Home / Young Adult / NURAGA / 05. Jabatan Jevo

Share

05. Jabatan Jevo

Author: flo
last update Last Updated: 2021-10-10 08:12:32

Eyoooo, ada siapa ini?” seru seorang laki-laki dengan gerombolannya, berjalan mendekati Tasya dan Jevo. 

Wajah Jevo tampak mengeras. Tangannya mengepal. Sorotan mata Jevo tajam melihat mereka datang. Namun...

“Edgar,” gumam Tasya dengan sorotan mata yang tajam tak kalah dari Jevo. Laki-laki itu terkejut karena Tasya mengenal Edgar. Bagaimana bisa?

“Lho, sama Tasya cantik,” goda Edgar dengan tangan yang mencoba memegang dagu gadis itu. Namun dengan cepat Tasya langsung memutar pergelangan tangan Edgar hingga ia merasa kesakitan dan meminta Tasya melepaskannya. 

Laki-laki itu mengelus pergelangan tangannya yang sakit. “Wah lo makin kuat aja sejak terakhir kali kita ketemu,” puji Edgar sambil memperlihatkan senyum miringnya pada Tasya yang menampakkan wajah yang jelas tidak suka pada laki-laki tersebut. 

Jevo mengernyitkan dahinya. Ia tidak tau apa yang mereka bicarakan. Tapi, bertemu terakhir kali? Berarti mereka memang saling kenal? Pikir Jevo. 

Edgar memandang Jevo dan Tasya bergantian lalu tertawa. “Ah, lo sekarang satu sekolah sama mantan temen gue ini?” tanyanya pada Tasya sambil menunjuk Jevo. "Cocok sih. Sama-sama loser."

Jevo mengepalkan tangannya. Ia sudah tidak tahan untuk segera menghajar laki-laki itu. Namun masih ia tahan, karena ia tidak mau membuat keributan di tempat umum. “Gak usah ganggu kita. Pergi dari sini!" ucap Jevo dengan tatapan yang masih sama.

"Eitssss, gue juga gak niat ganggu kok. Gue ke sini yaa gak sengaja liat lo terus mau pamer aja sih," ucapnya sambil menepuk-nepuk jaket yang ia pakai.

Jaket Geng Black Riddin dengan garis merah yang melingkar mengelilingi lengannya. Jaket itu khusus dipakai untuk ketua geng, jadi artinya Edgar lah ketua Geng Black Riddin yang baru.

Jevo membuang mukanya sambil tersenyum miring. "Terus gue peduli?"

Edgar menggangguk. "Syukur deh kalo. Berarti lo udah ikhlas kalo gue jadi ketua geng yang baru. Lega gue."

Laki-laki itu mendekati Jevo dan berbisik tepat di telinganya. "Iya gue lega, soalnya gue gak perlu buang-buang tenaga buat ngehabisin lo. Kayak temen lo yang cupu itu." 

Emosi Jevo sudah tidak dapat tertahan. Segera ia mencengkeram kerah Edgar dan bersiap ingin memukulnya. Namun Tasya dan gerombolan laki-laki itu menahan Jevo. Membuat Edgar tersenyum penuh kemenangan. 

"ADUH DEN, KALO MAU BERANTEM JANGAN DISINI ATUH!!" seru Pak Gendut khawatir karena membuat beberapa pelanggannya terlihat takut melihat mereka. 

Segera Jevo melepas cengkramannya dengan kasar setelah mendengar perkataan Pak Gendut. Edgar segera membenarkan kerah bajunya. 

"Padahal gue gak ada maksud jelek tau. Yaudah yuk guys cabut. Kayaknya kita gak diterima disini," ucap Edgar pada gerombolannya yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

"Bye manis. See you again," pamitnya pada Tasya sambil mengerlingkan sebelah matanya. Gadis itu memutar bola matanya, merasa jijik dengan tingkah laku Edgar. 

Tasya dan Jevo kembali duduk setelah Edgar dan gerombolannya hilang dari pandangan mereka. Kedua remaja itu berkutat dengan pikiran mereka sendiri. 

Tasya melirik Jevo yang masih menampakkan wajah tegangnya. Berkali-laki ia mencoba menstabilkan pernapasannya. 

"Lo gapapa?" Tasya memberanikan diri bertanya. Namun laki-laki itu hanya meliriknya sekilas. 

Gadis itu kembali bertanya. "Kok lo bisa kenal Ed..."

Dengan cepat Jevo langsung memotong pertanyaan Tasya yang belum selesai. "Harusnya gue yang tanya. Kok lo bisa kenal dia?" tanyanya dengan tatapan yang mengintimidasi. 

Tasya dapat merasakan sorot mata Jevo yang dipenuhi dengan amarah. Ia tidak tau masalah apa yang terjadi sebenenarnya antara mereka. Namun Tasya yakin, apa yang terjadi antara Edgar dan Jevo bukan masalah kecil. 

Mengetahui respon Tasya yang diam menatap Jevo, laki-laki itu segera menurunkan pandangannya dan menghela napasnya pelan. "Maaf," lirih Jevo.

"Gue yang minta maaf. Harusnya gue gak tanya pertanyaan yang sensitif kayak gitu." 

Gadis itu menjulurkan tangan kanannya. Meminta Jevo berjabat tangan. Namun ia hanya menautkan kedua alisnya seolah-olah bertanya kenapa. 

"Maaf," ucapnya lagi sambil menggoyang-goyangkan tangannya. Lantas Jevo segera menjabat tangan gadis itu menandakan bahwa laki-laki itu sudah memaafkan dirinya. 

"Buruan habisin makanan lo," pinta Jevo.

Tasya kembali meraih piringnya yang telah ia diamkan begitu saja. Dimakannya ketoprak itu hingga habis tak tersisa. Jevo menurunkan ponselnya— memandang gadis di depannya terlihat mengusap-usap perutnya karena kekenyangan. Sekilas senyuman terbentuk di bibir laki-laki itu. 

"Gak salah sih nih Pak Gendut namanya Gendut. Gila ketopraknya langsung bikin gue gendut nih." 

"Udah? Yuk pulang," ajak Jevo. 

Tasya menggelengkan kepalanya. "Gue dijemput sopir. Biar nanti ke sini," tolaknya.

"Lo ke sini sama gue, jadi gue juga yang harus nganter lo pulang."

"Iya gue tau lo baik, tapi..."

Belum sempat Tasya menyelesaikan ucapannya, Jevo segera menarik tangannya dan memakaikan helm pada gadis itu. Kini Tasya tidak dapat menolak, karena tidak enak dengan Jevo. 

Sepanjang perjalanan, Tasya mengarahkan jalan rumahnya pada Jevo. Beberapa pertanyaan muncul di benak Tasya, dari apa permasalahan antara Edgar dan Jevo? Hingga kenapa dirinya berakhir pulang di antar Jevo? Jika orangtuanya tau, pasti Tasya akan dicerca banyak pertanyaan. Dan jujur ia tidak siap untuk itu.

Setelah ±10 menit, tibalah mereka di kawasan perumahan elit. Motor Jevo berhenti tepat di depan rumah besar berwarna putih dengan pagar hitam yang menjulang ke atas. 

Tasya melepas helmnya dan memberikan pada Jevo. "Cepet pulang, sebelum mama gue tau," perintahnya sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya layaknya mengusir kucing.

Jevo tersenyum miring. "Lo nih gak ada ucapan terimakasihnya ya."

"Ah iya iya. Makasih makasih, cepetan nanti..."

Suara pagar terbuka membuat gadis itu berhenti berbicara. Seketika tubuhnya menegang. Seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam yang tergerai apik di belakang pungggungnya dan memakai setelan kantor warna mocca terlihat memasang wajah dingin ketika tahu bahwa putrinya pulang bersama seorang laki-laki.

Jevo segera turun dari motornya dan mencium tangan wanita itu. Wanita itu memandang Jevo dari atas sampai bawah sebelum akhirnya memandang Tasya meminta penjelasan. 

"Oh, ini Jevo, Ma. Siswa baru di sekolah Tasya, terus jadi temen sebangku Tasya," jelasnya dengan hati-hati. 

"Tasya masuk!" perintahnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah dengan melirik Jevo sekilas.

Tasya sudah menduga hal ini akan terjadi. Lalu ia meminta Jevo segera pulang, tak lupa juga meminta maaf karena sikap mamanya pada Jevo sebelum akhirnya gadis itu mengikuti langkah mamanya masuk ke dalam rumah. 

"Gue akan kasih tau lo masalah gue sama Edgar, Sya. Tapi setelah gue tau apa yang terjadi antara lo sama Edgar. Sepertinya kita punya musuh yang sama," ucap Jevo dalam hati. 

Segera ia menyalakan mesin motornya dan pergi dari sana.

(to be continue)

Related chapters

  • NURAGA   1 — Duo Angles

    Asha sedikit kesal malam ini. Sejak 3 jam yang lalu ponselnya tidak berhenti berdering. Bagaimana tidak? Semua teman hingga guru di sekolah mengucapkan selamat padanya, karena dirinya berhasil keluar menjadi juara Olimpiade Matematika Nasional. Gadis itu meletakkan ponselnya dan menyalakan TV yang ada di depannya dengan wajah kesal."Kenapa sih lo?" tanya Nadine yang keluar dari balkon. Asha hanya melirik sebentar tanpa menjawab. Lalu kembali fokus melihat kartun favoritnya. Nadine— sahabat Asha sejak dari SMP. Gadis itu juga mengikuti Olimpiade seperti Asha dan keluar sebagai juara Olimpiade Kimia Nasional. "Tadi lo telfon siapa sih, Nad? Lama amat, mana baru kelar lagi." Nadine yang mendengar pertanyaan Asha hanya bisa meringis. Lalu naik ke ranjang dan duduk disebelah Asha sambil memakan biskuit Tini Wini Biti yang Asha pegang. Ponsel Asha tiba-tibe berdering, menandakan ada telfon masuk. Gadis itu menghela napas, dengan rasa malas dia mengambil ponselnya. Tertera nama Julian di

    Last Updated : 2023-06-11
  • NURAGA   01. Preman Pasar

    Yogyakarta adalah destinasi kota romantis kedua setelah Pulau Dewata. Kota ini identik dengan kain batik dan destinasi Candi Prambanan yang diminati pengunjung dalam negeri maupun mancanegara. Di salah satu sudutnya yang bernama Malioboro, tak pernah sepi dari pengunjung, baik siang ataupun malam. Di sinilah gadis berperawakan tinggi, rambut terikat dengan pita berwarna biru, dan di lehernya digantungkan ID card bertuliskan ‘PESERTA STUDY TOUR SMA NUSANTARA, JAKARTA’ berdiri. Dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan menampakan wajah kesalnya kepada gadis di sampingnya yang mungkin sudah 2 jam masih sibuk memilih baju-baju yang dipamerkan di Malioboro. Tak jarang gadis bernama Salsa itu berdebat dengan sang penjual untuk menurunkan harga baju tersebut.Jika Salsa diadukan dengan ibu–ibu di komplek perumahan pasti levelnya sudah sama. Sama-sama rempongnya. “Sya, ini bagus gak?” diangkatnya baju berwarna merah dengan tulisan I Love Yogyakarta pada bagian tengahnya. Tasya menghembu

    Last Updated : 2021-09-11
  • NURAGA   02. Black Riddin

    Bel masuk kelas sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Semua siswa masuk ke kelasnya masing–masing. Tidak ada siswa yang berhamburan di luar kelas, kecuali tukang kebun sekolah yang sedang menyapu koridor sekolah atau membersihkan kamar mandi. Begitu juga pelajaran matematika Bu Eka yang sudah dimulai sejak 15 menit lalu di kelas XI IPA 1. Bu Eka termasuk guru yang disiplin. Beliau bukan guru matematika yang sering ditakuti oleh banyak siswa karena kegarangannya. Bu Eka berbeda di pandangan siswa SMA Nusantara, terlebih kelas XI. Beliau termasuk dalam jajaran guru favorit. Banyak siswa yang menganggap matematika itu adalah hal yang menakutkan, tapi yakinlah setiap kelas ditampu oleh Bu Eka pasti nilai matematika mereka berkembang pesat. Entah ilmu apa yang dimiliki Bu Eka. Tok tok tok “Permisi bu,” ucap Tasya sopan dan memasuki kelasnya. Semua teman sekelasnya memandang kearah Tasya, tetapi setelah itu kembali mengerjakan soal fungsi turunan yang diberikan oleh Bu Eka. Teman sekelasnya

    Last Updated : 2021-09-12
  • NURAGA   03. Dixie Band

    “Anjing!!” teriak Ilham dengan tangan yang memegang stik playstation.“Sat! Kipper gue. Mati aja lo, nangkep bola gak bisa!” seru Andi tak mau kalah.Hari ini semua kelas sedang kosong tidak ada kegiatan belajar mengajar. Karena para guru sedang rapat untuk kegiatan pensi tahun ini. Para siswa dibebaskan untuk melakukan kegiatan mereka, asal tidak keluar sekolah.Seperti yang dilakukan Andi dan Ilham, mereka memilih bermain playstation didalam kelas dan melontarkan kata-kata yang seharusya tidak diucapkan. Beberapa kali Della yang mengobrol dengan Salsa harus menegur mereka dengan alasan sangat terganggu. Tak jarang kelas tersebut melakukan konser musik sementara yang dipimpin oleh Aldi sang gitaris. Biasanya mereka melakukan konser dibelakang kelas.Berbeda halnya dengan Tasya dan Ardhan. Dalam situasi yang sangat bebas ini, mereka sering keluar kelas untuk rapat. Tasya memegang jabatan ketua disipliner dalam OSI

    Last Updated : 2021-09-13
  • NURAGA   04. Ketoprak Pinggir Jalan

    Sudah 30 menit yang lalu jam kegiatan belajar mengajar dibubarkan. Tetapi masih banyak juga siswa yang berada di sekolah untuk melakukan kegiatan ekstakulikuler, seperti Tasya dan Aldi. Mereka berada dalam ekstra yang sama, yaitu pencak silat. Tasya yang tentu menjabat sebagai ketua, dan Aldi sebagai wakilnya. Terlihat Tasya membuka loker yang bertuliskan nomor 145. Tangannya meraih satu setel baju berwarna hitam yang dia simpan rapi didalam lokernya. Entah apa yang membuat Tasya merasa malas untuk latihan hari ini dan ingin cepat–cepat pulang. Kata–kata David di perpustakan tadi masih jelas di pikirannya. Berulang kali Tasya menyibukkan diri untuk menghilangkannya, tetapi malah membuat Tasya pusing sendiri.“Lo kenapa Sya?” tanya Aldi memegang pundak Tasya.Tasya mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa.“Lo gak usah latihan deh hari ini, lo istirahat aja,” sambung Aldi dibalas angguka

    Last Updated : 2021-09-14

Latest chapter

  • NURAGA   1 — Duo Angles

    Asha sedikit kesal malam ini. Sejak 3 jam yang lalu ponselnya tidak berhenti berdering. Bagaimana tidak? Semua teman hingga guru di sekolah mengucapkan selamat padanya, karena dirinya berhasil keluar menjadi juara Olimpiade Matematika Nasional. Gadis itu meletakkan ponselnya dan menyalakan TV yang ada di depannya dengan wajah kesal."Kenapa sih lo?" tanya Nadine yang keluar dari balkon. Asha hanya melirik sebentar tanpa menjawab. Lalu kembali fokus melihat kartun favoritnya. Nadine— sahabat Asha sejak dari SMP. Gadis itu juga mengikuti Olimpiade seperti Asha dan keluar sebagai juara Olimpiade Kimia Nasional. "Tadi lo telfon siapa sih, Nad? Lama amat, mana baru kelar lagi." Nadine yang mendengar pertanyaan Asha hanya bisa meringis. Lalu naik ke ranjang dan duduk disebelah Asha sambil memakan biskuit Tini Wini Biti yang Asha pegang. Ponsel Asha tiba-tibe berdering, menandakan ada telfon masuk. Gadis itu menghela napas, dengan rasa malas dia mengambil ponselnya. Tertera nama Julian di

  • NURAGA   05. Jabatan Jevo

    “Eyoooo, ada siapa ini?” seru seorang laki-laki dengan gerombolannya, berjalan mendekati Tasya dan Jevo.Wajah Jevo tampak mengeras. Tangannya mengepal. Sorotan mata Jevo tajam melihat mereka datang. Namun...“Edgar,” gumam Tasya dengan sorotan mata yang tajam tak kalah dari Jevo. Laki-laki itu terkejut karena Tasya mengenal Edgar. Bagaimana bisa?“Lho, sama Tasya cantik,” goda Edgar dengan tangan yang mencoba memegang dagu gadis itu. Namun dengan cepat Tasya langsung memutar pergelangan tangan Edgar hingga ia merasa kesakitan dan meminta Tasya melepaskannya.Laki-laki itu mengelus pergelangan tangannya yang sakit. “Wah lo makin kuat aja sejak terakhir kali kita ketemu,” puji Edgar sambil memperlihatkan senyum miringnya pada Tasya yang menampakkan wajah yang jelas tidak suka pada laki-laki tersebut.Jevo mengernyitkan dahinya. Ia tidak tau apa yang mereka

  • NURAGA   04. Ketoprak Pinggir Jalan

    Sudah 30 menit yang lalu jam kegiatan belajar mengajar dibubarkan. Tetapi masih banyak juga siswa yang berada di sekolah untuk melakukan kegiatan ekstakulikuler, seperti Tasya dan Aldi. Mereka berada dalam ekstra yang sama, yaitu pencak silat. Tasya yang tentu menjabat sebagai ketua, dan Aldi sebagai wakilnya. Terlihat Tasya membuka loker yang bertuliskan nomor 145. Tangannya meraih satu setel baju berwarna hitam yang dia simpan rapi didalam lokernya. Entah apa yang membuat Tasya merasa malas untuk latihan hari ini dan ingin cepat–cepat pulang. Kata–kata David di perpustakan tadi masih jelas di pikirannya. Berulang kali Tasya menyibukkan diri untuk menghilangkannya, tetapi malah membuat Tasya pusing sendiri.“Lo kenapa Sya?” tanya Aldi memegang pundak Tasya.Tasya mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa.“Lo gak usah latihan deh hari ini, lo istirahat aja,” sambung Aldi dibalas angguka

  • NURAGA   03. Dixie Band

    “Anjing!!” teriak Ilham dengan tangan yang memegang stik playstation.“Sat! Kipper gue. Mati aja lo, nangkep bola gak bisa!” seru Andi tak mau kalah.Hari ini semua kelas sedang kosong tidak ada kegiatan belajar mengajar. Karena para guru sedang rapat untuk kegiatan pensi tahun ini. Para siswa dibebaskan untuk melakukan kegiatan mereka, asal tidak keluar sekolah.Seperti yang dilakukan Andi dan Ilham, mereka memilih bermain playstation didalam kelas dan melontarkan kata-kata yang seharusya tidak diucapkan. Beberapa kali Della yang mengobrol dengan Salsa harus menegur mereka dengan alasan sangat terganggu. Tak jarang kelas tersebut melakukan konser musik sementara yang dipimpin oleh Aldi sang gitaris. Biasanya mereka melakukan konser dibelakang kelas.Berbeda halnya dengan Tasya dan Ardhan. Dalam situasi yang sangat bebas ini, mereka sering keluar kelas untuk rapat. Tasya memegang jabatan ketua disipliner dalam OSI

  • NURAGA   02. Black Riddin

    Bel masuk kelas sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Semua siswa masuk ke kelasnya masing–masing. Tidak ada siswa yang berhamburan di luar kelas, kecuali tukang kebun sekolah yang sedang menyapu koridor sekolah atau membersihkan kamar mandi. Begitu juga pelajaran matematika Bu Eka yang sudah dimulai sejak 15 menit lalu di kelas XI IPA 1. Bu Eka termasuk guru yang disiplin. Beliau bukan guru matematika yang sering ditakuti oleh banyak siswa karena kegarangannya. Bu Eka berbeda di pandangan siswa SMA Nusantara, terlebih kelas XI. Beliau termasuk dalam jajaran guru favorit. Banyak siswa yang menganggap matematika itu adalah hal yang menakutkan, tapi yakinlah setiap kelas ditampu oleh Bu Eka pasti nilai matematika mereka berkembang pesat. Entah ilmu apa yang dimiliki Bu Eka. Tok tok tok “Permisi bu,” ucap Tasya sopan dan memasuki kelasnya. Semua teman sekelasnya memandang kearah Tasya, tetapi setelah itu kembali mengerjakan soal fungsi turunan yang diberikan oleh Bu Eka. Teman sekelasnya

  • NURAGA   01. Preman Pasar

    Yogyakarta adalah destinasi kota romantis kedua setelah Pulau Dewata. Kota ini identik dengan kain batik dan destinasi Candi Prambanan yang diminati pengunjung dalam negeri maupun mancanegara. Di salah satu sudutnya yang bernama Malioboro, tak pernah sepi dari pengunjung, baik siang ataupun malam. Di sinilah gadis berperawakan tinggi, rambut terikat dengan pita berwarna biru, dan di lehernya digantungkan ID card bertuliskan ‘PESERTA STUDY TOUR SMA NUSANTARA, JAKARTA’ berdiri. Dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan menampakan wajah kesalnya kepada gadis di sampingnya yang mungkin sudah 2 jam masih sibuk memilih baju-baju yang dipamerkan di Malioboro. Tak jarang gadis bernama Salsa itu berdebat dengan sang penjual untuk menurunkan harga baju tersebut.Jika Salsa diadukan dengan ibu–ibu di komplek perumahan pasti levelnya sudah sama. Sama-sama rempongnya. “Sya, ini bagus gak?” diangkatnya baju berwarna merah dengan tulisan I Love Yogyakarta pada bagian tengahnya. Tasya menghembu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status