Share

7. KEPERGIAN PUSPITA

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2024-11-02 16:48:49

Butuh beberapa saat bagi Puspita untuk mencerna semuanya setelah Pram mengucapkan kalimat itu dan berbalik pergi, kembali ke kamar Prily didampingi Imel yang tersenyum puas.

Kemudian, gadis itu menghapus air matanya dengan kasar setelah dapat menguasai dirinya.

Ia sempat terjebak dalam keterkejutan dan ketidakpercayaan yang mendalam akibat tuduhan Pram yang keji dan kata talak yang menyusul kemudian. Tidak percaya kalau pandangan Pram padanya masih sama seperti dulu, memandang Puspita sebagai orang miskin yang dangkal, dan tidak bisa dipercaya.

Tidak peduli Puspita sudah berusaha keras menjalankan amanat Soraya sekuat tenaga. Menelan sakit hatinya setiap hari.

Puspita tidak menyangka justru Pramlah yang akan mengingkari janjinya pada Soraya secepat ini. Membuangnya.

Ini terlalu menyakitkan. Jika pun Pram ingin menceraikannya, kenapa harus dengan cara seperti ini? Kenapa harus menuduhnya dulu?

Puspita menarik napas dalam-dalam. Mencoba melonggarkan rongga dada yang sesak. Lalu setelahnya menegakkan punggung dan mengangkat dagunya.

Gadis itu berjalan dengan langkah-langkah pasti menuju kamar rawat Prily. Menyusul Pram. Ia bahkan tidak peduli Imel yang menatapnya dengan merendahkan, di depan kamar. Puspita langsung menghampiri Pram di samping ranjang Prily.

“Ada apa lagi?” tanya Pram saat melihat Puspita masuk. “Bukankah aku sudah menyuruhmu pergi?”

“Pak Pram. Tolong ulangi sekali lagi.” ucap Puspita dengan tatapan lurus. Tak ingin terlihat lemah. “Apakah saya benar-benar diceraikan?

Ekspresi Pram mengeras. “Ya, aku sudah menceraikanmu, Puspita Ayudia. Apa kata-kataku kurang jelas? Apa perlu aku mengulang kata talak itu?”

Puspita menelan ludah. Meski sudah menguatkan hati, tetapi rasa perih tetap ada. Bahkan tidak ada nada bersalah sedikit pun dalam suara pria itu.

“Bapak mengatakannya dengan kesadaran penuh? Tidak lupa dengan amanat Ibu Soraya?”

Pram mendengkus dan membuang muka dengan kasar. “Perbuatanmu yang membuat amanat Soraya gugur dengan sendirinya. Aku tidak mengkhianati istriku, ingat itu!”

“Tapi saya tidak melakukan apa yang Bapak tuduhkan.”

“Omong kosong! Kenyataan yang bicara. Lihat anakku!” Pram menunjuk Prily yang masih terbaring lemah dengan mata terpejam. “Kalau bukan karena perbuatanmu, ia tidak akan seperti ini. Kamu–” Kini telunjuk Pram mengarah ke wajah Puspita. “Kamu hampir membunuh anakku! Dan itu, tidak termaafkan!”

Puspita menahan napasnya. Tuduhan itu terlalu menyakitkan, apalagi diucapkan dengan berulang-ulang.

“Jadi Bapak tidak percaya pada saya?”

“Buktinya sudah jelas.” Mata Pram memicing, senyum sinis tersungging. “Kenapa, Puspita? Apa uangku terlalu menarik hingga kamu tidak terima kuceraikan? Bukankah di luar sana kamu bisa menjadi istri ketiga atau keempat dan mendapatkan uang lebih banyak?”

Napas Puspita tersendat. Sekali lagi, ia merasa harga dirinya diinjak-injak.

“Baik kalau begitu, Pak.” Dengan menahan sakit yang sudah tak bertepi di hatinya, Puspita tetap bicara tegas. Dagunya diangkat untuk membuktikan jika ia tidak ingin terlihat hancur karena semua ucapan Pram. “Saya akan pergi karena Bapak yang menghendaki. Kata talak Bapak menjadi bukti bukan saya yang mengkhianati amanat Bu Soraya. Semoga beliau di alam sana tidak menyalahkan saya.”

Hening sejenak.

“Semoga Bapak tidak menyesali keputusan ini.” Puspita mengakhiri ucapannya.

“Menyesal?” Pram tersenyum miring. “Jangan terlalu percaya diri, Puspita.”

Puspita mengangguk. “Baiklah, Pak. Saya harap Anda tidak menyesali semuanya. Jangan mencari saya di kemudian hari apa pun yang terjadi. Karena saya tidak akan kembali meski Bapak meminta dengan menangis darah sekali pun.”

Kalimat itu diucapkan Puspita dengan penuh penekanan, disertai tatapan tajam, sebelum akhirnya ia berlalu.

Meninggalkan Pram dan semua yang akan ia buang dari ingatan meski hatinya akan terluka karena perpisahannya dengan Prily.

Gadis itu bergegas pulang dan mengemasi barangnya yang tidak seberapa, lalu memanggil ojek.

Sekali lagi Puspita menatap bangunan dua lantai yang selama tiga tahun terakhir menjadi tempatnya bernaung. Di rumah itu, ada banyak kisah tergores dalam lembaran hidupnya.

Bertemu majikan baik hati yang menganggapnya lebih dari seorang pembantu. Soraya. Segala kebaikan wanita itu tidak akan pernah ia lupakan.

Di rumah itu, hidupnya lebih dari layak. Gaji di atas rata-rata, fasilitas yang memadai, majikan yang memanusiakan, dan entah masih banyak lagi kenangan indah yang tercipta sejak Soraya membawanya ke sana.

Sayangnya, kenangan indah bersama Soraya mulai ternoda saat wanita yang sakit-sakitan itu mulai memintanya menjadi adik madu.

Sejak saat itu lebih banyak kenangan pahit yang tercipta. Terlebih setelah Pram menikahinya. Hidupnya tidak setenang dan senyaman sebelumnya. Hingga hari ini, di mana ia harus pergi dari sana, rasanya lebih banyak rasa pahit yang ia jalani.

Puspita menarik napas panjang saat ojek online yang menunggunya kembali bertanya, “Berangkat sekarang, Mbak?”

Puspita mengerjap, lalu mulai berjalan menjauhi gerbang rumah mewah itu. Meski hatinya sangat berat, tetapi ia tidak berdaya. Pram sudah menceraikan dan mengusirnya.

Saat ojek yang membawanya mulai melaju menjauhi gerbang rumah itu, ia hanya menjerit dalam hatinya.

‘Selamat tinggal, Prily. Maaf, Bu Soraya, saya tidak bisa mengemban amanat Ibu lebih lama. Selamat tinggal semuanya.’

Satu titik air mata terjatuh bersamaan dengan kepalanya yang akhirnya menengok ke depan setelah beberapa saat tetap menatap bangunan itu.

**

Sudah beberapa minggu berlalu sejak Puspita pergi dari kediaman Pramudya. 

Prily sudah pulang dari rumah sakit dan sudah mendapatkan pengasuh baru. Semuanya berjalan normal seperti sedia kala–meskipun semuanya menyadari absennya Puspita dalam kehidupan mereka.

Termasuk Pram. 

Terutama Pram.

Sebelum Soraya meninggal, Puspita memang sudah mengurusi semua keperluannya dan Prily, serta membantu urusan rumah. Sehingga saat Soraya akhirnya berpulang pun, Puspita sudah terbiasa mengurus semuanya. Pram tidak menyadari itu semua karena ia terlalu sibuk dengan rasa kehilangannya.

Baru ketika Puspita tidak ada di sana lagi, Pram merasa semuanya berantakan.

Puncaknya adalah sore itu. Pram yang baru kembali ke rumah langsung disambut dengan keributan. Hasna sedang memarahi pengasuh baru Prily yang dianggap tidak becus.

“Ada apa lagi ini, Bu?” tanya Pram sambil menatap bergantian pada sang ibu, Prily yang menangis, dan pengasuhnya yang menunduk.

"Pram, kamu sudah pulang?” sapa Hasna sebelum dilanjutkan dengan ucapan penuh keterkejutan. “Astaga, lihat dirimu! Ibu heran denganmu sekarang. Ada apa denganmu, Nak?” 

Pram mengerutkan kening. Pertanyaannya sama sekali tidak dijawab. “Maksud Ibu?” balasnya kemudian.

Hasna menghela napas penuh rasa khawatir. “Lihat dirimu sekarang, Pram.” Wanita itu menunjuk tubuh Pram dari kepala hingga kaki dengan kedua tangannya.

“Kamu sangat menyedihkan, Anakku. Kamu ini masih muda, Pram. Kamu juga pria mapan pemilik sebuah perusahaan. Tapi kondisimu sekarang sangat memprihatinkan!”

Ah. Itu lagi. Pram mulai jengah. 

“Kalau kamu kesulitan, bilang ke Ibu. Jangan apa-apa diurus sendiri.” Hasna kembali berkata. 

Padahal, meski ibunya berkunjung nyaris setiap hari ke rumah ini, Hasna tidak membantu apa-apa. Wanita paruh baya itu malah kerap kali memantik konflik dengan para asisten rumah tangga dan pengasuh Prily, seakan-akan sedang mencari kesalahan.

“Kalau kamu tidak mau merepotkan Ibu, turuti saran Ibu. Menikahlah dengan Imel.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yusnani Hanim
sedih bangeeeet
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Di tunggu kelanjutannya anjut thor ......
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Pasti si kulkas beku mendatangi Puspita mau marah² dengan hinaan dan tuduhan kejinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   8. HARI BARU

    “Menikahlah dengan Imel.”Ekspresi Pram langsung mengeras. “Bu–”“Kamu ini perlu seseorang untuk mengurusmu. Dan Ibu yakin Imel orang yang tepat. Daripada kamu terus-terusan tampil mengenaskan ini,” tukas Hasna. “Dua kali kamu salah memilih istri hingga hidupmu berantakan, Pram. Itu akibat tidak mendengarkan ucapan orang tua.”“Aku tidak ingin menikah lagi,” tegas Pram. “Kamu masih mau mencoba mengurus ini semua sendirian?” tanya Hasna. Suaranya mulai meninggi. “Kamu berantakan, Pram. Dan bahkan kamu tidak becus mencari pengasuh untuk anakmu!” Hasna menunjuk wanita berusia 40 tahun yang sedang menggendong Prily. “Lihat, setiap saat Prily menangis, dan wanita itu tidak bisa menenangkannya.”Pram memejamkan mata. Kepalanya terasa ingin meledak. Ia tahu Prily selalu rewel, dan itu bukan sepenuhnya salah pengasuh barunya. Ini juga termasuk ke dalam sesuatu yang tidak Pram prediksi. Bahwa Prily akan sekeras itu mencari Puspita sejak sadar di rumah sakit.Padahal … bukankah kata Imel, w

    Last Updated : 2024-11-03
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   9. MANTAN MAJIKAN

    “Puspita, kita perlu bicara.” Nada suara pria itu terdengar dingin, masih sama seperti dulu.Puspita menegakkan punggung dan menghela napas pelan tanpa kentara, setelah sebelumnya sempat menahan napas. Ia berusaha tetap tenang meski tak dapat dipungkiri hatinya bergejolak. Bertemu lagi dengan seseorang yang sudah menorehkan luka, bagai mimpi buruk di pagi hari yang seharusnya ia mulai dengan semangat.“Maaf, Pak. Saya sedang buru-buru.” Puspita menjawab singkat pada akhirnya, tanpa menatap ke mantan majikannya itu.Ia tidak ingin terintimidasi, ataupun menunjukkan reaksi yang tidak semestinya. Apalagi yang berlebihan.Sementara itu, Haidar tampaknya menyadari ketegangan Puspita. Pria itu menatap Puspita dan Pram bergantian.Kemudian, Puspita menatap pada Haidar. "Ayo, Kang, kita berangkat," lanjutnya, mengajak Haidar untuk pergi dari sana.Namun, Pram mendekat. Lantas menghentikan langkah Puspita."Puspita, ini penting," desak pria itu.Akhirnya, Puspita menoleh pada Pram, memberanik

    Last Updated : 2024-11-04
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   10. SAUDARA SEPUPU

    “Pus? Masa aku tidak boleh tanya soal Kang Haidar juga?” Tika kembali bertanya.Puspita terdiam cukup lama. Kalau boleh jujur, ia akui Haidar memang sangat baik dan berjasa membantunya hingga bisa mengambil paket C. Pria itu memberikan jalan untuk mimpinya yang sebenarnya.Namun, tak ada apa-apa di antara mereka. Memang Haidar hanya orang baik yang mau membantu Puspita karena mereka berasal dari kampung yang sama.Meskipun memang saat di kampung dulu, Haidar pernah mengajarnya. Tapi itu dulu sekali.Haidar berasal dari keluarga terpandang di kampung. Orang tuanya memiliki perkebunan teh dan beberapa usaha lainnya. Seluruh keluarganya berpendidikan tinggi, dan ia bahkan tak berani berharap lebih."Kamu pacaran sama Kang Haidar?" tanya Tika lagi karena Puspita tidak kunjung menjawab. Puspita menarik napas panjang. "Kami cuma temenan, Tik. Kang Haidar itu baik banget mau bantuin aku."Tika menjentikkan jarinya. "Nah, itu dia! Dia baik banget sama kamu, nggak mungkin kalau cuma temenan

    Last Updated : 2024-11-05
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   11. AKU HARUS BAGAIMANA?

    “Soraya, aku … aku tidak tahu apa yang harus kulakukan,” ucap Pram pelan. “Apa kamu sedang menghukumku karena aku telah mengingkari janji?” Kini kepala Pram menunduk di atas pusara itu. Pram menyanggupi untuk menjaga Prily dan mempertahankan Puspita. Pria itu kemudian teringat ucapan Soraya, bahwa jika memang Puspita pergi dari sana, Pram akan menyesal.Inikah yang maksud oleh mendiang istrinya tersebut?“Iya, Ra? Kamu marah dan sedang menghukumku?” Pram semakin larut.Angin yang bertiup seolah membawa suara lembut Soraya, membisikinya dengan lembut. “Tapi asal kamu tahu, Ra. Kalau aku melakukan ini, karena kesalahan Puspita sendiri. Dia sudah membuat Prily kita kesakitan, dan aku takut, Ra … aku takut ia menyusulmu. Meninggalkan aku sendiri di sini.”Pram menarik napas yang terasa berat. Seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Ia berusaha tidak menumpahkan air mata di sana meski hatinya sangat sakit.Sejujurnya, Pram merasa keputusannya benar. Bahwa ia tidak bisa mempertaha

    Last Updated : 2024-11-06
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   12. DIA LAGI

    “Jangan cari Puspita lagi.”Setelah mengatakan itu, Tika langsung meninggalkan Pram begitu saja. Ke kampusnya, sekaligus menemui Puspita.Pagi itu, suasana kantin kampus sudah mulai ramai dengan mahasiswa yang datang untuk sarapan. Bagi mereka yang tidak sempat sarapan di rumah, kantin adalah tujuan utama begitu tiba di kampus. Dari kejauhan, terlihat asap tipis mengepul dari bangunan tersebut.Di sana, Puspita sibuk melayani pesanan. Meski belum lama bekerja di sana, ia sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini, sehingga mudah baginya untuk beradaptasi. Ia cepat belajar ritme pekerjaan, termasuk tugas apa saja yang harus dikerjakan.Wajah gadis yang kedua ujung kerudungnya diikat di belakang leher itu tampak tenang, meski sebenarnya pikirannya sedang penuh. Ia sedang sibuk mengaduk kopi pesanan saat Tika datang mendekatinya tanpa suara dan bersandar di meja di hadapan Puspita.“Dia datang lagi tadi,” ujar Tika sambil melipat tangan di dada.Puspita menoleh sebentar, tapi tak lama

    Last Updated : 2024-11-07
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   13. HANYA MANTAN MAJIKAN?

    Puspita tertegun. Kalimat Pram seketika menghantam hatinya. Wajahnya mendadak pias, namun ia berusaha menyembunyikannya.“Prily sudah tidak mau makan. Tubuhnya demam. Ia menangis terus, ia hanya ingin kamu.”Lanjutan kalimat Pramudya makin mengiris hati Puspita. Wanita itu menggigit bibirnya kuat-kuat. Di kepalanya langsung terbayang tubuh mungil Prily terbaring lemah. Bohong jika Puspita baik-baik saja setelah mendengar kabar itu. Setengah jiwanya bahkan terasa dicerabut saat dipisahkan dari anak itu. Prily bukan hanya anak sambung atau anak asuh baginya. Tidak peduli anggapan orang lain, bagi Puspita, Prily sudah seperti anak kandungnya.Ia hanya tidak mengandung dan melahirkan saja, selebihnya setelah lahir, ia yang mengurusi semuanya karena Soraya sudah sakit-sakitan semenjak melahirkan. Jika Prily sakit, tentu saja ia ikut sakit.Pramudya yang melihat perubahan mimik wajah Puspita sangat yakin jika wanita itu tersentuh hatinya. Karenanya ia yakin Puspita akan mau menemui Prily.

    Last Updated : 2024-11-07
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   14. KEKECEWAAN PRAM

    Pramudya bergegas pulang.Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar sebelum turun dari mobil. Pikirannya masih berkecamuk, dipenuhi oleh segala hal yang membebani. Entah kenapa akhir-akhir ini ia menjadi lebih sensitif, terutama jika menyangkut Puspita.Dulu, saat masih menjadi istrinya, Puspita akan menyambutnya setiap kali pulang ke rumah seperti saat ini. Ia selalu bergegas membawakan tas kerja Pramudya setiap kali hendak berangkat atau baru tiba dari kantor, sebagaimana yang diperintahkan oleh Soraya.Bahkan setelah Soraya tiada, Puspita tetap melakukannya, menjalankan tugas seorang istri dengan lebih serius. Mulai dari menyiapkan pakaian hingga makanan, semua ditunaikan dengan baik. Meskipun Pramudya tidak pernah memperhatikannya, Puspita tetap menjalankan tugasnya tanpa cela.Pram menghela napas berat sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Kini, tidak ada lagi yang menyambutnya setiap kali ia pulang.Pikirannya semakin kacau sejak bertemu Puspita dan Haidar tadi. Ia masih sulit

    Last Updated : 2024-11-08
  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   15. KEHILANGAN PUSPITA

    Pramudya memasuki kamarnya yang terasa sunyi senyap setelah memastikan Prily tidur malam ini. Pria itu langsung menuju kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air hangat, berharap bisa merilekskan jiwa raganya yang terasa lelah.Dulu, ia pikir setelah kepergian Puspita dari rumahnya, hidupnya akan tenang dan damai tanpa beban tanggung jawab karena mengungkung seorang wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Jujur, setelah kepergian Soraya, Pram merasa hidupnya berat. Selain karena harus kehilangan istri yang dicintainya, ia juga harus mengemban amanat Soraya untuk menjaga Puspita sebagai istrinya seumur hidupnya.Baginya, itu sangat berat, karena ia sama sekali tidak mencintai Puspita. Apalagi saat mendengar bahwa Puspita memang menyasar pria kaya.Hingga puncaknya, kesalahan fatal Puspita yang hampir merenggut nyawa Prily menjadi alasan kuat baginya untuk melepaskan wanita itu agar hidupnya lebih tenang. Namun siapa sangka, setelah melepaskan istri keduanya itu, hidupnya malah semak

    Last Updated : 2024-11-09

Latest chapter

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   273. TERLALU CEPAT

    Andini duduk termenung di depan meja rias. Pantulan wajahnya di cermin terlihat lelah, mata sembab bekas menangis meski riasan masih rapi. Di dadanya sesak. Hari ini... ia resmi menjadi istri Prabu."Istri," gumamnya lirih.Kata itu terasa asing, berat, sekaligus menakutkan. Seolah menggantung di antara realita dan mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia teringat bagaimana Prabu menunduk patuh saat ijab kabul. Tanpa ekspresi, seperti membaca naskah tanpa emosi. Hanya sekilas tatapan mata yang terasa tulus saat ia menatapnya setelah akad, selebihnya hampa. Datar. Dingin. Semua yang dilakukannya ... bukan karena cinta.Andini menunduk. Ada luka yang tak bisa dilihat, tapi terasa mengiris di dalam dadanya. Ia tahu, Prabu menikahinya demi amanat Irena. Amanat dari seseorang yang sudah tiada, yang terlalu besar untuk ditolak oleh siapa pun—termasuk dirinya.Ia menghela napas berat. Dadanya bergemuruh dengan perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Haru, kecewa, duka, bah

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   272. TERIMA KASIH

    Seminggu berlalu …Mendung menggantung seolah ikut merasakan kesedihan yang masih membekas di hati banyak orang. Dua minggu bukan waktu yang cukup untuk menghapus luka, terutama kehilangan sebesar Irena. Tapi hidup tak menunggu siapa pun. Dan hari ini, Prabu akan mengucapkan janji baru di hadapan penghulu.Di ruangan kecil yang menjadi bagian sebuah masjid, Pram berdiri di samping kakak iparnya. Ia memandangi Prabu yang duduk tegang menunggu Andini didandani di dalam sana. Wajah kakak iparnya itu serius, matanya tampak lelah.“Bang …,” panggil Pram pelan tapi tegas. “Bawa santai saja,” lanjutnya seraya menepuk pundak Prabu.Prabu tidak menjawab. Hanya berkedip lemah. Meski sangat ingin pernikahan ini terjadi, tentu saja hatinya masih bertentangan. Kalaupun ia kemarin berjuang keras meyakinkan Andini agar mau menikah dengannya, semua karena amanat Irena dan juga demi kebaikan anak-anaknya. Bukan karena perasaannya terhadap wanita itu.Terkadang ia merasa bersalah pada adik iparnya itu.

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   271. GEMAS

    “Kalian di sini?” suara Prabu tercekat, nyaris tak terdengar.Tubuhnya masih setengah membungkuk, napasnya tersengal. Pandangannya menangkap dua sosok di ujung lorong ruang NICU: seorang perempuan berkerudung dengan balutan coat cokelat muda, dan seorang gadis kecil yang sedang duduk di kursi tunggu sambil memeluk boneka.Andini. Chiara.Sementara di sekitar mereka, berkumpul sepasang orang tua, sepasang suami istri muda, dan juga seorang anak perempuan berusia tiga tahun. Semua orang itu kini menatap Prabu yang masih terduduk lemas di lantai rumah sakit.Prabu memejamkan matanya setelah memastikan bahwa pandangannya tidak salah. Ia memejamkan mata seolah ingin membuang rasa sesak yang bertubi-tubi datang yang nyaris merenggut nyawanya.Prabu masih memejam sampai sentuhan kecil terasa di pundaknya.“Papa kenapa?”Prabu membuka mata dan mendapati gadis enam tahun yang memeluk boneka itu berdiri tepat di hadapannya.“Kenapa Papa nangis? Kenapa Papa lari-lari?” tanyanya lagi dengan tatap

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   270.

    Langkah Prabu terhenti di depan pintu apartemen. Napasnya memburu, dada sesak menahan harap yang mulai menipis. Ia langsung menerobos masuk setelah Mbak Sri membuka pintu. Kakinya refleks melangkah menuju kamar Chiara, tempat mereka biasa tidur selama ini.Kosong.Selain Mbak Sri yang menatapnya sendu dari balik pintu, tak ada sesiapa pun lagi di sana.Ruang itu terasa asing, sepi, dan dingin. Koper-koper, kardus, mainan—semuanya telah lenyap. Tirai jendela dibiarkan setengah terbuka, membiarkan cahaya pagi masuk, menyinari ruangan dengan suram. Bekas-bekas keberadaan mereka pun seperti telah disapu bersih waktu.“Andini… Chiara…” gumamnya pelan, suaranya pecah, nyaris tak terdengar.Ia bergegas keluar dari kamar itu, menelusuri ruang demi ruang seperti masih berharap menemukan bayangan mereka. Tapi tidak ada. Bantal-bantal sudah ditumpuk rapi, lemari pakaian kosong, bahkan sandal kecil milik Chiara pun tak tampak di dekat pintu.“Kalian… sudah pergi?” bisiknya lagi, kini dengan suara

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   269

    Prabu berdiri di ambang pintu kamar, mematung. Pintu terbuka, dan dari celah itu, terlihat punggung Andini dan Chiara yang tengah sibuk berkemas. Koper besar terbuka di atas tempat tidur, dan beberapa kardus kecil diletakkan di lantai, sebagian sudah ditutup dengan lakban.Hati Prabu terasa hampa. Seperti ruangan itu—tak lagi memiliki sisa tawa, tak ada jejak yang bisa ia pertahankan.Andini melipat satu helai baju kecil milik Chiara lalu menaruhnya di dalam koper. Gerakannya tenang, rapi, tanpa suara. Tapi justru dari ketenangan itu, Prabu bisa membaca begitu banyak hal: luka yang ditekan, kecewa yang disembunyikan, dan entah apa lagi.Chiara duduk di lantai sambil memilih beberapa buku dan mainan kesukaannya. Anak itu terlihat sangat tenang dan menurut. Tidak terlihat sedih, protes, apalagi tantrum. Begitu pandai Andini memberi pengertian. Prabu angkat jempol untuk itu.Di samping anak itu, sebuah bingkai foto diletakkan hati-hati: foto keluarga mereka. Prabu, Irena yang sedang meng

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   268

    Prabu berjalan lunglai kembali ke ruang NICU. Kalimat penolakan Andini terus terngiang di telinganya saat ia menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.“Aku bawa mobil sendiri, Mas. Tidak usah khawatir. Aku hanya minta satu hal, tolong segera urus surat pindah sekolah Chiara. Aku ingin semua beres sebelum kami berangkat.”Kalimat itu disampaikan Andini tanpa sedikit pun nada benci atau amarah. Justru terlalu tenang. Dan ketenangan itulah yang menusuk paling dalam.Prabu mengangguk pelan, menahan napas yang rasanya mulai sesak di dada. Ia tak bisa memaksa. Tidak setelah semua yang terjadi.Oma, Opa, dan Puspita hanya menatapnya dari kejauhan, tak ada satu pun yang berani bicara. Tatapan mereka penuh luka dan iba, tapi mereka memilih diam. Mereka tahu, satu kata saja bisa jadi pemicu amarah Prabu yang tengah rapuh. Dan mereka tidak ingin Prabu kembali menjauh dari mereka. Tidak lagi. Mereka juga tak ingin memaksakan lagi kehendak. Hanya bisa berdiri di sampingnya apa pun keputusannya.L

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   267. BUKAN SIAPA-SIAPA

    Prabu membeku di tempatnya. Ia seperti baru saja dijatuhkan dari tempat tinggi tanpa sempat bersiap. Napasnya tercekat, tenggorokannya mengering. Kalimat Andini masih bergema di telinganya."Kami akan segera berangkat setelah semuanya selesai." Berangkat? Mereka benar-benar akan pergi?Keheningan bercampur dengan dinginnya suhu ruangan semakin membalut luka di hati Prabu. Ia menggenggam besi pembatas ranjang pasien erat. Jemarinya menegang, seperti hendak menahan sesuatu yang hendak pecah di dalam dadanya.“Din…” Suaranya lirih, nyaris tak terdengar. “Kau benar-benar yakin akan membawa Chiara pergi?”“Tentu saja.” Andini menjawab masih dengan suara datar.“Lalu, bagaimana dengan amanat Irena? Bukankah kakakmu meminta kita menjaga Chiara dan Raja sama-sama?”“Bukankah aku sudah pernah bilang sebaiknya kita berbagi tugas, Mas?”“Apa kamu tidak ingin membantu mengurus Raja?”Andini diam sejenak. “Aku tidak bisa terus-terusan di sini. Aku punya pekerjaan. Punya tanggung jawab. Makanya aku

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   266. ABAI

    Prabu terpaku. Cangkir di tangannya nyaris jatuh jika tak segera ia letakkan ke meja. Ia menoleh ke Puspita, yang langsung menghindari tatapan itu. Sementara Opa dan Oma menatapnya dengan sorot penuh harap.Prabu menghela napas berat. Seberat beban dalam dadanya.“Aku baru saja kehilangan istri. Bahkan belum genap sepuluh hari. Aku belum mau memikirkan hal itu,” kilah Prabu lelah. Ia tidak mengira jika keluarganya berharap seperti itu.Ya, ia yakin jika semua keluarganya mengharapkan ia menikahi Andini. Buktinya, Puspita dan Opa juga diam saja, tak memberikan komentar apa pun. Ia sangat yakin jika semua orang sepemikiran. Hanya saja mewakilkan semua pada Oma karena tahu, ucapan Oma adalah yang paling ia dengar.Oma ikut-ikutan menghela napas berat.“Oma tahu. Kami sangat tahu hal itu, sakit ditinggalkan memang tidak ada obatnya. Hanya saja perlu kamu ingat, rasa sakit melihat darah daging kita tumbuh dalam ketimpangan kasih sayang akan lebih menyakitkan nantinya. Kami tidak mau meliha

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   265. LANGKAH PRABU

    Prabu membeku. Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Puspita membentur dadanya seperti palu godam.“Mereka… datang ke apartemen sebelum Irena dibawa ke rumah sakit?” gumamnya nyaris tak terdengar.Puspita mengangguk kuat. “Iya, Bang. Aku berani bersaksi karena aku membersamai mereka. Kami tidak tahu jika Abang baru saja mengantar dokter Irena ke rumah sakit. Kami baru tahu setelah bertemu Mbak Sri dan Chiara di sana.”Sekali lagi Prabu tertegun. Saat itu ia memang buru-buru membawa Irena dengan segala kepanikannya. Tidak memperhatikan sekitar.“Kalau Abang tidak percaya,” lanjut Puspita sambil menatap mata kakaknya lembut, “silakan periksa CCTV di apartemen.”Suasana mendadak sunyi. Bahkan suara mesin inkubator terasa nyaring di tengah keheningan itu. Prabu membeku, menatap wajah Puspita dengan sorot masih tak percaya, lalu menoleh perlahan ke arah Oma.Wanita tua itu masih berdiri di sana dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Matanya sembap, tapi dalam sorotnya, Prabu menemuka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status