Share

5. SELALU TERSISIH

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-31 11:34:14

5

Pramudya dan Puspita masih terpaku di tempatnya, sementara wanita cantik yang baru saja bicara itu mendekat. Senyum manis terus mengembang dari bibir merahnya. Tepat saat wanita dengan dress selutut itu tiba di meja makan, Hasna muncul dari pintu yang sama.

"Pram, ini Imelda, anak Tante Dini. Jangan bilang kamu lupa." Hasna langsung menjelaskan saat menyadari keheranan di wajah anaknya.

"Imelda?" gumam Pram. Keheranan masih menghiasi wajahnya.

"Iya, Pram. Imel yang waktu kecil suka kamu gendong-gendong, suka main pengantin-pengantinan sama kamu. Cantik, kan, dia sekarang?" Hasna tersenyum bangga sambil melirik wanita bernama Imel itu. Setelahnya, wanita lebih setengah abad itu duduk di kursi, mendekat ke arah Puspita yang kini menundukkan kepala.

"Lebih cantik dari kedua istrimu, bahkan jika kecantikan keduanya digabungkan," lanjut Hasna dengan sengaja. Matanya mengerling tajam ke arah Puspita.

Puspita menelan ludahnya, sementara Pramudya memejamkan matanya sebentar, lalu mengembuskan napas.

"Ibu, ada apa ke sini pagi-pagi? Tidak menemani ayah sarapan?" Pram mengalihkan topik.

Hasna mengibaskan tangannya. "Ibu mengantar Imel ke sini. Dia baru pulang dari luar negeri, Pram. Katanya dia rindu kamu, dan membawa oleh-oleh juga buat kamu."

Pram melirik wanita yang masih menebar senyum itu sekilas.

"Iya, nih, Mas Pram. Aku bawa ini." Imel meletakkan sebuah paperbag di atas meja. "Khusus buat Mas Pram. Semoga suka, ya."

Pram tidak menjawab, hanya melirik benda itu sekilas, lalu melanjutkan sarapannya.

Bola mata Hasna bergerak gelisah melihat Pram yang acuh dengan Imel.

"Heh, Pram, kamu hanya sarapan roti panggang itu?" Hasna menunjuk piring di hadapan anaknya. "Hanya itu yang bisa disajikan istrimu? Padahal kamu butuh nutrisi yang lengkap untuk menjalani aktivitas seharian di kantor. Pantas saja kamu sekurus ini sekarang."

Pram kembali memejamkan mata. Ia tidak suka situasi ini. Selama ini kedatangan sang ibu ke rumahnya memang hanya mendatangkan masalah, mungkin karena ia menikahi wanita yang tidak direstuinya. Baik Soraya ataupun Puspita, di mata sang ibu selalu salah. Ia tahu kini pun Hasna sedang mencari-cari kesalahan Puspita.

"Heh, Puspita, kamu hanya bisa menyajikan ini untuk suamimu sarapan?" Kini tatapan Hasna menghujam Puspita yang sejak tadi hanya diam. "Lihat anakku sekarang, semakin hari semakin menyedihkan. Aku memang sejak awal ragu apa kamu mampu mengurusnya. Dan terbukti, kamu tidak becus; anakku semakin kurus. Apa kakak madu tersayangmu dulu tidak mengajarimu—"

"Bu …." Pram memotong tajam. "Sudahlah! Aku yang minta sarapan ini, toh nanti juga makan siang di kantor. Puspita hanya menyajikan apa yang aku pinta." Pram jengah. Apalagi sang ibu membawa-bawa Soraya.

"Kalau begitu, bagaimana kalau aku buatkan segelas susu rendah lemak, Mas? Aku lihat kamu hanya minum kopi." Imel ikut-ikutan. "Tidak baik minum kopi pagi-pagi."

"Tidak perlu! Kopi ini juga aku yang minta." Pram menukas cepat. "Aku sudah selesai sarapan, akan segera berangkat ke kantor. Permisi." Pram bangkit setelah meneguk kopi yang dihidangkan Puspita. Setelahnya, ia berlalu tanpa berkata-kata lagi. Puspita bergegas menyusul, mengantar Pram hingga ke depan mobilnya sambil membawakan tas kerjanya.

Namun, siapa sangka jika Hasna juga menyusulnya, menahan Pram saat pria itu akan memasuki mobilnya.

"Pram, jangan bersikap seperti itu sama Imel. Dia sudah jauh-jauh datang ke sini, membawakan oleh-oleh juga untukmu. Dia sudah seperhatian itu, tapi beginikah caramu berterima kasih?" Hasna menegur Pram dengan raut tidak suka.

Pram mengembuskan napas lelah. "Aku tidak minta dia melakukannya, Bu. Tolong sampaikan saja terima kasihku."

"Pram, kamu jangan seperti ini terus. Ayolah, Ibu sudah terlalu lama membiarkanmu tersesat dengan pilihanmu yang salah saat menikahi Soraya dulu. Dan lihatlah, kamu berakhir mengenaskan. Ibu tidak mau hal sama terulang. Bukalah hatimu, Ibu ingin melihatmu bahagia. Ibu ingin kamu melihat bahwa Imel yang cocok denganmu. Sejak kecil kalian sudah kenal, dan satu lagi yang terpenting, kalian sepadan."

"Bu, sudahlah! Aku harus berangkat ke kantor." Pram meraih tangan ibunya, lalu mencium singkat. Setelahnya, ia membuka pintu mobil.

"Pram, kamu harus mempertimbangkan ini."

Kalimat Hasna hanya dijawab dengan suara pintu mobil yang ditutup.

**

Pagi ini, Puspita merasakan sedikit lebih sibuk daripada pagi-pagi yang lain. Prily bangun lebih awal dan ingin terus berada dalam gendongannya. Terpaksa ia menyiapkan sarapan sambil menggendong anak itu.

Untunglah semangkuk bubur Manado sudah tersedia di atas meja, sesuai pesanan Pram. Ia berniat memandikan Prily saat suara nyaring high heels beradu dengan ubin terdengar mendekat.

Puspita mengembuskan napasnya. Ia tahu siapa gerangan yang datang. Imel. Wanita itu lagi, dan ini bukan kali kedua wanita itu datang. Sudah sangat sering, bahkan hampir setiap hari Imel datang dengan berbagai alasan.

Walaupun sadar posisinya hanya istri pengganti yang tidak diinginkan, Puspita sangat tidak nyaman jika wanita itu datang mengunjungi Pram. Bukankah Pram pria beristri?

Bukan tanpa alasan ia tidak suka dengan kedatangan wanita itu. Beberapa kali ia melihat Imel bersikap mesra pada Pram seolah mereka adalah pasangan.

Sayangnya, sikap Pram yang tidak tegas membuatnya kecewa. Suaminya itu seolah nyaman-nyaman saja dengan kehadiran wanita lain di rumahnya. Atau mungkin Pram memang menyukai wanita itu?

Puspita mengelus dadanya. Kalau saja tidak ingat pesan Soraya untuk selalu menjaga Prily, mungkin ia sudah lama pergi dari sana. Toh, sikap Pram juga tidak pernah berubah sejak awal.

"Di mana Mas Pram?" tanya Imel dengan santai, seolah tidak menanyakan seorang suami kepada istrinya.

Puspita baru akan menjawab saat suara Pram mendahului memanggil namanya.

"Puspita, di mana dasiku? Kenapa kamu tidak siapkan sekalian dengan kemejaku?" Pram muncul dengan setelan kantor yang sudah rapi, hanya minus dasi yang ditanyakannya.

Puspita menepuk keningnya, tadi ia lupa. Belum sempat memilihkan dasi, Prily sudah rewel. Baru saja ia melangkah menuju kamar untuk mengambil benda itu, Imel sudah mendahuluinya.

"Wah, kebetulan sekali, Mas. Hari ini aku bawa hadiah dasi buat Mas Pram." Imel menghampiri Pramudya sambil membuka paper bag yang dibawanya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak memanjang.

"Sepertinya kita memang jodoh, ya. Di saat Mas Pram butuh dasi, saat itu juga aku membawanya," lanjut wanita itu dengan percaya diri. Lalu ingin memasangkan benda itu di leher Pram, tetapi sang pria menolak.

"Tidak usah, Mel." Pram mengangkat tangannya.

"Lho, kenapa, Mas? Ini cocok lho, sama kemeja kamu." Imel terlihat kecewa.

"Tidak perlu, biar Puspita yang ambilkan." Pram mengatakan itu seraya melirik dan memberi kode agar Puspita segera mengambilnya.

Tanpa menunggu waktu, Puspita berlalu menuju kamar masih dengan menggendong Prilly. Tak lama sudah kembali dengan dasi di tangannya. Namun, saat ingin memberikannya pada Pram, Imel dengan cepat merebutnya.

"Aku pasangkan ya, Mas." Imel berkata manja.

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Pram meraih dasi itu, tetapi Imel dengan cepat menghindarkan.

"Biar aku yang pasang, Mas. Anggap aja ini sebagai balas budi karena dulu Mas Pram suka gendong aku," jawab Imel lagi. Tangannya langsung melingkarkan dasi di leher Pram dengan tidak tahu malu.

Puspita membuang muka melihat adegan itu, setelahnya berlalu begitu saja dari hadapan mereka. Namun, sebelumnya ia sempat menghujamkan tatapan tajam untuk Pram.

Puspita memilih kembali ke kamar Prily untuk memandikan anak itu. Ia bahkan tidak peduli apakah Pram memakan sarapan yang ia buat atau tidak, karena tadi ia melihat Imel juga membawa kotak makanan.

Rasanya, ia semakin lelah menjalani pernikahan ini. Entah bagaimana nasib pernikahan ini di masa depan. Pergi dari sini? Lalu, bagaimana dengan Prily?

Selesai memandikan dan mendandani Prily, seperti biasa Puspita langsung menyuapi bayi itu dengan bubur Manado, menu yang sama dengan Pram. Pram sendiri sudah tak terlihat, begitu juga Imel. Puspita menarik napas panjang. Mungkin mereka pergi bersama setelah sarapan bersama.

Sekali lagi, ia harus meyakinkan dirinya bahwa keberadaannya di sana hanya demi amanat Soraya untuk menjaga Prily.

Belum sampai lima menit ia membereskan sarapan Prily, anak itu tiba-tiba saja terbatuk-batuk. Puspita langsung memberikan minum dari botol khususnya. Namun, yang terjadi selanjutnya, Prily justru tersedak dan megap-megap. Bukan hanya itu, mata bayi dua tahun itu mendelik hingga hanya terlihat bagian putihnya saja. Tubuhnya kejang-kejang, seperti sedang melepaskan nyawa.

Mata Puspita melebar, sebelum akhirnya menjerit dan berlari mencari pertolongan.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Di tunggu kelanjutannya thor
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Waduh bakalan di salahkan gak nieh Puspita sama Pram...kasihan puspita
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
puspita bakal kena semprot d anggap tdk becus...makin penasaran lanjutan ny...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   6. TIDAK BECUS!

    “Apa? Prily sesak napas?” Pram berteriak bicara di telepon. “Ya sudah, langsung bawa ke rumah sakit, aku menyusul ke sana.” Laki-laki itu menutup panggilan dengan gusar.“Pak, putar arah ke rumah sakit!” perintahnya pada sopir sambil memasukkan ponsel ke dalam saku bajunya. Wajahnya diliputi kecemasan.“Ada apa, Mas?” tanya Imel yang duduk di samping Pram. Wajahnya tampak simpatik, padahal beberapa saat sebelumnya seulas senyum terukir di wajahnya.“Prily sesak napas.” Pram menjawab tanpa menoleh. Sejujurnya, saat ini ia merasa dirinya yang tidak bisa bernapas. Apalagi Puspita meneleponnya sambil menangis. Sudah dapat dipastikan jika kondisi Prily sangat serius.Pram takut. Ia baru saja ditinggalkan orang tercintanya. Dan jika Prily pun sampai kenapa-napa, ia bisa gila.“Sesak napas?” Imel mengulang. “Perasaan, saat kita tinggal tadi, Prily baik-baik saja, kan? Kok, bisa sih, sesak napas?” tanya Imel dengan irama kalimat yang sangat diatur. Pram tidak ingin menjawab. Ia memutuskan memejamk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   7. KEPERGIAN PUSPITA

    Butuh beberapa saat bagi Puspita untuk mencerna semuanya setelah Pram mengucapkan kalimat itu dan berbalik pergi, kembali ke kamar Prily didampingi Imel yang tersenyum puas.Kemudian, gadis itu menghapus air matanya dengan kasar setelah dapat menguasai dirinya.Ia sempat terjebak dalam keterkejutan dan ketidakpercayaan yang mendalam akibat tuduhan Pram yang keji dan kata talak yang menyusul kemudian. Tidak percaya kalau pandangan Pram padanya masih sama seperti dulu, memandang Puspita sebagai orang miskin yang dangkal, dan tidak bisa dipercaya.Tidak peduli Puspita sudah berusaha keras menjalankan amanat Soraya sekuat tenaga. Menelan sakit hatinya setiap hari.Puspita tidak menyangka justru Pramlah yang akan mengingkari janjinya pada Soraya secepat ini. Membuangnya.Ini terlalu menyakitkan. Jika pun Pram ingin menceraikannya, kenapa harus dengan cara seperti ini? Kenapa harus menuduhnya dulu?Puspita menarik napas dalam-dalam. Mencoba melonggarkan rongga dada yang sesak. Lalu setelahn

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   8. HARI BARU

    “Menikahlah dengan Imel.”Ekspresi Pram langsung mengeras. “Bu–”“Kamu ini perlu seseorang untuk mengurusmu. Dan Ibu yakin Imel orang yang tepat. Daripada kamu terus-terusan tampil mengenaskan ini,” tukas Hasna. “Dua kali kamu salah memilih istri hingga hidupmu berantakan, Pram. Itu akibat tidak mendengarkan ucapan orang tua.”“Aku tidak ingin menikah lagi,” tegas Pram. “Kamu masih mau mencoba mengurus ini semua sendirian?” tanya Hasna. Suaranya mulai meninggi. “Kamu berantakan, Pram. Dan bahkan kamu tidak becus mencari pengasuh untuk anakmu!” Hasna menunjuk wanita berusia 40 tahun yang sedang menggendong Prily. “Lihat, setiap saat Prily menangis, dan wanita itu tidak bisa menenangkannya.”Pram memejamkan mata. Kepalanya terasa ingin meledak. Ia tahu Prily selalu rewel, dan itu bukan sepenuhnya salah pengasuh barunya. Ini juga termasuk ke dalam sesuatu yang tidak Pram prediksi. Bahwa Prily akan sekeras itu mencari Puspita sejak sadar di rumah sakit.Padahal … bukankah kata Imel, w

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   9. MANTAN MAJIKAN

    “Puspita, kita perlu bicara.” Nada suara pria itu terdengar dingin, masih sama seperti dulu.Puspita menegakkan punggung dan menghela napas pelan tanpa kentara, setelah sebelumnya sempat menahan napas. Ia berusaha tetap tenang meski tak dapat dipungkiri hatinya bergejolak. Bertemu lagi dengan seseorang yang sudah menorehkan luka, bagai mimpi buruk di pagi hari yang seharusnya ia mulai dengan semangat.“Maaf, Pak. Saya sedang buru-buru.” Puspita menjawab singkat pada akhirnya, tanpa menatap ke mantan majikannya itu.Ia tidak ingin terintimidasi, ataupun menunjukkan reaksi yang tidak semestinya. Apalagi yang berlebihan.Sementara itu, Haidar tampaknya menyadari ketegangan Puspita. Pria itu menatap Puspita dan Pram bergantian.Kemudian, Puspita menatap pada Haidar. "Ayo, Kang, kita berangkat," lanjutnya, mengajak Haidar untuk pergi dari sana.Namun, Pram mendekat. Lantas menghentikan langkah Puspita."Puspita, ini penting," desak pria itu.Akhirnya, Puspita menoleh pada Pram, memberanik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   10. SAUDARA SEPUPU

    “Pus? Masa aku tidak boleh tanya soal Kang Haidar juga?” Tika kembali bertanya.Puspita terdiam cukup lama. Kalau boleh jujur, ia akui Haidar memang sangat baik dan berjasa membantunya hingga bisa mengambil paket C. Pria itu memberikan jalan untuk mimpinya yang sebenarnya.Namun, tak ada apa-apa di antara mereka. Memang Haidar hanya orang baik yang mau membantu Puspita karena mereka berasal dari kampung yang sama.Meskipun memang saat di kampung dulu, Haidar pernah mengajarnya. Tapi itu dulu sekali.Haidar berasal dari keluarga terpandang di kampung. Orang tuanya memiliki perkebunan teh dan beberapa usaha lainnya. Seluruh keluarganya berpendidikan tinggi, dan ia bahkan tak berani berharap lebih."Kamu pacaran sama Kang Haidar?" tanya Tika lagi karena Puspita tidak kunjung menjawab. Puspita menarik napas panjang. "Kami cuma temenan, Tik. Kang Haidar itu baik banget mau bantuin aku."Tika menjentikkan jarinya. "Nah, itu dia! Dia baik banget sama kamu, nggak mungkin kalau cuma temenan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   11. AKU HARUS BAGAIMANA?

    “Soraya, aku … aku tidak tahu apa yang harus kulakukan,” ucap Pram pelan. “Apa kamu sedang menghukumku karena aku telah mengingkari janji?” Kini kepala Pram menunduk di atas pusara itu. Pram menyanggupi untuk menjaga Prily dan mempertahankan Puspita. Pria itu kemudian teringat ucapan Soraya, bahwa jika memang Puspita pergi dari sana, Pram akan menyesal.Inikah yang maksud oleh mendiang istrinya tersebut?“Iya, Ra? Kamu marah dan sedang menghukumku?” Pram semakin larut.Angin yang bertiup seolah membawa suara lembut Soraya, membisikinya dengan lembut. “Tapi asal kamu tahu, Ra. Kalau aku melakukan ini, karena kesalahan Puspita sendiri. Dia sudah membuat Prily kita kesakitan, dan aku takut, Ra … aku takut ia menyusulmu. Meninggalkan aku sendiri di sini.”Pram menarik napas yang terasa berat. Seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Ia berusaha tidak menumpahkan air mata di sana meski hatinya sangat sakit.Sejujurnya, Pram merasa keputusannya benar. Bahwa ia tidak bisa mempertaha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   12. DIA LAGI

    “Jangan cari Puspita lagi.”Setelah mengatakan itu, Tika langsung meninggalkan Pram begitu saja. Ke kampusnya, sekaligus menemui Puspita.Pagi itu, suasana kantin kampus sudah mulai ramai dengan mahasiswa yang datang untuk sarapan. Bagi mereka yang tidak sempat sarapan di rumah, kantin adalah tujuan utama begitu tiba di kampus. Dari kejauhan, terlihat asap tipis mengepul dari bangunan tersebut.Di sana, Puspita sibuk melayani pesanan. Meski belum lama bekerja di sana, ia sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini, sehingga mudah baginya untuk beradaptasi. Ia cepat belajar ritme pekerjaan, termasuk tugas apa saja yang harus dikerjakan.Wajah gadis yang kedua ujung kerudungnya diikat di belakang leher itu tampak tenang, meski sebenarnya pikirannya sedang penuh. Ia sedang sibuk mengaduk kopi pesanan saat Tika datang mendekatinya tanpa suara dan bersandar di meja di hadapan Puspita.“Dia datang lagi tadi,” ujar Tika sambil melipat tangan di dada.Puspita menoleh sebentar, tapi tak lama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   13. HANYA MANTAN MAJIKAN?

    Puspita tertegun. Kalimat Pram seketika menghantam hatinya. Wajahnya mendadak pias, namun ia berusaha menyembunyikannya.“Prily sudah tidak mau makan. Tubuhnya demam. Ia menangis terus, ia hanya ingin kamu.”Lanjutan kalimat Pramudya makin mengiris hati Puspita. Wanita itu menggigit bibirnya kuat-kuat. Di kepalanya langsung terbayang tubuh mungil Prily terbaring lemah. Bohong jika Puspita baik-baik saja setelah mendengar kabar itu. Setengah jiwanya bahkan terasa dicerabut saat dipisahkan dari anak itu. Prily bukan hanya anak sambung atau anak asuh baginya. Tidak peduli anggapan orang lain, bagi Puspita, Prily sudah seperti anak kandungnya.Ia hanya tidak mengandung dan melahirkan saja, selebihnya setelah lahir, ia yang mengurusi semuanya karena Soraya sudah sakit-sakitan semenjak melahirkan. Jika Prily sakit, tentu saja ia ikut sakit.Pramudya yang melihat perubahan mimik wajah Puspita sangat yakin jika wanita itu tersentuh hatinya. Karenanya ia yakin Puspita akan mau menemui Prily.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   151.

    Puspita sontak menarik tangannya dari genggaman Prabu. Seakan tersengat, matanya membelalak lebar. Ia tidak menyangka Pram menemukannya di sini. Dalam keadaan yang akan membuatnya semakin salah paham.Lorong yang sepi pun terasa sangat mencekam saat Pram melangkah mendekat. Suara ketukan sepatunya yang bersatu dengan lantai berlomba dengan detak jantung Puspita yang melonjak-lonjak.“Jadi … memang begini perbuatan kalian di belakangku?” tanya Pram dengan tatapan perpaduan antara kekecewaan dan kemarahan. Ada luka juga di sana.Puspita menggeleng cepat. Ia ingin menyangkal, tetapi Pram dengan cepat mendahului.“Apa kamu mau bilang lagi ini tidak seperti yang aku pikirkan?” tanya Pram sinis. “Jadi, apa yang harus aku pikirkan melihat istriku berduaan bahkan berpegangan dengan pria lain?”“Mas ….” Kepala Puspita semakin menggeleng. Bibirnya bergetar.“Kemarin kamu bisa bilang aku salah paham karena hanya melihat foto. Apa aku masih salah paham juga jika sudah melihat dengan mata sendiri

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   150. TOLONGLAH

    Puspita mencuri-curi pandang saat Pram berbincang dengan Rangga dan istrinya. Ia mencari keberadaan Prabu. Ia berharap bisa bicara dengan pria itu sebelum acara dimulai. Sayangnya, pria itu tidak terlihat di mana pun di ruangan itu. Matanya justru menangkap seseorang yang wajahnya sangat familiar.Puspita sampai terjengkit kaget.Di sana, di antara para tamu undangan yang ia yakin semuanya adalah relasi bisnis keluarga Bimantara, ia melihat ada pria berusia lebih dari setengah abad yang menatap sinis ke arahnya.Puspita mengucek matanya setelah beberapa saat terperangah. Sayangnya, setelah ia mengucek mata, orang itu sudah tak terlihat lagi di sana. Puspita berkedip beberapa kali, lalu mencari dengan matanya ke semua penjuru ruangan, tetapi ia tidak mendapati orang yang dicarinya.Wanita itu kemudian menggeleng. Mungkin ia sedang berhalusinasi karena melihat pamannya berada di antara para tamu undangan.Bagaimana mungkin sang paman ada di sana? Bukankah semua tamu hanya dari kalangan

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   149. PESTA APA?

    Puspita menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Dadanya terasa sangat sesak karena selama dalam perjalanan menuju rumah keluarga Bimantara itu, tak sepatah kata pun Pram berucap. Mereka hanya saling diam meski duduk berdampingan.Saat menerima surat undangan dari Prily, sebenarnya ia malas untuk ikut datang. Toh, hubungannya dengan Pram sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, Pram hanya menitipkan surat itu pada anaknya. Sebenci itukah Pram padanya, bahkan sekadar menyampaikan kartu undangan saja tidak sudi?Kalau mau egois, Puspita lebih baik tidak ikut datang. Toh, ia juga tidak tahu pesta apa gerangan yang harus dihadirinya itu. Namun, ia tidak ingin Pram malu. Ia bahkan masih memikirkan reputasi Pram meski sang suami sedang marah padanya.Lagipula, bukankah di sana ia bisa bertemu dengan Prabu? Ini kesempatan baik, harus ia gunakan untuk meminta tolong Prabu menjelaskan yang sesungguhnya. Bagaimanapun caranya, ia harus bicara dengan pria itu. Jika bukan pada kesempatan ini, i

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   148. BERNYALI ATAU TIDAK?

    Wanita berrok pendek berlari menuju pintu ruangan Prabu saat mendengar suara gaduh dari dalam sana. Ia sebenarnya sudah curiga sejak awal karena tamu bosnya datang dengan wajah tegang dan penuh amarah.Suara bentakan terdengar menggema di ruangan megah itu. Sekretaris membuka pintu dan langsung memekik melihat bosnya tersungkur di lantai dengan tamunya masih melayangkan tangan.Wanita itu berlari untuk melerai, berusaha menenangkan Pram yang tengah dikuasai amarah. Setelahnya, ia membantu Prabu untuk bangun dan memapahnya ke sofa.Pram berdiri dengan rahang mengeras, napasnya memburu. Tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan amarah yang membara dalam dadanya.Sementara itu, Prabu yang kini duduk bersandar di sofa mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Tatapannya tetap lurus di wajah merah Pram. Senyum sinis tersungging dari bibir pecah Prabu. Sama sekali tidak ada rasa marah atau takut yang ia tampakkan."Beginikah cara seorang Pramudya Adiguna menyelesaikan masalah?" tanya Prabu san

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   147. TIDAK PROFESIONAL

    Puspita berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Dadanya sesak, pikirannya kusut, dan hatinya penuh dengan kegelisahan. Sudah dua hari sejak kejadian kemarin, dan Pram tetap diam. Pria itu bahkan memilih tidur di ruang kerjanya, seolah kehadiran Puspita di rumah ini hanyalah gangguan yang harus dihindari.Tidak ada pengusiran dan kata talak seperti dulu, tidak ada kata-kata kasar yang menghujam lagi, tapi didiamkan seperti ini jauh lebih menyakitkan.Ia tinggal di rumah seseorang, tapi si empunya rumah sama sekali tak menganggapnya ada. Pram selalu menghindarinya seolah tak ingin lagi melihatnya. Waktu makan yang biasanya mereka gunakan untuk bercengkerama hangat, hanya kekosongan meja makan yang didapatkan Puspita. Hingga terkadang ia pun malas untuk sekadar mengisi perut.Pram selalu meminta pelayan yang mengantar makan ke ruang kerjanya dan bukan dirinya.Puspita sampai bingung bagaimana melanjutkan hidup. Ia tidak mungkin pergi karena tidak ada kata talak dan pengusiran seperti dulu

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   146. TERULANG LAGI

    “Aku kembalikan kamu ke agensi. Sejak hari ini kamu tidak bekerja di sini lagi.”Kalimat itu meluncur dari pria yang sejak tadi berdiri di teras, menunggu Puspita dan Joseph keluar. Sikapnya dingin, tatapannya tajam, dan ucapannya tak terbantah.Kalimat itu langsung meluncur dari bibir sang pria bahkan saat kaki Puspita dan pengawal yang menyertainya baru saja turun dari mobil.Kedua bola mata Puspita serta-merta melebar. Ia melirik lelaki tinggi tegap yang berdiri di samping pintu mobil. Lelaki yang diam saja tanpa ekspresi mendengar ucapan Pram, meskipun tahu dirinya dipecat.Puspita menggeleng tegas. Suaminya memecat Joseph begitu saja di saat mereka baru saja tiba. Tidak ada interogasi, tidak ada kesempatan untuk menjelaskan, bahkan mereka tidak diberi waktu sekadar untuk menghirup udara di luar mobil. Pram langsung menyambut dengan pemecatan itu.Puspita ingin bertanya, tetapi Pram sudah masuk ke rumah hanya dalam waktu kedipan mata. Dengan berlari-lari kecil, wanita itu menyusul

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   145. DRAMA

    “Kamu tidak apa-apa?” Pertanyaan lembut penuh kekhawatiran meluncur dari bibir pria yang menahan tubuh seorang wanita. Namun, wanita dalam pelukan itu gegas melepaskan diri setelah beberapa saat terpaku.Puspita—wanita itu—buru-buru mundur, merapikan hijabnya yang sedikit berantakan. Jantungnya yang mendadak bertalu cepat berusaha ia kendalikan. Ini tidak boleh terjadi, Prabu tidak boleh menyentuhnya. tapi semua di luar kendalinya. Semua ini hanya kecelakaan. Prabu menolongnya.Tapi, kenapa tiba-tiba ada Prabu ada di sana?Ah, ya. Pria itu pasti mencari Tika.“Maaf, tapi apa yang terjadi di sini?” tanya Prabu karena melihat Puspita menepuk bajunya seolah telah bersentuhan dengan debu. “Abang ….” Rengekan manja tiba-tiba terdengar, dan itu tentu saja berasal dari mulut Tika. Gadis yang semula amarahnya meluap-luap itu kini berubah ekspresi. Ia mendekati Prabu dengan mimik sedih, seolah tertindas.“Dia menyakitiku, Bang … istrinya Pak Pram ini berusaha menindasku,” adunya dengan suara

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   144. KEBERUNTUNGAN?

    Puspita meringis. Tubuhnya terhimpit di antara dinding dan Tika yang tubuhnya penuh kemarahan. Kelembutan dan keanggunan yang sejak tadi disuguhkan gadis itu mendadak sirna, berganti dengan keberingasannya yang menakutkan.Tangannya menekan salah satu tangan Puspita di dinding, sementara tangan lainnya menunjuk wajah Puspita dengan telunjuk bergetar.“Ja-ngan sekali-kali berpikir untuk ikut campur urusanku!” desis gadis itu dengan penuh penekanan. Suaranya persis desisan ular berbisa. Tidak keras, tidak jelas, tapi sangat menakutkan.Puspita memejam. Bukan karena takut, tapi liur Tika berhamburan mengenai wajahnya.“Kamu dengar?” Suara Tika kini disertai tangannya yang mencengkeram dagu Puspita hingga wanita berhijab itu membuka matanya.“Berhenti menjadi orang menyebalkan yang sok suci! Apa pun yang aku lakukan, itu bukan urusanmu! Jadi, urus saja hidupmu sendiri bersama suami hasil rampasan itu. Bukankah kamu sudah bahagia?”Puspita menghempaskan tangan Tika yang mencengkeram daguny

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   143. MAAF, SALAH ORANG

    [Sudah sampai mana?][Jangan lama-lama, ya. Prily pasti nungguin kamu.]Pram mengirim dua pesan langsung ke nomor istrinya. Tadi Puspita meminta izin untuk ke supermarket karena ada yang harus dibelinya.Sebenarnya, Pram keberatan membiarkan Puspita keluar rumah tanpa dirinya, tapi setelah berpikir bolak-balik, rasanya tidak adil terlalu mengekang Puspita dengan tidak mengizinkan dia keluar, padahal hanya ke supermarket.Sebenarnya pula, Puspita bisa menyuruh ART jika ada kebutuhan yang harus dibeli. Setidaknya itu yang Pram inginkan. Hanya saja, mungkin istrinya jenuh terus di rumah setelah menikah. Apalagi semenjak menjadi istrinya, Puspita belum pernah diajak ke mana pun.Bukankah ia juga berhak menikmati hidupnya? Bukankah pernikahan bukan untuk mengurung istri di dalam rumah? Hanya saja, kekhawatiran Pram yang terlalu besar memang membuatnya terlalu posesif. Tapi kejadian kemarin membuatnya sangat takut kehilangan Puspita.Karenanya, ia mengizinkan wanita itu keluar. Toh hanya ke

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status