Share

5. SELALU TERSISIH

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-31 11:34:14

5

Pramudya dan Puspita masih terpaku di tempatnya, sementara wanita cantik yang baru saja bicara itu mendekat. Senyum manis terus mengembang dari bibir merahnya. Tepat saat wanita dengan dress selutut itu tiba di meja makan, Hasna muncul dari pintu yang sama.

"Pram, ini Imelda, anak Tante Dini. Jangan bilang kamu lupa." Hasna langsung menjelaskan saat menyadari keheranan di wajah anaknya.

"Imelda?" gumam Pram. Keheranan masih menghiasi wajahnya.

"Iya, Pram. Imel yang waktu kecil suka kamu gendong-gendong, suka main pengantin-pengantinan sama kamu. Cantik, kan, dia sekarang?" Hasna tersenyum bangga sambil melirik wanita bernama Imel itu. Setelahnya, wanita lebih setengah abad itu duduk di kursi, mendekat ke arah Puspita yang kini menundukkan kepala.

"Lebih cantik dari kedua istrimu, bahkan jika kecantikan keduanya digabungkan," lanjut Hasna dengan sengaja. Matanya mengerling tajam ke arah Puspita.

Puspita menelan ludahnya, sementara Pramudya memejamkan matanya sebentar, lalu mengembuskan napas.

"Ibu, ada apa ke sini pagi-pagi? Tidak menemani ayah sarapan?" Pram mengalihkan topik.

Hasna mengibaskan tangannya. "Ibu mengantar Imel ke sini. Dia baru pulang dari luar negeri, Pram. Katanya dia rindu kamu, dan membawa oleh-oleh juga buat kamu."

Pram melirik wanita yang masih menebar senyum itu sekilas.

"Iya, nih, Mas Pram. Aku bawa ini." Imel meletakkan sebuah paperbag di atas meja. "Khusus buat Mas Pram. Semoga suka, ya."

Pram tidak menjawab, hanya melirik benda itu sekilas, lalu melanjutkan sarapannya.

Bola mata Hasna bergerak gelisah melihat Pram yang acuh dengan Imel.

"Heh, Pram, kamu hanya sarapan roti panggang itu?" Hasna menunjuk piring di hadapan anaknya. "Hanya itu yang bisa disajikan istrimu? Padahal kamu butuh nutrisi yang lengkap untuk menjalani aktivitas seharian di kantor. Pantas saja kamu sekurus ini sekarang."

Pram kembali memejamkan mata. Ia tidak suka situasi ini. Selama ini kedatangan sang ibu ke rumahnya memang hanya mendatangkan masalah, mungkin karena ia menikahi wanita yang tidak direstuinya. Baik Soraya ataupun Puspita, di mata sang ibu selalu salah. Ia tahu kini pun Hasna sedang mencari-cari kesalahan Puspita.

"Heh, Puspita, kamu hanya bisa menyajikan ini untuk suamimu sarapan?" Kini tatapan Hasna menghujam Puspita yang sejak tadi hanya diam. "Lihat anakku sekarang, semakin hari semakin menyedihkan. Aku memang sejak awal ragu apa kamu mampu mengurusnya. Dan terbukti, kamu tidak becus; anakku semakin kurus. Apa kakak madu tersayangmu dulu tidak mengajarimu—"

"Bu …." Pram memotong tajam. "Sudahlah! Aku yang minta sarapan ini, toh nanti juga makan siang di kantor. Puspita hanya menyajikan apa yang aku pinta." Pram jengah. Apalagi sang ibu membawa-bawa Soraya.

"Kalau begitu, bagaimana kalau aku buatkan segelas susu rendah lemak, Mas? Aku lihat kamu hanya minum kopi." Imel ikut-ikutan. "Tidak baik minum kopi pagi-pagi."

"Tidak perlu! Kopi ini juga aku yang minta." Pram menukas cepat. "Aku sudah selesai sarapan, akan segera berangkat ke kantor. Permisi." Pram bangkit setelah meneguk kopi yang dihidangkan Puspita. Setelahnya, ia berlalu tanpa berkata-kata lagi. Puspita bergegas menyusul, mengantar Pram hingga ke depan mobilnya sambil membawakan tas kerjanya.

Namun, siapa sangka jika Hasna juga menyusulnya, menahan Pram saat pria itu akan memasuki mobilnya.

"Pram, jangan bersikap seperti itu sama Imel. Dia sudah jauh-jauh datang ke sini, membawakan oleh-oleh juga untukmu. Dia sudah seperhatian itu, tapi beginikah caramu berterima kasih?" Hasna menegur Pram dengan raut tidak suka.

Pram mengembuskan napas lelah. "Aku tidak minta dia melakukannya, Bu. Tolong sampaikan saja terima kasihku."

"Pram, kamu jangan seperti ini terus. Ayolah, Ibu sudah terlalu lama membiarkanmu tersesat dengan pilihanmu yang salah saat menikahi Soraya dulu. Dan lihatlah, kamu berakhir mengenaskan. Ibu tidak mau hal sama terulang. Bukalah hatimu, Ibu ingin melihatmu bahagia. Ibu ingin kamu melihat bahwa Imel yang cocok denganmu. Sejak kecil kalian sudah kenal, dan satu lagi yang terpenting, kalian sepadan."

"Bu, sudahlah! Aku harus berangkat ke kantor." Pram meraih tangan ibunya, lalu mencium singkat. Setelahnya, ia membuka pintu mobil.

"Pram, kamu harus mempertimbangkan ini."

Kalimat Hasna hanya dijawab dengan suara pintu mobil yang ditutup.

**

Pagi ini, Puspita merasakan sedikit lebih sibuk daripada pagi-pagi yang lain. Prily bangun lebih awal dan ingin terus berada dalam gendongannya. Terpaksa ia menyiapkan sarapan sambil menggendong anak itu.

Untunglah semangkuk bubur Manado sudah tersedia di atas meja, sesuai pesanan Pram. Ia berniat memandikan Prily saat suara nyaring high heels beradu dengan ubin terdengar mendekat.

Puspita mengembuskan napasnya. Ia tahu siapa gerangan yang datang. Imel. Wanita itu lagi, dan ini bukan kali kedua wanita itu datang. Sudah sangat sering, bahkan hampir setiap hari Imel datang dengan berbagai alasan.

Walaupun sadar posisinya hanya istri pengganti yang tidak diinginkan, Puspita sangat tidak nyaman jika wanita itu datang mengunjungi Pram. Bukankah Pram pria beristri?

Bukan tanpa alasan ia tidak suka dengan kedatangan wanita itu. Beberapa kali ia melihat Imel bersikap mesra pada Pram seolah mereka adalah pasangan.

Sayangnya, sikap Pram yang tidak tegas membuatnya kecewa. Suaminya itu seolah nyaman-nyaman saja dengan kehadiran wanita lain di rumahnya. Atau mungkin Pram memang menyukai wanita itu?

Puspita mengelus dadanya. Kalau saja tidak ingat pesan Soraya untuk selalu menjaga Prily, mungkin ia sudah lama pergi dari sana. Toh, sikap Pram juga tidak pernah berubah sejak awal.

"Di mana Mas Pram?" tanya Imel dengan santai, seolah tidak menanyakan seorang suami kepada istrinya.

Puspita baru akan menjawab saat suara Pram mendahului memanggil namanya.

"Puspita, di mana dasiku? Kenapa kamu tidak siapkan sekalian dengan kemejaku?" Pram muncul dengan setelan kantor yang sudah rapi, hanya minus dasi yang ditanyakannya.

Puspita menepuk keningnya, tadi ia lupa. Belum sempat memilihkan dasi, Prily sudah rewel. Baru saja ia melangkah menuju kamar untuk mengambil benda itu, Imel sudah mendahuluinya.

"Wah, kebetulan sekali, Mas. Hari ini aku bawa hadiah dasi buat Mas Pram." Imel menghampiri Pramudya sambil membuka paper bag yang dibawanya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak memanjang.

"Sepertinya kita memang jodoh, ya. Di saat Mas Pram butuh dasi, saat itu juga aku membawanya," lanjut wanita itu dengan percaya diri. Lalu ingin memasangkan benda itu di leher Pram, tetapi sang pria menolak.

"Tidak usah, Mel." Pram mengangkat tangannya.

"Lho, kenapa, Mas? Ini cocok lho, sama kemeja kamu." Imel terlihat kecewa.

"Tidak perlu, biar Puspita yang ambilkan." Pram mengatakan itu seraya melirik dan memberi kode agar Puspita segera mengambilnya.

Tanpa menunggu waktu, Puspita berlalu menuju kamar masih dengan menggendong Prilly. Tak lama sudah kembali dengan dasi di tangannya. Namun, saat ingin memberikannya pada Pram, Imel dengan cepat merebutnya.

"Aku pasangkan ya, Mas." Imel berkata manja.

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Pram meraih dasi itu, tetapi Imel dengan cepat menghindarkan.

"Biar aku yang pasang, Mas. Anggap aja ini sebagai balas budi karena dulu Mas Pram suka gendong aku," jawab Imel lagi. Tangannya langsung melingkarkan dasi di leher Pram dengan tidak tahu malu.

Puspita membuang muka melihat adegan itu, setelahnya berlalu begitu saja dari hadapan mereka. Namun, sebelumnya ia sempat menghujamkan tatapan tajam untuk Pram.

Puspita memilih kembali ke kamar Prily untuk memandikan anak itu. Ia bahkan tidak peduli apakah Pram memakan sarapan yang ia buat atau tidak, karena tadi ia melihat Imel juga membawa kotak makanan.

Rasanya, ia semakin lelah menjalani pernikahan ini. Entah bagaimana nasib pernikahan ini di masa depan. Pergi dari sini? Lalu, bagaimana dengan Prily?

Selesai memandikan dan mendandani Prily, seperti biasa Puspita langsung menyuapi bayi itu dengan bubur Manado, menu yang sama dengan Pram. Pram sendiri sudah tak terlihat, begitu juga Imel. Puspita menarik napas panjang. Mungkin mereka pergi bersama setelah sarapan bersama.

Sekali lagi, ia harus meyakinkan dirinya bahwa keberadaannya di sana hanya demi amanat Soraya untuk menjaga Prily.

Belum sampai lima menit ia membereskan sarapan Prily, anak itu tiba-tiba saja terbatuk-batuk. Puspita langsung memberikan minum dari botol khususnya. Namun, yang terjadi selanjutnya, Prily justru tersedak dan megap-megap. Bukan hanya itu, mata bayi dua tahun itu mendelik hingga hanya terlihat bagian putihnya saja. Tubuhnya kejang-kejang, seperti sedang melepaskan nyawa.

Mata Puspita melebar, sebelum akhirnya menjerit dan berlari mencari pertolongan.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Di tunggu kelanjutannya thor
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Waduh bakalan di salahkan gak nieh Puspita sama Pram...kasihan puspita
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
puspita bakal kena semprot d anggap tdk becus...makin penasaran lanjutan ny...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   6. TIDAK BECUS!

    “Apa? Prily sesak napas?” Pram berteriak bicara di telepon. “Ya sudah, langsung bawa ke rumah sakit, aku menyusul ke sana.” Laki-laki itu menutup panggilan dengan gusar.“Pak, putar arah ke rumah sakit!” perintahnya pada sopir sambil memasukkan ponsel ke dalam saku bajunya. Wajahnya diliputi kecemasan.“Ada apa, Mas?” tanya Imel yang duduk di samping Pram. Wajahnya tampak simpatik, padahal beberapa saat sebelumnya seulas senyum terukir di wajahnya.“Prily sesak napas.” Pram menjawab tanpa menoleh. Sejujurnya, saat ini ia merasa dirinya yang tidak bisa bernapas. Apalagi Puspita meneleponnya sambil menangis. Sudah dapat dipastikan jika kondisi Prily sangat serius.Pram takut. Ia baru saja ditinggalkan orang tercintanya. Dan jika Prily pun sampai kenapa-napa, ia bisa gila.“Sesak napas?” Imel mengulang. “Perasaan, saat kita tinggal tadi, Prily baik-baik saja, kan? Kok, bisa sih, sesak napas?” tanya Imel dengan irama kalimat yang sangat diatur. Pram tidak ingin menjawab. Ia memutuskan memejamk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   7. KEPERGIAN PUSPITA

    Butuh beberapa saat bagi Puspita untuk mencerna semuanya setelah Pram mengucapkan kalimat itu dan berbalik pergi, kembali ke kamar Prily didampingi Imel yang tersenyum puas.Kemudian, gadis itu menghapus air matanya dengan kasar setelah dapat menguasai dirinya.Ia sempat terjebak dalam keterkejutan dan ketidakpercayaan yang mendalam akibat tuduhan Pram yang keji dan kata talak yang menyusul kemudian. Tidak percaya kalau pandangan Pram padanya masih sama seperti dulu, memandang Puspita sebagai orang miskin yang dangkal, dan tidak bisa dipercaya.Tidak peduli Puspita sudah berusaha keras menjalankan amanat Soraya sekuat tenaga. Menelan sakit hatinya setiap hari.Puspita tidak menyangka justru Pramlah yang akan mengingkari janjinya pada Soraya secepat ini. Membuangnya.Ini terlalu menyakitkan. Jika pun Pram ingin menceraikannya, kenapa harus dengan cara seperti ini? Kenapa harus menuduhnya dulu?Puspita menarik napas dalam-dalam. Mencoba melonggarkan rongga dada yang sesak. Lalu setelahn

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   8. HARI BARU

    “Menikahlah dengan Imel.”Ekspresi Pram langsung mengeras. “Bu–”“Kamu ini perlu seseorang untuk mengurusmu. Dan Ibu yakin Imel orang yang tepat. Daripada kamu terus-terusan tampil mengenaskan ini,” tukas Hasna. “Dua kali kamu salah memilih istri hingga hidupmu berantakan, Pram. Itu akibat tidak mendengarkan ucapan orang tua.”“Aku tidak ingin menikah lagi,” tegas Pram. “Kamu masih mau mencoba mengurus ini semua sendirian?” tanya Hasna. Suaranya mulai meninggi. “Kamu berantakan, Pram. Dan bahkan kamu tidak becus mencari pengasuh untuk anakmu!” Hasna menunjuk wanita berusia 40 tahun yang sedang menggendong Prily. “Lihat, setiap saat Prily menangis, dan wanita itu tidak bisa menenangkannya.”Pram memejamkan mata. Kepalanya terasa ingin meledak. Ia tahu Prily selalu rewel, dan itu bukan sepenuhnya salah pengasuh barunya. Ini juga termasuk ke dalam sesuatu yang tidak Pram prediksi. Bahwa Prily akan sekeras itu mencari Puspita sejak sadar di rumah sakit.Padahal … bukankah kata Imel, w

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   9. MANTAN MAJIKAN

    “Puspita, kita perlu bicara.” Nada suara pria itu terdengar dingin, masih sama seperti dulu.Puspita menegakkan punggung dan menghela napas pelan tanpa kentara, setelah sebelumnya sempat menahan napas. Ia berusaha tetap tenang meski tak dapat dipungkiri hatinya bergejolak. Bertemu lagi dengan seseorang yang sudah menorehkan luka, bagai mimpi buruk di pagi hari yang seharusnya ia mulai dengan semangat.“Maaf, Pak. Saya sedang buru-buru.” Puspita menjawab singkat pada akhirnya, tanpa menatap ke mantan majikannya itu.Ia tidak ingin terintimidasi, ataupun menunjukkan reaksi yang tidak semestinya. Apalagi yang berlebihan.Sementara itu, Haidar tampaknya menyadari ketegangan Puspita. Pria itu menatap Puspita dan Pram bergantian.Kemudian, Puspita menatap pada Haidar. "Ayo, Kang, kita berangkat," lanjutnya, mengajak Haidar untuk pergi dari sana.Namun, Pram mendekat. Lantas menghentikan langkah Puspita."Puspita, ini penting," desak pria itu.Akhirnya, Puspita menoleh pada Pram, memberanik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   10. SAUDARA SEPUPU

    “Pus? Masa aku tidak boleh tanya soal Kang Haidar juga?” Tika kembali bertanya.Puspita terdiam cukup lama. Kalau boleh jujur, ia akui Haidar memang sangat baik dan berjasa membantunya hingga bisa mengambil paket C. Pria itu memberikan jalan untuk mimpinya yang sebenarnya.Namun, tak ada apa-apa di antara mereka. Memang Haidar hanya orang baik yang mau membantu Puspita karena mereka berasal dari kampung yang sama.Meskipun memang saat di kampung dulu, Haidar pernah mengajarnya. Tapi itu dulu sekali.Haidar berasal dari keluarga terpandang di kampung. Orang tuanya memiliki perkebunan teh dan beberapa usaha lainnya. Seluruh keluarganya berpendidikan tinggi, dan ia bahkan tak berani berharap lebih."Kamu pacaran sama Kang Haidar?" tanya Tika lagi karena Puspita tidak kunjung menjawab. Puspita menarik napas panjang. "Kami cuma temenan, Tik. Kang Haidar itu baik banget mau bantuin aku."Tika menjentikkan jarinya. "Nah, itu dia! Dia baik banget sama kamu, nggak mungkin kalau cuma temenan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   11. AKU HARUS BAGAIMANA?

    “Soraya, aku … aku tidak tahu apa yang harus kulakukan,” ucap Pram pelan. “Apa kamu sedang menghukumku karena aku telah mengingkari janji?” Kini kepala Pram menunduk di atas pusara itu. Pram menyanggupi untuk menjaga Prily dan mempertahankan Puspita. Pria itu kemudian teringat ucapan Soraya, bahwa jika memang Puspita pergi dari sana, Pram akan menyesal.Inikah yang maksud oleh mendiang istrinya tersebut?“Iya, Ra? Kamu marah dan sedang menghukumku?” Pram semakin larut.Angin yang bertiup seolah membawa suara lembut Soraya, membisikinya dengan lembut. “Tapi asal kamu tahu, Ra. Kalau aku melakukan ini, karena kesalahan Puspita sendiri. Dia sudah membuat Prily kita kesakitan, dan aku takut, Ra … aku takut ia menyusulmu. Meninggalkan aku sendiri di sini.”Pram menarik napas yang terasa berat. Seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Ia berusaha tidak menumpahkan air mata di sana meski hatinya sangat sakit.Sejujurnya, Pram merasa keputusannya benar. Bahwa ia tidak bisa mempertaha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   12. DIA LAGI

    “Jangan cari Puspita lagi.”Setelah mengatakan itu, Tika langsung meninggalkan Pram begitu saja. Ke kampusnya, sekaligus menemui Puspita.Pagi itu, suasana kantin kampus sudah mulai ramai dengan mahasiswa yang datang untuk sarapan. Bagi mereka yang tidak sempat sarapan di rumah, kantin adalah tujuan utama begitu tiba di kampus. Dari kejauhan, terlihat asap tipis mengepul dari bangunan tersebut.Di sana, Puspita sibuk melayani pesanan. Meski belum lama bekerja di sana, ia sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini, sehingga mudah baginya untuk beradaptasi. Ia cepat belajar ritme pekerjaan, termasuk tugas apa saja yang harus dikerjakan.Wajah gadis yang kedua ujung kerudungnya diikat di belakang leher itu tampak tenang, meski sebenarnya pikirannya sedang penuh. Ia sedang sibuk mengaduk kopi pesanan saat Tika datang mendekatinya tanpa suara dan bersandar di meja di hadapan Puspita.“Dia datang lagi tadi,” ujar Tika sambil melipat tangan di dada.Puspita menoleh sebentar, tapi tak lama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   13. HANYA MANTAN MAJIKAN?

    Puspita tertegun. Kalimat Pram seketika menghantam hatinya. Wajahnya mendadak pias, namun ia berusaha menyembunyikannya.“Prily sudah tidak mau makan. Tubuhnya demam. Ia menangis terus, ia hanya ingin kamu.”Lanjutan kalimat Pramudya makin mengiris hati Puspita. Wanita itu menggigit bibirnya kuat-kuat. Di kepalanya langsung terbayang tubuh mungil Prily terbaring lemah. Bohong jika Puspita baik-baik saja setelah mendengar kabar itu. Setengah jiwanya bahkan terasa dicerabut saat dipisahkan dari anak itu. Prily bukan hanya anak sambung atau anak asuh baginya. Tidak peduli anggapan orang lain, bagi Puspita, Prily sudah seperti anak kandungnya.Ia hanya tidak mengandung dan melahirkan saja, selebihnya setelah lahir, ia yang mengurusi semuanya karena Soraya sudah sakit-sakitan semenjak melahirkan. Jika Prily sakit, tentu saja ia ikut sakit.Pramudya yang melihat perubahan mimik wajah Puspita sangat yakin jika wanita itu tersentuh hatinya. Karenanya ia yakin Puspita akan mau menemui Prily.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   199. BERSIAPLAH!

    Pram sedang mengemas beberapa barang ke dalam ransel di kamarnya. Ia hanya sedang bersiap jika tiba-tiba Puspita mengatakan ia harus pergi.Bukannya menyerah jika ia melakukan ini sejak dini. Sekali lagi, ia hanya sedang bersiap jika suatu saat Puspita benar-benar tak menginginkannya lagi, karena setelah dua hari semenjak ia bertanya, wanita itu belum juga memberikan jawaban.Puspita seolah menggantung hubungan mereka, membuatnya berada dalam ketidakpastian. Namun, Pram sama sekali tak marah atau menyalahkan istrinya karena ia pun dulu pernah melakukan hal yang sama. Mengabaikan Puspita dalam ketidakjelasan hubungan sejak Soraya meninggal. Membuat Puspita tenggelam dalam pusaran keputusasaan. Mungkin, ini juga yang dirasakan Puspita saat itu.Semua yang terjadi padanya saat ini seolah pantulan cahaya dalam cermin. Semua berbalik padanya. Apa yang pernah ia lakukan pada Puspita dulu, kini berbalik dirinya yang harus merasakan semua ini.Pram mengembuskan napas panjang. Kini Puspita sed

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   198. KELUARGA BIMANTARA

    "Duduklah," ujar Ny. Bimantara akhirnya, sambil menunjuk kursi di seberang mereka.Irena duduk dengan tangan terkepal di pangkuannya. Perutnya terasa mual, bukan karena makanan, tapi karena suasana kaku yang menyesakkan.Pelayan datang dan mulai menyajikan makanan. Namun, bahkan setelah hidangan tersaji, tidak ada obrolan yang mengalir. Prabu sesekali mencoba mencairkan suasana dengan bertanya tentang kesehatan Opa dan Oma, tetapi jawaban yang didapat hanya sekadarnya."Jadi bagaimana, Opa, Oma? Pendapat kalian tentang rencana kami ke depannya?" Prabu terpaksa bertanya lebih dulu karena kedua orang tua itu tak kunjung bertanya sesuatu tentang mereka.Hening beberapa saat, membuat Prabu yang menunggu menjadi tidak sabar.Irena mencuri pandang ke arah Opa Rangga. Lelaki tua itu duduk dengan postur tegak, sorot matanya masih tajam meski usianya sudah senja. Lalu, tiba-tiba, pria itu meletakkan garpunya, membuat dentingan kecil yang menarik perhatian semua orang."Prabu," suaranya terdeng

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   197. IRENA

    Irena menatap dirinya di depan cermin. Seorang wanita empat puluh tahun terpampang di sana dengan wajah yang sudah dipoles make-up flawless. Garis kerutan memang jauh darinya karena ia selalu menjaga pola makan dan olahraga yang teratur. Tapi rasanya, senyum sudah jarang ia sunggingkan dalam kehidupan pribadinya.Jika pun selama ini terkesan ramah dan selalu ceria, itu hanya untuk para pasien dan siapa pun yang ia temui di rumah sakit. Selebihnya, bibirnya jarang sekali tersenyum. Perpisahan dengan Radit yang berbuntut perebutan hak asuh Chiara membuat hari-harinya seolah suram.Memang ia masih bisa menemui sang anak selama Chiara dalam pengasuhan mantan suaminya itu, tetapi dalam waktu yang sangat terbatas dan tentu saja harus mengikuti aturan Radit. Tidak bisa bertemu dan menumpahkan rindu dengan leluasa.Irena sangat menyesali hari-hari yang telah lewat. Ia terlalu sibuk bekerja hingga waktu untuk bersama Chiara sangat sedikit. Dan itu ternyata membuat Chiara lebih dekat dengan aya

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   196. PASRAH

    Pram mengganjal kepalanya dengan kedua tangan. Kini ia berbaring di sofa dengan tatapan lurus ke langit-langit. Ada banyak hal berputar-putar di kepalanya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini.Puspita tidak memberikan jawaban apa pun. Dan ia memang sengaja memberikan waktu untuk istrinya itu untuk memikirkan masak-masak keputusannya. Dan apa pun nanti yang akan dikatakan wanita itu, ia harus siap. Bahkan hal terburuk sekalipun.Pram tidak ingin lagi menyakiti hati wanita itu. Sudah terlalu sering ia membuat Puspita terluka. Dan jika dengan menjauh darinya bisa membuat wanita itu bahagia, akan ia lakukan. Tidak ada lagi paksaan, tidak akan ada lagi drama. Ia juga tak akan menggunakan Prily sebagai alasan untuk menahan Puspita tetap di sisinya.Prily harus bisa tanpa Puspita jika wanita itu sudah tak lagi menghendaki mereka di sisinya. Dan tugasnya adalah membuat Prily mengerti, walaupun ia belum tahu apa yang harus ia lakukan nanti untuk membuat anak itu lepas.Entah sudah berapa b

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   195. APA YANG KAMU INGINKAN?

    Pramudya berjongkok di hadapan Prily, tangannya mengelus lembut punggung gadis kecil itu yang terus memeluk Puspita erat. Wajahnya berusaha menampilkan kelembutan, tapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. Rasa bersalah.Selama perjalanan mereka menuju unit, Prily bahkan terus berjalan di samping kursi roda Puspita, seolah merasakan firasat yang kurang baik. Lalu, setelah mereka tiba, ia sama sekali tak ingin melepaskan wanita yang sudah dianggapnya ibu kandung itu."Sayang, sama Mbak Sari dulu, ya? Mama mau istirahat dulu biar cepat sembuh," bujuk Pram dengan suara selembut mungkin.Prily bukannya melepaskan pelukan di pinggang Puspita, tetapi justru semakin erat. Kepalanya menggeleng dan menyuruk."Lily butuh tidur siang supaya nanti bisa main lagi, ya. Ayo ikut Mbak Sari, ganti baju dulu, keringatan," lanjut Pram.Prily menggeleng semakin kuat, wajah mungilnya menekan perut Puspita. "Nggak mau. Lily mau tidur sama Mama."Puspita mengusap kepala Prily dengan tatapan l

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   194. SALAH FAHAM ITU

    Puspita merasakan dunianya berguncang. Kata-kata Haidar seperti pukulan telak yang mengusik keyakinannya selama ini. Ia selalu berpikir bahwa Haidar pergi meninggalkannya begitu saja, tetapi jika yang dikatakan pria itu benar, maka ada seseorang yang dengan sengaja menjauhkan mereka.“Ini tidak mungkin,” gumamnya lirih, matanya menatap tajam ke arah Haidar. “Bukannya selama ini Akang yang ninggalin aku? Akang yang membatalkan rencana kita? Akang yang mundur karena orang tua Akang tidak setuju karena aku seorang janda dan hanya wanita miskin?”“Itu tidak benar. Orang tua Akang bahkan terus menanyakan janji Akang yang akan membawa kamu pada mereka. Mereka sangat ingin bertemu kamu, Pita. Mereka mengira Akang sedang berhalusinasi tentang kamu karena kenyataannya kamu tidak ada.” Haidar menjelaskan dengan suaranya yang serak.Puspita menggeleng keras. Matanya memanas. “Ini tidak mungkin, Kang. Tidak mungkin … Akang yang ninggalin aku.”Haidar mengembuskan napas panjang. "Tapi kenyataannya

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   193. DINGIN

    Malam ini, kamar yang biasanya terasa hangat oleh percakapan ringan dan tawa kecil kini diselimuti kesunyian yang menyesakkan. Puspita sudah lebih dulu berbaring, membelakangi Pramudya, seolah menutup dirinya dari segala bentuk interaksi. Biasanya, sebelum tidur, ia akan menunggu Pram mendekat, mengusap punggungnya yang lelah, lalu mereka akan bercanda—entah soal hal-hal kecil yang terjadi hari itu atau tentang Prily yang selalu meminta perhatian berlebihan padahal Puspita belum pulih. Tapi malam ini berbeda.Pramudya berdiri di ambang tempat tidur, menatap punggung Puspita yang tak bergerak. Napasnya teratur, tapi Pram tahu istrinya belum tidur. Sejenak, ia ingin mengulurkan tangan, menyentuh bahunya, mengembalikan kebiasaan mereka yang telah terbangun begitu lama. Namun, sesuatu yang tak kasatmata menghalangi langkahnya. Ada dinding tak terlihat yang kini memisahkan mereka.Tanpa suara, Pram naik ke tempat tidur, berbaring dengan posisi yang berlawanan. Biasanya, ia akan langsung me

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   192. BERBEDA

    Puspita memejamkan matanya, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan sesaat setelah pintu kamarnya tertutup. Tadi, Prily memeluk pinggangnya erat. Tidak mau melepaskannya, tetapi Pram terus membujuk anak itu hingga akhirnya berhasil membawanya keluar dari sana.Entahlah, kenapa situasi kembali seperti ini. Padahal hidupnya sudah terasa tenang meski belum sepenuhnya pulih. Bersama Pram dan Prily ia bahagia di sini meski sedang menjalani pengobatan. Siapa sangka kehadiran Haidar membuat semuanya berbeda.Puspita memijat pelipisnya. Mencoba mengingat kejadian sebelum ia kehilangan kontak dengan pemuda satu kampungnya itu. Benar-benar tidak ada perpisahan di antara mereka, hingga ia sempat masih berharap.Lalu setelah lama tidak ada kabar dari pemuda itulah ia mulai membuka hati untuk Pram. Saat itu ia mengira orang tua Haidar tidak menyetujui hubungan mereka karena dirinya hanya seorang wanita miskin, janda pula. Tentu saja Haidar yang anak pemilik perkebunan dan pabrik teh di sana diha

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   191. KAMU MENYESAL?

    Tidak ada percakapan apa pun selama Pram, Puspita, dan Prily kembali menuju apartemen. Pram hanya fokus mendorong kursi roda istrinya. Kehangatan yang tadi menyelimuti, mendadak raib tak berbekas. Bahkan Prily yang biasanya banyak bertanya, mendadak diam melihat kedua orang tuanya saling membungkam.Begitu memasuki apartemen, suasana terasa semakin canggung. Pram yang biasanya langsung menawarkan sesuatu pada Puspita, kali ini hanya berdiri di depan pintu dengan tangan masih mencengkeram handel kursi roda istrinya.Puspita sendiri menunduk dalam, wajahnya pucat pasi, napasnya terengah seolah telah berjalan jauh. Kedua tangannya bertaut erat di pangkuannya, seakan sedang berusaha meredam gejolak di dadanya.Prily, yang biasanya berceloteh riang tentang apa pun yang ia lihat di luar, kini hanya menatap bergantian antara ayah dan ibunya. Seolah bisa merasakan ketegangan yang memenuhi udara, bocah itu akhirnya memilih memeluk boneka kelinci kesayangannya dan berlari kecil ke kamarnya untu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status