperti ini dari tadi.” Andre merasa curiga, pria itu meneliti wajah Amelia. Leo tersadar. “Ya, kenapa ya? Ini sudah berjam-jam dia tertidur. Jangan-jangan keracunan lagi!” Pria itu mendekati ranjang. Menempelkan telunjuk di hidung Amelia. “Berapa takaran obat tidur yang kalian beri padanya?” tanya Andre. Leo menatap tajam Andy. “Istrimu yang ngasih obat tidurnya, kan? Berapa banyak?” ketusnya. “Aku gak tahu, Mas! Aku masih tidur saat Dinda melakukan itu.” “Bagaimana kalau kita bawa Bu Amelia ke dokter!” saran Andre.
Bab 18. Selamat dari Keracunan Obat Tidur Andre bergeming. Dia merasa sangat lancang, bila berterus terang akan perbuatan Dinda dan seluruh keluarganya terhadap gadis ini. Meskipun dia mesara begitu iba pada Amelia. Yang dia tak habis pikir adalah perubahan watak Dinda, mantan kekasih yang masih sangat dicintainya itu. Wanita yang sampai detik ini masih mampu menggetarkan hatinya. Binar cinta masih berpendar di dasar hati. Itu sebab dia belum juga bisa pindah ke lain hati. Tetapi setelah melihat perbuatan wanita itu terhadap Amelia, mata hati Andre seperti terbuka kini. Suatu kenyataan dihadapkan kepadanya. Kenyataan bahwa perbuatannya sia-sia selama ini. Buat apa dia menangisi perempuan jahat&
Bab 19. Bertekat Merubah Penampilan ===== Hari ini, Amelia bertekat akan melanjutkan aksinya untuk membalas perbuatan suami dan seluruh keluarganya. Perbuatan mereka kemarin yang hampir saja membuat dia celaka, adalh cambuk buat gadis itu. Tak bisa ditunda lagi. Meskipun sang Papa masih belum sembuh, tak ada salahnya dia mulai beraksi. Jika menunggu Anwar sembuh, tentu terlalu lama. Para benalu keburu kenyang tentu saja. Amelia bertekat akan memulainya sekarang. “Bagaimana Mbak Amel mengenai orderan Mbak minggu lalu? Kalau Mbak sudah ada waktu senggang, silahkan datang aja ke salon, ya, Mbak!” terdengar suara lembut pegawai salon melalui sambungan telepon. “Iya, Mbak. Maaf, kemarin saya sibuk banget. Hari ini saya datang, ya!” jawab
Bab 20. Ulah Bejad Suami Durjana “Ok, sudah cukup,” ucapnya seraya menyimpan ponsel itu kembali ke dalam sakunya. “Tolong buka pintunya, Pak! Saya mau ke kamar Pak Anwar!” pinta Ayu segera mengancingkan kembali bajunya. “Boleh, tapi dengar dulu baik-baik! Mulai sekarang, kau harus menuruti semua perintahku! Kalau tidak, aku akan menunjukkan foto –foto ini tadi kepada Bu Amel, dengan tuduhan kau telah merayuku, bahkan telah tidur denganku!” “Maksud Bapak?” Ayu terperanjat. Matanya membulat sempurna. Darfan terkekeh kecil. “Mulai sekarang, kau adalah kaki tanganku! Turuti semua perintahku, kalau kau masih ingin aman bekerja di sini! Kalau tidak, Bu Amel akan memecatmu, nama baikmu di Yay
Bab 21. Ancaman Istri Pertama “Perjanjian kita, Mas gak akan pernah tidur bareng dia! Nyatanya Mas tiduri dia juga, kan? Udah berapa kali? Udah berapa kali Mas Dar memberikan tubuh Mas sama perempuan menjijikan itu!” Yati masih histeris. “Gak pernah! Sekalipun aku tak prnah meniduri si kribo! Kalau kau tak percaya, ayo lihat sini! Lihat!” Darfan menarik kasar tubuh istrinya ke dalam kamar. “Aku sendirian! Amel sudah pergi pagi-pagi sekali tadi! Aku udah bersumpah gak akan tidur bareng dia, iya, kan! Aku akan tetap penuhi sumpahku!” “Oh, gak ada si Kribo, ya?” Yati mengedarkan pandangan menyapu seluruh kamar. “Tolong percayalah, Yat! Gak usag cemburu buta gitu, dong!” “Maaf, Mas!”
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya