Home / Young Adult / NURAGA / 01. Preman Pasar

Share

NURAGA
NURAGA
Author: flo

01. Preman Pasar

Author: flo
last update Last Updated: 2021-09-11 13:04:02

Yogyakarta adalah destinasi kota romantis kedua setelah Pulau Dewata. Kota ini identik dengan kain batik dan destinasi Candi Prambanan yang diminati pengunjung dalam negeri maupun mancanegara. Di salah satu sudutnya yang bernama Malioboro, tak pernah sepi dari pengunjung, baik siang ataupun malam.

Di sinilah gadis berperawakan tinggi, rambut terikat dengan pita berwarna biru, dan di lehernya digantungkan ID card bertuliskan ‘PESERTA STUDY TOUR SMA NUSANTARA, JAKARTA’ berdiri. Dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan menampakan wajah kesalnya kepada gadis di sampingnya yang mungkin sudah 2 jam masih sibuk memilih baju-baju yang dipamerkan di Malioboro. Tak jarang gadis bernama Salsa itu berdebat dengan sang penjual untuk menurunkan harga baju tersebut.

Jika Salsa diadukan dengan ibu–ibu di komplek perumahan pasti levelnya sudah sama. Sama-sama rempongnya.

“Sya, ini bagus gak?” diangkatnya baju berwarna merah dengan tulisan I Love Yogyakarta pada bagian tengahnya.

Tasya menghembuskan nafasnya kasar. “Lo udah tanya berapa kali sih, Sal?” ucapnya datar. Salsa yang mendengar hal itu mengangguk kecil.

“Pak, ada yang couple 3 gak?” diletakkannya baju berwarna merah tadi dan dilipatnya seperti semula.

“Adanya 2 aja, Mbak. Kalau 3 gak ada.”

Salsa memberikan baju yang sudah dilipatnya tadi kepada sang penjual.

“Yaudah deh, gak jadi Pak. Makasih ya.”

Tasya yang mendengar hal itu tak habis pikir, 2 jam sudah ia berdiri dan hasilnya? Gadis rempong ini tidak jadi beli baju. Sia-sia sudah waktu 2 jam Tasya. Waktu selama itu bisa ia gunakan untuk wisata kuliner dan pastinya ia akan kenyang, dari pada berdiri menunggu Salsa yang memilih baju dan akhirnya tidak ada satu pun yang ia beli.

“Yuk, Sya. Kita cari tempat lain,” ucapnya tanpa dosa sambil menggandeng tangan Tasya. Kenapa ada manusia seperti Salsa? Ingin rasanya Tasya menghilang menjadi debu dan berterbangan bebas di udara. Sungguh Tasya ingin hal itu terjadi padanya.

Dua sejoli itu berjalan menyusuri kembali Malioboro yang sangat padat pengunjung. Mungkin karena malam minggu, jadi lebih padat dari hari biasa. Kini di tangan Tasya terdapat sebungkus bakso bakar yang ia beli sebelum menyusuri Malioboro lagi. Itu juga ia dapatkan karena memaksa dan mengancam Salsa, jika tidak begitu bakso bakar tidak akan berada di tangan Tasya.

“Sya, masuk situ ya,” tunjuk Salsa pada toko bernama ‘UBORAMPE’. Tasya sibuk memakan bakso bakarnya dan mengikuti Salsa saja, karena ia hanya akan fokus pada bakso bakarnya.

Banyak sekali pengunjung yang berada di dalam toko tersebut. Hingga Salsa dan Tasya harus desak-desakan dengan pengunjung lainnya. Bermacam–macam barang dijual di toko tersebut, dari baju, aksesoris, hingga makanan. Pandangan Salsa tertuju pada mug yang dipamerkan di etalase kaca.

Dalam 1 dos, terdapat 3 mug. Berwarna biru muda, putih, dan juga pink. “Sya, beli ini aja ya. Buat aku, kamu sama Della.” Tasya yang masih sibuk dengan bakso bakarnya hanya mengangguk.

Salsa pergi membayar mug yang ia beli, sedangkan Tasya menunggu di tempat di mana Salsa mengambil mug tadi. Hanya tersisa tusuk bakso bakar saja dibungkus yang Tasya bawa. Dibuangnya bungkus dan tusuk bakso bakar itu pada tempat sampah yang berada di toko itu. Segera ia mengambil botol minum yang ia bawa sedari tadi pada tas yang berada di punggungnya dan meminumnya.

Pandangannya tertuju pada pemuda bertopi dengan rompi jeans yang melekat pada tubuhnya. Terlihat pemuda itu memasukan beberapa gantungan kunci pada rompinya dengan hati–hati.

“Bang, dikembaliin dong. Gak baik loh, Bang,” ucap Tasya santai yang kini sudah berada di samping pemuda itu. Pemuda itu tidak menjawab dan pergi begitu saja, tapi Tasya berhasil menarik rompi pemuda itu sebelum ia pergi.

Dengan kasar pemuda berbalik dan kini sudah berada di depan Tasya. Pemuda itu tersenyum miring sedangkan Tasya dengan santai menatap pemuda itu.

“Mbak e njaluk opo to? Padu!?” teriak pemuda tersebut dengan logat Jawa. Tasya yang tidak mengerti apa yang dimaksud pemuda itu bertanya pada karyawan yang berada di dekatnya.

“Mbak, dia bilang apa sih?” tanya Tasya.

“Di..dia ngajak Mbak be…berantem,” balas karyawan tersebut dengan nada takut. Tasya mengangguk dan melakukan peregangan seperti akan memulai senam.

“Yuk, Tasya jabanin,” ucapnya santai yang kini sudah pasang kuda-kuda.

Pemuda itu tak terima dan langsung menyerang Tasya. Dengan cepat Tasya menghindar dari pukulan pemuda itu. Tasya menendang bagian pinggang pemuda itu dengan keras, dan tak butuh waktu yang lama pemuda itu terkapar di lantai. Pengunjung yang berada di toko tersebut hanya diam menyaksikan perkelahian Tasya.

Segera Tasya mengambil barang curian yang pemuda itu sembunyikan di dalam rompinya. “Cemen lo, tendang gitu aja udah lemes,” ejek Tasya pada pemuda yang kesakitan itu. Diberikannya barang itu pada karyawan di sana.

“Nih Mbak,” karyawan itu menerima dengan tangan sedikit bergetar.

“Loh, Tasya?” ucap Salsa yang tiba-tiba muncul dengan membawa barang yang ia beli. “Ini masnya kenapa?” tunjuk Salsa ngeri. Tasya hanya memperlihatkan deretan gigi putihnya kepada Salsa dan menarik tangan Salsa keluar dari toko tersebut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

21.00 WIB. Semua siswa SMA Nusantara sudah berada di dalam bus masing-masing sesuai kelas mereka.

“Kelas XI IPA 1 ada yang masih kurang?” tanya Pak Pandu dengan mikrofon yang biasanya digunakan untuk karaokean siswa – siswa dalam bus.

“Sudah lengkap, Pak,” jawab Abdul sang ketua kelas.

“Baiklah, Jakarta kita datang!!” seru Pak Pandu membuat siswa yang berada di bus tersebut ikut berteriak. Maklum, Pak Pandu termasuk dalam golongan guru muda yang mengajar di SMA Nusantara. Selain itu penampilannya juga masih trendi, alias masih mengikuti jaman. Tak heran banyak siswi perempuan SMA Nusantara nge-fans dengan Pak Pandu, bahkan ada yang membuat fans club.

Salsa sibuk merapikan barangnya dengan makhluk titisan kebo yang berada di sampingnya. Siapa lagi jika bukan Tasya yang kini sudah nyenyak dengan posisi memeluk lututnya. Dipikir sudah selesai, akhirnya Salsa menyusul Tasya untuk tidur.

Suasana hening dan gelap. Para siswa sebagian sudah menikmati mimpi mereka, walau ada beberapa yang masih terjaga dan memainkan ponsel mereka. Hari ini adalah hari terakhir mereka melakukan study tour sebagai siswa SMA Nusantara. Setelah itu mereka harus berjuang untuk melakukan ujian dikelas XII.

* * *

Istirahat adalah salah satu surga bagi pelajar setelah jam kosong. Tujuan paling utama adalah kantin. Setelah mendengar ocehan dari guru dan menatap televisi putih yang bertuliskan rumus-rumus matematika dan fisika yang sangat membosankan. Di kantin, mereka dapat me-refresh pikiran mereka dengan obrolan yang menurut mereka menarik, atau bagi siswa perempuan membicarakan laki-laki yang mereka sukai, dan bagi siswa laki-laki memanfaatkan wifi sekolah untuk mengunduh video yang menurut mereka dapat menambah ilmu tetapi bagi siswa perempuan itu adalah hal yang tabu.

“Tadaa,” ucap Salsa sambil mengeluarkan mug yang ia beli di Yogyakarta waktu itu. “Ini buat Della,” menyodorkan mug berwarna putih. “Ini Tasya,” menyodorkan mug berwarna biru muda. “Dan yang pink buat Salsa,” ucapnya girang.

“Makasih ya, Sal,” ucap Della. “Emm, gak bayar kan?” sambungnya. Della memang yang paling perhitungan diantara mereka bertiga. Salsa tersenyum dan menggeleng membuat Della menyodorkan ibu jarinya kepada Salsa.

“Della tau gak? Di Yogya kemarin, Tasya jadi pahlawan,” ucap Salsa membuat Tasya menghentikan aktifitas membacanya dan beralih menatap Salsa.

“Emang apaan?” tanya Della menyeruput es teh manisnya.

“Masa ya, waktu Salsa udah selesai bayar mug ini, Salsa liat Tasya habis berantem sama cowok kayak preman gitu,” jelas Salsa. Sedangkan Tasya acuh tak acuh mendengar cerita Salsa.

“Biarin aja. Tasya kan emang gitu,” ucap Della santai.

“Kalau itu cowok gak nyuri, gak bakal gue pukul,” Tasya membuka suaranya.

“Ha? Jadi dia pencuri?” Tasya mengangguk mendengar pertanyaan Salsa.

“Preman pasar beraksi,” cibir Della pada Tasya. Segera buku yang dibacanya melayang dengan sempurna di atas kepala Della.

“Gimana lomba lo, Del?” tanya Tasya pada Della yang kini masih mengusap kepalanya.

“Haha, menang dong,” bangga Della dengan menepukan tangan pada dadanya.

Walapun terlihat seperti gadis yang bodoh karena tingkah laku Della yang suka bercanda dan terlihat main-main, sebenarnya dia adalah gadis yang pintar. Terutama pada mata pelajaran fisika dan kimia. Tak jarang Della menyabet juara dalam beberapa olimpiade.

“Keren deh, Della,” puji Salsa membuat Della senyum-senyum sendiri.

“Cih! Gila lo ya? Senyum-senyum sendiri?” ejek Tasya.

“Sirik tanda tak mampu,” ejek Della tak mau kalah.

“Udah-udah,” lerai Salsa membuat Della tertawa.

Tasya melihat benda kecil yang melingkar di tangannya. “Gue duluan ya,” ucap Tasya berdiri dari kursinya.

“Mau kemana?” tanya Salsa. “Gue mau kumpul sama anggota pencak silat. Udah ya, bye!” pamit Tasya mengambil dompetnya yang tergeletak diatas meja dan meninggalkan kedua sahabatnya.

* * *

Tasya melangkahkan kakinya menyusuri koridor sekolah. Tak jarang banyak siswa yang menyapa Tasya. Selain jago bela diri, Tasya juga terkenal karena dia termasuk dalam Pengurus OSIS bagian kedisiplinan. Selain itu dia juga cantik, walaupun di luarnya terlihat dingin sebenarnya dia sangat baik dan ramah kepada semua orang.

“Tasya,” panggil Pak Parno selaku wakil kepala sekolah kesiswaan SMA Nusantara.

“Iya, Pak?” jawab Tasya sopan.

“Tolong antar anak baru ini ke ruang Bimbingan Konseling,” pinta Pak Parno pada Tasya.

“Oh, iya pak.” segera Pak Parno meninggalkan mereka. Gadis itu menatap laki-laki di depannya itu dari atas sampai bawah, seperti sedang meng-scan.

“Kenapa lo?” tanya laki-laki itu menyadari tatapan Tasya yang tak biasa.

Tasya menghela napas pelan. Jari telunjuknya menunjuk pada seragam laki-laki itu. “Masukin dulu baju lo,” pintanya. “Lo anak baru disini jadi jaga perilaku lo,” sambung Tasya memperingati.

Laki-laki itu tersenyum miring. Segera ia memasukkan baju seragamnya sesuai permintaan gadis itu lalu mengikutinya berjalan di belakang menuju ke ruang Bimbingan Konseling dengan senyuman miring yang masih setia menghiasi wajahnya dan sorotan tajam dari kedua netranya memandang punggung Tasya.

(to be continue)

Related chapters

  • NURAGA   02. Black Riddin

    Bel masuk kelas sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Semua siswa masuk ke kelasnya masing–masing. Tidak ada siswa yang berhamburan di luar kelas, kecuali tukang kebun sekolah yang sedang menyapu koridor sekolah atau membersihkan kamar mandi. Begitu juga pelajaran matematika Bu Eka yang sudah dimulai sejak 15 menit lalu di kelas XI IPA 1. Bu Eka termasuk guru yang disiplin. Beliau bukan guru matematika yang sering ditakuti oleh banyak siswa karena kegarangannya. Bu Eka berbeda di pandangan siswa SMA Nusantara, terlebih kelas XI. Beliau termasuk dalam jajaran guru favorit. Banyak siswa yang menganggap matematika itu adalah hal yang menakutkan, tapi yakinlah setiap kelas ditampu oleh Bu Eka pasti nilai matematika mereka berkembang pesat. Entah ilmu apa yang dimiliki Bu Eka. Tok tok tok “Permisi bu,” ucap Tasya sopan dan memasuki kelasnya. Semua teman sekelasnya memandang kearah Tasya, tetapi setelah itu kembali mengerjakan soal fungsi turunan yang diberikan oleh Bu Eka. Teman sekelasnya

    Last Updated : 2021-09-12
  • NURAGA   03. Dixie Band

    “Anjing!!” teriak Ilham dengan tangan yang memegang stik playstation.“Sat! Kipper gue. Mati aja lo, nangkep bola gak bisa!” seru Andi tak mau kalah.Hari ini semua kelas sedang kosong tidak ada kegiatan belajar mengajar. Karena para guru sedang rapat untuk kegiatan pensi tahun ini. Para siswa dibebaskan untuk melakukan kegiatan mereka, asal tidak keluar sekolah.Seperti yang dilakukan Andi dan Ilham, mereka memilih bermain playstation didalam kelas dan melontarkan kata-kata yang seharusya tidak diucapkan. Beberapa kali Della yang mengobrol dengan Salsa harus menegur mereka dengan alasan sangat terganggu. Tak jarang kelas tersebut melakukan konser musik sementara yang dipimpin oleh Aldi sang gitaris. Biasanya mereka melakukan konser dibelakang kelas.Berbeda halnya dengan Tasya dan Ardhan. Dalam situasi yang sangat bebas ini, mereka sering keluar kelas untuk rapat. Tasya memegang jabatan ketua disipliner dalam OSI

    Last Updated : 2021-09-13
  • NURAGA   04. Ketoprak Pinggir Jalan

    Sudah 30 menit yang lalu jam kegiatan belajar mengajar dibubarkan. Tetapi masih banyak juga siswa yang berada di sekolah untuk melakukan kegiatan ekstakulikuler, seperti Tasya dan Aldi. Mereka berada dalam ekstra yang sama, yaitu pencak silat. Tasya yang tentu menjabat sebagai ketua, dan Aldi sebagai wakilnya. Terlihat Tasya membuka loker yang bertuliskan nomor 145. Tangannya meraih satu setel baju berwarna hitam yang dia simpan rapi didalam lokernya. Entah apa yang membuat Tasya merasa malas untuk latihan hari ini dan ingin cepat–cepat pulang. Kata–kata David di perpustakan tadi masih jelas di pikirannya. Berulang kali Tasya menyibukkan diri untuk menghilangkannya, tetapi malah membuat Tasya pusing sendiri.“Lo kenapa Sya?” tanya Aldi memegang pundak Tasya.Tasya mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa.“Lo gak usah latihan deh hari ini, lo istirahat aja,” sambung Aldi dibalas angguka

    Last Updated : 2021-09-14
  • NURAGA   05. Jabatan Jevo

    “Eyoooo, ada siapa ini?” seru seorang laki-laki dengan gerombolannya, berjalan mendekati Tasya dan Jevo.Wajah Jevo tampak mengeras. Tangannya mengepal. Sorotan mata Jevo tajam melihat mereka datang. Namun...“Edgar,” gumam Tasya dengan sorotan mata yang tajam tak kalah dari Jevo. Laki-laki itu terkejut karena Tasya mengenal Edgar. Bagaimana bisa?“Lho, sama Tasya cantik,” goda Edgar dengan tangan yang mencoba memegang dagu gadis itu. Namun dengan cepat Tasya langsung memutar pergelangan tangan Edgar hingga ia merasa kesakitan dan meminta Tasya melepaskannya.Laki-laki itu mengelus pergelangan tangannya yang sakit. “Wah lo makin kuat aja sejak terakhir kali kita ketemu,” puji Edgar sambil memperlihatkan senyum miringnya pada Tasya yang menampakkan wajah yang jelas tidak suka pada laki-laki tersebut.Jevo mengernyitkan dahinya. Ia tidak tau apa yang mereka

    Last Updated : 2021-10-10
  • NURAGA   1 — Duo Angles

    Asha sedikit kesal malam ini. Sejak 3 jam yang lalu ponselnya tidak berhenti berdering. Bagaimana tidak? Semua teman hingga guru di sekolah mengucapkan selamat padanya, karena dirinya berhasil keluar menjadi juara Olimpiade Matematika Nasional. Gadis itu meletakkan ponselnya dan menyalakan TV yang ada di depannya dengan wajah kesal."Kenapa sih lo?" tanya Nadine yang keluar dari balkon. Asha hanya melirik sebentar tanpa menjawab. Lalu kembali fokus melihat kartun favoritnya. Nadine— sahabat Asha sejak dari SMP. Gadis itu juga mengikuti Olimpiade seperti Asha dan keluar sebagai juara Olimpiade Kimia Nasional. "Tadi lo telfon siapa sih, Nad? Lama amat, mana baru kelar lagi." Nadine yang mendengar pertanyaan Asha hanya bisa meringis. Lalu naik ke ranjang dan duduk disebelah Asha sambil memakan biskuit Tini Wini Biti yang Asha pegang. Ponsel Asha tiba-tibe berdering, menandakan ada telfon masuk. Gadis itu menghela napas, dengan rasa malas dia mengambil ponselnya. Tertera nama Julian di

    Last Updated : 2023-06-11

Latest chapter

  • NURAGA   1 — Duo Angles

    Asha sedikit kesal malam ini. Sejak 3 jam yang lalu ponselnya tidak berhenti berdering. Bagaimana tidak? Semua teman hingga guru di sekolah mengucapkan selamat padanya, karena dirinya berhasil keluar menjadi juara Olimpiade Matematika Nasional. Gadis itu meletakkan ponselnya dan menyalakan TV yang ada di depannya dengan wajah kesal."Kenapa sih lo?" tanya Nadine yang keluar dari balkon. Asha hanya melirik sebentar tanpa menjawab. Lalu kembali fokus melihat kartun favoritnya. Nadine— sahabat Asha sejak dari SMP. Gadis itu juga mengikuti Olimpiade seperti Asha dan keluar sebagai juara Olimpiade Kimia Nasional. "Tadi lo telfon siapa sih, Nad? Lama amat, mana baru kelar lagi." Nadine yang mendengar pertanyaan Asha hanya bisa meringis. Lalu naik ke ranjang dan duduk disebelah Asha sambil memakan biskuit Tini Wini Biti yang Asha pegang. Ponsel Asha tiba-tibe berdering, menandakan ada telfon masuk. Gadis itu menghela napas, dengan rasa malas dia mengambil ponselnya. Tertera nama Julian di

  • NURAGA   05. Jabatan Jevo

    “Eyoooo, ada siapa ini?” seru seorang laki-laki dengan gerombolannya, berjalan mendekati Tasya dan Jevo.Wajah Jevo tampak mengeras. Tangannya mengepal. Sorotan mata Jevo tajam melihat mereka datang. Namun...“Edgar,” gumam Tasya dengan sorotan mata yang tajam tak kalah dari Jevo. Laki-laki itu terkejut karena Tasya mengenal Edgar. Bagaimana bisa?“Lho, sama Tasya cantik,” goda Edgar dengan tangan yang mencoba memegang dagu gadis itu. Namun dengan cepat Tasya langsung memutar pergelangan tangan Edgar hingga ia merasa kesakitan dan meminta Tasya melepaskannya.Laki-laki itu mengelus pergelangan tangannya yang sakit. “Wah lo makin kuat aja sejak terakhir kali kita ketemu,” puji Edgar sambil memperlihatkan senyum miringnya pada Tasya yang menampakkan wajah yang jelas tidak suka pada laki-laki tersebut.Jevo mengernyitkan dahinya. Ia tidak tau apa yang mereka

  • NURAGA   04. Ketoprak Pinggir Jalan

    Sudah 30 menit yang lalu jam kegiatan belajar mengajar dibubarkan. Tetapi masih banyak juga siswa yang berada di sekolah untuk melakukan kegiatan ekstakulikuler, seperti Tasya dan Aldi. Mereka berada dalam ekstra yang sama, yaitu pencak silat. Tasya yang tentu menjabat sebagai ketua, dan Aldi sebagai wakilnya. Terlihat Tasya membuka loker yang bertuliskan nomor 145. Tangannya meraih satu setel baju berwarna hitam yang dia simpan rapi didalam lokernya. Entah apa yang membuat Tasya merasa malas untuk latihan hari ini dan ingin cepat–cepat pulang. Kata–kata David di perpustakan tadi masih jelas di pikirannya. Berulang kali Tasya menyibukkan diri untuk menghilangkannya, tetapi malah membuat Tasya pusing sendiri.“Lo kenapa Sya?” tanya Aldi memegang pundak Tasya.Tasya mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa.“Lo gak usah latihan deh hari ini, lo istirahat aja,” sambung Aldi dibalas angguka

  • NURAGA   03. Dixie Band

    “Anjing!!” teriak Ilham dengan tangan yang memegang stik playstation.“Sat! Kipper gue. Mati aja lo, nangkep bola gak bisa!” seru Andi tak mau kalah.Hari ini semua kelas sedang kosong tidak ada kegiatan belajar mengajar. Karena para guru sedang rapat untuk kegiatan pensi tahun ini. Para siswa dibebaskan untuk melakukan kegiatan mereka, asal tidak keluar sekolah.Seperti yang dilakukan Andi dan Ilham, mereka memilih bermain playstation didalam kelas dan melontarkan kata-kata yang seharusya tidak diucapkan. Beberapa kali Della yang mengobrol dengan Salsa harus menegur mereka dengan alasan sangat terganggu. Tak jarang kelas tersebut melakukan konser musik sementara yang dipimpin oleh Aldi sang gitaris. Biasanya mereka melakukan konser dibelakang kelas.Berbeda halnya dengan Tasya dan Ardhan. Dalam situasi yang sangat bebas ini, mereka sering keluar kelas untuk rapat. Tasya memegang jabatan ketua disipliner dalam OSI

  • NURAGA   02. Black Riddin

    Bel masuk kelas sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Semua siswa masuk ke kelasnya masing–masing. Tidak ada siswa yang berhamburan di luar kelas, kecuali tukang kebun sekolah yang sedang menyapu koridor sekolah atau membersihkan kamar mandi. Begitu juga pelajaran matematika Bu Eka yang sudah dimulai sejak 15 menit lalu di kelas XI IPA 1. Bu Eka termasuk guru yang disiplin. Beliau bukan guru matematika yang sering ditakuti oleh banyak siswa karena kegarangannya. Bu Eka berbeda di pandangan siswa SMA Nusantara, terlebih kelas XI. Beliau termasuk dalam jajaran guru favorit. Banyak siswa yang menganggap matematika itu adalah hal yang menakutkan, tapi yakinlah setiap kelas ditampu oleh Bu Eka pasti nilai matematika mereka berkembang pesat. Entah ilmu apa yang dimiliki Bu Eka. Tok tok tok “Permisi bu,” ucap Tasya sopan dan memasuki kelasnya. Semua teman sekelasnya memandang kearah Tasya, tetapi setelah itu kembali mengerjakan soal fungsi turunan yang diberikan oleh Bu Eka. Teman sekelasnya

  • NURAGA   01. Preman Pasar

    Yogyakarta adalah destinasi kota romantis kedua setelah Pulau Dewata. Kota ini identik dengan kain batik dan destinasi Candi Prambanan yang diminati pengunjung dalam negeri maupun mancanegara. Di salah satu sudutnya yang bernama Malioboro, tak pernah sepi dari pengunjung, baik siang ataupun malam. Di sinilah gadis berperawakan tinggi, rambut terikat dengan pita berwarna biru, dan di lehernya digantungkan ID card bertuliskan ‘PESERTA STUDY TOUR SMA NUSANTARA, JAKARTA’ berdiri. Dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan menampakan wajah kesalnya kepada gadis di sampingnya yang mungkin sudah 2 jam masih sibuk memilih baju-baju yang dipamerkan di Malioboro. Tak jarang gadis bernama Salsa itu berdebat dengan sang penjual untuk menurunkan harga baju tersebut.Jika Salsa diadukan dengan ibu–ibu di komplek perumahan pasti levelnya sudah sama. Sama-sama rempongnya. “Sya, ini bagus gak?” diangkatnya baju berwarna merah dengan tulisan I Love Yogyakarta pada bagian tengahnya. Tasya menghembu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status