Share

NODA PERNIKAHAN
NODA PERNIKAHAN
Penulis: Aina D

BAB 1. RAHASIA

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-11 17:24:02

Alana.

“Naf, aku pulang duluan, ya,” pamitku pada Nafisa yang duduk di sampingku. Aku sedikit merasa risih dengan dress tali satu yang kugunakan saat ini. 

Sebenarnya tadi aku memakai cardigan untuk outer karena dress bercorak floral yang kukenakan sangat terbuka di bagian atasnya. Namun, insiden aku bertabrakan dengan waiters tadi membuat cardiganku basah ketumpahan minuman, bahkan sebagian dari tumpahannya juga mengenai dressku sehingga aku terpaksa melepas cardiganku yang basah.

“Udah dijemput?” tanya Nafisa.

“Mas Wildan nggak jadi jemput, Naf. Tadi ngirim pesan katanya lagi ada kerjaan mendesak dan harus lembur. Aku sudah memesan transportasi online,” jawabku.

“Aku antar ya, Alana.” Tiba-tiba saja pria itu sudah berada di sampingku. Aku meliriknya sekilas kemudian berusaha tersenyum sambil menggeleng.

“Makasih, Win. Aku udah pesan Grab kok. Ya udah, aku ke depan dulu ya, sepertinya grab nya udah tiba,” ucapku sambil melirik aplikasi transportasi online di ponselku.

“Tunggu, Al!” seru Darwin ketika aku sudah melangkah beberapa langkah meninggalkan mereka. “Pakai ini, sepertinya kamu kedinginan akibat ketumpahan minuman tadi, dan juga tak baik berpenampilan terbuka seperti ini dengan menumpang transportasi online,” ucapnya sambil melepas jas nya dan memakaikannya padaku.

Aku belum sempat menolak ataupun mengiyakan. Namun, jas hitamnya sudah menutup tubuhku, terutama bagian bahuku yang tadinya terekspos bebas. Rasa hangat segera kurasakan saat jas itu menutupi tubuhku. Ah, aku merasa nyaman dengan balutan jas ini, itu membuatku spontan mengangguk dan mengucapkan terima kasih dengan gugup padanya. Kupikir tak ada salahnya menerima pinjamn jas Darwin, apalagi aku harus pulang menumpang transport online. Sementara di belakang punggung Darwin kulihat Nafisa tersenyum usil melihat Darwin memakaikan jas nya padaku.

“Cieeee ....” Kurasa begitu Nafisa berucap, terlihat dari gerakan bibirnya walaupun tanpa suara.

Kurapatkan jas hitam yang menutup tubuhku lebih erat lagi saat sudah berada di dalam mobil grab yang kupesan lewat aplikasi tadi. Udara dingin dari AC mobil membuatku sedikit kedinginan. Jas beraroma parfum maskulin milik Darwin ini benar-benar membantu dan membuatku merasa hangat kembali. Diam-diam aku menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang menguar dari jas yang sedang kupakai.

“Sudah pulang, Nak?” sambut Ibu mertuaku setelah tiba di rumahku dan membuka pintu rumah serta mengucapkan salam. 

Sejak 2 hari ini Ibu mertuaku memang sedang menginap di rumah kami. Namun, Ibu tidak sendiri, dia bersama Lilis, seorang wanita yang baru beberapa lalu melahirkan lewat operasi caesar. 

Menurut Ibu, Lilis adalah kerabat dekatnya yang yatim piatu, sementara suaminya sedang berada di luar kota, sehingga Ibulah yang menemaninya saat wanita itu melahirkan. Sebenarnya aku sedikit heran karena dalam beberapa hari kemarin Mas Wildan dan Ibu benar-benar heboh dan sibuk bolak-balik ke rumah sakit saat Lilis melahirkan putranya lewat proses operasi. Namun aku hanya menyimpan keherananku karena kupikir mungkin memang Lilis tak punya kerabat lain sehingga Ibu yang disibukkan, dan kurasa Mas Wildan jadi ikutan repot karena permintaan Ibu.

Mas Wildan memang sangat dekat dengan Ibunya. Apalagi sejak Fadli, adik satu-satunya meninggal setahun yang lalu akibat kecelakaan motor di kampung Ibu.

“Alana?” Ibu menatapku heran karena aku hanya terpaku di depan pintu.

“Eh ... iya, Bu. Alana baru pulang,” jawabku.

“Wildan nya mana? Bukannya tadi udah janji mau jemputin Al?” tanya Ibu lagi.

“Oh, Mas Wildan lembur, Bu. Jadi nggak jadi jemputin,” jawabku. Namun aku kembali menoleh pada Ibu ketika menyadari satu hal, “Ibu tau dari mana kalau Mas Wildan mau jemput Al?” tanyaku menyelidik.

“Ehm ... itu ... tadi sore Wildan sempat pulang sebentar ke rumah sebelum kembali ke kantornya. Wildan yang mengatakan pada Ibu kalau udah janji mau jemput Nak Alana dari acara reuni.”

Aku menyipitkan mata. ‘Mas Wildan pulang kerumah tadi sore? Ngapain?’ pikirku.

“Jangan berpikiran macam-macam Al, tadi Wildan hanya pulang untuk mengambil beberapa berkas kantornya yang ketinggalan di kamar kalian,” ucap Ibu mertuaku seolah mengerti isi hatiku.

“Bu, salep yang tadi sore Lilis minta belikan Mas Wildan ditaruh di mana ya?” Lilis tiba-tiba muncul di depan pintu kamar tamu, kamar yang ku sediakan untunya selama wanita itu menginap di rumah kami bersama putranya yang baru berusia beberapa hari. Sedangkan Ibu menggunakan kamar satunya lagi, di samping kamar Lilis.

Aku spontan menoleh ke arah pintu kamar tamu, begitu juga dengan Ibu. Kulihat Lilis terlihat salah tingkah melihatku.

"Eh, Mbak Alana udah pulang," sapanya dengan senyum tipis.

"Iya, Lis," jawabku singkat, namun aku masih memikirkan pertanyaan Lilis tadi. 'Salep yang dibelikan Mas Wildan tadi sore?' pikiranku sedikit terganggu dengan pertanyaan itu. Apalagi kata Ibu barusan, Mas Wildan tadi sore pulang ke rumah untuk mengambil berkas kerjanya.

Baru saja akan menanyakan pada Ibu, ponselku yang kugenggam di tanganku berbunyi. 

Husband calling. 

Aku mengangguk pada Ibu meminta izin untuk mengangkat telpon dari Mas Wildan sambil berjalan menuju kamar utama di rumah ini, kamarku dengan Mas Wildan.

"Laptopku ketinggalan di kamar, Dek. Aku sekarang lagi di bandara mau ke Balikpapan, maaf tak sempat berpamitan. Tiba-tiba saja aku dan tim harus terbang ke sana malam ini juga karena ada beberapa masalah di kantor cabang di Balikpapan. Tolong kamu kirim beberapa file ke emailku ya, aku memerlukan data-data itu tapi tak mungkin untuk pulang mengambil laptopku."

Mas Wildan pun memberikan beberapa petunjuk lewat ponsel tentang letak file-file penting yang dibutuhkannya. Kemudian aku mengirimkan semua berkasnya lewat emailnya. Ternyata memang laptop Mas Wildan masih dalam posisi on, mungkin dia memang sangat terburu-buru tadi sehingga lupa membawa laptopnya, bahkan lupa mematikannya.

"Udah, Mas," jawabku setelah selesai mengirim berkas-berkas yang dimaksudnya.

"Ok, terima kasih, Sayang. Baik-baik di rumah dengan Ibu dan Lilis ya." Mas Wildan menutup panggilan telpon tanpa basa-basi lagi.

Aku baru saja akan mematikan laptop Mas Wildan ketika aku melihat pesan masuk di layar. Rupanya laptonya masih terkoneksi dengan applikasi W******p di ponsel Mas Wildan.

Iseng aku membuka dan membaca-baca beberapa chat di sana. Beberapa chat di grup perusahaan tempatnya bekerja dan grup pertemanannya. Namun aku tersentak ketika membuka grup pertemanan Mas Wildan dan mendapati beberapa ucapan selamat di sana.

"Selamat ya Wil akhirnya jadi bapak juga."

"Selamat atas kelahiran putra pertamanya ya Wil."

"Wah, selamat datang di club bapak-bapak keren."

"Duh, anakmu ganteng banget Wil. Tapi nggak mirip kamu, pasti ibunya cantik ya."

Masih banyak lagi ucapan selamat dari teman-teman Mas Wildan dan semuanya dibalas dengan ucapan terima kasih dari nomor Mas Wildan.

Aku terkesiap.

Lalu ... dengan tangan gemetar aku membuka pesan di grup perusahaannya dan mencari chat dari beberapa hari yang lalu. Hatiku kembali seperti diremas-remas ketika mendapati pesan dengan isi serupa di grup itu. Ucapan selamat atas kelahiran putra pertama Mas Wildan, suamiku. Kali ini dengan kalimat yang lebih formal, mungkin karen ini adalah grup perusahaan. Bahkan kulihat, atasan Mas Wildan pun turut memberikan ucapan selamat dan dibalas dengan ucapan terima kasih oleh Mas Wildan.

Aku terhuyung. Ya Allah! Ada apa ini? Aku merasa ada sesuatu yang tidak ku ketahui.

Suara tangisan bayi dari arah kamar tamu membuat hatiku semakin dipenuhi tanda tanya.

Putra pertama Mas Wildan?

Apakah yang mereka maksud adalah bayi Lilis?

Kalau begitu siapa sebenarnya Lilis?

Benarkah dia hanyalah kerabat Ibu yang yatim piatu?

💫Bersambung💫

Komen (4)
goodnovel comment avatar
husky mind
tega ya klo ada suami kaya begini,di dukung pula sama ibunya,duh gak ngotok!
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Putra pertama Wildan dengan perempuan MURAHAN yang mau NGANGKANG pada kakak iparnya yang PECUNDANG
goodnovel comment avatar
Adi Casanova
Aui baguus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 2. SAYAP-SAYAP PATAH

    Aku semakin penasaran dan membuka-buka semua deretan pesan di laptop Mas Wildan yang masih terkoneksi dengan aplikasi whatsapp di ponselnya. Tak ada lagi pesan yang masuk, sepertinya ponsel Mas Wildan sudah non aktif, mungkin dia sudah terbang menuju Balikpapan.Beberapa teman dekat Mas Wildan yang juga ku kenal bahkan mengirim chat pribadi mengucapkan selamat pada suamiku atas kelahiran putra pertamanya. Aku terus membaca semua pesan-pesan itu, yang semuanya dibalas dengan ucapan terima kasih dan emot senyum oleh Mas Wildan. Sementara suara tangisan bayi Lilis mengiringi air mataku yang kini mulai mengalir, mengaburkan pandanganku. Semua ucapan selamat itu dikirim 5 hari yang lalu, hari di mana Mas Wildan dan Ibu terlihat sibuk karena menemani Lilis yang sedang menjalani operasi caesar di rumah sakit.Ah ... hatiku merasa sakit, aku yakin putra pertama Mas Wildan yang dimaksud oleh semua isi chat itu adalah bayi Lilis. Aku tak menyangka bayi yang sudah 2 hari ini berada di dalam ruma

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 3. KEHILANGAN ARAH

    Kuraih gawaiku di atas nakas setelah melaksanakan salat subuh dan merapikan kembali alat-alat salatku. Mas Wildan sama sekali tak mengirim pesan sekedar mengabarkan kalau dia sudah tiba di Balikpapan. Tapi itu memang hal yang sudah biasa bagiku, ketika sedang menekuni pekerjaannya, Mas Wildan jarang sekali mengirimkan pesan. Mas Wildan juga jarang mengabari sudah sampai di kota mana ketika dia sedang bertugas di luar kota, kecuali jika aku yang menanyakan atau menelponnya duluan. Tapi jangan ditanya bagaimana Mas Wildan jika sudah berada di rumah. Dia selalu menjadi suami yang romantis, memperlakukanku dengan sangat lembut. Kemudian kami berdua akan melalui malam-malam panjang yang melelahkan berdua, seolah menebus waktu-waktu yang sudah dihabiskannya di luar dengan pekerjaannya. Itulah yang membuatku sangat mencintai suamiku, Mas Wildan selalu bisa menebus dinginnya malam-malamku dalam kesendirian dengan menciptakan suasana romantis nan indah pada malam-malam berikutnya. Meskipun,

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 4. MENGEJAR JANTUNG HATI

    Wildan.Kuseruput kopi panas yang baru saja diantarkan ke kamarku oleh petugas hotel. Aku memang sengaja meminta layanan sarapan di kamar sebab aku masih harus menyiapkan beberapa bahan untuk pekerjaanku selama di Balikpapan. Tubuhku masih sedikit lelah, karena terbang dengan penerbangan terakhir Jakarta-Balikpapan tadi malam. Apalagi beberapa hari sebelumnya aku memang sedang banyak sekali urusan, disamping padatnya pekerjaanku, aku pun harus bolak-balik ke rumah sakit mengurus Lilis yang baru saja melahirkan putraku melalui operasi caesar.Memikirkan tentang Lilis, aku selalu merasa khawatir. Khawatir bagaimana reaksi istriku Alana nanti jika dia mengetahui bahwa aku memiliki hubungan dengan wanita lain, bahkan kini wanita itu telah melahirkan seorang putra untukku. Ah, semoga saja Alana bisa memahamiku, aku masih mencari cara yang halus untuk menyampaikan ini padanya. Aku begitu mencintai Alana. Dulunya, tidak mudah bagiku mendapatkan hati wanita itu.Aku masuk ke dalam hidupnya ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 5. SEMUA PASTI BAIK-BAIK SAJA

    Aku bersiap menuju ke kantor cabang di Kota Balikpapan setelah menikmati sarapan pagiku. Ada beberapa masalah keuangan di kantor cabang Balikpapan yang mengharuskanku sebagai manager keuangan pusat harus turun tangan langsung dalam rangka megaudit laoporan keuangan cabang. Biasanya jika aku sudah turun tangan langsung seperti ini, beberapa pejabat di kantor cabang akan khawatir dengan posisi mereka. Karena pasti akan ada yang berubah setelah aku melakukan audit keuangan, entah itu penurunan jabatan atau bahkan pemecatan oleh pemilik perusahaan. Karena aku hanya akan turun tangan langsung jika memang kondisi keuangan sudah sangat banyak penyimpangan oleh oknum-oknum tertentu.Kuraih laptopku di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas. Sebenarnya ini hanya laptop cadanganku di kantor karena laptop yang sehari-hari kugunakan ketinggalan di rumah saat aku mampir membawakan salep untuk mengobati iritasi bayi yang dipesan Lilis. Beruntung Alana bisa membantuku dengan mengirimkan sem

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • NODA PERNIKAHAN    BAB 6. KISAH DUA SEJOLI

    Ibu.Aku berjalan mondar-mandir di dalam rumah besar putraku, Wildan. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun Alana, menantuku, belum juga pulang kembali ke rumah. Entah mengapa aku merasa ada yang tak biasa dari wanita cantik yang sudah 5 tahun menemani putraku itu. Tadi pagi, saat mengajaknya untuk sholat berjamaah, aku merasa Alana berbeda, matanya bengkak seperti orang yang habis menangis semalaman.Begitupun saat aku menawarkan sarapan dengan menu favoritnya, Alana menolak dan lebih memilih sereal untuk sarapan. Bahkan Alana terlihat seperti enggan menatapku dan berlama-lama berbicara denganku. Padahal biasanya Alana selalu terlihat senang berlama-lama mengobrol denganku, dia selalu mencari tau tentang masa kecil suaminya padaku. Kemudian kami akan tertawa bersama ketika aku menceritakan cerita-cerita lucu saat Wildan masih kecil.“Bu, ini kok kulit Bagas masih merah-merah gini ya ... padahal sudah Lilis olesin salep yang dibeli Mas Wildan kemarin.” Suara Lilis membuya

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 7. PELUKAN PERTAMA

    Tiga bulan setelah kecelakaan yang merenggut nyawa Fadli, putra bungsuku. Kulihat Lilis pun sudah tidak terlalu sedih, gadis malang itu sudah mulai berinteraksi dengan beberapa tetangga yang sebaya dengannya. Lilis meminta izin padaku untuk tetap tinggal di rumah, menurutnya dia tak sanggup tinggal sendirian di rumahnya karena ibunya pun sudah meninggal. Itu akan membuatnya merasa sendiri dan kesepian.Aku pun menyetujuinya, karena selain aku juga merasa kesepian jika harus tinggal sendirian di rumah ini, aku juga sudah menyayangi Lilis, gadis itu sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Sebenarnya, beberapa kali Wildan dan Alana memintaku untuk tinggal bersama mereka, namun aku menolak. Aku lebih suka tinggal di sini, dan masih mengelola toko sembako kecil-kecilan peninggalan suamiku.Hingga suatu hari, ketika Wildan kembali mengunjungiku. Aku kembali mempertanyakan cucu padanya, namun seperti biasa, Wildan hanya menjawab dengan gelengan.“Wildan masih menikmati masa-masa indah pernika

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 8. HARUS KAH MEMBUKA HATI

    LilisSubuh itu, saat aku hendak membangunkan ibu untuk sholat subuh bersama, aku terkejut mendapati tubuh renta ibu tergeletak di lantai kamarnya. Dengan panik aku berusaha mengangkat tubuh ibu ke atas tempat tidurnya. Subuh-subuh aku terpaksa menggedor-gedor rumah tetangga untuk meminta pertolongan.Ditengah kepanikanku, aku teringat untuk memberi kabar tentang ibu pada Mas Wildan. Kuraih ponselku kemudian mencari-cari kontak Mas Wildan. "Halo! Ini siapa?" Aku terkejut mendengar suara Mas Wildan yang terdengar setengah berteriak.“Aku ... aku Lilis, Mas. Maaf harus menelpon subuh-subuh. Lilis cuma mau mengabari Mas Wildan kalau Ibu pingsan, Mas.”“Astaghfirullah, Lilis! Kamu ngagetin aku tau nggak! Kamu pakai nomor Fadli? Aku kaget sekali ada panggilan dari nomor ponsel almarhum, nggak taunya kamu yang nelpon.”Suara Mas Wildan masih terdengar sedikit berteriak, mungkin dia memang sedang kaget karena aku memang menelpon pakai ponsel Mas Fadli. Saat kecelakaan motor waktu itu, ponse

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 9. RUANG UNTUK PULANG

    “Lis, apa kamu tau Ibu memintaku untuk menikahimu?” tanyaku saat kami berdua sudah duduk di kursi yang ada di taman di area rumah sakit. Kulihat gadis itu menghela nafasnya. “Lilis tau, Mas. Ibu pun sudah mengatakannya pada Lilis,” jawabnya lirih.“Lalu bagaimana tanggapanmu, Lis?”“Aku tak tau, Mas. Masa depanku terasa gelap saat Mas Fadli meninggalkanku bersama impian-impian yang sudah kami bangun berdua. Aku merasa aku hidup, tapi terasa mati. Mas Fadli nyaris membawa pergi semua gairah hidupku.” Gadis itu menyeka sudut matanya. Aku terdiam, menunggunya meneruskan kalimatnya.“Yang kuinginkan saat ini hanyalah berada di sekitar Ibu, walaupun mungkin orang-orang akan memandang aneh padaku. Tapi tinggal di rumah Ibu dan melihat Ibu setiap hari membuatku merasa Mas Fadli tak pergi jauh-jauh dariku. Maka, ketika Ibu mengatakan niatnya meminangku untuk Mas Wildan, aku tak bisa mengiyakan maupun menolaknya. Sungguh, aku hanya ingin berpasrah karena aku pun tak tau mau ke mana arah hidu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-19

Bab terbaru

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 114

    Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 113

    Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 112

    “Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 111

    Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 110

    “Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 109

    Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 108

    Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 107

    Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 106

    Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan

DMCA.com Protection Status